Anda di halaman 1dari 7

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

KELAS V SDI DALENG MANGGARAI BARAT NTT PADA


POKOK BAHASAN GLOBALISASI DENGAN MODEL TASC
Silvester Mas
Pengawas TK/SD Kabupaten Manggarai Barat NTT
Abstrak: Pembelajaran dengan model TASC (thinking, actively, and context)
dilakukan dengan mengembangkan aspek berpikir (thinking), keaktifan siswa
(actively), unsur interaksi dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah
kehidupan (context). Penelitian ini dilakukan di kelas V SDI Daleng pada materi
globalisasi dengan menerapkan model TASC untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model TASC dapat meningkatkan proses dan hasil
belajar siswa. Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya iklim dan suasana yang
mendukung aspek berpikir kritis (critical thinking), melalui kerja sama kelompok
(social colaborative), diskusi kelas (classroom discusion), serta partisipasi aktif
siswa (actively) dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas berpikir kritis siswa meningkat dari skor 577 (siklus pertama) menjadi 659
(siklus kedua).
Kata kunci: berpikir kritis, partisipasi aktif, kerja sama/ interaksi sosial dan
konteks.

Mencermati pengaruh dan dampak negatif


televisi dan media terhadap perkembangan
proses kognitif anak, maka anak perlu
dibentengi dengan pengetahuan yang
cukup. Anak tidak bisa diisolasi dari
berbagai informasi yang membanjiri
media masa yang disisi lain menawarkan
berbagai hal positif dan berguna bagi
perkembangan proses belajar anak.
Secara umum pembelajaran di semua
jenjang pendidikan dasar mengedepankan
filosifi vocal teacher, silent student.
Metode dan proses pembelajaran IPS SD
didominasi oleh guru. Murid sebatas
pendengar pasif dengan sikap diam, duduk
manis mendengarkan, merekam, mencatat
apa yang disampaikan oleh guru. Hal ini
menyebabkan siswa kurang mendapatkan
suasana akademik yang memberikan ruang
kebebasan, rasa aman dan senang untuk
mengekspresikan pendapat, argumen,
pertanyaan-pertanyaan kritis (critical
questions) dan berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran (student active
learning). Sebagian besar siswa tidak
mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana
pengetahuan tersebut akan dipergunakan
atau dimanfaatkan. Kemampuan anak

untuk bertanya dan mengemukakan


pendapat juga masih kurang. Banyak
siswa yang hanya menghafal prosedur
tetapi tidak bisa memaknainya.
Untuk menyiapkan siswa dalam
menghadapi tantangan dunia global, maka
perlu
mengembangkan
kemampuan
berpikir kritis siswa. Salah satu upaya
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dilakukan dengan penerapan
pembelajaran dengan model TASC
(thinking, actively, and context). Model
TASC
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis dalam era
globalisasi.
Tujuan pokok pembelajaran IPS SD
menurut Permendiknas nomor 23 tahun
2006 adalah: (1) mengenal konsep-konsep
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat dan lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial; (3) memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilainilai sosial dan kemanusiaan; dan (4)
47

48, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

memiliki kemampuan berkomunikasi,


bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat
lokal, nasional, dan global.
IPS pada jenjang pendidikan dasar
memiliki orientasi dan tujuan pada tataran
makro maupun mikro. Pada tataran makro
pembelajaran IPS SD tidak hanya sekedar
memberikan dan membagi pengetahuan
tetapi membangun kerangka berpikir anak
, agar mampu dan terampil dalam berpikir
untuk menghadapi berbagai perubahan dan
tantangan global sehingga siswa dapat
secara aktif dan arif membangun
pertahanan diri terhadap serangan
informasi di sekelilingnya.
Pada tataran mikro pembelajaran IPS
SD memiliki kontribusi khas yakni
membentuk kesadaraan kognitif siswa
agar mereka mampu merumuskan suatu
perbedaan yang mewadahi pengertiannya
sehingga mereka dapat mengapresiasi dan
mengasimilasikan sepenuhnya pandangan
baru yang sedang mereka cari. Dalam
konteks itu maka anak-anak pada usia
sekolah dasar mulai dapat diajarkan
keterampilan observasi dasar. Untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
siswa, Drost (2006) menjelaskan:
Pembelajaran yang dilakukan di
Sekolah Dasar adalah komunikasi yang
hidup lewat cerita, contoh-contoh, gambar
di papan tulis, mengajukan pertanyaanpertanyaan, menimbulkan pertanyaanpertanyaan dari para siswa dan proses
pembelajaran itu harus dilakukan secara
sangat aktif dan bergairah.
Sejak kanak-kanak manusia sudah
memiliki kecenderungan dan kemampuan
untuk berpikir. Sebagai makhluk rasional
manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya.
Salah satu materi IPS di SD yang terkait
dengan
lingkungan
sekitar
adalah
globalisasi. Materi globalisasi menjadi
sangat penting, karena arus informasi yang

menjadi bagian dari kehidupan siswa


sudah tidak bisa dibendung lagi.
Keterbukaan dunia informasi harus
diantisipasi dengan mengarahkan siswa
untuk
belajar
memanfaatkan
arus
informasi yang baik untuk menunjang
kehidupannya. Siswa perlu dibawa kepada
kegiatan mengindentifikasi, menganalisis,
menginterprestasi hal positif/negatif dan
peristiwa melalui media gambar, yang
mengisahkan dampak dari globalisasi.
Kegiatan pembelajaran perlu dilakukan
dalam kerja sama kelompok dan diskusi
terbimbing yang difasilitasi oleh guru.
Proses ini memberi dampak pada
kemampuan berpikir kritis siswa yaitu
menguatkan pengetahuan atau pengalaman
yang sudah ada dan membangun
pengetahuan/pengalaman baru.
Ada tiga aspek berpikir kritis yang
perlu dikembangkan dalam kegiatan
belajar yaitu: (1) kemampuan memahami
definisi dan klarifikasi masalah, (2)
kemampuan menilai dan mengolah
informasi, dan (3) kemampuan menyelesaikan masalah/membuat kesimpulan.
Salah satu model pembelajaran yang
mendorong siswa berpikir kritis adalah
model TASC (thinking, actively, and
context). Melalui pengembangan model ini
diharapkan kemampuan berpikir kritis
siswa dapat ditingkatkan dengan tujuan
akhir agar siswa memiliki keterampilan
dan kecakapan dalam hidupnya. Proses
dan hasil dari skema pengembangan aspek
berpikir kritis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 akan lebih komprehensif bila
diperkaya
dengan
pengembangan
kemampuan berpikir kritis model proses.
Secara skematis pengembangan kemampuan berpikir kritis model proses yang
diadaptasi dengan materi dan pembelajaran IPS SD untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dapat
terlihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Silvester Mas, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, 49

Memperoleh
MEMPEROLEH
Pengetahuan & Sikap
PENGETAHUAN
Baru
& SIKAP BARU

STIMULUS
(MATERI
IPS SD)
(MATERI

BELAJAR
MODEL
IPS dgn
KETERAMPILAN
MODEL TASC
BELAJAR

Kemampuan
KEMAMPUAN
Berpikir
BERPIKIR
yang Bisa
YANG
Diukur
BISA
DIUKUR

BERPIKIR
BERPIKIR
KRITIS
KRITIS

MENGAMBIL
Aspek-2
Berpikir
KEPUTUSAN
Kritis
DAN
SIKAP

RENCANAKAN
Sub Indikator
TINDAKAN

SKILL
(OUTCOMES)
Skill
UNTUK
for life

AJAR)

Menguatkan
KUATKAN
Pengetahuan dan
Sikap
Lama
PENG.
/SIKAP
LAMA

PROSEDUR MEMBANGUN
MEMBANGUN
PROSEDUR
KEMEMPAUN BERFIKIR KRITIS
KEMEMPAUN BERFIKIR KRITIS

FEEDBACK LINGKUNGAN:
SEKOLAH-ORANG TUAMASYARAKAT

Gambar 1. Prosedur pengembangan kemampuan berpikir kritis adaptasi model Huitt, Peter Kneedler
dan Model TASC.

Model TASC dikembangkan pada


pertengahan tahun 1980-an oleh Belle
Wallace dan Richard Bentley. Model
TASC ini merupakan sebuah adopsi dari
pendekatan ekletik untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan anak dalam
berpikir. Ada 2 alasan pemilihan model
TASC sebagai inovasi pembelajaran IPS
SD bagi peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa. Pertama, model TASC
memiliki delapan tahap pembelajaran yang
mengarahkan siswa untuk berpikir kritis
yaitu: (1) gather/organize, (2) identify,(3)
generate,(4) decide, (5) implement), (6)
evaluate, (7)communicate, (8) learning
from experience. Kedelapan tahap
pembelajaran ini memiliki fokus dan
tujuannya masing-masing dalam aktivitas
pembelajaran yaitu:
1. membentuk dan mengembangkan
aspek prior knowlege siswa dan
meletakan bagian-bagian/ fragmenfragmen dalam keseluruhan gambaran

2.

3.

4.

5.

yang utuh agar siswa mendapatkan


konsep yang lebih lengkap.
memberi fokus perhatian kepada siswa
dalam kegiatan pembelajaran dan
membuat agar kegiatan belajar itu bisa
lebih efisien.
membangun ethos berpikir para siswa,
mengembangkan
kepercayaan,
mengembangkan kreativitas berpikir,
dan kemandirian atau otonomi siswa
dalam belajar.
memberfungsikan keunggulan kemampuan berpikir dari setiap siswa,
membangun motivasi, melihat kekuatan dan kesalahan konsep, dan
mengarahkan siswa untuk membuat
sebuah keputusan.
mengembangkan fleksibility, menggunakan berbagai perbedaan gaya/styles
pembelajaran individual, dan memperlihatkan/menunjukkan
berbagai
respons siswa.

HIDUP

50, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

6. menolong agar siswa bisa belajar


secara lebih baik, mengembangkan
alat/tools
untuk
evaluasi
(self
assessment), mempromosikan pembelajaran sebagai sebuah proses pengembangan, mengenali dan mengetahui
kesalahan-kesalahan dan pengembangan langkah-langkah perbaikan
pada
kegiatan
pembelajaran
selanjutnya.
7. mengembangkan
kekuatan-kekuatan
individu, menciptakan atau membentuk
keterampilan
sosial
siswa
dan
mendorong interaksi sosial di dalam
kelas.
8. mengembangkan kemampuan metakognisi, mendorong transfer pengetahuan dan keterampilan-keterampilan
siswa secara individual dan kelompok.
Kedua, TASC memiliki empat
komponen penting dalam mengembangkan
berpikir siswa, yaitu: membangun
kemampuan berpikir (thinking), partisipasi
aktif siswa dalam pembelajaran (actively),
kerja sama sosial (social colaborative),
dan
pembelajaran
yang
relevan/
berhubungan (link) dengan pengalaman
siswa (context).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli November 2011 di SDI
Daleng Kecamatan Lembor Kabupaten
Manggarai NTT, dengan subyek dan
sasaran penelitian adalah siswa kelas V.
Desain penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas yang berfokus pada
peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa melalui pembelajaran IPS SD.
Penelitian ini bertujuan mengubah situasi
atau kondisi pembelajaran IPS SDI Daleng
khususnya kelas V ke arah perbaikan
pembelajaran yang mendorong berpikir
kritis.
Penelitian
tindakan
kelas
ini
dilakukan secara kolaborasi dalam satu tim
kerja sejak tahap perencanaan (planning),
tindakan (acting), observasi (observing)
dan refleksi (reflecting). Tim kerja yang
dimaksud adalah peneliti, guru mata
pelajaran IPS dan pengamat. Langkahlangkah dalam penelitian ini disusun

dengan mengikuti rancangan skematis dari


Kemmis &Taggart, seperti berikut.
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan ini dilakukan setelah
peneliti dan kolaborator melakukan
observasi, dan mengidentifikasi permasalahan pembelajaran IPS di SDI Daleng
Manggarai Barat NTT tentang bagaimana
gambaran lingkungan kelas, perilaku siswa
sehari-hari, bagaimana pembelajaran IPS
mengakomodasi aktivitas berpikir kritis
siswa atau tidak, bagaimana kemampuan
siswa dalam membuat dan merumuskan
pertanyaan-pertanyaan, merumuskan ide,
menyampaikan pendapat, kemampuan
mengidentifikasi
objek-objek
dan
masalah-masalah dalam pembelajaran IPS
di kelas khususya pokok bahasan
Globalisasi. Dari observasi ini dilakukan
pembatasan masalah dan merumuskannya.
Kemudian pada tahap lanjut dalam
kolaborasi dilakukan rencana, desain
pembelajaran dengan model TASC,
menyiapkan lembar observasi, tes dan
pedoman wawancara.
2. Tindakan dan Observasi (Acting &
Observing)
Penelitian tindakan ini dilaksanakan
sebanyak dua siklus, dan berlangsung dari
Juli sampai November 2011. Dalam
setiap tindakan peneliti dan pengamat
memantau, mencatat peristiwa-peristiwa
penting, perubahan tingkah laku serta
perbaikan dan kemajuan/peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa melalui
jurnal harian dengan instrumen untuk
mengukur aktivitas kemampuan berpikir
kritis siswa pada tiap aspek dan
indikatornya serta mengamati kemampuan
guru menerapkan langkah pembelajaran
model TASC dalam pembelajaran IPS.
3. Refleksi (Reflecting)
Refleksi dilakukan bersama tim
kolaborator pada setiap akhir siklus
terhadap hasil observasi yang terekam
dalam jurnal harian dan menganalisis
temuan-temuan dan hasil yang diperoleh
selama kegiatan pembelajaran. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
data kualitatif yang diperkuat dengan data

Silvester Mas, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, 51

kuantitatif. Instrumen yang digunakan


untuk mengumpulkan data adalah lembar
observasi aktivitas siswa, pedoman
wawancara, jurnal harian dan butir soal
tes. Data kuantitatif diperoleh dari hasil
skor aktivitas siswa pada aspek dan
indikator berpikir kritis dan hasil tes yang
dikerjakan siswa pada setiap siklus. Data
kualitatif diperoleh melalui observasi
kelas, catatan jurnal harian, hasil
wawancara guru dan siswa tentang kesan
dan pengalaman mereka dalam belajar.
Untuk memperoleh data yang akurat
dilakukan validasi instrumen melalui dua
tahap yaitu: (1) instrumen dikembangkan
dan diadaptasi berdasarkan pendapat para
ahli, dan (2) instrumen yang telah
dikembangkan
dimintakan
penilaian
beberapa ahli melalui konsultasi dan
diskusi untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan (professional judment).
Untuk menguatkan keabsahan data
dilakukan triangulasi data. Triangulasi
yang dipakai dalam analisis ini adalah
triangulasi metode/teknik (Sugiyono,
2007). Verifikasi data dilakukan dengan
cara memeriksa atau mengecek ulang
informasi hasil pengamatan/observasi,
hasil wawancara dan dokumentasi berupa
rerata nilai hasil post test serta portofolio
siswa pada setiap siklus.
Lembar pengamatan siswa terdiri dari
3 aspek berpikir kritis dan 9 sub indikator
dengan rentang skor penilaian bergerak
dari 1, 2 sampai 3. Jumlah siswa yang
menjadi sasaran penelitian adalah 36
siswa. Berdasarkan kriteria skor ini, maka
dapat dirunut secara terperinci skor dasar
sebagai acuan pengukuran kemampuan
berpikir kristis pada tiap aspek dan
indikator
berpikir
kritis
yang
dikembangkan dengan kualifikasi sebagai
berikut: rentang skor berada antara skor
minimal (324), skor maksimal (972), skor
median (648), skor kuartil I (486), dan
skor kuartil III (810).
Berdasarkan perhitungan skoring
yang ada maka kriteria atau ketentuan
untuk ketercapaian tingkat kemampuan
berpikir kritis siswa adalah:
1) Lebih besar/sama dengan Kuartil III
(810): berarti kemampuan berpikir
kritis (critical thinking) siswa sangat

baik/sangat positif artinya siswa sangat


kritis.
2) Lebih besar/sama dengan Median
(648) sampai dengan Kuartil III:
berarti kemampuan berpikir kritis
(critical thinking) siswa baik/positif
artinya siswa sudah cukup kritis.
3) Kuartil I (486) sampai dengan Median
(648): berarti kemampuan berpikir
kritis (critical thinking) siswa yang
negatif, artinya siswa kurang kritis.
4) Kurang dari kuartil I: berarti
kemampuan berpikir kritis (critical
thinking) siswa yang sangat negatif
artinya siswa belum memiliki kemampuan berpikir kritis. Skor nilai ini
berada di antara rentang skor minimal
(324) dan skor maksimal (972).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan pembelajaran IPS dengan
model TASC dilakukan dalam dua siklus,
masing-masing dideskripsikan sebagai
berikut.
1. Siklus 1
a. Perencanaan Siklus 1
Dengan memperhatikan observasi
awal dan hasil simulasi model maka
disimpulkan bahwa: Pembelajaran dengan
menggunakan media gambar, cuplikan
peristiwa, foto-foto sangat membantu
siswa dalam meningkatkan antusiasme
belajar dan kemampuan siswa dalam aspek
identifikasi, analisis, interprestasi, merancang solusi sederhana, membuat kesimpulan, membuat prediksi untuk melihat
dampak dari peristiwa atau kejadian
tertentu. Siswa harus dibiasakan dan
dilatih untuk menyusun dan merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan memberikan
pendapat kerena mereka masih bingung
dan tidak terbiasa (terlatih) untuk
merumuskan pertanyaan dan mengungkapkan pendapat. Karena itu pada siklus 1
kegiatan pembelajaran dirancang untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam
aspek-aspek berpikir kritis dalam dua kali
tatap muka (tanggal 6 dan 8 September
2011) dengan alokasi waktu 3 x 40 menit.

52, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

b. Tindakan dan Observasi Siklus 1


Tindakan yang dilakukan pada siklus
1 adalah (a) siswa melakukan kegiatan
identifikasi Dampak Globalisasi sesuai
dengan materi belajar yakni Globalisasi
(b) siswa mendiskusikan masalahmasalah
seputar
pengaruh-pengaruh
globalisasi (c) siswa mempresentasikan
hasil kerja dan diskusi kelompok. Proses
tindakan pembelajaran ini dilakukan
sesuai dengan 8 langkah belajar TASC.
Tujuannya: (1) agar siswa memiliki
kemampuan untuk membuat definisi dan
klarifikasi masalah seputar masalah
globalisasi, (2) siswa mampu menilai
informasi yang berhubungan dengan
peristiwa-pristiwa Globalisasi, dan
Hasil amatan terhadap aktivitas
kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh
skor rata-rata tiap aspek untuk siklus 1
sebagai berikut: (1) Rerata kemampuan
definisi dan klarifikasi masalah 1,91. (2)
Rerata kemampuan menilai dan mengolah
informasi 1,74. (3) Rerata kemampuan
Solusi masalah/membuat kesimpulan 1,69.
(4). Rerata skor untuk aspek berpikir kritis
siklus 1 adalah 1,78. Sementara itu hasil
observasi aktivitas siswa diperoleh skor
total (577). Skor (577) berada di antara
skor kuartil I (486), skorMedian
(648),dan skorkuartil III (810)dari
rentang skor minimum (324)dan skor
maksimun (972). Rerata Skor aktivitas
siklus 1 (577) berarti kemampuan berpikir
kritisnya
masih
negatif,
artinya
kemampuan berpikir kritis siswa masuk
atau berada pada kategori kurang
kritis/siswa kurang kritis.
c. Refleksi
Dari tindakan siklus 1 ditemukan
bahwa pembelajaran IPS yang mengakomodasi langkah-langkah TASC untuk
menginovasi proses pembelajaran melalui
media gambar, cuplikan peristiwa lewat
kerja kelompok dan diskusi dapat
meningkatkan respon dan antusiasme
siswa dalam melihat masalah atau sebuah
persoalan. Berdasarkan refleksi bersama
antara guru, peneliti dan pengamat
ditemukan beberapa hal berikut: (1)
kemampuan identifikasi, analisis tokoh
dan peristiwa melalui media foto dan

gambar cukup membantu walau siswa


belum secara maksimal mengeksplorasi
peristiwa, kejadian atau masalah yang
terekam dalam gambar/foto. (2) kemampuan siswa dalam menyusun dan
merumuskan pertanyaan belum tumbuh
sebagai iklim kelas meskipun beberapa
siswa sudah bisa menyusun pertanyaanpertanyaan kritis dan berani mengajukan
pertanyaan dan pendapat, (3) ada siswa
tertentu belum serius untuk mengikuti dan
mendalami proses belajar yang dirancang
sesuai langkah TASC sehingga butuh
pendampingan khusus dari guru.
2. Siklus 2
a. Perencanaan Siklus 2
Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan siswa dalam
identifikasi, analisa, peristiwa dan masalah
maka perencanaan tindakan pada siklus 2
adalah: (1) media belajar ditingkatkan lagi
dengan memakai media, (2) proses
pendalaman materi belajar diarahkan pada
usaha untuk mempertajam kemampuan
siswa pada ketiga aspek berpikir kritis dan
indikatornya masing-masing, (3) menciptakan
kultur/iklim
kelas
yang
merangsang kemampuan siswa untuk
bertanya,
mengungkapkan
pendapat
dengan mengoptimalkan fungsi guru
sebagai fasilitator terutama untuk siswa
atau kelompok yang belum serius dan
optimal dalam proses dan aktivitas belajar
siklus 1.
b. Tindakan dan Observasi Siklus 2
Kegiatan
pembelajaran
diawali
dengan menonton film kemudian siswa
masuk dalam kelompok-kelompok untuk
mendalami materi dengan fokus proses
peningkatan kemampuan ketiga aspek dari
berpikir kritis. Dari observasi ditemukan
bahwa dengan media mengamati gambar,
peristiwa dan masalah menjadi lebih
realistik, utuh, lebih menarik bahkan
memukau siswa tentang upaya mencegah
dampak negatif globalisasi dan mengambil
hal positifnya saja.. Hal ini menciptakan
iklim kerja kelompok dan diskusi kelas
jauh lebih menarik dan hidup. Karena itu,
sebagian besar siswa sudah mulai berani
mengajukan
pertanyaan
dan

Silvester Mas, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, 53

menyampaikan pendapat mereka dengan


ide-ide yang menarik terhadap persoalan/
masalah yang dibahas. Secara keseluruhan
hasil aktivitas berpikir kritis siswa siklus 2
pada ketiga aspek berpikir kritis diperoleh
rerata skor adalah: (1) Kemampuan
definisi dan klarifikasi masalah adalah
2,14. (2) Kemampuan menilai dan
mengolah informasi, 1,94. (3) Kemampuan solusi/membuat kesimpulan 1,91 dan
rerata kemampuan berpikir kritis pada
siklus 2 adalah (2,03). Total skor aktivitas
siswa pada siklus 2 diperoleh skor (659).
Skor 659 berada di antara Median (648)
dan Kuatil III (810) dengan rentang skor
minimum (324) dan skor maksimum
(972). Skor 569 berarti kemampuan
berpikir kritis siswa pada siklus 2
mengalami peningkatan yang cukup
berarti. Melalui perbaikan proses pembelajaran pada siklus 2 kemampuan
berpikir kritis siswa pada ketiga aspek dan
sub indikator mengalami peningkatan
yang positif sehingga pada siklus 2 siswa
sudah memiliki kemampuan berpikir kritis
yang baik.
3. Refleksi
Peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa pada siklus 2 didukung oleh
kemampuan guru dalam menerapkan
langkah pembelajaran TASC baik pada
siklus pertama maupun pada siklus ke dua
untuk ke delapan langkah pembelajaran
TASC. Dari hasil amatan dan skoring yang
diberikan pada masing-masing langkah
pembelajaran pada siklus 1 dan 2
diperoleh hasil sebagai berikut: (a) Pada
siklus 1 rerata kemampuan guru dalam

menerapkan langkah pembelajaran TASC


memperoleh rerata skor (2,94) dan pada
siklus 2 meningkat rerata skor kemampuan
guru menerapkan langkah pembelajaran
TASC dengan rerata skor (3,56) dengan
rentang rerata skor (0-4). Rerata skor
(3,56) berada pada kategori kemampuan
yang sangat baik dari guru dalam
penerapan langkah pembelajaran TASC.
Kemampuan yang sangat baik dari guru
dalam
menerapkan
langkah-langkah
pembelajaran TASC dengan mengakomodasi kemampuan guru sebagai fasilitator
dalam seluruh proses pembelajaran ternyata sangat membantu peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran IPS di kelas V SDI Daleng
Manggarai Barat NTT.
PENUTUP
Pembelajaran IPS SD yang mengakomodasi
model
TASC
mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Hal ini terbukti lewat kegiatan
pembelajaran
model
TASC
yang
menumbuhkan rasa ingin tahu (inquiri),
pembiasaan
bertanya,
kemampuan
menyampaikan pendapat, kerja sama
sosial dalam belajar sehingga terbentuk
budaya berpikir (cultural thinking) siswa.
Model TASC yang diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran IPS mampu
membantu guru. Karena itu, guru IPS SD
dapat menerapkan model pembelajaran ini
atau melakukan inovasi pembelajaran lain
bagi peningkatan mutu pembelajaran IPS
dan mengembangkan keterampilan siswa
(skill for life) untuk menghadapi tantangan
dan
perubahan
global.

DAFTAR RUJUKAN
-----------, 2006. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23.
Jakarta. Diknas

Drost, J. (2006). Dari KBK sampai MBS.


Jakarta: Buku Kompas.
Sugiyono. (2005). Metode penelitian
kualitatif kuantitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai