Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN GYNEKOLOGI PADA NY.

E DENGAN
RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas profesi maternitas


pada Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

LENI ANGGRAENI
220112130576

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII


SUB BAGIAN KEPERAWATAN MATERNITAS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI

1. Pengertian dan Klasifikasi


1.1 Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus (tumor jinak
uterus yang berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga
berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya
dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos yang imatur
dan

elemen

jaringan

penyambung

fibrosa sehingga dapat disebut juga

leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005).


Leiomyoma atau mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas,
disebut juga fobroid, mioma, fibroma, dan fibromioma (Pierce, 2005). Mioma
uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga dapat
dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot
rahimnya dominan

(Manuaba, 2007).

Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau
fibroid. (Ilmu Kandungan, 2009). Mioma uteri terbatas tegas, tidak berkapsul,
dan berasal dari otot polos jaringan fibrosus, sehingga dapat berkonsisten padat
jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang
dominan. Mioma terdiri atas serabut- serabut otot polos yang diselingi dengan
jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap
bagian duktus muller, tetapi paling sering terjadi pada miomatreium yang dapat
timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong
sampai sebasar bola kaki. Degenarasi ganas mioma uteri, ditandai dengan
terjadinya perlunakan serta warna yang keabu- abuan, terutama jika mioma
tumbuh dengan cepat. Adanya bagian nekrotik, lunak dan perdarahan pada
potongan mioma perlu diwaspadai adanya proses ganas. Bila berasal dari
miometrium, maka dinding uterus menebal, sehingga terjadi pembesaran uterus.

1.2 Klasifikasi
1.2.1 Lokasi
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica
(7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal
(91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
1.2.2 Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga
jenis yaitu :
a. Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
b. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial biasanya multipel apabila masih kecil
tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah, kadang kala tumor tumbuh sebagai
mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa, di dalam otot
rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim
dominan).
c. Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium, dapat bertangkai maupun tidak. Mioma
bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah
terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim. Dari
sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting

dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya
kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Atropi : setelah menopause dan rangsangan estrogen menghilang.
a. Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan)jaringan ikat bertambah, berwarna putih dan keras
b. Degenerasi kistikbagian tengah dengan degenerasi hialin mencair, menjadi
poket kistik
c. Degenerasi membatu (calcareous degeneration)terdapat timbunan kalsium
pada mioma uteri, padat dan keras serta berwarna putih
d. Red degeneration (carneous degeneration) terjadi paling sering pada masa
kehamilan, estrogen merangsang tumbuh kembang mioma, aliran darah tidak
seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan hamil), terjadi kekurangan darah
menimbulkan nekrosis, pembentukan trombus, bendungan darah dalam
mioma, warna merah (hemosiderosis/hemofusin), biasanya disertai nyeri,
tetapi dapat hilang sendiri. Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi:
kelahiran preterm, ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, shock dan
bahkan mencetuskan DIC.
e. Degenerasi Mukoid daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang
lembut. Biasanya terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang
terganggu.
f. Degenerasi Lemak lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
g. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)terjadi pada kurang dari 1%
mioma. Kontroversi yang ada saat ini adalah apakah hal ini mewakili sebuah
perubahan degeneratif ataukah sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma
merupakan sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang
mempunyai diferensiasi otot polos.

2. Tanda dan Gejala


Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder,
dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi. Perdarahan
dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat
dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang
menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari
pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
nekrosis dan peradangan.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter,
poliuri.
4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba,
akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu.
Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran
prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan, seperti keguguran,
Persalinan prematuritas, Gangguan proses persalinan, Tertutupnya saluran
indung telur menimbulkan infentiritas, Pada kala III dapat terjadi gangguan
pelepasan plasenta dan perdarahan. Biasanya mioma akan mengalami involusi
yang nyata setelah kelahiran.

3. Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi


Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui
namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1.

Teori Stimulasi
a. Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi.
b. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche.

c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause


Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma
uteri.
2. Teori Cell nest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh
estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan
mioma uteri adalah:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita
menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah

menopause,

diterangkan bahwa hormon

estrogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit


(Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama
pada fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2005).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat
kekuatan ekspresi dari VEGF- (a myoma-related growth factor) dibandingkan
dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita
mioma uteri (Parker, 2007).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh

enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi


peningkatan jumlah estrogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi
mioma uteri (Parker, 2007).
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi
atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging
setengah matang (red meat) dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui
dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan
mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat
estrogen

dalam

mempengaruhi
kehamilan

dan

mioma

uteri

bertambahnya

karena tingginya

kadar

vaskularisasi

uterus

ke

kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba,


2007).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2
(dua) kali.
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas estrogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen
dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1.

Estrogen.

Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Pertumbuhan tumor cepat selama


kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan
lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan

anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim


ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2.

Progesteron

Progesteron

merupakan

antagonis

natural

dari

estrogen.

Progesteron

menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B


hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3.

Hormon pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang


mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode
ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen.
Dalam Jeffcoates, Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga
kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35 - 45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah
kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita
dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah

kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH


dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran
mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan
epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson
dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen
lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting
pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena
tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia
dini.
4. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium
normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian
estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.
Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde
diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor
keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar
bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut
letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum
Myoma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Myoma
terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat
dan dikelilingi kapsul yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian
duktus Muller, tetapi paling sering terjadi pada miometrium. Di sini beberapa
tumor dapat timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar
kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya mioma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal
dari sel otot yang normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari
sel embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari

benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini
tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bukan dalam hitungan
bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati
dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah
jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika
tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen
tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka mioma cenderung
mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjol di atas miometrium
sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun
atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks
jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik dan
serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara
tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya
pembuluh darah ke dalam mioma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk
kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-berkas oleh jaringan
ikat. Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah
yang masuk dari pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu
melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian
tengah mioma. Mula-mula terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi
kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke-19 disebuut sebagai batu rahim.
Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini diikuti
ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan gambaran seperti daging
sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika mioma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia.
Jika perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus
berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat
menyebabkan persisten dari uterus.Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma
besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria, sering kencing
dan konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.

Pathways:

Penyebab: belum diketahui


Faktor keturunan

Wanita nulipara dan kurang subur

Reseptor astrogen lebih banyak

Sel imatur uterus (otot polos & jaringan


ikat)

Cemas

Tumor fibromatosa

Mioma intramural
Mioma subserosum
- terdapat di dinding uterus - tumbuh diantara kedua lapisan
diantara miometriuum
ligamentum luteum menjadi
mioma intra ligamenter.

Mioma submukosum
- tumbuh bertangkai menjadi polip
- dilahirkan melalui serviks
(myomgeburt)

Resiko tinggi
kekurangan cairan

- Nyeri
- Infertilitas
- Perdarahan abnormal
(menometroragia)
- Abortus spontan, gejala dan tanda
penekanan seperti retensio urine,
hidronefrosis.
Resiko tinggi infeksi

5. Pemeriksaan Penunjang
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi.
3. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
4. Vaginal Toucher: didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan ukurannya.
5. Sitologi: menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
6. Rontgen: untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
7. ECG: endeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.

6. Penatalaksanaan
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum
bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang
mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan
pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara
penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan
operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan
histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan
nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy
(TAH-BSO). TAHBSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat
uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada
dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic
endrometriosis
6.1 Penanganan konservatif
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala, menekan sekresi gonadotropin
dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada
periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan
sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi
hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan
transfusi darah, dan dapat menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat
dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek
terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian
progestin dan levonorgestrol intrauterin
6.2 Penanganan operatif
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu

a. Pertumbuhan tumor cepat.


b. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
c. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
d. Hipermenorea pada mioma submukosa.
e. Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan
bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor
dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) adalah sebagai berikut :
1. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG
untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
1. Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari
luar dan dikeluhkan olah pasien.
2. Perdarahan uterus berlebihan : Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal
atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan Anemia akibat kehilangan
darah akut atau kronis.
3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
Nyeri hebat dan akut.

Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
c)

Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila


wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 - 50%.
Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus
dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan 1 hari pasca diagnosa keperawatan, 7 hari pasca histerektomi/
miomektomi. Masa pemulihan 2 minggu pasca diagnosa perawatan, 6 minggu
pasca histerektomi/ miomektomi.

7. Komplikasi dan Radioterapi


7.1 Komplikasi
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada
kehamilan dan persalinan, yaitu:
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri submukosum.
2. Kemungkinan abortus bertambah.
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserus.
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan
intramural.
Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga dapat berdampak
pada mioma uteri, yaitu:

1.

Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan


edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh
hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.

2.

Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan
mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan
dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah
(degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasio karnosa).
Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala
rangsangan peritonium dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal
ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini
terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat
perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.

3.

Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran


tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi
menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan
gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).

7.2 Radiotherapi
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
f. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

8. Pengkajian :
1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)
2. Infertilitas, anovulasi
3. Nulipara
4. Keterlambatan menopause
5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.

7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

9. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis
dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam
berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
10. Intervensi Keperawatan.
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan
peradangan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS

: Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan
terasa sakit, perut terasa mules.

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x


24 jam.
Kriteria Hasil:
-

Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)

Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.

Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, N: 80-100 x/m, RR:
16-24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :
-

Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala
0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.

Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.

Monitor tanda-tanda vital

Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan


teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.

Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri

Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan. Ditandai:
DO:Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti
pengobatan, TTV.
DS: Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Tujuan : Setelah 2 x 15 tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya
bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
-

Klien mengatakan rasa cemas berkurang

Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.

Klien mengerti tentang penyakitnya.

Klien tampak rileks.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80
mmHg

Intervensi :
-

Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.

Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang


pernah mengalami penyakit yang sama.

Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya

Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk
mendiskusikan perasaannya.

Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta


prosedur secara jelas dan akurat.

Monitor tanda-tanda vital.

Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum


jelas.

Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.

Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam


berlebihan. Ditandai dengan :
DO

: adanya perdarahan pervaginam

DS

:-

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak


terjadi kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :
-

Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit


kurang, membran mukosa kering, demam.

Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.

Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 100


x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80
mmHg

Intervensi :
-

Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.

Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.

Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.

Observasi pendarahan

Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari

Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi


sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum,
kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan
haemoglobin (anemia).
DO

: Kadar Haemoglobin kurang dari normal.

DS

:-

Tujuan

: Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama


2x 24 jam.

Kriteria Hasil :

Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan


fungsiolesia.

Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%

Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

Intervensi :
-

Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.

Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.

Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.

Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.

Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Doengoes Marillyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Ilmu Kandungan, 2009, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Manuaba, I. B. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Parker, W. H., 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine
Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA
School of Medicine. California : American Society for Reproductive
Medicine.
Pierce, S. A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Thomas EJ. 2007. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW.
eds. Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids.England
New JerseyBMJ.
Wiknjosastro, hanifa, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiryoharj.

Anda mungkin juga menyukai