Curcuma xanthorrhiza atau temulawak merupakan salah satu dari banyak tanaman
obat yang telah digunakan selama beberapa generasi di Indonesia. Kebanyakan orang
mempercayai rimpang dari temulawak ini mempunyai khasiat untuk kesehatan sehingga
sering digunakan. Rimpang dari temulawak ini sendiri mengandung atsiri, saponin, flavonoid
dan tanin. Analisis kimia menunjukkan bahwa zat utama Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah
pati (48,18-59,64%),serat (2,58-4,83%), minyak atsiri seperti, phelandren, kamper, tumerol,
sineol, borneol, dan xanthorrhizol (1,48-1,63%), dan juga kurkuminoid seperti, kurkumin dan
desmetoxicurcumine (1,6-2,2%).
Temulawak merupakan tumbuhan asli Indonesia. Indonesia kaya akan tumbuhan obat
khususnya jenis temu temuan. Dari sekitar 70 jenis Curcurma yang tersebar di kawasan
Asia Selatan, Asia Tenggara sampai Australia Utara, tidak kurang dari 20 jenis tumbuh di
Indonesia. Rimpang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisoanal. Di
samping itu, rimpang tanaman ini juga merupakan salah satu bahan ekspor yang cukup
potensial. Kebutuhan temulawak dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan
berkembangnya obat obat fitoterapi, dan semakin berkembangnya perusahaan obat
tradisional di Indonesia. Temulawak diketahui mengandung zat zat yang dipercaya oleh
nenek moyang untuk memperlancar fungsi tubuh, seperti menambah nafsu makan,
melancarkan sekresi air susu ibu, memperlancar kencing, memperlancar haid dan lain-lain. Di
samping itu, bahan ini dianggap dapat menggobati bermacam macam jenispenyakit seperti:
malaria, gangguan hati dan sakit kuning, pegal pegal, sembelit, demam, sakit perut, gatal
gatal, sariawan dan sebagainya. Temulawak tidak hanya dapat digunakan sebagai ramuan
tradisioanal yang sering disebut jamu, tetapi dapat dikembangkan lebih jauh menjadi produk
lain yang bermanfaat di bidang industri seperti produk makanan dan minuman, kosmetik,
tekstil, dan farmasi, (Hernani,2001).
Khasiat temulawak sebagai obat telah banyak dilaporkan, misalnya obat sakit perut,
ginjal (Lin, dkk, 1996; Yasni S, dkk, 1994); antitumor (Itokawa H, dkk, 1985); anti oksidan,
anti inflamantasi anti HIV, anti kanker prostat (Itokawa H, dkk, 2008) dan anti-inflamantasi
(Ozaki Y, 1990). Shin-ichi Uehara telah melakukan penelitian terhadap tumbuhan temulawak
dimana mereka telah menemukan 2 (dua) senyawa yang di peroleh dengan metode
kromatografi (Uehara,S, dkk., 1986). Literatur juga telah melaporkan aktivitas antibakteri
dari ekstrak temulawak (Sylviana, dkk, 2009) dan juga temulawak memiliki aktivitas anti
jamur dan antibiotik (Rukayadi, dkk, 2006).
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Tumbuhan Temulawak
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di
daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut
sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini
menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di
Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa Negara
Eropa. Klasifikasi ilmiah tanaman temulawak adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat)
Senyawa kurkumin ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti antibiotik, alkaloid,
steroid, minyak atsiri, resin, fenol dan lain-lain merupakan hasil metabolit sekunder suatu
tanaman (Kristina, 2006)
Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan
pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga,
sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin
dalam suasana basa, karena selain terjadi proses disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat
mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi bila
kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 10,0 dalam waktu yang relatif lama, walaupun
halini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi degradasi kurkumin,
karena proses degradasi sangat dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu hasil
degradasi, yaitu feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan mempengaruhi
warna merah yang seharusnya terjadi. Sifat krukuminoid lain yang penting adalah
aktivitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi
struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi struktur (Kiswanto, 2009).
Kurkuminoid merupakan unsur non zat gizi yang mempunyai sifat atau karakteristik
yaitu senyawa khas dari kurkumin (flavour) yang berwarna kuning dan bersifat aromatik,
terdiri dari campuran kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin sehingga
apabila digunakan dalam makanan atau minuman dapat berfungsi sebagai pewarna makanan
atau minuman yaitu memberikan warna kuning sekaligus aroma, bau dan rasa khas pada
makanan dan minuman. Sedangkan dalam bidang kesehatan, kurkuminoid bermanfaat
sebagai senyawa antioksidan yang dapat menangkal atau melokalisir radikal bebas