Anda di halaman 1dari 19

FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN ESENSIALISME DAN PERENIALISME

I. Aliran Esensialisme
A. Pendahuluan
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, karena pada hakekatnya
pendidikan adalah proses pewarisan dari nilai-nilai filsafat. Dalam pendidikan diperlukan
bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan
berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat
filosofis. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus
menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran filosofis tentang sesuatu secara fundamental.
Dalam memecahkan persoalan masing-masing filosofis akan menggunakan teknik atau
pendekatan yang berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan- kesimpulan yang berbeda
pula. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang pribadi filosofis tersebut,
pengaruh zaman, kondisi atau alam pikiran para filosofis. Dari perbedaan itu kemudian
lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat. Beberapa aliran atau mazhab dalam filsafat antara
lain seperti materialism, idealism, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Filsafat
pendidikan merupakan terapan dari filsafat sehingga aliran dalam filsafat pendidikan
sekurang-kurangnya sebanyak filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan
filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu Filsafat pendidikan progresif yang
diidukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari
Roousseau dan filsafat pendidikan Konservatif, yang didasari oleh filsafat idealisme,
realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan
sebagainya.
Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan
proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran
tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan.
Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa
1

implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.
B. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Filsafat pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu
aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam Barnadib,
1982, Mohammad Noor Syam, 1986). Namun pada tulisan ini hanya penggambaran
singkat yakni penggambaran hal-hal yang menjadi ciri utama masing- masing aliran
filsafat pendidikan.
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggiris yakni essential (inti
atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld
bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni
idealism dan realism. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejaaan yang pernah
diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut the dark middle age (zaman ini akal
terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengeetahuan, kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma
gerejani. Zaman renaissance timbul ingin menggantikannya dengan kebebasan dalam
berpikir.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman
Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya
yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilainilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme.
Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi
satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing- masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep- konsep pikir
yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep
meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan
merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka,
disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta,
yang memenuhi tuntutan zaman
Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsfat
aliran ini terutama yang hidup pada zaman klasik seperti Plato, Aristatoles, dan
Democritus.
Dalam bidang pendidikan, fleksibilitasdalam segala bentuk dapat menjadi sumber
timbulnya pandangan yang berubah-ubah, kurang stabil dan tidak menentu sehingga
pendidikan itu kehilangan arah. Pendidikan haruslah bersendirikan atas nilai- nilai yang
dapat mendatangkan kestabilan, sehingga untuk memenuhinya haruslah dipilih nilai-nilai
yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu yakni nilai-nilai yang
2

berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini,
dengan perhitungan zaman renaissance sebagai pangkal timbulnya pandangan
esensialisme.
Menurut Imam Barnadib bahwa ciri utama esensialisme adalah pendidikan haruslah
bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi
maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah
teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari
kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan
perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan- pandangan
esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke
sembilan belas. Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes
terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat dengan pandangan
progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk. Pendidikan yang bersendikan
atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri
kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan esensialisme, pada umumnya didasari atas
filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan dari masing-masing ini bersifat eklektif.
C. Ontologi Esensialisme
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran
itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu,
hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk
spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik. Pendidikan
bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian,
bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.
Pandangan Ontologi Essentialisme
1. Sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakikat realita berarti essensialisme
mengakui adanya realita obyektif di samping pre-determinasi, supernatural dan
transcendal.
2. Aliran ini dipengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern baik Fisika
maupun Biologi. Karena itu realita menurut analisa ilmiah dapat dihayati dan diterima
oleh Essensialisme. Jadi, Semesta ini merupakan satu kesatuan yang mekanis,
menurut hukum alam obyektif (Kausalitas). Manusia adalah bagian alam semesta dan
terlihat, tunduk pada hukum alam.
3. Penapsiran Spiritual atas sejarah. Teori filsafat Heggel yang mensitesakan science
dengan religi dalam kosmologi, berarti sebagai interpretasi sepiritual atas sejarah
perkembangan realita semesta. Hukum apakah yang mengatur tiap fase perubahan dan
tiap peristiwa sejarah, perubahan- perubahan social, dijawab problem itu secara
prinsip: Bahwa sejarah itu adalah pikiran Tuhan pikiran yang di ekspresikan,
dinamika abadi yang merubah dunia, yang mana ia secara sepiritual adalah realitas.
4. Faham Makrokosmos dan Mikrokosmos. Makrokosmos adalah keseluruhan alam
semesta raya dalam suatu deign dan kesatuan menurut teori kosmologi. Mikrokosmos
3

ialah bagian tunggal, suatu fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik pada tingkat
umum, pribadi manusia, ataupun lembaga.
D. Epistemologi Esensialisme
Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan
hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada
kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata- mata terikat kepada
hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Sedangkan aspek
aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan idealistik. Artinya,
pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang-ambing oleh hal-hal yang
bersifat relative atau temporer (Imam Barnadib, 2002). Ontologi dari filsafat pendidikan
realisme bahwa pendidikan itu seyogyanya mengutamakan perhatian pada peserta didik
seperti apa adanya, artinya utuh tanpa reduksi.
Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh
proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah
perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan manusia
dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan
realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara
ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar
untuk menyelenggarakan pendidikan.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistemologi Essentialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari realita dirinya sebagai
mikrokosmos dalam makrokosmo, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas
apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu. Dari berdasarkan kualitas itulah dia
memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: Ilmu alam, Biologi,
Sosial, Estetika, dan Agama.
1.

Kontraversi jasmaniah-rohaniah

Perbedaan Idealisme dengan realisme ialah karena yang pertama menganggap bahwa
rohaniah adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia hanya mengetahu melalui ide
atau rohaniah. Sebaliknya realis berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realita
di dalam dan melalui jasmani
2.

Pengetahuan
a.

Idealisme

Kita hanya mengerti rohani kita sendiri. Tetapi pengertian ini memberi
kesadaran untuk mengerti realita yang lain (Personalisme)

Menurut Hegel: Substansi mental tercermin pada hukum logika


(Mikrokosmos) dab hukum alam (Makrokosmos). Hukum dialegtika berfikir,
berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia (Teori
Dinamis).

b.

Saya sebagai finite being (Makhluk terbatas) mengetahui hukum dan


kebenaran universal sebagai realisasi resonasi jiwa saya dengan Tuhan.
(Teori Absolutisme)

Realisme
Realisme dalam pengetahuan sangat dipengaruhi oleh Newton dengan ilmu
pengetahuan alamnya, cara menafsirkan manusia dalam realisme adalah:
Teori Associationisme: Teori ini sangat dipengaruhi oleh filsafat empirisme
John Locke, atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi unsure-unsur
penginderaan dan pengamatan. Penganut teori ini juga menggunakan metode
introspeksi yang dipakai oleh kaum idealis (T.H. Green)
Teori Behaviorisme: Aliran behaviorisme berkesimpulan bahwa perwujudan
kehidupan mental tercermin pada tingkah laku.
Teori Connectionisme: Teori Connectionisme menyatakan semua makhluk
hidup, termasuk manusia terbentuk tingkah lakunya oleh pola-pola
connections between (Hubungan- hubungan antara) stimulus (S) dan
Respone (R).

E. Aksiologi Esensialisme
Dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut
menentukan hakikat nilai (Imam Barnadib, 2002).
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap
hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga
diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat
(Zuharini, dkk, 1992). Johann Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh
esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban
pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama
pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesta dan dunia, untuk mencari
kesadaran spiritual, menuju Tuhan (Imam Barnadib, 2002; Mohammad Noor Syam,
19886).
Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos,
karena itu seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan
melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat
dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya agama
dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan mampu
memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan
mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun
ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai- nilai itu atas
dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.
Pandangan ontologi dan epistemologinya amat mempengaruhi pandangan axiology
ini. Bagi aliran ini, nilai-nilai, seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari
5

sumber objektif. Watak sumber ini dari mana nilai-nilai berasal, tergantung pada
pandangan-pandangan idealisme dan realisme, sebab Essentialisme terbina oleh kedua
sayap tersebut.
Teori Nilai
1.

Menurut Idealisme
a.

Idealisme: Menurut aliran ini bahwa hukum etika adalah kosmos, karena itu
seseorang dikatakan baik hanya jika ia secara active berada di dalam dan
melaksanakan hukum- hukum itu.

b. Idealisme Modern: Idealisme lebih di ungkapkan oleh E. Kant: Bahwa manusia


yang baik adalah manusia yang bermoral.
c. Teori Sosial Idealisme: Disini E. Kant menekankan akan adanya rasa sosialis,
kekluargaan, patriotisme, dan nasionalisme. Yang dimaksud E. Kant adalah
adanya kemerdekaan individu agar bisa bersosialisasi dengan manusia lainnya.
d. Teori Estetika: Bahwa yang disebut nilai adalah suatu keindahan (E. Kant).
2.

Menurut Realisme
a.

Etika Determinisme: Semua unsur semesta, termasuk manusia adalah satu


kesatuan dalam satu rantai yang tak berakhir dan dalam kesatuan hukum
kausalitas. Seseorang tergantung seluruhnya pada sebab-akibat kodrati itu dan
yang menentukan keadaannya sekarang, baik ataupun buruk.

b.

Teori Sosial: Teori ini lebih menekankan kepada unsure ekonomi, social, politi
dan Negara. Free man (Bertrand Russel). Dan lebih menekankan kepada
kehidupan sekarang.

c.

Teori Estetika: Menurut paham ini bahwa keindahan itu tidak hanya sesuatu
yang bagus, namun ada pula yang buruk.

F. Teori nilai menurut Realisme


Prinsip sederhana Realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber
semua pengalaman manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Karena itu
approach yang paling tetap pada nilai-nilai ialah sebagai mana approach pada
pengetahuan, yakni dengan pemahaman obyektif atas peristiwa- peristiwa dalam
kehidupan. Fakta, peristiwa itulah yang menimbulkan pertimbangan proporsional dalam
ekspresi keinginan, rasa kagum, tidak suka dan penolakan. Kecenderungan approach
obyektif ini yang melahirkan penyelidikan ilmiah, khususnya dalam ilmu pengetahuan
sosial (Mohammad Noor Syam, 1986).
Teori belajar menurut esesialisme ialah teori korenpondensi sebagai dasar. Yakni
kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan fakta. Meskipun proses belajar
dianggap bidang psikologi, tetap oleh aliran ini belajar juga dianggap sebagai masalah
ontologi, epistemologi dan axiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu
verifikasi kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reliabilitas
pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari realitas dan
6

pengetahuan itu (axiologi). Pada prinsipnya proses belajar adalah melatih daya jiwa yang
potensial sudah ada. Proses belajar sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar.
Yaitu dari warisan- warisan sosial yang disusun di dalam kurkulum tradisional, dan guru
berfungsi sebagai perantara.
Prinsip-prisinsip pendidikan esensialisme yaitu (1) pendidikan harus dilakukan
melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa, (2) inisiatif dalam
pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik. Peranan guru adalah
menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara
khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing
pertumbuhan peserta didiknya. Esensialisme, menurut Imam Barnadib, bahwa guru
sebagai penentu bagi pendidikan. Kedudukan guru atau pendidik demikian penting karena
mereka mengenal dengan baik tentang tujuan pendidikan serta pengetahuan atau materimateri lain (Imam Barnadib, 1988). (3) Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata
pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti
oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas
lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia
hiduP.
G. Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme
Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme adalah sebagai berikut:
1. Sekolah harus mempertahankan motede-metode tradisional yang bertautan dengan
disiplin mental.
2. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
3. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai- nilai yang tinggi, yang hakiki
kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada
manusia melalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah
sebagai perantara atau pembawa nilai- nilai yang ada di dalam gudang di luar ke jiwa
peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai
kemampuan penyerapan yang tinggi (Imam Barnadib, 2002).
Tentang kurkulum, idealisme memandang hendaklah berpangkal pada landasan ideal
dan organisasi yang kuat. Seperti halnya pandangan Herman Herman Harrell Horne, yang
digambarkan oleh Bogoslousky, bahwa kurikulum idealisme dapat digambarkan sebuah
rumah yang mempunyai empat bagian yakni:
1. Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal- asul tata surya
dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang
diperluas.
2. Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarkat. Dengan
sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya,
mengejar kebutuhannya, dan hidup aman dan sejahtera.
3. Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian,
kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
7

Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti ril yang
tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar
faktor-faktor fisiologis, emosional, dan inntelektual sebagai keseluruhan, dapat
berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut (Imam
Barnadib, 1982).
Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme
mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia
kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan
kebaikan untuk manusia. Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme
terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme,
nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang
terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah
teruji dalam perjalanan waktu. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip Essensialisme adalah :
1). Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang
moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia
memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
2). Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan
budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil
3). Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan fakta
secara objekjtif.
4). Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik
yang berkembang pada zaman renaissance.
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley adalah
sebagai berikut :
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal
yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat
dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada
spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan,
maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu
merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan
pemberian.
4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan
8

yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan


tersebut tidak ada lagi pada hari ini.
H. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu
dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf
permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia
obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Segala pengetahuan yang dicapai
oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh
pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda- benda, tidak berarti
bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan
waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi,
apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah
kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa
yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan
menciptakan diri sendiri. Pandangan- pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis
determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determinisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang
tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk
dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana
hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar.
Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak
dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan
pengawas yang diperlukan.
Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa
potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorbtion (menyerap) apa
yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial yang disusun dalam kurikulum
tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal
pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum itu bersendikan alas fundamen
tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan
dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan
ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamenfundamen yang telah ditentukan.
Menurut Essensialisme: Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan sistematis yang
didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai suatu kesatuan pengetahuan,
kecakapan- kacakapan dan sikap yang berlaku di dalam kebudayaaan yang
9

demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah didasarkan pada urgensi yang ada di dalam
kebudayaan tempat hidup si anak.
Peranan Sekolah menurut Essensialisme
Sekolah berfungsi sebagai pendidik warganegara supaya hidup sesuai dengan
prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya serta
membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina
kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan
pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu pengetahuan.
Penilaian Kebudayaan menurut Essensialisme
Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa
lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal
untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan
kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.
Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu
inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan
demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh
keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat,
membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan
untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
b.

Metode Pendidikan
1)

Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).

2) Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang


diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang
bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan
metode-metode tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian
tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan
membaca.

II. Aliran Perenialisme


A. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang,
10

dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di
mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi
seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat
bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari
filsafat khususnya filsafat pendidikan. Setelah perenialisme menjadi terdesak karena
perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali,
dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya
yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam
makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan
dan hasil-hasilnya.
Pandangan -pandangan yang telah menjadi dasar pandangan manusia tersebut, telah
teruji kemampuan dan kekuatan oleh sejarah . Pandangan -pandangan plato dan aristoteles
mewakili peradaban yunani kuno , serta ajaran thomas aquina dari abad pertengahan .kaum
prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat
dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua puluh ini.
Belajar menurut perennialisme adalah latihan mental dan disiplin jiwa. Dengan
demikian pandangan tentang belajar hendaklah berdasarkan atas faham bahwa manusia
pada hakekatnya adalah rasionalistis. Maka, belajar tidak lain adalah mengembangkan
metode berpikir logis, deduktif dan induktif sekaligus.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang
memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah,
perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Menurut
perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka
kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha
mengadakan penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran
mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain- lainnya, yang telah
banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Sekolah, sebagai
tempat utama dalam pendidikan, mempersiapkan anak didik ke arah kematangan akal
dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan
11

pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain,
keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan.

Pandangan menenai kenyataan

Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah


janinan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same
(2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap
waktu.

Pandangan mengenai nilai

Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritua, sebab


hakikat manusia adalah pada jiwanya.Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi
jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.

Pandangan mengenai pengetahuan

Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialinme mengenai kenyataan dan


pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan
benda-benda. Sedang yang dimagsud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas
prinsip keabadian.

Pandangan tentang pendidikan

Teori atau konsep pendidikan perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato


sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan
Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan
dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.

Pandangan mengenai belajar

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori
dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental
dicipline) Dlah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar
(yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan
kepada pembinaan kemampuan.
B. Sejarah Aliran Perenialisme
Pendukung filsafat perenialisme adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer
Adler. Hutchins (1963) mengembangkan sutu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap
Great Books (buku besar bersejarah) dan pembahasaan buku-buku klasik . Perenialis
mengunaksn prinsip-prinsip yang dikemukakan plato , Aristoteles , dan Thomas Aquino.
Pandangan -pandangan plato dan Aristoteles mewakili peradaban yunani kuno serta ajaran
Thomas Aquino dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philoshopia perenis. Pendidri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles
sendiri, kemudisn didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu
dan reformer utama dalam abad ke-13.
12

Perenialisme memendang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno


dan abad pertemngahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukankah nostalgias (rindu atas hal-hal yang sudah lampau
semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan- kepercayaan
tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu
kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna
bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat , kebudayaan yang
mempunyai dua sayap , yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman
pada gereja khatolik , khususnya menurut dan intreprestasi Thomas Aquinas , dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan
Aristoteles.
C. Pandangan perenialisme tentang pendidikan
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor
Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan,
dan akal (Plato)
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai
alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi
aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa.
Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran.
Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga
logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi
epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari
kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada
pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode
dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan
tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai
dengan ontologi tentang realita khusus.
13

Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama


adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsipprinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi
diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu
mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang
perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.[3]
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai
buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang- bidang seperti
bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam
dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah
lampau. Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal
tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan
yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan
oleh orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk
diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya- karya
buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui
bagaimana pemikiran para ahli tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat
mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi
diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman
sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
D. Tokoh-Tokoh Perenialisme

Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas
normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan

Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan


usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral

Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuankemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiaptiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang
masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata

E. Konsep Dasar Perenialisme


1. Hakikat pendidikan
Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur regression:
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaaan manusia sekarang
14

seperti dal;am masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan
adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan
abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan
ideal tersebut.sejalan dengan hal diats, penganut perenialisme percaya bahwa prinsipprinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.
Filsafat pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsipdalam pembelajaran secara
umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran yang bersifat universaldan tidak tergantung pada tempat, waktu ,dan oramg.
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.
2. Tujuan Pendidikan
Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran -kebenaran hakiki. Oleh
karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran- kebenaran itu
hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran- kebenaran hakiki
dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:
1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
2) Latihan karakter sebagai cara mengembangkan manusia secara sepiritual.
Pendidikan menurut tokoh-tokoh aliran perenialisme berikut ini:
1) Menurut plato pendidikan adalah membina atau memimpin yang sadar akan asas
normative dan melaksanakanya dalam aspek kehidupan.
2) Menurut Arithoteles pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan
usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3) Menurut thomas Aquinas pendidikan adalah menuntun kemampauan-kemampuan yang
masih tidur menjadi aktif.
3. Hakekat Guru
Tugas utama pendidikan adalah guru, dimana tugas pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran(pengetahuan) kepada anak didik . Faktor keberhasilan anak
dalam akalnya adalah guru, berikut pandangan aliran perenialisme mengenai guru.
1) Guru mempunyai peran yang dominan dalam penyelengaraan kegiatan belajarmengajar di dalam kelas.
2) Guru hendaknya adalah orang yang menguasai cabang ilmu, yang bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa dalam menyimpulkan kebenaran,
yang tepat ,tanpa cela , dan dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu
bidang pengetahuan dan kehlianya tidak diragukan.

15

4. Hakekat Murid
Murid dalam aliran perenialisme merupakan mahkluk yang di bimbing oleh prinsipprinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai pada subyek didik.
Mencangkup totalitas aspek kemanusiaan , kesadaran, dan sikap dan tindakan kritis,
terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan mencapai tujuan
kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri
manusia yang rasianaol, perasaan dan indera, karena itu pendidikan harus mencanggkup
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya.
F. Pandangan dan Sikap tentang Aliran Perenialisme
1. Pandangan Secara Ontologi
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual,
esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita
dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana
yang tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu,
lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari
suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia
yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaankeadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan
dengan esensial.
Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada
tidak hanya merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur
potensialitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu
adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya.
Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas
yang sedang berubah menjadi aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini,
manusia dapat makin mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri
pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.
2. Pandangan Secara Epistemologi
Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di dalam epistemologi
yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas
tahu untuk mengerti atau memahami arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence
adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak
pada materi atau realita yang lain. Dan pengertian kita tentang kebenaran hanya mungkin
di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya berasal dari hukumhukum berpikir.
Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
filsafat, seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua bidang tersebut. Hubungan
16

filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-empiris dan analisa
ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat komplementatif. Dan meskipun ilmu dan
filsafat berkembang ke tingkat yang makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat
lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu pengetahuan.
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan
kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang
menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini
maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni
berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari
sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat
diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu inerupakan hal yang sangat penting
karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.
3. Pandangan Secara Aksiologi
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme, karena ia berdasarkan
pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku
manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu,
hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah
persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap berlaku.
Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena
manusia itu secara alamiah condong pada kebaikan.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan
pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada
masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Dengan demikian, hendaknya pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang
mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan
yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan
sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan
dorongan- dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian
dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah
lercermm dari jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang
membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata
lain melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada
Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
G. Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme
Di bidang pendidikan, Perenialisme sangat dipengaruhi oleh: Plato, Aristoteles, dan
Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilainilai adalah manifestasi daripada hukum universal. Maka tujuan utama pendidikan adalah
membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan asas-asas normatif itu dalam semua
aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu :
nafsu, kemauan, dan pikiran.
17

Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan


pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara
seimbang.
Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Thomas
Aquinas adalah sebagai Usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar
menjadi aktualitas aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar
memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada
dirinya.
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang Aliran Filsafat Esensialisme dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggiris yakni essential (inti atau
pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.
1.

Ontologi Esensialisme:

Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran


itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual.
2.

Epistemologi Esensialisme:

Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan


hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada
kehidupan yang lebih mulia.
3.

Aksiologi Esensialisme:

Sedangkan dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen
yang ikut menentukan hakikat nilai.
Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme
menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak
menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih
bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku
pendidik.
Dari pembahasan di atas maka dapat kami simpulkan bahwa aliran Perenialisme
adalah merupakan aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa kepercayaan
aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar pendidikan sekarang.
Dan pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah belajar untuk berpikir. Oleh
sebab itu, peserta didik harus dibiasakan untuk berlatih berpikir sejak dini.

18

Perenialisme juga memiliki formula mengenai jenjang pendidikan beserta


kurikulum, yaitu pendidikan dasar dan (sekolah) menengah, pendidikan tinggi dan adult
education.
DAFTAR PUSTAKA
Afid

Burhanudin,
Filsafat
Esensialisme
Dalam
Pendidikan,
2013,
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalampendidikan/ , diakses pada tanggal 25 September 2014.

Afid Burhanudin, Pendidikan Filsafat Perenialisme Dalam Pembelajaran, 2013,


http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialismedalam-pembelajaran/ , diakses pada tanggal 25 September 2014.
Amsal Bakhtiar, 2013, Filsafat Ilmu, Jakarta : Rajawali Press.
Fattah Hanurawan, Ahmad Sanawi dan Moh. Noer Syam, 2006, Filsafat Pendidikan,
Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Jalaludin dan Abdulah Idi, 2011, Filsafat Pendidikan, Jakarta : Rajawali Press.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, 2009, Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan.
Marsability,
2012,
Perenialisme,
http://marsability.blogspot.com/2012/08/
perenialisme.html, diakses pada tanggal 28 September 2014.
Setyomulyono,
2013,
Aliran
Perenialisme
dan
Rekonstruksionisme,
http://setyomulyono.blogspot.com/2013/06/makalah-filsafat-pendidikanaliran_9.html , diakses pada tanggal 28 September 2014.

19

Anda mungkin juga menyukai