Anda di halaman 1dari 2

Korupsi, Demokrasi & Pembangunan

Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Negara-negara yang memiliki proses politik yang tidak stabil, sistem


pemerintahan yang dikembangkan dengan tidak baik, dan rakyat yang miskin
terbuka untuk disalahgunakan kaum oportunis yang menjanjikan pembangunan
sumber daya atau infrastruktur dengan cepat, namun tidak mau bersaing dengan
terbuka secara demokratis, mereka yang membawa janji-janji dan memberikan
harapan masa depan yang lebih baik, namun cara mereka untuk menjalankan
bisnis politiknya adalah merusak negerinya dengan korupsi.
Untuk negara kita sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi mulai dari UU No.3 tahun 1971 Jo. UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20
tahun 2001 yang dalam pertimbangan UU tersebut telah menegaskan bahwa
akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, juga menghabat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. namun
faktanya korupsi telah mewabah kemana-mana dan telah mengganggu
pembangunanf nasional. Otonomi Daerah dalam sistem pemerintahan Indonesia
yang dijalankan telah memindahkan korupsi yang ada di tingkat pusat ke daerahdaerah yang secara kuantitasnya justeru jauh lebih besar dari yang ada di tingkat
pusat.
Korupsi merupakan kejahatan sosial (extra ordinary crime) yang harus diberantas
melalui proses peradilan tindak pidana korupsi. Agar efektif upaya
pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan-peraturan
baik yang bersifat domestik maupun internasional akan tetapi harus terlebih
dahulu membangun orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri,
tanpa membangun sumber daya manusia yang akan memberantas korupsi
mustahil korupsi dapat dikurangi apalagi diberantas.. Dalam theory korupsi dapat
terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor yang serentak terjadi, yaitu adanya faktor
kesempatan dan adanya faktor rangsangan, dimana faktor kesempatan selalu
berhubungan dengan lemahnya sistem pengawasan, sedang faktor rangsangan
selalu berhubungan dengan lemahnya sikap mental dan moralitas sumber daya
manusianya.
Pendek kata korupsi sulit terjadi dalam sistem dan kualitas pengawasan yang
baik dan SDM yang yang bermental baik. Namun kalau perbuatan korupsi sudah
menjadi budaya di negeri ini, sementara nilai-nilai budaya itu cenderung abadi,

maka dipastikan korupsi akan sulit untuk diberantas, sekalipun perangkat hukum
dan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi sudah begitu lengkap,
namun korupsi tetap saja terjadi. Mengingat sekarang ini kita telah begitu
disibukkan memerangi dan mengadili tindak pidana korupsi yang terjadi di era
pemerintahan Soeharto tanpa memperhatikan aspek kepentingan rakyat yang
crusial, sehingga biasnya secara politik dan ekonomi telah sangat mengganggu
pembangunan nasional kita, dimana para koruptor di era Soehato tersebut baik di
kalangan elit politik dan elit ekonomi jauh hari sebelumnya telah mengantisipasi
dengan mengamankan aset-aset hasil korupsinya ke luar negeri, sehingga
memberantasnya memerlukan energi yang besar dan waktu yang sangat
panjang.
Prioritas kita dalam pemberantasan korupsi tanpa disadari telah membuat kita lalai dan lu
serius masalah pembangunan bangsa yang telah begitu semrawut di tengah-tengah kem
yang dialami mayoritas bangsa Indonesia. Demi kepentingan rakyat mau tidak mau sebaik
ke belakang dan mengkaji ulang kebijakan yang ada. Mulailah dengan menghentikan pe
elit politik dan tokoh reformis di negeri ini dengan tidak saling tuding melakukan koru
gading yang tak retak, karena kalau diperturutkan mayoritas elit politik di negeri ini da
penjara.

Oleh karenanya ciptakan dulu stabilitas politik, ekonomi, dan stabilitas keamanan d
pendidikan dengan mengedepankan pembangunan akhlak dan nasionalisme bangsa, ara
korupsi kepada era pemerintahan reformasi sekarang ini karena yang sangat perlu dikontr
pemerintahan yang sekarang ini, sedang untuk para koruptor di era pemeritahan soeh
politis yang membuat mereka tertarik untuk mau membawa kembali aset-aset yang ada
bentuk penanaman modal atau membangun perusahaannya di Indonesia yang dapat m
pekerjaan bagi rakyat banyak. Benahi pembangunan nasional yang terlantar y
memfungsikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS) dengan merum
nasional dalam Rencana Pembanguna Lima Tahunan (REPELITA) agar pembangunan ter
oleh rakyat banyak dan dapat diukur sejauh mana suatu era pemerintahan yang lagi berk
permbangunan terhadap bangsanya, karena secara jujur yang lebih dibutuhkan rakyat
cukupnya sandang, pangan dan papan, serta adanya rasa aman berusaha dalam k
ketimbang janji-janji politik melulu ditengah-tengah prahara dan ketidakpastian masa depa
sumber : kantorhukum.com/artikelhukum-phs

Anda mungkin juga menyukai