Anda di halaman 1dari 10

Translate

Diberdayakan oleh

Terjemahan

Kelainan Pada otot dan tulang manusia


19.20

No comments

saya sebagai siswa di SMPN 98 Jakarta selatan pernah mendapat tugas dari guru Ipa saya..
dan saya disuruh mencari Kelainan Pada otot dan tulang manusia. dan setelah mencari-cari digoogle ketemu
juga hehehehe...
jadi di posting ini saya akan memberikan hasil tugas Ipa saya sekalian memberikan Ilmu
langsung aja Liat :

Kelainan pada Otot


Tetanus

Definisi
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda
utama spasme tanpa gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps
ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf autonom. Tetanus neonatorum menyebabkan 50%
kematian perinatal dan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100
kelahiran hidup di pedesaan. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang. Tetanus banyak
ditemukan di negara-negara berkembang.
Gejala dan tanda
Pada pasien anak, ketika melakukan anamnesis sebaiknya ditanyakan:
* Riwayat mendapat trauma, pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis
media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.
* Riwayat tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus.
Pemeriksaan fisis
* Masa inkubasi 5-14 hari.

* Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Disertai dengan kaku
kuduk, resus sardonikus, opistotonus, perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang apabila dirangsang atau
kejang spontan; pada kasus berat dijumpai status konvulsivus.
Derajat penyakit
Derajat I (tetanus ringan)
* Trismus ringan sampai sedang
* Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
* Tidak dijumpai disfagia atau ringan
* Tidak dijumpai kejang
* Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
* Trismus sedang
* Kekakuan jelas
* Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
* Takipneu
* Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
* Trismus berat
* Otot spastis, kejang spontan<
* Takipne, takikardia
* Serangan apne (apneic spell)
* Disfagia berat
* Aktivitas sistem autonom meningkat
Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan
* Gangguan autonom berat
* Hipertensi berat dan takikardi, atau
* Hipotensi dan bradikardi
* Hipertensi berat atau hipotensi berat

Penatalaksanaan
1. Antibiotik (penisilin prokain, ampisilin, tetrasiklin, metronidazol, eritromisi Bila terdapat sepsis/ pneumonia
dapat ditambahkan sefalosporin.
2. Netralisasi toksi
* Anti tetanus serum (ATS), dilakukan uji kulit lebih dulu.
* Bila tersedia, dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG)
3. Anti konvulsan (diazepam).
4. Perawatan luka atau port dentree dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsan
5. Terapi suportif
* Bebaskan jalan napas
* Hindarkan aspirasi dengan mengisap lendir perlahan-lahan dan memindah-mindahkan posisi pasien
* Pemberian oksigen
* Perawatan dengan stimulasi minimal
* Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat dipasang sonde nasogastrik
* Bantuan napas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
* Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
* Diberikan pengobatan tetanus dasar.
Tetanus sedang
* Terapi dasar tetanus.
* Perhatian khusus pada keadaan jalan napas (akibat kejang dan aspirasi).

* Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.


Tetanus berat
* Terapi dasar seperti di atas
* Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi dan ventilator.
* Keseimbangan cairan dimonitor secara adekuat.
* Apabila spasme sangat hebat, berikan pankuronium bromida 0,02 mg/kg IV, diikuti 0,05 mg/kg/kali, diberikan
tiap 2-3 jam.
* Apabila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan, berikan bblocker seperti propranolol/a dan b blocker labetalol.
Pencegahan
I. Imunisasi aktif Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan
pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
II. Pencegahan pada luka
1. Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang.
2. Luka ringan dan bersih
* Imunisasi lengkap: tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
* Imunisasi tidak lengkap: imunisasi aktif DPT/DT.
3. Luka sedang/berat dan kotor
* Imunisasi (-)/tidak jelas: ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.
* munisasi (+), lamanya sudah >5 tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500
U.

Astrofi

Atropi atau penyusutan disebut juga atrofi adalah fenomena yang bilangan dan zat sel masing-masing
berkurangan dan mengecil, menyebabkan tisu dan organ yang terlibat mengerut. Atropi berkemungkinan berlaku
akibat tindak balas adaptasi terhadap tekanan sehingga isi padu sel mengerut dan seterusnya keperluan tenaga
diturunkan ke tahap yang minimum. penyebab lain yang mungkin ialah sel kurang digunakan seperti dalam otot
rangka. selain penurunan keperluan sesuatu fungsi, kekurangan bekalan oksigen atau nutrisin, inflamasi kronik
dan proses penuaan juga menyumbang kepada fenomena atropi. Begitu juga dengan gangguan isyarat dalam
tindakan hormon berakibat fungsi sesuatu organ berkurangan.
PENYEBAB
Jika suatu otot tidak digunakan, kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang, serat seratnya menjadi lebih
kecil, dan dengan demikian otot tersebut berkurang massanya (atrofi) dan menjadi tidak lemah. Atrofi otot dapat
terjadi melalui dua cara. Disuse atrophy terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama. Atrofi
denervasi terjadi setelah pasokkan saraf ke suatu otot terputus. Apabila otot dirangsang secara listrik sampai
persarafan dapat dipulihkan, seperti pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat dihilangkan tetapi
tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktfitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam mencegah atrofi;
namun, factor factor yang belum sepenuhnya dipahami yang dikeluarkan dari ujung ujung saraf aktif, yang
mungkin terkemas bersama dengan vesikel Ach, tampaknya berperan dalam integritas dan pertumbuhan

jaringan otot.
Apabila suatu otot mengalami kerusakkan, dapat terjadi perbaikkan secara terbatas, walaupun sel sel otot tidak
dapat membelah diri secara mitosis untuk menggantikan sel sel yang hilang. Di dekat permukaan otot terdapat
populasi kecil sel sel yang tidak berdiferensiasi ( seperti yang dijumpai pada massa perkembangan mudigah ),
yaitu mioblas. Sewaktu sebuah serat otot rusak, sekelompok mioblas melakukan fusi untuk mengganti otot
tersebut dengan membentuk sebuah sel besar berinti banyak yang segera mulai mensintesis dan menyusun
perangkat intrasel khas untuk otot. Pada cedera luas, mekanisme yang terbatas ini tidak cukup untuk mengganti
semua serat yang hilang.

Distrofi Otot

Distrofi otot atau Muscular dystrophy (MD) adalah penyakit otot turunan di mana serat-serat
otot sangat rentan rusak. Otot, terutama otot-otot sukarela, menjadi semakin lemah. Pada
tahap akhir distrofi otot, lemak dan jaringan ikat sering menggantikan serat otot. Beberapa
jenis distrofi otot mempengaruhi otot-otot jantung, otot tak sadar dan organ lainnya.
Gejala
Tanda dan gejala bervariasi sesuai dengan jenis distrofi otot. Secara umum, gejala distrofi
otot antara lain: kelemahan otot, kelumpuhan, menghasilkan fiksasi (kontraktur) otot di
sekitar sendi dan minimnya mobilitas.
Banyak tanda-tanda dan gejala spesifik yang bervariasi dari antara jenis-jenis MD. Setiap
jenis MD berbeda di masa awal terjangkiti, gejala muncul pada daerah yang mengalami
distrofi otot.
Perawatan
Saat ini tidak ada obat untuk segala bentuk distrofi otot. Pengobatan saat ini dirancang untuk
membantu mencegah atau mengurangi kelainan bentuk pada persendian dan tulang belakang
dan untuk memungkinkan orang dengan MD untuk tetap bergerak selama mungkin.
Perawatan dapat mencakup berbagai jenis terapi fisik, obat-obatan, alat bantu dan
pembedahan.

Distrofi Otot Duchenne & Becker adalah penyakit yang menyebabkan kelemahan pada otototot yang dekat dengan batang tubuh.
PENYEBAB
Kelainan gen yang menyebabkan distrofi otot Duchenne berbeda dengan kelainan gen yang
menyebabkan distrofi otot Becker, tetapi keduanya terjadi pada gen yang sama.
Gen ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X.
Seorang wanita bisa membawa gen ini tetapi tidak menderita penyakitnya karena kromosom
X yang normal dapat mengkompensasi kelainan gen dari kromosom X yang lainnya.
Setiap laki-laki yang menerima kromosom X yang cacat akan menderita penyakit ini.
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Duchenne mengalami kekurangan protein otot
yang penting, yaitu distrofin, yang diduga berperan dalam mempertahankan struktur sel-sel
otot.
20-30 di antara 100.000 bayi laki-laki yang lahir, menderita distrofi otot Duchenne.
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Becker menghasilkan distrofin tetapi ukurannya
terlalu besar dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penyakit ini terjadi pada 3 dari setiap 100.000 anak laki-laki.

Hernia Abdominal/Hernis Abdominal

A. DEFENISI
Hernia (burut) adalah penonjolan abnormal dari suatu viscus ke luar dari rongga yang normal. Viscus adalah
berbagai organ interior besar yang terdapat dalam rongga tubuh yang besar khususnya di abdomen. Cincin
hernia adalah cincin dari jaringan muskuler (terbuka) melalui dimana viscus menonjol. Pembukaan dari dinding
rongga dimana viscus menonjol mungkin bervariasi ukurannya dan mungkin congenital atau didapat. Penonjolan
dari viscus mungkin intermitten atau terus menerus, tergantung dari jenis dan beratnya hernia. Walaupun istilah
ini mungkin dipakai pada berbagai bagian tubuh (misalnya hernia diskus intervertebral, hernia cerebral,
umumnya mengarah pada penonjolan suatu viskus abdomen dari rongga abdomen.

B. KLASIFIKASI
Hernia abdominal mungkin diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi dan beratnya protrusi. Daerah yang
paling sering muncul adalah hiatal (diafragma), insisional (ventral), umbilical, inguinal (langsung atau tidak
langsung), atau femoral.
Tingkat beratnya penyakit mungkin digambarkan dengan satu dari empat istilah : reducible (dapat kembali),
irreducible, inkarserata atau strangulata. Pada hernia reducible, penonjolan dari viskus akan menyusut ke dalam
abdomen secara mekanik jika penderita supinasi, atau secara manual dapat dikembalikan dengan menekan
massa kembali ke rongga. Hernia irreducible tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen dengan cara
apapun. Hernia inkarserata adalah keadaan dimana viskus yang menonjool bersifat irreducible dan obstruksi.
Keadaan ini akan berakibat tersumbatnya aliran darah dari dan ke viskus, dan hernia menjadi strangulata. Kedua
keadaan terakhir ini adalah serius dan perbedaan antara keduanya susah.
Hernia inkarserata dan strangulasi dianggap sebagai emergensi bedah karena viskus akan menjadi tersumbat
secara akut, dan jika suplai darah tidak terpenuhi, maka dengan cepat menjadi nekrosis dan gangreng. Usus
atau kandung kencing pada hernia femoral, adalah organ yang mungkin terdapat dalam kantong hernia dan oleh
karenanya mengalami proses ini. Hernia inguinal indirek, umbilikal dan femoral adalah yang lebih sering
mengalami strangulasi dari yang lain karena kantongnya mempunyai leher yang lebih kecil dan cenderung
dikelilingi oleh jaringan cincin yang kaku, kebalikannya dari hernia inguinal direk, yang cenderung mempunyai
leher yang lebih luas. Juga, perlengketan mungkin timbul antara kantong dan isinya dan menyebabkan hernia
irreducible atau inkarserata.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Hernia abdominalis disebabkan oleh kombinasi dari kelemahan atau defek dari dinding otot dan peningkatan
tekanan intra abdominal, defek dari dinding otot ini mungkin timbul dari kelainan congenital termasuk gangguan
dari jaringan kolagen dan integritas otot, atau dari intervensi bedah sebelumnya, kelemahan dinding otot yang
didapat mungkin terjadi sebagai akibat dari trauma atau dengan proses ketuaan.
Tekanan intraabdominal dapat meningkat oleh sejumlah keadaan lingkungan dan keadaan patologis tertentu.
Meliputi kehamilan, obesitas, kerja keras (Manuver Valsava) seperti konstipasi lama, penekanan yang dikaitkan
dengan tekhnik yang salah ketika mengangkat beban atau barang yang berat, mendorong atau menarik, asites,
batuk kronis, dan pembesaran tumor atau lesi, tekanan intraabdominal yang meningkat, mungkin tidak akan
menyebabkan hernia jika tidak disertai dengan kelemahan dinding otot.
D. TYPE HERNIA
1. Hiatal Hernia
Hiatal hernia adalah penonjolan dari bagian lambung melalui hiatus dari diafragma dan masuk ke dalam rongga
thoraks, ada 2 jenis hiatal hernia:
a. Sliding hernia, lambung dan persambungan antara usofagus dan lambung tergelincir masuk ke dada (yang
paling umum).
b. Paraesofagal hernia (rolling hernia) bagian dari kurvatura mayor dari lambung masuk melalui defek
diafragma.
Patofisiologi/etiologi
a. Kelemahan otot karena proses ketuaan atau keadaan lain, seperti karsinoma esophagus atau trauma, atau
setelah prosedur bedah tertentu.
Manifestasi klinik
a. Mungkin tidak bergejala.
b. Heartburn/perasaan panas dalam perut (dengan atau tanpa regurgitasi dari isi lambung ke mulut)
c. Disfagia; nyeri dada.
Evaluasi diagnostik
a. Pemeriksaan barium dari hernia sepanjang esophagus.
b. Pemeriksaan endoskopi melihat defek.
Penanganan
a. Tinggikan bagian kepala tempat tidur (15-20 cm) / 6 8 inci untuk mengurangi refluks pada malam hari.
untuk menetralisir asam lambung.b. Therapi antasida
c. Histamin-2 reseptor antagonis (cimetidin, rantidin) jika pasien menjalani esofagitis.
d. Perbaikan bedah dari hernia jika gejala memberat.
Komplikasi
terbatasnya aliran darah.a. Inkarserata dari bagian lambung dalam rongga dada
Tindakan keperawatan /Pembelajaran pasien
a. Anjurkan pasien pencegahan dari refluks isi lambung ke dalam esophagus dengan :
1). Makan sedikit-sedikit.
2). Menghindari rangsangan sekresi lambung dengan menghindari kafein dan alcohol.
3). Menghentikan merokok.
4). Menghindari makanan berlemak meningkatkan refluks dan menghambat pengosongan lambung.
5). Menghindari berbaring terlentang paling tidak 1 jam setelah makan.
6). Menurunkan berat, jika obesitas.
7). Menghindari menekuk pinggang dan atau memakai pakaian yang ketat.
b. Nasehati pasien untuk melaporkan ke fasilitas kesehatan segera jika timbul nyeri dada akut mungkin

mengindikasikan inkarserasi dari hernia paraesofagal besar.


2. Hernia Abdominalis
Manifestasi klinik
a. Penonjolan diatas daerah hernia jika pasien berdiri atau menarik, dan menghilang jika terlentang.
b. Hernia cenderung bertambah ukurannya dan muncul kembali dengan tekanan intraabdominal.
c. Hernia strangulasi timbul disertai nyeri, muntah, oedema dari kantong hernia, tanda-tanda iritasi peritoneum
dari abdominal bawah, demam.
Evaluasi diagnostik
Didasarkan pada manifestasi klinik :
a. Abdominal X rays menampakkan keadaan abnormal dari tinggi gas dalam perut.
b. Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, elektrolit) mungkin menunjukkan heokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), dehidrasi (peningkatan atau penurunan sodium), dan peningkatan WBC (eritrosit).
Penanganan
a. Mekanik (hanya pada hernia reducible)
1.) Pembebat dipasang dengan bantalan dan ikat pinggang yang dipasang dengan pas diatas hernia untuk
mencegah isi abdomen masuk ke kantong hernia. Tidak mengobati hernia; digunakan hanya jika pasien
tidak/bukan calon bedah.
2.) Hernia parastomal seringkali ditangani dengan ikat pinggang yang menyokong hernia dengan Velcro dan
ditempatkan di sekitar system kantong ostomy (hampir sama dengan pembebat).
b. Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki hernia sebelum timbul strangulasi, yang kemudian menjadi
keadaan emergensi.
1.) Herniorafi pengangkatan dari kantong hernia, isinya dikembalikan ke dalam abdomen; lapisan otot dan
fascia dijahit. Herniorafi laparoskopi mungkin, seringkali dilakukan pada pasien rawat jalan.
2.) Hernioplasti meliputi memperkuat jahitan (seringkali dengan mesh/alat untuk menautkan) untuk memperbaiki
hernia yang luas.
3.) Hernia strangulasi memerlukan reseksi dari usus yang iskemia disamping memperbaiki hernia.
c. Komplikasi
Obstruksi usus.
Pengkajian keperawatan
1). Menanyakan kepada pasien apakah hernia memebesar dan tidak menyenangkan.
2). tentukan apakah pasien memperlihatkan tanda dan gejala strangulasi, seperti distensi, demam, mual dan
muntah.
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penonjolan hernia (mekanik).
2. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur emergensi pada hernia strangulasi dan inkarserata.
Intervensi keperawatan :
a. Memberi rasa nyaman.
1.) Pasang pembebat atau ikat pinggang pada pasien jika hernia bersifat reduce (dapat kembali) jika dianjurkan.
2.) Posisi trendelenburg mungkin mengurangi tekanan pada hernia, jika memungkinkan.
3.) Menekankan pada pasien untuk memakai pembebat di dalam pakaian dan memasang sebelum bangun dari
tempat tidur jika hernia bersifat reduce (dapat kembali).
4.) Evaluasi tanda dan gejala hernia inkarserata atau strangulasi.
5.) Pasang NGT, jika diindikasikan, untuk menghilangkan penekanan pada kantong hernia.
b. Menghilangkan nyeri post operasi.
1.) Anjurkan pasien membelat daerah insisi dengan tangan atau bantal jika batuk untuk mengurangi nyeri dan
melindungi lokasi dari peningkatan tekanan intraabdominal.
2.) Berikan analgetik sesuai anjuran.
3.) Ajarkan tentang istirahat, pemberian es, dan elevasi skrotum sebagai tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi edema skrotum atau pembengkakan setelah perbaikan dari hernia inguinal.
4.) Ajarkan ambulasi segera setelah diperbolehkan.
5.) Nasehati pasien bahwa kesukaran dalam berkemih setelah pembedahan adalah hal yang umum terjadi;
meningkatkan eliminasi untuk menghindari rasa tidak nyaman dan memasang catheter jika diperlukan.
c. Pencegahan infeksi
1.) Periksa pembalut drain dan insisi adanya kemerahan dan pembengkakan.
2.) Monitor tanda dan gejala infeksi lain; demam, dingin, malaise dan keringat berlebihan.
3.) Berikan antibiotik, jika diperlukan.
Pembelajaran pasien/memelihara kesehatan
1. Nasehati bahwa nyeri dan pembengkakan skrotum mungkin timbul 24 48 jam setelah pembedahan pada
hernia inguinal.
2. Ajarkan untuk memonitor sendiri tanda-tanda infeksi : nyeri, perembesan dari insisi, peningkatan suhu, juga
kesukaran yang terus menerus dalam buang air.
3. menginformasikan bahwa mengangkat beban harus dihindari selama 4 6 minggu. Atletik dan penggunaan
tenaga yang berlebihan dihindari selama 8 sampai dengan 12 minggu post operasi, setiap pemberian istruksi.
Evaluasi
1. Hernia yang dapat dihilangkan secara efektif dengan pembebat atau ikat pinggang; pasien merasa nyaman ;
tidak ada gejala dan infeksi.

2. Kebutuhan analgesik minimal; tidak timbul edema, ambulasi.


3. Tidak demam, luka bersih dan kering.

Kaku Leher / Leher Kaku / Stiff

Kaku leher adalah suatu kelainan yang terjadi karena otot yang radang / peradangan
otot trapesius leher karena salah gerakan atau adanya hentakan pada leher serta
menyebabkan rasa nyeri dan kaku pada leher seseorang.
http://adamanakindonesia.blogspot.com/2011/08/kelainan-pada-otot-dan-tulang-manusia.html

GANGGUAN DAN KELAINAN OTOT:


1. Atropi: suatu kondisi dimana otot mereduksi atau mengecil sehingga tidak kuat untuk melakukan
gerakan.
2. Hipertropi: suatu kondisi dimana otot membesar. Hal ini disebabkan aktivitas otot yang berlebihan
(misalnya bekerja atau olah raga)
3. Hernia abdominal: apabila dinding otot abdominal (bagian perut) sobek pada bagian yang lemah.
Akibatnya usus menjadi melorot ke bawah masuk kedalam rongga perut.
4. Kelelahan otot: terjadi karena otot terus menerus melakukan aktivitas dan pada puncaknya terjadi
kram atau kekejangan.
5. Stiff: terjadi karena peradangan otot trapesius leher akibat kesalahan gerak, sehingga leher
menjadi sakit dan terasa kaku jika diherakkan.
6. Tetanus: merupakan penyakit yang menyebabkan otot menjadi kejang karena toksin bakteri
tetanus (Clostridium tetani) yang masuk ke dalam luka.
7. Distrofi otot: merupakan penyakit kronis pada otot sejak anak-anak, diduga merupakan penyakit
genetis (bawaan)
8. Miestenia gravis adalah melemahnya otot secara berangsur-angsur sehingga menyebabkan
kelumpuhan bahkan kematian
http://brumegang.blogspot.com/ 2010 kelainan pada otot atau rangka lavenia

Distrofi Otot - Gejala, Penyebab, Terapi

Histopatologi otot betis (gastroknemius) pada penderita distrofi otot tipe Duchenne

Harapan atas pengobatan untuk distrofi otot (DO), suatu penyakit pelisutan otot yang
mematikan dan terutama menyerang anak laki-laki serta menyebabkan kematian pada usia
sebelum 20 tahun, telah terlihat di ufuk.
Gejala Distrofi Otot
Distrofi otot mencakup lebih dari 30 kelainan patologis herediter, yang semuanya
memperlihatkan degenerasi progresif elemen kontraktil dan penggantiannya oleh jaringan
fibrosa. Penciutan otot secara perlahan ditandai oleh kelemahan progresif dalam periode
beberapa tahun. Biasanya pasien DO mulai memperlihatkan gejala kelemahan otot pada usia
sekitar 2 atau 3 tahun, menjadi tergantung pada kursi roda pada usia 10 sampai 12 tahun, dan
meninggal dalam 10 tahun berikutnya akibat kegagalan pernapasan ketika otot-otot
pernapasan menjadi terlalu lemah atau akibat gagal jantung ketika otot jantung menjadi
terlalu lemah.
Penyebab Distrofi Otot
Penyakit ini disebabkan oleh defek genetik resesif di kromosom seks X, di mana pria hanya
memiliki satu salinannya. (Pria memiliki kromosom seks XY; wanita memiliki kromosom seks
XX). Jika seorang pria mewarisi dari ibunya sebuah kromosom X yang mengandung gen distrofik
defektif ini maka ia ditakdirkan mengidap penyakit, yang mengenai satu dari setiap 3500 anak
laki-laki di seluruh dunia. Untuk mengidap penyakit ini, wanita harus mewarisi kromosom X
pembawa gen distrofik ini dari kedua orang tuanya, suatu kejadian yang sangat langka.
Gen defektif yang berperan menimbulkan distrofi otot Duchenne (DOD), bentuk penyakit yang
tersering dan paling fatal, diketahui pada tahun 1986. Gen yang secara normal menghasilkan
distrofin, suatu protein besar yang menghasilkan stabilitas struktural pada membran plasma sel
otot. Distrofin adalah bagian dari suatu kompleks protein terkait membran yang merupakan
penghubung mekanis antara aktin, suatu komponen utama sitoskeleton internal sel otot, dan
matriks ekstrasel, yaitu anyaman penunjang eksternal. Penguatan mekanis membran plasma ini
memungkinkan sel otot
menahan stres dan regangan yang terjadi selama kontraksi dan peregangan.
Otot distrofik ditandai oleh tidak adanya distrofin. Meskipun protein ini hanya membentuk
0,002% dari jumlah total protein otot rangka, keberadaannya sangat penting dalam
mempertahankan integritas membran sel otot. Ketiadaan distrofin menyebabkan kebocoran
terus-menerus Ca2+ ke dalam sel otot. Ca2+ ini mengaktifkan berbagai protease, enzim
pemutus protein yang merusak serat otot. Kerusakan yang terjadi menyebabkan otot menciut
dan akhirnya fibrosis yang merupakan tanda penyakit ini.
Dengan ditemukannya gen distrofin dan defisiensinya pada DOD muncul harapan bahwa para
ilmuwan suatu saat dapat mengganti protein yang hilang ini pada otot pengidapnya yang
berusia muda. Meskipun penyakit ini masih dianggap tidak dapat diobati dan mematikan namun
para peneliti terus berupaya mengintervensi kerusakan otot yang tiada henti ini.

http://www.bilikbiologi.com/2014/06/distrofi-otot-gejala-penyebab-terapi.html

Anda mungkin juga menyukai