Anda di halaman 1dari 25

BAB I : PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau
hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media
supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang
dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi
resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini
biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang
sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan
pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus dan gangguan kedua adalah
kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat
di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe
klinik penyakit. Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk mengusahakan
telinga yang aman dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan yang sekunder. Terapi
medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan operasi dikerjakan pada
OMSK tipe ganas .

Gambar 1: Membran timpani pada telinga normal (kiri) dan pada pasien OMSK (kanan)

BAB II
PEMBAHASASAN

2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga tengah terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
2.1.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari
kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka
bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar
sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang
dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
2.1.2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau
seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
1. Atap kavum timpani.
Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani
memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga

dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada
tulang sama sekali ( dehisensi).
2. Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau
tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus
vena jugularis.
3. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum
timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea.
Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang
membentuk pleksus timpanikus.
Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval
windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan
vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis.
Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra vestibuli, sebagai tempat
jalannya nervus fasialis. Kanalis ini didalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang
sama sekali ( dehisensi). Fenestra koklea atau foramen rotundum ( round windows), ditutupi
oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak dibelakang bawah.
Foramen rotundum ini berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6
mm.
Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada
batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Suatu
ruang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang didapat
disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral oleh anulus
timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus brevis inkus yang melekat kefosa
inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01 mm dan tidak bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis
penting karena sebagai pembatas antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila
aditus ad antrum tertutup karena suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk
menghubungkan kavum timpani dengan kavum mastoid.
4. Dinding posterior
Dinding

posterior

dekat

keatap,

mempunyai

satu

saluran

disebut

aditus,

yang

menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Dibawah aditus
terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus
brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Dibawah fosa inkudis dan dimedial

dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon
yang berjalan keatas dan masuk kedalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus
adalah resesus fasialis. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii
posterior dan sinus sigmoid. Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan
perluasan kearah posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani.
5. Dinding anterior
Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan dinding
lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri
dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak
dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior
dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh
satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis internal. Dinding anterior ini terutama
berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini berhubungan dengan nasofaring dan
mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi
sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara
mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah tuba,
dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari saluran karotis.
6. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada
diatas dan bawah membran timpani.
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran dan
terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium).
panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. Kepala terletak pada epitimpanum atau didalam
rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium
terdapat didalam membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut
tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang
Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga
oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk
Rivinus.
Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus
longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat.
Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3
mm-5,5 mm. Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum,
prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung
prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus
lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu
aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus
pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan
oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada
stapes melalui sendi inkudostapedius.
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5
mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot
plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher
stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih
tipis dan kurang melengkung dari pada posterior. Kedua berhubungan dengan foot plate yang
biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan
melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm,

dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin
oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus
stapedius) Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba
eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas
liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal.
Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang
ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah
lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus
tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran
timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi
resonansi system penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam
eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya
bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M.
Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut
melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik
stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini
stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulangtulang pendengaran.
Saraf Korda timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior
yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah
bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani danberjalan keatas depan lateral keprosesus
longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon
tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini
keluar melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi
parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior.
Saraf fasial
Saraf fasial terutamaterdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu :

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu
otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.
PERDARAHAN KAVUM TIMPANI
Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum timpani adalah arteriarteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang menuju
kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pada daerah anterior mendapat
vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna
yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat
vaskularisasi dari a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a.
stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a. meningea media
juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei. Pembuluh vena kavum
timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid
atau sinus petrosus superior. Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam
pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.
2.1.3. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang
rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior,
superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu
dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit
yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu
tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada
bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya
nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah
menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang
berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel

tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan
pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan
tonsil tuba. Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum
timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
2.1.4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular
berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering
disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis
semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis
bagian tulang dari n. fasialis. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars
petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai
sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik
pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang
sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial
dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan
inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya
membentuk bagian dari lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus
temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding
lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya
selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Prosesus
mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai
suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal,
dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi
yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang
mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid

tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang
berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum.
2.2. FISIOLOGI PENDENGARAN
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulangtulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan
tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissener yang mendorong endolimf dan membran
basal kearah bawah, perilimf dala m skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame
rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf
dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan
perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan
dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi
diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang
diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat
sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.
2.3. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
2.3.1. DEFINISI
Para ahli otologi beberapa tahun ini membuat kesepakatan untuk penerapan istilah
dalam gambaran klinik dan patologi dari OMSK. Gambaran dasar yang sering pada semua
kasus OMSK adalah dijumpai membrana timpani yang tidak intak. OMSK adalah stadium
dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid
dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran
timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Lokasi perforasi sentral ditandai oleh
hubungannya dengan manubrium mallei. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior,
posterior, inferior atau subtotal. Perforasi subtotal adalah suatu defek yang besar
disekelilingnya dengan annulus yang masih intak. Otitis media kronis terjadi dalam beberapa
bentuk melibatkan mukosa dan merusak tulang (kolesteatom). Menurut Ramalingam bahwa
OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel. Dari definisi diatas
terlihat bahwa adanya perforasi membran timpani merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk diagnosa OMSK, sedangkan secret yang keluar bisa ada dan bisa pula tidak.

2.3.2. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet
sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi
saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui lia ng telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran
perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang
ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum
dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah
yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.
2.2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering
mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana
bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa

amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna put ih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang
telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kongenital
b. Didapat.
ad a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah :
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.Kongenital kolesteatom lebih
sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa.
Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
Ad b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma: Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars
flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma: Berkembang dari suatu kantong retraksi yang
disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya
perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula
eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa. Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab
kolesteatom didapat primer, tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan
penyebab yang sebenarnya.
Teori-teori itu antara lain :
1. Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida danpembentukan kista.
2. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi
3. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis pars flasida akibat
iritasi oleh infeksi.
4. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik.
5. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam
Ada beberapa teori yang mengatakan bagaimana epitel dapat masuk kedalam kavum timpani.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal.
teori itu adalah :
1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia
membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi

nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul epitel baru. Inipun terangkat hingga timbul
epitel-epitel mati, merupakan lamellamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan
secondary acquired cholesteatoma.
2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori
menurut Wendt).
4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction cholesteatom).
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada tempat ini
terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk disini. Lambat laun epitel
ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam
kavum timpani dan membentuk kolesteatom. Ini dinamakan primary acquired cholesteatom
atau genuines cholesteatom. Mula- mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi
peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga pseudo
cholesteatoma, oleh karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga merupakan suatu lubang
dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris
terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom,
ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan menimbulkan infeksi.
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadangkadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
2.3.3. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi sosial, ekonomi,
suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan
prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak
mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.
2.3.4. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai
setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring(adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang

abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral
(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem selsel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan /
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui factor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hamper tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi
virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besarterhadap otitis media
kronis.
7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal
ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang
inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.
- Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
2.3.5. PATOGENESIS
Banyak penelitian pada preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba
Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring)
dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang

telinga tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada
dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif
besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas
atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering
menimbulkan OM daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri
menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses
infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran
sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik
yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya
akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami
hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana,
menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel
tambahan
tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma
yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana. Terjadinya OMSK
disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal
setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan
adanya penyakit telinga pada waktu bayi.
2.3.6. PATOLOGI
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman
gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang
menetap atau kekambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah :
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat bervariasi mulai
kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh membrana dan terkenanya bagianbagian dari anulus. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel
skuamosa kedalam ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat
perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang-kadang perluasan

lapisan tengah ini kedaerah atik mengakibatan pembentukan kantong dan kolesteatom didapat
sekunder. Kadang-kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa
unsur jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan tampak normal
kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel
transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal dan hiperemis serta menghasilkan
sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid
menetap akibat disfungsi kronik tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga merupakan
penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap. Dalam berjalannya waktu, kristal-kristal
kolesterin terkumpul dalam kantong mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini
bersifat iritatif, menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada
cairan mucus kolesterin.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit
trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang
mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder
kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan
disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknnya enzim osteolitik atau
kolagenase dalam jaringa ikat subepitel.
4. Mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara
5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi
paa usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami
proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil
dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.
2.3.7. GEJALA KLINIS
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan

produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea
biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar

membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo
juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.3.8. PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
2.3.8.1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang
secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi
dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (
audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang
ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut
ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.


Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan
menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur,
biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2.3.8.2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi
leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral
dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat

menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.
2.3.9. PENATALAKSANAAN
Penyebab

penyakit

telinga

kronis

yang

efektif

harus

didasarkan

pada

faktorfaktorpenyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu


pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,
perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan
proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi. prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika : - topikal antibiotik ( antimikroba) - sistemik.
ad 1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
1. Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.

2. Toilet telinga secara basah ( syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas
lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid (
Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan Iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik
dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anakanak diperlukan anastesi.
Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi
yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain :
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut :

2.3.10. KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang
sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
pemberian antibiotika telah menurunkan insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme
yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan
klasifikasi sebagai berikut :
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam

1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam :
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi Intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Shambough (1980) membagi atas komplikasi meninggal dan non meninggal :
A. Komplikasi meninggal
1. Abses ekstradural dan abses perisinus
2. Meningitis.
3. Trombofle bitis sinus lateral
4. Hidrosefalus otitis
5. Otore likuor serebrospinal
B. Komplikasi non meningeal.
1. Abses otak.
2. Labirinitis.
3. Petrositis.
4. Paresis fasial.

Cara penyebaran infeksi :


1. Penyebaran Hemotogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
Ad. 1 . Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor;
- Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang
lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi. Labirin juga
dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi,
menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah melalui
tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid ke dura dan sinus durameter.
Tromboflebitis pada susunan kanal haversian merupakan osteitis atau osteomielitis dan
merupakan faktor utama penyebaran menembus sawar tulang daerah mastoid dan telinga
tengah.
Ad 2. Penyebaran menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten
terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan
granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan terobliterasi.
Ad 3. Penyebaran ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks
atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik
akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir didaerah
vaskular subkortek.

BAB III
KESIMPULAN
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa OMSK atau yang biasa disebut di masyarakat dengan
congek adalah suatu infeksi telinga tengah menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi
yang fatal. OMSK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang
berkembang. Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi mempengaruhi kejadian OMSK,
kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi

untuk kasus OMSK di mana prevalensi OMSK 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25%
pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Penyakit ini ditandai dengan
adanya perforasi membran timpani disertai dengan keluarnya cairan dari telinga yang
lamanya lebih dari 2 bulan. Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak (tipe
tubotimpanal) di mana proses peradangannya hanya terbatas pada mukosa telinga tengah,
serta tipe ganas (tipe atikoantral) disertai kolesteatoma yang proses peradangannya sudah
melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang temporal (ekstrakranial)
atau ke dalam otak (intrakranial). Penatalaksanaannya meliputi pembersihan sekret telinga,
medikamen dan tindakan operasi.Kekurangan pendengaran didapati pada 50% kasus
OMSK dan kematian terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian
besar kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan keluhan
telinga berair.

Anda mungkin juga menyukai