Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia adalah subjek yang konseptual. Banyak dari konsep-konsep tersebut
bersifat abstrak. Beberapa istilah dalam kimia hanya dapat dipahami ketika siswa
dapat melihat materi itu dan memanipulasi atau paling tidak prosesnya dapat
diamati secara langsung (Taber, 2009). Kimia memiliki konsep-konsep yang
saling berkaitan dan berjenjang dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih
tinggi tingkatannya dan lebih kompleks. Kompleksitas dalam kimia menyebabkan
kimia menjadi sukar, bahkan siswa dapat mengalami miskonsepsi
(Sastrawijaya,1988) sehingga untuk memahami konsep yang lebih tinggi
tingkatannya perlu pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang
membangun konsep tersebut (Effendi,2002).
Konsep-konsep abstrak dalam kimia dapat dipelajari jika seorang individu
memiliki kemampuan berpikir formal tinggi yang telah mencapai tingkat operasi
formal berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (Beistel,1975). Lebih
lanjut, Fast et al. (1979:600) menyatakan bahwa kombinasi antara fakta-fakta,
perhitungan matematis dan teori menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu mata
pelajaran yang menuntut kemampuan intelektual yang tinggi pada siswa yang
mempelajarinya. Santrock (2003) menyatakan bahwa banyak siswa yang belum
sepenuhnya mencapai cara berpikir formal, dalam arti mampu berpikir hipotesisdeduktif. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dapat menginterpretasikan
konsep-konsep kimia secara berbeda bahkan tidak sesuai dengan konsep yang

sebenarnya. Pada akhinya karakteristik konsep kimia yang abstrak dan


kemampuan formal siswa yang kurang dapat memicu terjadinya miskonsepsi.
Martin (dalam Thompson,2006:553) mendeskripsikan miskonsepsi adalah
ide-ide yang menunjukkan pemahaman yang tidak benar terhadap konsep, objek
atau peristiwa yang terkonstruksi berdasarkan pengalaman seseorang. Baser
(2006) mengemukakan bahwa siswa dapat merespon pertanyaan dalam konsep
sains secara tepat, namun mereka mengalami miskonsepsi ketika penerapan
konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu konsep kimia yang bersifat
abstrak dan membuka peluang besar terjadinya miskonsepsi adalah materi
Termokimia.
Konsep termokimia diajarkan di kelas XI SMA Negeri 6 Malang dalam
mata pelajaran kimia. Ada 4 kelas XI IPA di SMA Negeri 6 Malang, yaitu XI-A1,
XI-A2, XI-A3,dan XI-A4. Peneliti telah memilih 2 kelas dengan nilai ulangan
harian termokimia yang memiliki rata-rata lebih rendah daripada siswa kelas XI-A
lainnya. Sebanyak 41,2 % siswa XI-A1 dan 67,6 % siswa XI-A2 mengalami
kesulitan dalam memahami termokimia.
Konsep termokimia berkaitan dengan perubahan kalor dalam reaksi kimia,
perubahan fase dan perhitungan energi yang menyertai pembentukan atau
pemutusan ikatan kimia. Ayyildiz and Tarhan (2012) meneliti dengan judul The
Effective Concepts on Students Understanding of Chemical Reactions and
Energy. Hasil studinya menjelaskan bahwa miskonsepsi terkait sistem dan
lingkungan, sistem terbuka dan tertutup, reaksi eksoterm dan endoterm, energi
dalam, hukum pertama termodinamika, perubahan entalpi, energi ikat, perubahan
spontan dan tidak spontan, serta entropi telah teridentifikasi. Miskonsepsi pada

siswa dapat diatasi dengan merekonstruksi konsep awal siswa yang salah menjadi
konsep baru yang benar.
Strike and Posner (1992) menjelaskan ruang lingkup teori perubahan
konseptual secara rinci dan menekankan tujuan untuk membuat situasi yang
diperlukan untuk merestrukturisasi konsep yang ada. Posner (1982)
mengidentifikasi beberapa variasi pemikiran kritis dalam perubahan konsep yaitu
ketidakpuasan pada konsep sebelumnya atau menerima konsep baru yang lebih
bisa dimengerti, masuk akal dan dapat diterima. Apabila konsep yang baru
disajikan lebih mudah dimengerti, masuk akal dan dapat diterima maka hal ini
dapat memicu terjadinya perubahan konsep.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendukung terjadinya
perubahan konsep dan memperbaiki miskonsepsi siswa adalah DSLM (Dual
Situated Learning Model) (She,2002,2003,2004,2010). Istilah " Situated
learning" berarti bahwa desain perubahan konsep dalam learning event perlu
didasarkan pada sifat konsep sains dan keyakinan siswa terhadap konsep sains,
dalam rangka menentukan mentala set apa saja yang penting dan dibutuhkan
untuk membangun pandangan yang lebih ilmiah dari konsep sains. Setiap kali
siswa menghadapi fenomena baru, mereka perlu untuk merujuk konsep-konsep
yang telah ada untuk memahami makna fenomena yang terjadi. Tanpa konsep
yang ada, tidak mungkin siswa bertanya dan menjawab pertanyaan tentang
fenomena baru serta menghubungkan makna fenomena baru dengan konsep yang
telah dimiliki (Aydin,2012).
Tahap selanjutnya, dual situated learning event harus diadakan dalam
rangka membantu siswa menghubungkan mental set yang lama dengan mental set
baru. Istilah "Dual" berarti bahwa learning events memiliki tiga fungsi yaitu : (1)

mempertimbangkan sifat konsep sains dan keyakinan siswa terhadap konsep


sains, (2) menciptakan disonansi dengan pengetahuan siswa yang sudah ada, dan
menunjukkan sebuah mental set baru untuk menambah pandangan sains siswa,
dan (3) menstimulasi motivasi serta menantang keyakinan dari konsep yang siswa
terima sebelumnya sebagai tantangan dalam perspektif ontologi dan epistimologi
dari konsep sains. Treagust and Duit (2009) meneliti dengan judul Multiple
Perspectives of Conceptual Change in Science and the Challenges Ahead. Hasil
studinya menjelaskan bahwa model perubahan konseptual akan terjadi ketika
ketidakpuasan siswa terhadap pengetahuan sebelumnya diyakini dapat
menginisiasi perubahan konsep yang dramatis dan dicocokan dengan konstruksi
pandangan epistimologi melalui penekanan pada konsep maing-masing individu
serta perkembangan konsepnya. Perubahan konsep juga dapat terjadi sebagai
akibat dari perubahan ontologi siswa (Chi 1994). Dalam frameworknya, DSLM
mampu mengkonstruk perubahan konsep melalui perspektif epistimologi, ontologi
dan motivasi.
Motivasi diwujudkan dalam desain dan proses pembelajaran dari dual
situated learning event yang mengharuskan siswa untuk aktif terlibat dalam
membuat prediksi, membayangkan apa yang sebenarnya terjadi dan menjelaskan
mengapa hal itu berbeda dari prediksi mereka, sehingga merangsang
keingintahuan dan ketertarikan ( Liao, Y.-W., & She, H.-C. , 2009). Motivasi
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi nilai kognitif siswa dan
memberikan penguatan terhadap kejiwaan siswa agar tidak merasa traumatis
terhadap proses remedial. Motivasi siswa dapat dibangkitkan melalui pembuatan
peta pemikiran atau Mind map

Buzan (2002) menjelaskan bahwa Mind map dapat menciptakan


pembelajaran aktif, menumbuhkan motivasi, meningkatkan rasa percaya diri dan
mendukung perbedaan gaya belajar dan tingkatan kemampuan siswa dengan cara
menyenangkan.Lebih jauh, McAleese (1994) menunjukkan bahwa Mind map
merupakan bentuk auto-monitoring dari beberapa aspek dalam struktur
pengetahuan siswa yang dalam prosesnya dapat divisualisasikan dalam bentuk
peta pemikiran. Pembuatan Mind map dapat diaplikasikan pada tahapan terakhir
dalam DSLM yaitu tahapan mengajar dengan challenging situated learning event,
dimana guru bisa mengidentifikasi apakah sudah terjadi perubahan konsep atau
belum.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Kajian
Kualitatif Miskonsepsi dan Perbaikan pada Materi Termokimia
Menggunakan DSLM (Dual Situated Learning Model) Berbantuan MindMap.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi termokimia?
2. Bagaimana proses perubahan konsep yang terjadi pada siswa dalam
pelaksanaan DSLM berbantuan Mind-Map?
C. Landasan Teori
1. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Kimia
Konten ilmu kimia yang berupa konsep, hukum, teori, pada dasarnya
merupakan produk dari rangkaian proses menggunakan sikap ilmiah. Gabel
(1999) mengelompokkan konsep kimia dalam dua wilayah yaitu mikroskopis dan
makroskopis. Representasi mikroskopis yaitu representasi kimia yang
menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular)
5

terhadap fenomena makroskopik yang diamati. macroscopic representations that


describe bulk properties of tangible and visible phenomena in the everyday
experiences of learners when observing changes in the properties of matter (e.g.
colour changes, pH of aqueous solutions, and the formation of gases and
precipitates in chemical reactions), Representasi makroskopis mendeskripsikan
tentang ciri-ciri dalam ukuran besar dari fenomena yang terlihat dan nyata dalam
pengalaman siswa setiap hari ketika mengobservasi perubahan ciri-ciri materi
seperti perubahan warna, pH larutan, dan pembentukan gas serta endapan dalam
reaksi kimia (Chandrasegaran et al, 2007: 294)
Konsep kimia yang berada pada lingkup mikroskopis (seperti teori atom,
ikatan kimia, dan sistem periodik) sehingga disebut konsep abstrak. Konsep kimia
yang masuk dalam lingkup makroskopis (seperti larutan asam basa, pembentukan
senyawa garam dan elektrokimia) selanjutnya disebut konsep konkret. Konsepkonsep abstrak memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan konsepkonsep konkret, karena konsep-konsep abstrak memerlukan pemikiran yang lebih
untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat diamati secara langsung.
Menurut Huddle et al (2000), kesulitan siswa dalam memahami ilmu kimia
ditandai dengan ketidakmampuan siswa dalam memahami konsep-konsep kimia
dengan benar. Hal ini disebabkan oleh: (1) adanya anggapan yang telah mengakar
dikalangan guru bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalanpersoalan algoritmik juga menunjukkan kemampuan konseptualnya, padahal
kemampuan algoritmik siswa tidak menunjukkan kemampuan konseptualnya; dan
(2) bahan ajar yang digunakan tidak mengaitkan ketiga level representasi kimia

yaitu makroskopis, simbolik, dan mikroskopis. Kesulitan dalam memahami inilah


yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.
Miskonsepsi adalah konsep-konsep yang secara scientific diterima menjadi
suatu kebenaran dan konsep-konsep tersebut dikonstruksi secara tidak sempurna
dan tidak benar oleh siswa terpisah dari salah satu konsep yang dipelajari secara
bermakna oleh siswa pada akhir proses pembelajaran (Nakhleh, 1992). Lebih
lanjut National Research Council (NRC) (dalam gooding & Metz, 2011:35)
menyatakan bahwa ada 5 tipe miskonsepsi yang dapat menginterferensi sistem
pembelajaran yaitu:
1. preconceived notions,
2. nonscientific beliefs,
3. conceptual misunderstandings,
4. vernacular misconceptions, and
5. factual misconceptions
Science Teaching Reconsidered (1997), kemudian secara rinci menjelaskan
lima kategori miskonsepsi,yaitu:
a. Preconceived notions are popular conceptions rooted in everyday
experiences,
b. Nonscientific beliefs include views learned by students from sources other
than scientific education, such as rreligious or mythical teachings
c. Conceptual understandings arise when students are taught scientific
information in a way that does not provoke them to confront paradoxes
and conflicts resulting from their own preconceived notions and
nonscientific beliefs. to deal their confusion, students themselves are
insecure about the concepts

d. vernacular misconceptions arise from the use of words that mean one
thing in everyday life and another in a scientific context.
e. factual misconceptions are falsities often learned at an early age and
retained unchallenged into adulthood
Miskonsepsi dapat merusak struktur pengetahuan yang telah diperoleh
siswa. Untuk mengatasi miskonsepsi dan membuat pembelajaran lebih bermakna,
guru harus mengganti pemahaman yang salah dengan pemahaman yang benar
(Smith, Blakeslee and Anderson, 1993). Miskonsepsi pada siswa dikatakan telah
sukses diatasi apabila telah terjadi perubahan konseptual. Perubahan konseptual
adalah strategi mengajar yang menuntut siswa untuk memperbaiki kerangka
konseptual ketika belajar sesuatu. Manusia membangun makna dari pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari mereka dan sering kali konsep-konsep yang ada tidak
selaras dengan fenomena ilmiah (Arias,2007). Perubahan konsep mendeskripsikan
tentang belajar dimana merupakan interaksi antara konsep baru dengan konsep
yang telah ada dengan 4 kondisi yaitu ketidakpuasan, kejelasan, logika, dan
keberhasilan (Novak,2002).
She and Liao (2009) menyatakan bahwa perubahan konseptual tidak akan
terjadi secara mudah hanya dengan menciptakan konflik kognitif, tetapi
perubahan konsep harus menunjukkan mental set yang baru kepada siswa dalam
menciptakan disonansi. Penciptaan disonanasi dengan pre-existing knowledge
siswa dapat memunculkan rasa penasaran dan ketertarikan, seiring dengan
memberikan tantangan terhadap keyakinan epistimologi dan ontologi tentang
konsep sains. Posner et al. (1982) mengatakan bahwa konsep sains harus mudah
dimengerti, masuk akal dan bermanfaat agar perubahan konsep dapat sukses
terjadi. Mudah dimengerti artinya konsep baru yang didapatkan harus jelas dan
8

cukup masuk akal bagi siswa. Masuk akal berarti konsep baru harus benar-benar
logis dan dapat diterima. Bermanfaat artinya konsep baru harus menunjukkan
potensi produktif kepada siswa untuk memecahkan masalah sebelumnya
2.

DSLM (Dual Situated learning Model)


Salah satu cara yang dapat mendukung terjadinya perubahan konsep dan

memperbaiki konsep siswa adalah DSLM (Dual Situated Learning Model) (She,
2002, 2003,2004, 2010). DSLM dipilih menjadi teknik untuk memperbaiki
miskonsepsi siswa karena DSLM menggunakan 3 aspek dalam mewujudkan
terjadinya perubahan konsep yaitu epistimologi,ontologi dan motivasi. DSLM
dapat memberikan solusi efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa dalam topiktopik kimia karena DSLM telah terbukti memberikan hasil positif dalam
mengatasi miskonsepsi dalam beberapa materi sains. DSLM menunjukkan
kesuksesan dalam merubah konsep siswa pada topik atom (She,2010). Bukti lain
tentang keefektifan dari perubahan konsep terhadap siswa Sekolah Menengah
Pertama untuk materi tekanan dan daya apung, perubahan suhu,transfer panas,
kelarutan dan difusi, serta meosis dan mitosis (She, 2002, 2003,2004a,b; Tang,
She, & Lee, 2005). Penulis percaya bahwa ada potensi besar untuk mengubah
konsep siswa sebaik pengalaman sains seorang saintis melalui DSLM.
DSLM tersusun dalam enam tahap (SHE, 2010) : (i) memeriksa atribut
konsep sains siswa. Tahap awal yang digunakan untuk mendapatkan informasi
mental set esensial yang dibutuhkan untuk merekonstruksi konsep sains siswa
sebelumnya. (ii) menelaah miskonsepsi pada siswa. Tahap ini bertujuan menelaah
pandangan ontologi siswa yang diukur melalui keyakinan siswa terhadap konsep
sains. (iii) menganalisis atribut konsep siswa yang lemah. Pada tahap pertama dan

kedua mengindikasikan mental set mana saja yang mengalami kelemahan secara
spesifik, kemudian guru akan mendesain langkah-langkah perbaikan konsep
melalui Dual Situated Learning Events. (iv) mendesain Dual Situated Learning
Events. Pada tahap keempat, guru merancang tahapan Dual Situated Learning
Events disesuaikan dengan mental set yang dibutuhkan untuk membantu siswa
mengkonstruksi kembali pemahaman yang benar. (v) mengajar dengan Dual
Situated Learning Events. Tahap ini memberi kesempatan siswa untuk membuat
prediksi dan memberikan penjelasan mengenai prediksi yang telah siswa utarakan.
(vi) mengajar dengan Challenging Situated Learning Events. Tahap terakhir
adalah mempresentasikan Challenging Situated Learning Events untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengaplikasikan mental set baru yang
telah mereka peroleh pada situasi baru untuk memastikan perubahan konsep telah
sukses terjadi. Tahap-tahap DSLM lebih lanjut akan dijelaskan dalam tabel berikut
:
Tabel 2.1 : 6 Tahap DSLM
Dual Situated Learning

Deskripsi

Dimensi Fungsional Teori

Model
Stage 1: memeriksa

Tahap ini memberikan

DSLM
Konsep-konsep sains

atribut dari konsep sains

informasi tentang mental

ilmiah adalah bagian

set dasar yang

terpenting dari DSLM

dibutuhkan untuk

yang menentukan apakah

mengkonstruk

konseptual

pandangan sains terkait

perubahan dapat dicapai.

konsep tersebut

Misalnya : beberapa
konsep diklasifikasikan
10

sebagai proses, atau


tingkat hirarki lebih tinggi,
atau konsep abstrak.
Atribut ini seharusnya
dianalisis sebelum
perencanaan dari dual
situated
Stage 2: Menelaah

Menelaah keyakinan

learning events
Siswa meyakini bahwa

konsep sains alternative

siswa mengenai konsep

konsep sains merupakan

siswa

sains itu sendiri

bagian penting lain dari


DSLM, yang menentukan
dimana perubahan konsep
dapat terjadi. Hal ini akan
menekankan konsep
alternative yang siswa

Stage 3: Menganalisis

Menentukan seberapa

miliki
Konsep sains ilmiah dan

mental set siswa mana

banyak dan bagian mana

keyakinan siswa terhadap

saja yang masih kurang

saja dari konsep sains

konsep sains menunjukkan

siswa yang mengalami

dasar untuk menentukan

kekurangan berdasarkan

mental set tertentu yang

tahap awal DSLM

siswa butuhkan untuk

Stage 4: Mendisain dual

Desain dari even

perubahan konsep
Desain masing-masing

situated learning events

berdasarkan mental set

even harus menciptakan


11

tertentu dari siswa yang

disonansi terhadap

kurang, sehingga

keyakinan awal siswa

sebanyak apakah even

tentang konsep sains.

dapat didesain. Masing-

Selebihnya, desain

masing even berdasarkan

tersebut juga harus

konsep pada tahap awal

mempertimbangkan

dan tahap kedua DSLM

peningkatan motivasi
siswa dan menantang
keyakinan mereka tentang

Stage 5: Mengajar

Masing-masing even

konsep itu
Selama pengajaran

dengan dual situated

memberikan kesempatan

masing-masing even dapat

learning

kepada siswa untuk

mengkonfrontasi

events

membuat prediksi dan

kepercayaan mereka

memberikan penjelasan

terhadap konsep sains, dan

sebelum dan sesudah

menstimulasi rasa

even dan lebih jauh

penasaran dan ketertarikan

memberikan alas an

siswa dengan cara

mengapa terjadi

memberikan tantangan

perubahan konsep atau

terhadap epistimologi dan

mempertahankan konsep

ontologi siswa terhadap

awal

proses sains. Lebih jauh,


masing-masing even dapat
merekonstruksi mental set
siswa
12

Stage 6: Mengajar

Pada tahap terakhir

Desain challenging

dengan challenging

memberikan kesempatan

situated learning event

situated

pada siswa untuk

dibutuhkan untuk

learning event

mengaplikasikan mental

mengkombinasikan semua

set siswa yang baru pada

mental set awal siswa

kondisi baru, dan

yang sebelumnya

meyakinkan bahwa

mengalami kekurangan

perubahan konsep telah

dan sekarang sudah

sukses terjadi

direkonstruksi melalui
tahap-tahap DSLM

3.

Model Pembelajaran Mind map


Mind map adalah sebuah ekspresi dari radiant thinking, proses berpikir

asosiatif dimana terhubung dengan titik pusat dan terjadi secara alami dari pikiran
manusia. Hal ini dapat diungkapkan dalam sebuah teknik grafik yang dapat
membantu meningkatkan proses belajar dan menjernihkan pikiran (Buzan &
Buzan, 1993). Mind map dapat digunakan sebagai metode belajar mandiri sebagai
fasilitas untuk memahami konsep-konsep sulit atau bahkan mengidentifikasi pada
bagian mana dari materi yang mengalami miskonsepsi.
Menurut Eric Jensen (2002: 95), Mind map (peta pikiran) sangat bermanfaat
untuk memahami materi, terutama materi yang telah diterima oleh siswa dalam
proses pembelajaran. Lebih lanjut, beberapa manfaat penyusunan mind map
menurut Canas et al, (2003) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kerangka pemahaman siswa
2. untuk konsolidasi pengalaman belajar siswa,
3. untuk memperbaiki kondisi afektif untuk belajar,
4. sebagai bantuan atau alternatif untuk menulis tradisional,
5. untuk mengajarkan berpikir kritis, dan
6. sebagai representasi mediasi.

13

Mind map (peta pikiran) bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara
visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Ketika siswa mengalami
miskonsepsi maka melaui pembuatan mind map, guru akan dapat mengidentifikasi
dimana letak miskonsepsinya. Novak & Gowin (1984) memaparkan langkahlangkah penerapan mind map dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Siswa mendefinisikan topik atau fokus pertanyaan. Peta konsep harus
mencakup lebih dari satu pertanyaan yang mungkin sulit untuk dikelola
dan dibaca.
2. Pertama kunci topik harus didifinisikan terlebih dahulu, selanjutnya adalah
untuk mendefinisi dan mendaftar konsep terpenting dan konsep umum
terkait dengan topik
3. Konsep diurutkan dari atas ke bawah pada mapping field, dari topik yang
atau morfologi.
4. Apabila kunci topik telah diidentifikasi dan diurutkan, kata penghubung
ditambahkan untuk membentuk peta konsep awal.
5. Frase penghubung ditambahkan untuk mendeskripsikan hubungan antara
konsep
6. Jika peta konsep awal telah tersusun, langkah selanjutnya adalah mencari
cross links, yang mana penghubung dengan konsep terdapat pada area
berbeda atau sub-domains pada peta konsep. Cross links membantu
mengelaborasi bagaimana konsep-konsep itu saling terhubung.
7. Langkah akhir adalah mereview mind map dan bila dibutuhkan akan ada
perubahan struktur dan konten dari mind map.
4.

Kajian Miskonsepsi pada Materi Termokimia


Topik bahasan termokimia diajarkan di kelas XI semester ganjil. Dalam

kurikulum SMA, materi termokimia memiliki peran penting, karena pemahaman

14

terhadap materi termokimia terkait dengan materi lain yaitu kesetimbangan kimia,
ikatan kimia dan larutan asam basa. Konsep-konsep termokimia disusun pada peta
konsep berikut :
Gambar 2.1 peta konsep termokimia

Purwaningtyas (2007) melakukan penelitian tentang analisis miskonsepsi


termokimia pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tongas Kabupaten Probolinggo.
miskonsepsi yang dialami siswa kelas XI yaitu, (1) Reaksi endotermik adalah
reaksi yang memiliki H negatif. (2) Reaksi endotermik ditandai dengan terjadi
penurunan suhu, (3) Reaksi endotermik ditandai dengan terjadi kenaikan suhu
pada waktu reaksi berlangsung.
Barke et,al.(2009) mengidentifikasi beberapa miskonsepsi yang terjadi
pada materi termokimia. Siswa berpikir bahwa energi dapat diciptakan dan dapat
musnah. Siswa sulit membedakan suhu dan kalor. Lebih lanjut, siswa berpikir
bahwa massa zat sebelum dan sesudah bereaksi adalah sama. Siswa juga
mengalami konflik kognitif dimana energi selalu menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu.
15

Identifikasi Miskonsepsi pada materi termokimia menurut Ayyildiz and


Tarhan (2012) antara lain:
1. Energi hanya ditemukan pada mahluk hidup dan digunakan dalam reaksi
kimia
2. Tidak ada energi yang tersimpan dalam reaksi kimia karena energi dapat
musnah
3. Reaksi kimia terjadi untuk membentuk produk dan produk adalah
campuran dari pembentukan reaktan
4. Energi dalam jumah banyak dibutuhkan untuk pembentukan reaksi
eksoterm
5. Ketika materi berubah fase dari padatan menjadi gas maka energi akan
dilepaskan ke lingkungan
6. Tidak ada panas yang terjadi selama kondisi isothermal
7. Jika molekul gas terbentuk pada reaksi akhir dari sistem, maka sistem
tersebut tidak dapat didefinisikan dalam kondisi isobar
8. Energi termal dari 2 substansi dangan suhu yang sama dan kondisi
tekanan yang seimbang dapat terjadi meskipun dalam volume berbeda
9. Ketika dua wadah diisi air dalam kondisi sama yang saling dibandingkan,
maka energi kinetik rata-rata dari air dalam wadah dengan volume air
lebih banyak akan lebih besar.
10. Energi dalam dari sistem akan meningkat pada reaksi Mg(s) + Cl2(g)
MgCl2(s) yang terjadi secara eksotermis dalam sistem tertutup
11. Energi dalam sistem akan meningkat ketika reaksi eksotermis terjadi
dalam sistem terisolasi
12. Ketika senyawa berenergi tinggi terbentuk sebagai hasil reaksi
eksotermis, panas akan dilepaskan ke lingkungan
13. Perubahan entalpi atau H, adalah jumlah produk dan reaktan dari sifat
fisika atau kimia suatu reaksi
14. Jumlah dari energi ikat dalam molekul adalah sama dengan entalpi
pembentukan dari molekul
15. Entalpi pembentukan adalah selalu eksoterm

16

16. Ketika energi panas diberikan kepada sistem dengan volume konstan
maka entalpi akan meningkat
17. Pemutusan ikatan adalah reaksi eksoterm, pembentukan ikatan selalu
endoterm
18. Energi dari ikatan rangkap tiga adalah tiga kali lebih besar dari energi
ikatan tunggal
19. Ketika suatu atom kehilangan electron maka juga akan melepaskan
energi, jika atom menangkap electron maka akan memerlukan energi
20. Entropi didefinisikan sebagai ketidakteraturan
21. Entropi terkait dengan banyaknya tumbukan dan interaksi intermolekuler
22. Reaksi spontan terjadi ketika panas meningkat dari sistem ke lingkungan
23. Semua reaksi di alam adalah eksoterm, reaksi endoterm tidak dapat terjadi
secara spontan
24. Perubahan endoterm selalu tidak spontan
25. Entropi dari keseluruhan sistem berkurang atau tidak berubah ketika
perubahan spontan terjadi dalam sistem terisolasi
5. DSLM berbantuan Mind map untuk Memperbaiki Miskonsepsi pada
Pokok Bahasan Termokimia
Langkah-langkah hasil modifikasi upaya perbaikan dengan DSLM (Dual Situated
Learning Model)-Mind map adalah:
1. Tahap 1: memeriksa atribut dari konsep sains
Pengajar mengidentifikasi atribut apa saja yang terdapat dalam materi
termokimia. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang mental set
mana saja yang dibutuhkan untuk mengkonstruk pandangan sains dari konsep
termokimia. Beberapa mental set spesifik yang dibutuhkan antara lain :
materi termokimia terkait dengan azas kekekalan energi yaitu energi
tidak dapat diciptakan atau dimusnakan, energi hanya dapat diubah dari
satu bentuk ke bentuk lain.
Sistem merupakan segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian dalam
mempelajari perubahan energi. Sistem juga bisa diartikan sebagai suatu
zat yang sedang dipelajari dan zat tersebut mengalami perubahan (bisa

17

berupa perubahan fisika maupun perubahan kimia), sedangkan


lingkungan adalah hal-hal yang berada diluar sistem dan dapat
mempengaruhi sistem.
Jumlah total energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki oleh suatu
sistem/zat merupakan energi dalam (U)
Kalor adalah energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan atau
sebaliknya karena adanya perbedaan suhu. Pertukaran kalor akan
berlangsung hingga suhu diantara sistem dan lingkungan sama
Entalpi (H) merupakan banyaknya energi yang dimiliki sistem pada
tekanan tetap. Secara termodinamika entalpi (H) merupakan jumlah
energi yang terkandung dalam sistem (U) dan kerja (PV)
Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor, artinya kalor
mengalir dari lingkungan ke sistem. Entalpi sistem akan bertambah,
sehingga entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr).
Akibatnya perubahan entalpi (H) bernilai positif (+)
Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepas kalor, artinya kalor mengalir
dari sistem ke lingkungan. Entalpi sistem akan berkurang, sehingga
entalpi produk (Hp) lebih kecil daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya
perubahan entalpi (H) bernilai negatif (-).
Perubahan entalpi pembentukan (Hf) adalah banyaknya kalor yang
dilepas/diserap sistem pada pembentukan (formation) 1 mol senyawa dari
unsur-unsurnya pada suatu reaksi.
Perubahan entalpi penguraian (Hd) adalah banyaknya kalor yang
dilepas/diserap sistem pada penguraian (decomposition) 1 mol senyawa
menjadi unsur-unsurnya pada suatu reaksi
Perubahan entalpi pembakaran (Hc) adalah banyaknya kalor yang
dilepas/diserap sistem pada pembakaran (combustion) 1 mol unsur atau
senyawa
18

Perubahan entalpi standar netralisasi (Hn) ialah perubahan entalpi


standar pada penetralan 1 mol asam oleh basa atau 1 mol basa oleh asam.
Dalam hukum Hess menyatakan bahwa kalor reaksi tidak bergantung
pada jalannya reaksi, tetapi hanya ditentukan pada keadaan awal dan
akhir. Artinya, jika suatu reaksi dapat berlangsung menurut dua tahap
atau lebih, maka kalor reaksi totalnya sama dengan jumlah aljabar kalor
tahapan reaksinya.
energi ikat adalah kalor yang diperlukan untuk memutuskan ikatan oleh
satu mol molekul gas menjadi atom-atom atau gugus dalam keadaan gas.
Energi ikatan terbagi atas 2 yakni energi disosiasi ikatan dan energi
ikatan rata-rata
Pada tahap 1. Peneliti dapat menyusun mental set yang dibutuhkan dalam
mengidentifikasi miskonsepsi dalam bentuk Mind Map.
2. Tahap 2: Menelaah konsep sains alternative siswa
Guru memeriksa miskonsepsi siswa pada topik termokimia menggunakan tes
objektif. Tes objektif tertulis berupa tes objektif dengan 5 pilihan jawaban dan
pemberian alasan pemilihan jawaban. Siswa menuliskan sendiri alasan dari
pemilihan jawaban. Tes dirancang dengan konsep dan pilihan jawaban sesuai
dengan peta konsep termokimia, indikator, dan kisi-kisi soal sehingga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi materi termokimia yang terjadi pada siswa.
Pada tahap 2, siswa diminta untuk membuat Mind Map setelah mengerjakan soal
agar peneliti dapat mengetahui pengetahuan awal siswa lebih mendalam tentang
materi termokimia.

3. Tahap 3 :Menganalisis mental set siswa mana saja yang masih kurang

19

Guru menganalisis mental set siswa yang lemah pada topik termokimia
melalui wawancara. Wawancara tersebut berisi pertanyaan tentang alasan
pemilihan jawaban pada tes objektif
4. Tahap 4 : Mendisain dual situated learning events
Guru menampilkan virtual lab tentang termokimia kemudian siswa diminta
untuk memprediksikan fenomena apa yang terjadi selama demonstrasi
berlangsung
5.

Tahap 5 :Mengajar dengan dual situated learning events


Guru memberikan DSL even yang berbeda pada tiap anak sesuai dengan

miskonsepsi yang dimilikinya.


6. Tahap 6: Mengajar dengan challenging situated learning event
Guru harus memastikan bahwa perubahan konsep telah terjadi dengan cara
pembuatan mind map
Penerapan langkah-langkah penerapan mind map pada materi termokimia
adalah sebagai berikut :
1. Siswa mendefinisikan topik atau fokus pertanyaan pada materi
termokimia. Peta konsep harus mencakup lebih dari satu pertanyaan yang
mungkin sulit untuk dikelola dan dibaca. Pertanyaan yang disusun terkait
dengan istilah sistem-lingkungan, reaksi eksoterm dan endoterm, kalor,
energi dalam, perubahan entalpi, entalpi penguraian, entalpi pembentukan,
entalpi pembakaran, entalpi disosiasi, hukum Hess dan energi ikat.
2. Pertama kunci topik harus didifinisikan terlebih dahulu, selanjutnya adalah
untuk mendefinisi dan mendaftar konsep terpenting dan konsep umum
terkait dengan topik. Kunci topik berupa terminologi dari termokimia.
3. Konsep diurutkan dari atas ke bawah pada mapping field, dari topik yang
atau morfologi.
4. Apabila kunci topik telah diidentifikasi dan diurutkan, kata penghubung
ditambahkan untuk membentuk peta konsep awal.
20

5. Frase penghubung ditambahkan untuk mendeskripsikan hubungan antara


konsep
6. Jika peta konsep awal telah tersusun, langkah selanjutnya adalah mencari
cross links, yang mana penghubung dengan konsep terdapat pada area
berbeda atau sub-domains pada peta konsep. Cross links membantu
mengelaborasi bagaimana konsep-konsep itu saling terhubung.
7. Langkah akhir adalah mereview mind map dan bila dibutuhkan akan ada
perubahan struktur dan konten dari mind map termokimia.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Siswa
Penerapan DSLM berbantuan Mind map sebagai upaya dalam perbaikan
miskonsepsi dapat mengakomodasi perubahan konsep dalam diri siswa,
sehingga siswa dapat memahami konsep yang benar serta siswa lebih
termotivasi dalam memahami pokok bahasan Termokimia
2. Pengajar
Memperkaya khasanah pengetahuan mengenai metode perbaikan yaitu
DSLM berbantuan Mind map dan melalui penelitian ini pengajar memperoleh
informasi mengenai miskonsepsi yang dialami siswa terutama pada pokok
bahasan Termokimia.
3. Peneliti lain
Dengan adanya penelitian ini, maka dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain
sebagai gambaran dan bahan perbandingan untuk penelitian lain mengenai
miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam memahami Termokimia dan
upaya perbaikannya dengan DSLM berbantuan Mind map.

21

Anda mungkin juga menyukai