Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs,
2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tigaperempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka
Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH. Penyebab langsung kematian Ibu sebesar
90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001).
Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan
infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi
Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).

Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia


pada wanita yang tidak hamil 30,2% sedangkan untuk ibu hamil 47,40%. Kejadian
anemia bervariasi dikarenakan perbedaan kondisi sosial ekonomi, gaya hidup, dan
perilaku mencari kesehatan dalam budaya yang berbeda. Anemia memengaruhi
hampir separuh dari semua wanita hamil di dunia; 52% terdapat di negara
berkembang sedangkan untuk negara maju 23% yang umumnya disebabkan
kekurangan gizi mikro, malaria, infeksi cacing, dan schistosomiasis; infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) dan kelainan haemoglobin sebagai faktor tambahan.

Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi


hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut
Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6
kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus
meningkat sampai minggu ke-37. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan
hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus
menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.
Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi
dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi

Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. Umumnya ibu
hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit
kurang dari 33 % (Abdulmuthalib, 2009). Penyebab anemia tersering adalah defisiensi
zat-zat nutrisi. Sekitar 75 % anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi
yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi
(Abdulmuthalib, 2009).
Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk baik terhadap ibu maupun janin
yang dikandungnya. Menurut World Health Organization (WHO) 40 % kematian ibuibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan. Menurut Hidayat
(2008) dalam Riswan (2003) disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada
saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan
peningkatan kematian perinatal. Merchan dan Agarwal(1991) dalam Riswan (2003)
melaporkan bahwa hasil persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia
defisiensi besi adalah 12-28 % angka kematian janin, 30 % kematian perinatal, dan 710 % angka kematian neonatal.
Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) terutama
yang kemungkinan disebabkan karena adanya ketidak seimbangan asupan gizi,
sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan
pertumbuhan tubuh baik fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang
seharusnya. Hal tersebut sangat memprihatinkan, mengingat Indonesia adalah negara
yang kaya akan SDA (sumber daya alam). (Chinue, 2009).
Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun
ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA,
artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan
berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. KEK adalah penyebabnya
dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran
energi

(Departemen

Gizi

dan

Kesmas

FKMUI,

2007).

Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi
Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang
energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization
(WHO).

Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi besi dan KEK
(Kurang Energi Kronik) pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya
perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta
penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan
prognosa yang lebih baik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. DEFINISI
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ
vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi
ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ).Sedangkan Menurut
WHO anemia pada ibu hamil adalah kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan
penggunaan atau terlampau banyak zat besi keluar dari badan, misalnya pada
pendarahan. Keperluan akan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester dua dan tiga ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang di kandung
oleh ibu. Apabila masuknya zat besi tidak di tambah dalam kehamilan maka mudah
terjadi defisiensi zat besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar (Saifuddin,2002).
C. ETIOLOGI
Secara umum, ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil :
a. Kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis seperti pada
penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan proses keganasan.
b. Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat.
c. Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang
lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui (Arisman, 2004).
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu
selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg
untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan
sekitar 2-3 mg besi/hari (Saifuddin, 2002). Sedangkan menurut Mochtar (2008)
penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam
diet, malabsorpsi, kehilangan darah yang banyak pada saat persalinan yang lalu, haid
yang berlebihan, juga penyakitpenyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, serta
malaria.

D. GEJALA

Tanda dan gejala anemia defisiensi zat besi tidak khas hampir sama dengan
anemia pada umumnya yaitu :
a. Cepat lelah/kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan
otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu.
b. Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan
oksigen, karena daya angkut haemoglobin berkurang.
c. Kesulitan bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala, dimana tubuh
memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernapasan
lebih dipercepat.
d. Palpasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan
denyut nadi.
e. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan
konjungtiva (Wasnidar, 2007).
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih
dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita
kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah
terkena infeksi (Depkes RI, 2003).
Rasa cepat lelah disebabkan karena pada penderita anemia gizi besi,
pengolahan (metabolisme) energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena
kurang oksigen. Anemia gizi besi dengan keluhan dampak yang paling jelas adalah
cepat lelah, rasa ngantuk, malaise dan mempunyai wajah yang pucat (Sukirman,
2009)
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur
zat besi dengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau
karena terlampau banyaaknya besi ke luar dari badan, misalnya perdarahan.
Keperluan akan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester

terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka mudah
terjadi anemia defisiensi zat besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam
folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin).
3. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia (Wiknjosastro, 2012).

E. DIAGNOSA
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dan pengawasan haemoglobin dengan menggunakan alat sahli. Menurut
Manuaba (2012) hasil pemeriksaan haemoglobin dengan sahli dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Hb 11 gr% disebut tidak anemia.
b. Hb 9-10 gr% disebut anemia ringan.
c. Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang.
d. Hb 7 gr% disebut anemia berat.

F. KEBUTUHAN GIZI PADA IBU HAMIL


Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada wanita hamil jauh lebih besar dari pada
tidak hamil. Pada saat hamil trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak
terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin lambat. Menginjak kehamilan trimester
II (dua) sampai trimester III (tiga) terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%
yang ekuivalen dengan 450 mg besi. Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen oleh janin yang harus diangkut oleh sel darah merah. Kemudian
pada saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan pertumbuhan besi

300-350 mg. Diperkirakan wanita hamil sampai melahirkan memerlukan zat besi
lebih kurang 40 mg/hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada saat kondisi normal
(tidak hamil). Tidak mengherankan bila banyak wanita hamilakhirnya menderita
anemia gizi besi karena kebutuhan meningkat, tetapi konsumsi makanannya tidak
memenuhi syarat gizi (Khomsan, 2008).

F. PENGARUH ANEMIA PADA IBU HAMIL DAN JANIN

Anemia selama kehamilan menyebabkan ibu tidak begitu mampu untuk


menghadapi kehilangan darah dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Jika
anemia berat kegagalan jantung cenderung terjadi. Anemia juga dapat menimbulkan
hipoksia fetal dan persalinan prematur (Wasnidar, 2007).Anemia pada wanita hamil
dapat menyebabkan secara langsung atau tidak langsung kematian ibu sebesar 1520%. Anemia pada kehamilan menyebabkan meningkatnya frekwensi komplikasi
kehamilan dan persalinan, resiko kematianmaternal, angka prematuritas, BBLR dan
angka kematian perinatal meningkat. Juga beresiko terhadap perdarahan antepartum
dan postpartum. Kemungkinan besar anemia pada ibu hamil mengalami banyak
gangguan seperti mudah pingsan, mudahkeguguran atau proses melahirkan
berlangsung lama akibat kontraksi yang tidak bagus (Wiknjosastro, 2009).

G. PENCEGAHAN
Empat pendekatan dasar untuk mencegah anemia adalah :
1. Pemberian suplemen tablet zat besi.
2. Pendidikan dan langkah-langkah yang berhubungan dengan peningkatan
masukan zat besi melalui makanan.
3. Pencegahan infeksi.
4. Memperkaya makanan pokok dengan zat besi.

Pada ibu hamil dengan frekuensi kehamilan yang tinggi, sebaiknya diberi
Sulfas Ferosus 1 tablet sehari selain itu juga perlu diberi nasehat untuk :
1. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi yang berasal dari
nabati : kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan segar dan nasi. Sedangkan
zat besi yang bersumber dari hewani yaitu : hati, daging sapi, ikan, susu sapi.

2. Mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat seperti arcis, brokoli,


daging dan susu. Karena pada wanita hamil anemia sering disebabkan defisiensi
kedua zar gizi tersebut.
3. Mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar vitamin C seperti buah-buahan yang
segar sehingga dapat mempermudah penyerapan zat besi.
4. Menghindari minum teh atau kopi sebelum dan selesai makan atau berlebihan.
Terutama bila mengkonsumsi makanan utama zat besi (nasi) karena teh atau kopi
mengandung senyawa Tania yang dapat menghambat penyerapan zat besi.
5. Menghindari senyawa Edta (yang digunakan sebagai pengawet makanan)
dengan memeriksa label makanan.
6. Mengkonsumsi beragam makanan untuk meningkatkan ketersediaan zat besi
(Wasnidar, 2007).

H. TERAPI
Oleh karena pada trimester II dan trimester III wanita hamil memerlukan zat
besi dalam jumlah banyak yang tidak didapat dari makanan saja untuk itu perlu
mendapatkan suplemen besi mencapai 1000 mg selama kehamilan. Apabila wanita
hamil menderita anemia defisiensi besi dengan kadar hemoglobin kurang 10 gr%
dapat ditambah 600-1000 mg/hr zat besi seperti Sulfas Ferosus atau Glukonas
Ferosus. Terapi oral diberikan terus-menerus selama 3 bulan. Tranfusi darah sebagai
pengobatan anemia dalam kehamilan jarang diberikan walaupun Hbnya kurang dari 6
gr%. Pada wanita hamil pemberian asam folat (500mg) dan zat besi (120mg) akan
bermanfaat karena anemia pada kehamilan biasanya diakibatkan oleh defisiensi zat
besi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok mengandung 250 folat dan 60 mg zat besi
dimakan 2 kali sehari (Wiknjosastro,2009).

I. DEFINISI
Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan
bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya
gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan
pada ibu hamil (bumil). Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan

gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein
(untuk melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang
kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup
atau makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan
kalori dan protein dalam jumlah yang cukup, atau juga disebabkan menderita
muntaber atau penyakit kronis lainnya. Kondisi kekurangan energi kronis (KEK) pada
ibu hamil mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan,
antara lain meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran
premature, kematian pada ibu dan bayi baru lahir, gangguan pertumbuhan anak, dan
gangguan perkembangan otak.
Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko
KEK dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko
dan dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut (Depkes, 2010).
Sedangkan menurut weni, (2010) Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya < 23,5
cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :
a.Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg.
b.Tinggi badan ibu < 145 cm.
c.Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg.
d.Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00
e.Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %) .
J. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEK
Dari penelitian Surasih (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi KEK antara lain :
jumlah asupan energi, umur, beban kerja ibu hamil, penyakit/infeksi, pengetahuan ibu
tentang gizi dan pendapatan keluarga.MAdapun penjelasannya :
1) Jumlah asupan makanan
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan wanita yang
tidak hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyedian pangan yang cukup. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu : upaya

pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buahbuahan. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan
apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi
dan menemukan faktor diet yang menyebabkan malnutrisi.
2) Umur
Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan
gizi yang banyak karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya
sendiri, juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk
umur tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang melemah dan
diharuskan untuk bekerja maksimal, maka memerlukan tambahan energi yang cukup
guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. Sehingga usia yang paling
baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, dengan diharapkan gizi ibu
hamil akan lebih baik.
3) Beban kerja/Aktifitas
Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan gerak yang
otomatis memerlukan energi yang lebih besar dari pada mereka yang hanya duduk
diam saja. Setiap aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas
yang dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak. Namun pada seorang
ibu hamil kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk
aktifitas/ kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada
dikandungan ibu hamil tersebut. Kebutuhan energi rata-rata pada saat hamil dapat
ditentukan sebesar 203 sampai 263 kkal/hari, yang mengasumsikan pertambahan berat
badan 10-12 kg dan tidak ada perubahan tingkat kegiatan.
4) Penyakit /infeksi
Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan juga
infeksi akan mempermudah status gizi dan mempercepat malnutrisi, mekanismenya
yaitu :
a) Penurunan asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan
kebiasaan mengurangi makanan pada waktu sakit.
b) Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan
perdarahan yang terus menerus.
c) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit
yang terdapat pada tubuh.

5) Pengetahuan ibu tentang Gizi


Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap
makanan dan praktek/ perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan
makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi
yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka
pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk memilih
makanan yang bernilai nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang
mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada
yang kurang bergizi.
6) Pendapatan keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pada
rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60 persen hingga 80 persen dari
pendapatan riilnya dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan
tersebut 70-80 persen energi dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan penggantinya) dan
hanya 20 persen dipenuhi oleh sumber energi lainnya seperti lemak dan protein.
Pendapatan yang meningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran
termasuk besarnya pengeluaran untuk pangan.

J. PATOGENESIS

Proses terjadinya KEK merupakan akibat dari faktor lingkungan dan faktor manusia
yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama maka
simpan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.

K. GEJALA
1) Ukuran Lingkar Lengan Atas
a) Pengertian
Kategori KEK adalah apabila LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita
LILA (Supariasa, 2002), pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS)
adalah salah satu deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan masyarakat awam,
untuk mengetahui kelompok beresiko KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 1545

tahun. LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko KEK.


b) Tujuan
Tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik pada ibu hamil
maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun
tujuan tersebut adalah :
(1) Mengetahui resiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis
wanita yang mempunyai resiko melahirkan bayi berat lahir rendah.
(2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
(3)

Mengembangkan

gagasan

baru

dikalangan

masyarakat

dengan

tujuan

meningkatakan kesejahteraan ibu dan anak.


(4) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.
(5) Meningkatkan peran dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK.
c) Ambang Batas
Ambang batas LILA pada WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5cm,
apabila ukuran LILA kurang dari 23,5cm atau dibagian merah pita LILA, artinya
wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi
lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, kurang gizi, gangguan
pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2002).
d) Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutanurutan yang telah ditetapkan.
Ada 7 urutan pengukuran LILA (Supariasa,2002) yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku.
2) Letakkan pita antara bahu dan siku.
3) Tentukan titik tengah lengan.
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan.
5) Pita jangan terlalu dekat.
6) Pita jangan terlalu longgar

L. PENGARUH KEK PADA IBU


Kurang energi kronik pada saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun pada
janin yang dikandungnya (Waryono, 2010).

1) Terhadap ibu : dapat menyebabkan resiko dan komplikasi antara lain : anemia,
perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi.
2) Terhadap persalinan : pengaruhnya pada persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan.
3) Terhadap janin : menimbulkan keguguran/abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR).

M. UPAYA PENANGGULANGAN
1. KIE mengenai KEK dan faktor yang mempengaruhinya serta bagaimana
menanggulanginya.
2. PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang ada.
Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia kehamilan
mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori dan Tinggi Protein
dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya memang berhasil
menekan angka kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200 450 Kalori dan 12 20
gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
gizi janin. Meskipun penambahan tersebut secara nyata (95 %) tidak akan membebaskan ibu
dari kondisi KEK, bayi dilahirkan dengan berat badan normal. Pada tahun 2007 dilaksanakan
PMT bagi bumil gakin di kabupaten/kota melalui dana APBN Program Perbaikan Gizi
Masyarakat. Kegiatan tersebut tidak dilanjutkan pada tahun 2008 karena tidak tersedianya
dana dan diharapkan untuk pelaksanaan selanjutnya dibebankan melalui dana APBD
kabupaten/kota.
3. Konsumsi tablet Fe selama hamil.
Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan
perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses
hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi
konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan
suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang
meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani serta tingginya konsumsi

serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya anemia besi.
F. Pencegahan KEK
Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk
makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung
protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari
sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk
meningkatkan pasokan kalori, terutama pada anak-anak atau remaja yang tidak terlalu suka
makan. Hanya memberikan ASI kepada bayi sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka
terkena muntah dan mencret (muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang. Jika ibu
tidak bisa atau tidak mau memberikan ASI, sangat penting bagi bayi untuk mendapatkan susu
formula untuk bayi yang dibuat dengan air bersih yang aman susu sapi normal tidaklah
cukup. Sejak 6 bulan, sebaiknya tetap diberikan Asi tapi juga berikan 3-6 sendok makan
variasi makanan termasuk yang mengandung protein. Remaja dan anak2 yang sedang sakit
sebaiknya tetap diberikan makanan dan minuman yang cukup. Kurang gizi juga dapat
dicegah secara bertahap dengan mencegah cacingan, infeksi, muntaber melalui sanitasi yang
baik dan perawatan kesehatan, terutama mencegah cacingan.
Pemberian makanan tambahan dan zat besi pada ibu hamil yang menderita KEK dan berasal
dari Gakin dapat meningkatkan konsentrasi Hb walaupun besar peningkatannya tidak
sebanyak ibu hamil dengan status gizi baik. Terlihat juga penurunan prevalensi anemia pada
kelompok kontrol jauh lebih tinggi dibanding pada kelompok perlakuan. Konsumsi makanan
yang tinggi pada ibu hamil pada kelompok perlakuan termasuk zat besi disertai juga dengan
peningkatan konsumsi fiber yang diduga merupakan salah satu faktor pengganggu dalam
penyerapan zat besi.. Pada ibu hamil yang menderita KEK dan dari Gakin kemungkinan
masih membutuhkan intervensi tambahan agar dapat menurunkan prevalensi anemia sampai
ke tingkat yang paling rendah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo,Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


2. Rukiyah. 2009. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Jakarta: TIM
3. Suyanto. 2009. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Jogjakarta: Mitra
Cendikia Press
4. Yuni. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Jogyakarta : Fitramaya
5. Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jogyakarta : Muha Medika
6. Depkes RI. 1996. Pedoman Penaggulangan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis.
Jakarta : Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat
7. Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC
8. Proverawati. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Jogyakarta : Muha Medika

Anda mungkin juga menyukai