PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang
ada pada saat ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspekaspek kehidupan di masa lalu. Manusia dengan alam pikirannya selalu melahirkan
inovasi baru yang pada akhirnya memberikan efek saling tular serta membentuk
sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini akan membawa kita kepada
masa depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks.
Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama formal
(organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi,
ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak terbukti. Sebaliknya,
dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai
jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi. Manusia yang berpikir
filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur
pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam
memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk
pemanfaatannya bagi masyarakat.
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
D.Sistematika Pembahasan
Page 1
Rancangan sistematika makalah ini terdiri atas beberapa bab yang akan
dirinci sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika pembahasan.
BABII : Pembahasan
Berisi keterangan lebih detail tentang hubungan antara agama , moral dan
Ilmu pengetahuan
BAB III : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran dari penulis
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu Pengetahuan
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli diantaranya adalah :
Page 3
B.Pengertian Agama
Agama pada umumnya dipahami sebagai :
1. Satu system credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya
sesuatu yang mutlak di luar manusia.
2. Satu system siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya
mutlak itu.
3. Satu system norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadatan termaksud diatas.).
Menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor-faktor antara lain :
Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai
hidup.
Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
C.Pengertian Moral
Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada
akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau
adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara,
kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya.
Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang
berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar
salah dan baik buruknya tingkah laku.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia
atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak
bisa melakukan proses sosialisasi. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolahsekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh.
Page 4
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan
seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan
kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan
akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan
cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei.
Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja
berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo
dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan
masyarakat
(Furchan,
2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika
Page 5
kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat
disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan
satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa
masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama
dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama
dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada
wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek
tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena
keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun
komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang
lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah
terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat
(Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan
tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan
dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam
masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak
mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak
mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak
karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan (Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola
hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama
dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara
teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung
pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama,
pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak
mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan
iptek
dan
demikian
pula
sebaliknya
(Furchan,
2009).
GBHN 1993-1998 menyatakan tentang kaitan pengembangan iptek dan agama,
bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola
hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi
tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah
dikutip di muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya
mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Artinya, pengembangan
iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Tidak
boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan hubungan netral antara
agama dan iptek ini juga muncul apabila kita membaca GBHN dalam bidang
Makalah agama hubungan antara Agama IPTEK dan Moral
Page 6
pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada
satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan
bagaimana kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada
hubungannya dengan pengembangan iptek (Furchan, 2009).
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara
pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan
yang berbeda. Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan
Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti bahwa segala usaha
dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang
menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila (Bab II, C. 1.) (Furchan, 2009).
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk
memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki
agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun
sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk
pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan
iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan
mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut (Furchan,2009). Hubungan
Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini Pola hubungan antara agama dan
iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling mengganggu.
Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang
pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan
beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan
kebijaksanaan (Furchan,2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam
pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek
bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa
Indonesia juga menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa
dampak positif, juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan
budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah
memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan
yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan
agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai
agama dan budaya luhur bangsa (Furchan,2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek
secara eksplisit adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu,
Page 7
Page 8
ilmu pengetahuan dapat membentuk dunia dan manusia juga. Ilmu pengetahuan
dapat menunaikan tugasnya sendiri, yaitu membentuk dunia dan juga tugas
agama, yaitu membentuk manusia. Jawabannya adalah bahwa semua ini memang
benar, namun masalah pokoknya adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah alat yang
penggunaannya tergantung kepada kehendak manusia. Apa saja yang dilakukan
oleh manusia, dengan bantuan ilmu pengetahuan dia dapat melakukannya dengan
lebih baik. Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan membantu kita
mencapai tujuan dan melintasi jalan yang kita pilih.
Jadi, alat digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Sekarang pertanyaannya adalah, dengan dasar apa tujuan itu
ditetapkan? Seperti kita ketahui, pada dasarnya manusia adalah binatang. Sisi
manusiawinya merupakan kualitas (kemampuan) yang diupayakannya. Dengan
kata lain, kemampuan-kemampuan manusiawi yang dimiliki oleh manusia perlu
ditumbuh-kembangkan secara bertahap dengan agama. Pada dasarnya manusia
berjalan menuju tujuan egoistis dan hewaninya. Tujuan ini material dan
individualistis sifatnya. Untuk mencapai tujuan ini, manusia memanfaatkan alat
yang ada pada dirinya. Karena itu, dia membutuhkan kekuatan pendorong.
Kekuatan pendorong ini bukan tujuannya dan juga bukan alatnya. Dia
membutuhkan kekuatan yang dapat meledakkannya dari dalam, dan mengubah
kemampuan terpendamnya menjadi tindakan nyata. Dia membutuhkan kekuatan
yang dapat mewujudkan revolusi dalam hati nuraninya dan memberinya orientasi
baru. Tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan pengetahuan tentang hukum yang
mengatur manusia dan alam beserta isinya. Namun tugas ini baru dapat
dilaksanakan jika dalam jiwa manusia tertanam kesucian dan arti penting nilainilai tertentu. Untuk tujuan ini manusia harus memiliki beberapa kecenderungan
yang mulia. Kecenderungan seperti ini ada karena cara pikir dan konsepsi tertentu
tentang alam semesta dan manusia. Cara pikir dan konsepsi ini, serta muatan
dimensi dan bukti cara pikir dan konsepsi tersebut, tidak dapat diperoleh di
laboratorium dan, seperti akan kami jelaskan, berada di luar jangkauan ilniu pengetahuan.
Sejarah masa lalu dan sekarang telah memperlihatkan betapa buruk akibat
yang ditimbulkan oleh pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama. Kalau ada
agama namun tak ada ilmu pengetahuan, maka arah upaya kaum humanitarian
adalah sesuatu yang tidak banyak membawa hasil atau tidak membawa hasil yang
baik. Upaya ini sering menjadi sumber prasangka dan obskurantisme (sikap yang
menentang ilmu pengetahuan dan pencerahanpen.), dan terkadang hasilnya
adalah konflik yang membahayakan.
Kalau ilmu pengetahuan ada namun agama tidak ada, seperti yang terjadi
pada sebagian masyarakat modern, maka segenap kekuatan ilmu pengetahuan
digunakan untuk tujuan menumpuk harta sendiri, memperbesar kekuasaan sendiri,
dan untuk memuaskan nafsu berkuasa dan nafsu mengeksploitasi.
E.Ilmu dan Moral
Page 9
Page 10
Page 11
Page 12
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Agama adalah satu system credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas
adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia Agama mengandung ajaran moral
dan dipelajari secara kritis , sistematis, dengan tetap tinggal dalam konteks agama
itu.Hubungan
Agama
dengan
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang
berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai
sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat
bermanfaat.Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena
merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Perkembangan
ilmu tidak pernah terlepas dari ketersinggungannya dengan berbagai masalah
moral. Baik atau buruknya ilmu, sangat dipengaruhi oleh kebaikan atau keburukan
moral para penggunanya.
B.Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan penjelasanpenjelasan di atas dapat memperluas wawasan pembaca , serta dapatmenjadi
pengajaran yang baik, untuk dapat melakukan perbuatan yang baik, perbuatan
yang sesuai dengan moral dan agama , dan tidak mengikuti dampak negatif dari
IPTEK sebaliknya mengambil sisi positifnya.
Page 13
DAFTAR PUSTAKA
http://www.al-shia.org/html/id/books/ensan-jahan/02.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisasi
http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/08/hubungan-ilmu-pengetahuandengan-moral-agama-371242.html
http://id.wikipedia.com
Page 14