Anda di halaman 1dari 165

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE

INTELLIGENCE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA


PADA KELAS IX SMP NEGERI 10 SEMARANG UNTUK
MATERI LISTRIK STATIS
THE EFFECT OF MULTIPLE INTELLIGENCE LEARNING
MODEL TOWARD LEARNING OUTCOME ON STATIC
ELECTRICITY AT THE THIRD GRADE STUDENT OF SMP
NEGERI 10 SEMARANG
SKRIPSI
Oleh
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
SEMARANG
2013
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE
INTELLIGENCE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA
PADA KELAS IX SMP NEGERI 10 SEMARANG UNTUK
MATERI LISTRIK STATIS
THE EFFECT OF MULTIPLE INTELLIGENCE LEARNING
MODEL TOWARD LEARNING OUTCOME ON STATIC
ELECTRICITY AT THE THIRD GRADE STUDENT OF SMP
NEGERI 10 SEMARANG
Skripsi
Diajukan kepada IKIP PGRI Semarang
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Fisika
Oleh
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
SEMARANG
2013
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELLIGENCE
TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA PADA KELAS IX SMP NEGERI
10 SEMARANG UNTUK MATERI LISTRIK STATIS
yang disusun oleh
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
telah disetujui dan siap untuk diujikan
Semarang, 15 Maret 2013
Pembimbing I Pembimbing II
Ernawati Saptaningrum, M.Pd Joko Saefan, M.Sc
NPP. 057901166 NPP. 088101211
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi berjudul
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELLIGENCE
TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA PADA KELAS IX SMP NEGERI
10 SEMARANG UNTUK MATERI LISTRIK STATIS
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada tanggal 20 November 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pendidikan
Panitia ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Nizaruddin, M.Si Dr. Ngurah Ayu N.M., M.Pd
NIP. 196803251994031004 NPP. 936901098
Anggota Penguji
1. Ernawati Saptaningrum, M.Pd (...........................)
NPP. 057901166
2. Joko Saefan, M.Sc (...........................)
NPP. 088101211
3. Didik Aryanto, M.Sc (............................)
NPP. 108301301
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Semarang, 20 November 2013
Roni Prasetyo Candrawan
iv
Persembahan
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat selesai
ditulis. Karya ini penulis persembahkan untuk:
1. Ibu, Sri Ratnawati, yang selalu berdoa untuk keberhasilan dan kesuksesan anak-
anaknya.
2. Bapak, Pratikto Mulyono, yang selalu sabar untuk keberhasilan dan kesuksesan
anak-anaknya.
3. Rico Prasetyo Kurniawan, kakak terhebat yang senantiasa memberi motivasi
hidup.
4. Ibu Ernawati Saptaningrum selaku pembimbing I dan Bapak Joko Saefan
selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik selama penulis menuntut ilmu di
IKIP PGRI Semarang.
6. Riska Lestari Hardiningtyas, kekasih terhebat yang senantiasa melengkapi
hidup.
7. Teman-teman jurusan Pendidikan Fisika kelas A dan kelas D angkatan 2009
yang senantiasa mewarnai hidup selama kuliah di IKIP PGRI Semarang.
8. Teman-teman PPL SMP Negeri 10 Semarang dan teman-teman KKN Meteseh
Tembalang Semarang yang memberi arti tentang kekompakan dan kesuksesan
dalam hidup.
9. Sahabat-sahabat kecil, Tito, Arya, Dhani, Rizky, Ardi, yang menemani perja-
lanan hidup selama ini.
10. Orang hebat, Anugrah Agung Widi Atmaja, yang menginspirasi untuk menjadi
yang terbaik dalam segala bidang.
11. Almamater IKIP PGRI Semarang.
12. Semua pembaca skripsi ini.
v
Motto
1. Allah berrman, "Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam
tentang al-quran dan al-sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari rman Allah)."
(QS. Al-Baqarah 2: 269)
2. Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah memegang bahuku lalu bersabda,
"Jadilah dirimu di dunia ini seperti orang asing atau musar." Ibnu Umar
menambahkan, "Jika kamu berada di sore hari janganlah menunggu pagi, dan
jika kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore. Ambillah sehatmu
untuk sakitmu dan hidupmu untuk matimu."
(HR. Bukhari)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melim-
pahkan rahmatNya sehingga tugas penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis
menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini karena adanya bimbingan dan bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Muhdi, S.H., M.Hum., selaku Rektor IKIP PGRI Semarang.
2. Drs. Nizaruddin, M.Si., selaku Dekan FPMIPA IKIP PGRI Semarang.
3. Dr. Ngurah Ayu NM., M.Pd., selaku Ketua Program studi Pendidikan Fisika
IKIP PGRI Semarang.
4. Ernawati Saptaningrum, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
5. Joko Saefan, M.Sc., selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan, petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP PGRI Semarang
yang telah memberikan bekal kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. H. Suparno, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 10 Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian.
8. Hj. Ruwiyatun, S.Pd., selaku guru sika kelas IX SMP Negeri 10 Semarang
yang telah memberikan waktu dan kerjasamanya selama penelitian.
9. Siswa kelas IX SMP Negeri 10 Semarang yang bersedia menjadi objek
penelitian.
10. Mahasiswa jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang angkatan 2009.
11. Semua pihak yang telah mendukung terselesaikanya skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
vii
viii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dalam penulisan
berikutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Alhamdulillahirabbilalamin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Semarang, November 2013
Penulis
INTISARI
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE
INTELLIGENCE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA
PADA KELAS IX SMP NEGERI 10 SEMARANG UNTUK
MATERI LISTRIK STATIS
Oleh
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
Penelitian kuantitatif eksperimen telah dilaksanakan di SMP Negeri 10 Se-
marang yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran multiple
intelligence terhadap hasil belajar siswa. Populasi dari penelitian ini adalah siswa
kelas IX SMP Negeri 10 Semarang. Hasil analisis dengan menggunakan uji t satu
pihak didapatkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen (IXB) adalah 74,8.
Nilai t
hitung
pada uji t satu pihak pada kelas eksperimen didapatkan sebesar
2,01 dengan t
tabel
sebesar 1,67. Dari hasil analisis diketahui bahwa model pembe-
lajaran multiple intelligence berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP
Negeri 10 Semarang pada materi listrik statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran multiple intelligence
di kelas eksperimen terlaksana dengan baik meskipun ada kendala pada pengelolaan
waktu.
Kata-kata kunci : hasil belajar, model pembelajaran multiple intelligence.
ix
ABSTRACT
THE EFFECT OF MULTIPLE INTELLIGENCE LEARNING
MODEL TOWARD LEARNING OUTCOME ON STATIC
ELECTRICITY AT THE THIRD GRADE STUDENT OF SMP
NEGERI 10 SEMARANG
By
Roni Prasetyo Candrawan
09330162
The experimental quantitative research have been done at SMP Negeri 10
Semarang that is held to know the effect of multiple intelligence learning model to
achievement of student learning results. Population of this research is students of
class IX SMP Negeri 10 Semarang. Results of analysis using the t test one parties,
found that the average value of experiment classes (IXB) are 74.8.
The value of t
count
from t test one part experimental classes are 2.01 with
the t
table
of 1,67. From the results of analysis that multiple intelligence learning
model effect on student learning results of class IX SMP Negeri 10 Semarang in
the material static electricity. The results showed that the learning process by using
multiple intelligence learning model in experimental class performing well despite
the constraints on time management.
Key words: learning results, multiple intelligence learning model.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR vii
INTISARI ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR TABEL xvi
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.5 Denisi Istilah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
II TELAAH PUSTAKA 6
2.1 Belajar dan Pembelajaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.2 Pembelajaran Fisika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.3 Hasil Belajar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
2.4 Model Pembelajaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.5 Model Pembelajaran Multiple Intelligence . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.6 Tinjauan Materi Listrik Statis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.6.1 Benda bermuatan listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.6.2 Membuat benda bermuatan listrik . . . . . . . . . . . . . . . 17
xi
xii
2.6.3 Sifat-sifat muatan listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
2.6.4 Hukum Coulomb . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.6.5 Kerangka berkir dan paradigma penelitian . . . . . . . . . . 24
2.6.6 Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
III METODE PENELITIAN 27
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.2 Subjek (Populasi dan Sampel) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.3 Teknik Sampling . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.4 Instrumen Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
3.4.1 Analisis perangkat tes . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
3.5 Variabel Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
3.6 Desain Eksperimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
3.7 Prosedur Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
3.8 Teknik Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
3.8.1 Metode tes . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
3.8.2 Metode dokumentasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
3.9 Analisis dan Interpretasi Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
3.9.1 Analisis data awal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
3.9.2 Analisis data akhir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
IV HASIL PENELITIAN 38
4.1 Tahap Persiapan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
4.2 Analisis Hasil Uji Coba . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
4.3 Analisis Data Awal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
4.4 Analisis Data Akhir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
V PEMBAHASAN 45
VI KESIMPULAN DAN SARAN 48
6.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
6.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
DAFTAR PUSTAKA 49
A Daftar Nama Siswa 52
xiii
B Silabus 56
C Soal Uji Coba 59
D Kunci Jawaban Soal Uji Coba 64
E Kisi-kisi Soal Uji Coba 71
F Hasil Tes Uji Coba 74
G Perhitungan Manual Validitas 78
H Perhitungan Manual Reliabilitas 85
I Perhitungan Manual Taraf Kesukaran 88
J Perhitungan Manual Daya Pembeda 92
K Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 100
L Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol 103
M Uji Normalitas Kelas Eksperimen 110
N Uji Normalitas Kelas Kontrol 114
O Uji Homogenitas 120
P Soal Evaluasi 123
Q Kunci Jawaban Soal Evaluasi 126
R Uji t 129
S Uji Gain 132
T Tabel Perhitungan 135
U Dokumentasi Kegiatan 138
V Surat Ijin Penelitian 141
xiv
W Rekapitulasi Bimbingan 146
DAFTAR GAMBAR
2.1 a) Benda netral; b) Benda bermuatan positif; dan c) Benda bermuatan
negatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
2.2 Perpindahan elektron dari kain wol ke penggaris . . . . . . . . . . . . 18
2.3 Penggaris bermuatan listrik menarik serpihan kertas . . . . . . . . . . 19
2.4 Batang kaca dan kain sutra sebelum dan setelah digosok . . . . . . . 19
2.5 a) Batang kaca tarik-menarik dengan sisir plastik, b) Batang ebonit
dan sisir plastik saling menolak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
2.6 Charles Augustin de Coulomb . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.7 a) Arah gaya Coulomb dua muatan listrik yang sejenis b) Arah gaya
Coulomb dua muatan yang tak sejenis . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.8 a) Arah garis gaya listrik muatan positif; b) Arah garis gaya listrik
muatan negatif; c) Hubungan garis gaya listrik antara muatan positif
dan negatif; . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
2.9 Kerangka berpikir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
2.10 Paradigma sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
5.1 Perbandingan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen dan kontrol . . 46
5.2 Perbandingan peningkatan nilai pretest dan posttest pada kelas eks-
perimen dan kelas kontrol . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
xv
DAFTAR TABEL
3.1 Kriteria validitas tes . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
3.2 Klasikasi indeks kesukaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
3.3 Kriteria reliabilitas tes . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
3.4 Rancangan eksperimen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
3.5 Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett . . . . . . . . . . . . . . . 34
3.6 Gain ternormalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
4.1 Data awal dari nilai ulangan harian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
4.2 Uji normalitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol . . . . . . . . 41
4.3 Uji homogenitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol . . . . . . . 42
4.4 Rentang nilai pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol . . . . 43
4.5 Rentang nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol . . . . 44
4.6 Hasil uji Gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol . . . . . . . . 44
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
menjelaskan bahwa sika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkem-
bangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Fisika merupakan
pengetahuan yang disusun berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran dan
eksperimen (Huda, 2013). Salah satu cara untuk mencapai keberhasilan dalam
pembelajaran sika adalah siswa memahami konsep dan mengetahui manfaat serta
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran sika, untuk menda-
patkan hasil maksimal, menghafal teori, denisi dan sejenisnya sangat diperlukan
dalam memahami materi dengan sungguh-sungguh. Peningkatkan hasil belajar
dan proses pembelajaran sika diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi kelas, karakter siswa dan materi sika. Model pembelajaran tersebut juga
harus dapat menampilkan hakekat sika sebagai proses ilmiah, sikap ilmiah serta
produk ilmiah.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan diterapkan model pembe-
lajaran yang kreatif dan aplikatif berdasarkan Multiple Intelligence (MI) dalam
aspek visual, logika dan interpersonal yang dimiliki siswa, agar siswa yang tidak
memiliki kecerdasan logis-matematis dapat ikut menikmati ilmu sika. MI pada
dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak, kecerdasan emotional dan
kecerdasan spiritual. Menurut Susanto (2005) kecerdasan merupakan kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan
masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. MI
memiliki 8 aspek kecerdasan, diantaranya kecerdasan dalam menggunakan kata-
kata atau linguistic intelligence, kecerdasan dalam menggunakan logika atau logical-
mathematical intelligence, kecerdasan dalam menggunakan gambar atau visual-
spatial intelligence, kecerdasan dalam bermusik atau musical intelligence, kecerdas-
an dalam memahami tubuh atau bodily-kinesthetic intelligence, kecerdasan dalam
memahami sesama atau interpersonal intelligence, kecerdasan dalam memahami
diri sendiri atau intrapersonal intelligence, kecerdasan dalam memahami alam atau
naturalist intelligence.
1
2
Berbagai aspek inteligensi yang telah dijelaskan, model pembelajaran MI
memilki prosedur yang terdiri dari empat tahap yang telah dikembangkan oleh
Richards C Jack (2001). Tahap pertama, membangkitkan inteligensi, yakni para
siswa aktif dan kreatif terhadap sifat objek dan peristiwa di lingkungan kelas mereka.
Tahap kedua, memperkuat inteligensi, yakni siswa memperkuat dan meningkatkan
kecerdasan pada objek dan peristiwa dengan cara memberikan bukti dalam suatu teori
mengenai sifat objek dan peristiwa yang telah dipelajari. Tahap ketiga, memantapkan
inteligensi, yakni kecerdasan yang berkaitan dengan hasil pembelajaran melalui
penarikan kesimpulan. Tahap keempat, menerapkan inteligensi, pada tahap ini
siswa mengaplikasikan pengalaman belajar dari tiga tahap sebelumnya pada sebuah
penerapan pembelajaran.
Model pembelajaran MI sangat efektif dalam menciptakan kreativitas dan
aktivitas siswa. Dari hasil penerapan model MI diperoleh kenyataan bahwa kese-
nangan siswa terhadap mata pelajaran sika meningkat. Melalui model ini pula
siswa minimal tidak lagi takut menghadapi pelajaran sika karena ternyata sika
dapat dipelajari dengan cara-cara yang menyenangkan sesuai dengan inteligensi yang
dimilikinya. Penelitian yang dilakukan oleh Khofah (2011) melalui penerapan
model kooperatif berbasis MI dapat meningkatkan hasil belajar materi listrik dinamis
pada siswa kelas X1 semester genap di SMA YATPI Grobogan dengan rata-rata kelas
dari 73,83 naik menjadi 84.
Pada materi listrik statis siswa akan dihadapkan dengan konsep-konsep ten-
tang partikel terkecil dari sebuah materi serta pergerakannya dalam ilmu sika. Pada
penjelasan materi yang akan disampaikan pada para siswa, guru akan menerapkan
beberapa aspek dari model pembelajaran MI yang disesuaikan dengan materi dan
inteligensi para siswa di kelas. Setelah guru melaksanakan proses pembelajaran
dengan menerapkan beberapa aspek dari model pembelajaran MI, penilaian akan
diambil melalui bentuk tes dengan harapan guru dapat mendapatkan hasil maksimal
dari hasil kerja siswa sesuai dengan inteligensi yang dimilikinya, karena setiap
siswa mempunyai tingkat kecerdasan dengan cara belajar yang berbeda. Hasil
utama yang dapat diperoleh, siswa dapat menemukan cara belajar yang tepat dan
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan inteligensi secara maksimal dalam
setiap pembelajaran.
Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses
gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf
kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi
3
tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis
akan sukses belajar di sekolah. Menurut teori MI bahwa setiap anak memiliki aneka
ragam kecerdasan, yaitu meliputi; linguistik, logika, musikal, visual atau spasial,
kinestetik, intrapersonal dan interpersonal (Jasmine, 2007). Model pembelajaran
MI adalah salah satu inovasi yang tepat dalam pembelajaran sika di SMP Negeri
10 Semarang melalui pendekatan kontekstual. Model pembelajaran MI diharapkan
dapat meningkatkan kecerdasan pada inteligensi yang dimiliki masing-masing siswa
sehingga hasil belajar sika semester gasal pada siswa kelas IX diperoleh hasil yang
maksimal.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Model Pembelajaran Multiple Intelligence Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Pada
Kelas IX SMP Negeri 10 Semarang Untuk Materi Listrik Statis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, permasalahan yang
akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh model pembelajaran
multiple intelligence terhadap hasil belajar IPA sika pada kelas IX SMP Negeri 10
Semarang untuk materi listrik statis tahun ajaran 2013/2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh model
pembelajaran multiple intelligence terhadap hasil belajar IPA Fisika pada kelas IX
SMP Negeri 10 Semarang untuk materi listrik statis tahun ajaran 2013/2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat. Hasil penelitian ini
memberi manfaat bagi siswa, guru maupun bidang pendidikan. Bagi siswa, siswa
dapat mengembangkan pemikirannya untuk menemukan konsep sendiri. Siswa pun
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sika. Sedangkan manfaat bagi guru, dapat
memberikan gambaran kepada para guru agar dalamhal memvariasikan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran MI. Disamping itu penelitian ini juga dapat
mengetahui secara tepat dan bertambah wawasan dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran. Guru juga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif
4
dan inovatif. Manfaat bagi lembaga pendidikan, memberikan sumbangan pemikiran
sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan khususnya kualitas belajar sika
dan dunia pendidikan pada umumnya.
1.5 Denisi Istilah
Untuk menyamakan persepsi atau pandangan mengenai pengertian dari judul
ini perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang (Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2008).
2. Hasil Belajar
Hasil Belajar adalah perubahan perilaku, yang diperoleh siswa setelah menga-
lami aktivitas belajar (Anni, 2004). Dalam hal ini hasil belajar yang dimaksud
adalah hasil belajar setelah mempelajari sub materi listrik statis dengan meng-
gunakan model pembelajaran MI.
3. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan pro-
sedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu (Trianto, 2007).
4. Multiple Intelligence
Teori MI atau inteligensi majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Gardner
(1983) seorang professor pendidikan dari Harvard University. MI pada dasar-
nya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak, kecerdasan emotional dan
kecerdasan spiritual.
5. Siswa kelas IX semester gasal SMP Negeri 10 Semarang
Merupakan objek penelitian dan lokasi dimana peneliti mengadakan penelitian
pada tahun ajaran 2013/2014.
5
6. Materi Listrik Statis
Listrik statis merupakan materi pembelajaran yang menjadi target peneliti
untuk mengaplikasikan model pembelajaran MI dalam penelitian. Listrik statis
menjelaskan tentang partikel terkecil dari sebuah materi dan pergerakannya.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mem-
peroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, karena itu sudah tentu tidak setiap
perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Sedangkan
pengertian pembelajaran (Darsono, 2000) yaitu: Secara umum, pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku
siswa berubah ke arah yang lebih baik. Sedangkan secara khusus, adalah:
1. Behavioristik
Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan
dengan menyediakan lingkungan.
2. Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang dipelajari.
3. Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran se-
demikian rupa, sehingga lebih mudah mengorganisir menjadi gestalt atau pola
bermakna.
4. Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih bahan
pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
6
7
Agar terjadi hubungan stimulus dan respon perlu latihan, setiap latihan yang
berhasil harus diberi hadiah. Hasil belajar siswa banyak dipengaruhi berbagai faktor,
baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal).
Faktor yang berasal dari diri sendiri meliputi, faktor jasmaniah, baik yang
bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca
indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat
tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang
membawa kelainan tingkah laku.
Faktor kematangan sik maupun psikis meliputi, faktor yang berasal dari
luar yaitu faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok. Faktor budaya, seperti adat
istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Faktor lingkungan sik, seperti
fasilitas rumah dan fasilitas belajar. Faktor lingkungan spiritual dan keagamaan.
2.2 Pembelajaran Fisika
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian
rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2000).
Tujuan pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai pe-
ngalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah baik kuantitas
maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
Menurut Piping Sugiharti (2005) dalam Jurnal Pendidikan berjudul "Penerap-
an Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika", Fisika sebagai salah satu
ilmu dalam bidang sains merupakan salah satu mata pelajaran yang biasanya dipela-
jari melalui pendekatan secara matematis sehingga seringkali ditakuti dan cenderung
tidak disukai siswa karena pada umumnya siswa yang memiliki kecerdasan logical
mathematical sajalah yang menikmati sika. Belajar sika bukan hanya sekedar
tahu matematika, tetapi lebih jauh siswa diharapkan mampu memahami konsep yang
terkandung di dalamnya, menuliskannya ke dalamparameter atau simbol-simbol sis,
memahami permasalahan serta menyelesaikannya secara matematis. Tidak jarang hal
inilah yang menyebabkan ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran ini menjadi
semakin besar.
8
Dalam pembelajaran sika hendaknya fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta
tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang
lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan
dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan atau
pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari
guru mereka.
Suatu proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan interaksi atau hu-
bungan timbal balik antara pengajar dengan siswa. Sehingga keberhasilan proses
belajar mengajar sangat bergantung pada siswa dan pengajar itu sendiri. Selain itu
faktor sarana dan prasarana yang menandai juga akan menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar.
2.3 Hasil Belajar
Aktivitas belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara
situasi stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum
dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut. Perubahan perilaku pada diri siswa itu
menunjukkan bahwa siswa telah melakukan aktivitas belajar.
Hasil belajar menurut Anni (2004) merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek per-
ubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh
karena itu, apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan
perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran,
perubahan perilaku yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas
belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan me-
lalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri
siswa, yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri siswa setelah me-
nyelesaiakan pengalaman belajar (Khofah, 2011). Perumusan tujuan pembelajaran
itu adalah hasil belajar yang diinginkan pada diri siswa, agak lebih rumit untuk
diamati dibandingkan dengan tujuan lainnya, karena tujuan pembelajaran tidak dapat
diukur secara langsung. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran tersebut diperlukan adanya pengamatan kinerja siswa sebelum dan
setelah pembelajaran berlangsung.
9
Menurut Khofah (2011) pentingnya perumusan tujuan dalam kegiatan pem-
belajaran ada beberapa alasan sebagai berikut:
1. Memberikan arah kegiatan pembelajaran. Dengan tujuan pembelajaran ini guru
akan mengarahkan pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang tepat.
2. Untuk mengetahui kegiatan belajar, perlu pemberian pembinaan pembelajaran
bagi siswa untuk remedial teaching. Melalui tujuan pembelajaran itu guru
akan mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan pembelajaran dan
siswa yang belum menguasai tujuan pembelajaran.
3. Sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan pembelajaran guru dapat mengko-
munikasikan tujuan pembelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat memper-
siapkan diri dalam mengikuti proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Rusman (2012)
antara lain:
1. Faktor Internal
a. Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi siologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam
keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut
dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.
b. Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis
yang berbeda, tentu hal ini turut mempengaruhi hasil belajar. Beberapa faktor
psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif dan
daya nalar siswa.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini
meliputi lingkungan sik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya,
suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang
kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda
pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan
ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
10
b. Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya
dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum,
sarana dan guru.
2.4 Model Pembelajaran
Model secara harah berarti "bentuk", dalam pemakaian secara umum model
merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang diperoleh
dari beberapa sistem. Menurut Suprijono (2009), model diartikan sebagai bentuk
representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau seke-
lompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
Pengertian menurut Trianto (2007), mengemukakan bahwa model pembela-
jaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Suprijono, 2009). Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu.
Widdiharto (2006) menyebutkan bahwa model pembelajaran mempunyai
empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu yaitu:
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya.
b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
11
Indrawati dan Wanwan (2009) mengidentikasi lima karakteristik suatu model
pembelajaran yang baik, yang meliputi berukut ini:
1. Prosedur ilmiah
Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur yang sistematik un-
tuk mengubah tingkah laku peserta didik atau memiliki sintaks yang merupakan
urutan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru-peserta didik.
2. Spesikasi hasil belajar yang direncanakan
Suatu model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara rinci meng-
enai penampilan peserta didik.
3. Spesekasi lingkungan belajar
Suatu model pembelajaran menyebutkan secara tegas kondisi lingkungan di
mana respon peserta didik diobservasi.
4. Kriteria penampilan
Suatu model pembelajaran merujuk pada kriteria penerimaan penampilan yang
diharapkan dari para peserta didik. Model pembelajaran merencanakan tingkah
laku yang diharapkan dari peserta didik yang dapat didemonstrasikan setelah
langkah-langkah mengajar tertentu.
5. Cara-cara pelaksanaannya
Semua model pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reak-
si peserta didik dan interaksinya dengan lingkungan.
Guru sebagai perancang pembelajaran harus mampu mendisain seperti apa
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Model pembelajaran merupakan desain
pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Melihat beberapa
ciri khusus dan karakteristik model pembelajaran tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa sebelum mengajar, guru harus menentukan model pembelajaran yang akan
digunakan. Dengan model pembelajaran, guru dapat melaksanakan proses pem-
belajaran sesuai dengan pola, tujuan, tingkah laku, lingkungan dan hasil belajar
yang direncanakan. Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan tepat sesuai
dengan mata pelajaran.
12
2.5 Model Pembelajaran Multiple Intelligence
Menurut Armstrong (2009) dalam bukunya "Kecerdasan Multiple di Dalam
Kelas" masing-masing anak memiliki Multiple Intelligence. Dalam buku tersebut
dikatakan ada 8 macam kecerdasan yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat
dimiliki oleh seorang anak, yaitu:
1. Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata atau linguistic intelligence.
2. Kecerdasan dalam menggunakan logika atau logical-mathematical intelligence.
3. Kecerdasan dalam menggunakan gambar atau visual-spatial intelligence.
4. Kecerdasan dalam bermusik atau musical intelligence.
5. Kecerdasan dalam memahami tubuh atau bodily-kinesthetic intelligence.
6. Kecerdasan dalam memahami sesama atau interpersonal intelligence.
7. Kecerdasan dalam memahami diri sendiri atau intrapersonal intelligence.
8. Kecerdasan dalam memahami alam atau naturalist intelligence.
Sesaat setelah perspektif yang lebih luas dan lebih pragmatis ini diambil,
konsep kecerdasan mulai kehilangan kesan menakutkan dan menjadi sebuah sebuah
konsep fungsional yang dapat dilihat bekerja di kehidupan manusia dalam berbagai
cara. Gardner menyediakan sarana untuk memetakan berbagai kemampuan yang
dimiliki manusia dengan mengelompokkan kemampuan-kemampuan mereka ke
dalam delapan kategori yang komprehensif atau kecerdasan berikut ini:
1. Linguistic Intelligence
Kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan (misalnya,
sebagai seorang orator, pendongeng, atau politisi) maupun tulisan (misalnya
sebagai penyair, penulis naskah drama, editor atau jurnalis). Kecerdasan
ini mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa,
fonolog atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dan dimensi pra-
gmatis atau kegunaan praktis dari bahasa. Beberapa manfaatnya termasuk
retorika (menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain melakukan ak-
si tertentu), mnemonik (menggunakan bahasa untuk mengingat informasi),
penjelasan (menggunakan bahasa untuk menginformasikan) dan metabahasa
(menggunakan bahasa untuk membicarakan tentang bahasa itu sendiri). Anak
dengan kecerdasan linguistik yang menonjol biasanya senang membaca, pandai
bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing,
mempunyai perbendaharaan kata yang baik. Kecerdasan dalam bidang ini
13
menuntut kemampuan anak untuk menyimpan berbagai informasi yang berarti
yang berkaitan dengan proses berpikirnya.
2. Logical Mathematical Intelligence
Kemampuan menggunakan angka secara efektif (misalnya, sebagai ahli ma-
tematika, akuntan pajak atau ahli statistik) dan untuk alasan yang baik (mi-
salnya, sebagai seorang ilmuwan, pemrogram komputer, atau ahli logika).
Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola-pola dan hubungan-hubungan
yang logis, pernyataan dan dalil (jika, maka, sebab, akibat), fungsi dan
abstraksi terkait lainnya. Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pelayanan
kecerdasan logis-matematis mencakup kategorisasi, klasikasi, kesimpulan,
generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis. Seseorang dengan logical-
mathematical intelligence yang tinggi biasanya memiliki ketertarikan terhadap
angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan matematika
dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka mem-
buat perkiraan, menerka jumlah, mudah mengingat angka serta skor-skor,
menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games
strategi.
3. Visual-Spatial Inteligence
Kemampuan untuk memahami dunia visual-spasial secara akurat (misalnya, se-
bagai pemburu, pramuka atau pemandu) dan melakukan perubahan-perubahan
pada persepsi tersebut (misalnya, sebagai dekorator interior, arsitek seniman
atau penemu). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis,
bentuk, ruang, dan hubungan-hubungan yang ada diantara unsur-unsur ini.
Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide
visual atau spasial secara gras, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam
sebuah matriks spasial. Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan
khayalan sehingga cenderung kreatif dan imaginatif.
4. Musical Intelligence
Kemampuan untuk merasakan (misalnya, sebagai penikmat musik), mem-
bedakan (misalnya, sebagai kritikus musik), menggubah (misalnya, sebagai
komposer), dan mengekspresikan (misalnya, sebagai seorang performer atau
pemain musik) bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan
terhadap ritme, nada, atau melodi, dan timbre atau warna nada dalam sepotong
14
musik. Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya
senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen
musik, mampu membaca not balok atau angka, mudah mengingat melodi atau
nada, mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda.
5. Bodily Kinesthetic Intelligence
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide-ide atau
perasaan-perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau pe-
nari) dan kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk menciptakan
atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai seorang perajin, pematung, mekanik
atau ahli bedah). Kecerdasan ini meliputi keterampilan sik tertentu seperti
koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, eksibilitas, dan kecepatan,
serta kapasitas-kapasitas proprioseptif, taktil, dan haptic. Anak yang memiliki
kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka bergerak dan aktif, mudah
dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan sik serta suka bergerak
sambil berpikir. Gerakan yang untuk membantunya mengingat berbagai hal,
mempunyai koordinasi serta kesadaran yang baik terhadap tempo dan senang
beristirahat.
6. Interpersonal Intelligence
Kemapuan untuk memahami dan membuat perbedaan-perbedaan dalam suasa-
na hati, maksud, motivasi, dan perasaan terhadap orang lain.hal ini dpat men-
cakup kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak tubuh; kemampuan
untuk membedakan berbagai jenis isyarat interpersonal, dan kemampuan untuk
merespon secara efektif isyarat-isyarat tersebut dalam beberapa cara pragma-
tis (misalnya, untuk mempengaruhi sekelompok orang agar mengikuti jalur
tertentu dari suatu tindakan). Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal
biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi dengan baik
dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya. Cerdas dalam me-
mahami sesama, mengamati sesama, mudah berteman, menawarkan bantuan
ketika seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok.
7. Intrapersonal Intelligence
Pengetahuan diri dari kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan
pengetahuan itu. Kecerdasan ini termasuk memiliki gambaran yang akurat
tentang diri sendiri (kekuatan dan keterbatasan seseorang), kesadaran terha-
dap suasana hati dan batin, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan,
15
serta kemampuan untuk mendisiplinkan diri, pemahaman diri dan harga diri.
Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan sangat senang
memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti. Seorang anak
yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya lebih su-
ka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih
sasaran-sasarannya sendiri, menjunjung tinggi kepercayaan-kepercayaannya
seandainya pun kepercayaannya itu tidak populer.
8. Naturalist Intelligence
Keahlian dalam mengenali dan mengklasikasikan berbagai spesies ora dan
fauna, dari sebuah lingkungan individu. Hal ini juga mencakup kepekaan ter-
hadap fenomena alam lainnya (misalnya, formasi-formasi awan, gunung, dan
lain-lainl) dan dalam kasus yang tumbuh di lingkungan perkotaan, kemampuan
untuk membedakan benda-benda mati seperti mobil, sepatu dan sampul CD.
Mampu memahami serta mengurus dirinya sendiri di situasi atau tempat yang
baru dan berbeda. Sangat memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Anak ini
biasanya senang mencari tahu tentang sesuatu kemudian mengelompokkannya
ke dalam kategori tertentu.
Dari berbagai penjelasan yang didapat dari buku inilah penulis memahami
bahwa anak-anak memiliki MI dimana kecerdasan dalam bidang angka atau logika
hanyalah merupakan sebagian kecil dari berbagai macam kecerdasan yang mungkin
dimiliki oleh seorang anak. Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa test IQ
bukanlah satu-satunya ukuran kecerdasan anak, karena test IQ hanya menekankan
pada kecerdasan logika matematika dan bahasa.
Dalam membantu siswa belajar, sangat baik bila siswa dibantu untuk mengerti
inteligensinya. Setelah itu, dia dibantu untuk menemukan cara belajar yang cocok
dengan inteligensinya. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar lebih senang.
Beberapa metode untuk mengerti inteligensi siswa antara lain dengan cara:
a. tes inteligensi ganda,
b. mengamati reaksi siswa waktu guru mengajar dengan berbagai inteligensi ganda,
c. mengamati gerak dan aktivitas siswa diluar kelas,
d. nilai rapor dan juga portofolio kegiatan siswa.
16
Dalam riset Gardner (1983), menemukan bahwa guru kebanyakan lebih suka
mengajar dengan metode yang sesuai dengan inteligensinya yang menonjol. Bila
guru itu menonjol dalam inteligensi matematis-logis, guru akan suka mengajar secara
skematis, rational, dan logis. Jika guru kuat dalam inteligensi linguistik, guru akan
banyak mengajar dengan cerita, menjelaskan dengan kalimat.
Yang menjadi persoalan terkadang inteligensi yang kuat pada guru tidak
sama dengan yang pada siswa. Maka cara yang digunakan guru tidak disukai
siswa. Untuk itu, karena tujuan guru adalah membantu siswa belajar, maka guru
perlu mengembangkan inteligensi yang sesuai dengan siswa, dan menggunakan cara
mengajar yang sesuai dengan inteligensi siswa.
Inteligensi siswa berbeda-beda, maka cara belajar pun dapat berbeda-beda dan
bervariasi. Maka penting bagi guru untuk memberikan kebebasan siswa untuk belajar
sika dengan berbagai cara. Siswa tidak diharuskan belajar sika dengan satu macam
cara. Hal ini akan menghambat siswa yang memiliki inteligensi kurang cocok dengan
proses pembelajaran. Evaluasi pun disesuaikan dengan inteligensi siswa. Misalnya,
bila siswa kuat dalam inteligensi interpersonal, evaluasi dapat disajikan dalam bentuk
wawancara.
2.6 Tinjauan Materi Listrik Statis
2.6.1 Benda bermuatan listrik
Benda tersusun oleh partikel-partikel zat. Partikel zat yang ukurannya paling
kecil dan tidak dapat dibagi-bagi lagi disebut atom. Dalam perkembangan ilmu
pengetahuan selanjutnya, atom ternyata masih dapat dibagi-bagi lagi. Tiap atom
tersusun dari inti atom dan elektron. Inti atom atau nukleus terdiri atas proton dan
neutron. Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasannya dan mendapat
gaya tarik inti atom. Partikel yang bermuatan negatif disebut elektron. Partikel yang
bermuatan positif disebut proton.
Gaya ikat inti terhadap elektron antara bahan satu dengan lain berbeda.
Karena sesuatu hal, elektron dapat lepas dari lintasannya dan berpindah ke atom
lain. Perpindahan elektron tersebut menyebabkan perubahan muatan suatu atom.
Berdasarkan hal itu atom dikelompokkan menjadi tiga yaitu bermuatan negatif,
bermuatan positif, dan netral. Atom dikatakan bermuatan negatif jika kelebihan
elektron, sedangkan atom dikatakan bermuatan positif, jika kekurangan elektron.
Adapun, yang dikatakan atom netral jika jumlah proton dan elektronnya sama.
17
Muatan listrik tidak dapat dilihat oleh mata tetapi efeknya dapat dirasakan
dan diamati gejalanya. Besar muatan listrik proton dan elektron adalah sama, tetapi
jenisnya yang berbeda. Muatan positif atau proton ditandai dengan + sedangkan
muatan negatif atau elektron ditandai - seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1: a) Benda netral; b) Benda bermuatan positif; dan c) Benda
bermuatan negatif
2.6.2 Membuat benda bermuatan listrik
Cara membuat benda bermuatan listrik
Ada tiga cara pembuatan benda bermuatan listrik, yaitu menggosok, induksi
dan konduksi. Penjelasan ketiga cara tersebut sebagai berikut:
1. Menggosok
Cara ini dapat dilakukan dengan menggosokkan dua benda dalam satu arah.
Cara ini disebut juga metode gesekan. Jenis muatan yang diperoleh dengan
metode gesekan, di antaranya:
a. Benda berbahan plastik bermuatan negatif jika digosokkan pada kain wol.
b. Benda berbahan ebonit bermuatan negatif jika digosokkan pada kain wol.
c. Benda berbahan kaca bermuatan negatif jika digosokkan pada kain sutra.
2. Induksi
Metode ini dilakukan untuk memisahkan muatan listrik di dalam suatu peng-
hantar dengan cara mendekatkan benda lain yang bermuatan listrik pada
penghantar tersebut. Dengan cara induksi, muatan listrik yang dihasilkan
akan berbeda jenis dengan muatan listrik pada benda yang digunakan untuk
menginduksi. Contohnya adalah pemisahan muatan listrik pada elektroskop
yang didekati oleh mistar plastik yang telah digosokkan pada kain wol. Pada
induksi ini, muatan listrik yang dihasilkan elektroskop adalah muatan positif
karena muatan listrik dari mistar plastik sebagai penghantar adalah muatan
negatif.
18
3. Konduksi
Penjelasan dalam metode ini, untuk menghasilkan muatan listrik, kedua benda
harus mengalami kontak langsung agar sejumlah elektron mengalir dari satu
benda ke benda yang lainnya. Bahan yang dapat mengalirkan sejumlah elektron
secara bebas pada bahan lain disebut konduktor. Berdasarkan kekuatannya,
bahan konduktor terbagi dua, yaitu konduktor baik dan konduktor kurang baik.
Bahan yang termasuk konduktor baik adalah logam, khususnya aluminium,
tembaga dan perak. Bahan yang termasuk konduktor kurang baik adalah air,
badan manusia dan tanah. Bahan yang tidak dapat mengalirkan elektron pada
bahan lain disebut isolator. Bahan yang termasuk isolator adalah karet, plastik
seperti PVC, politen dan perspek.
Pembuatan benda bermuatan listrik
Penggaris plastik yang semula dalam keadaan netral atau tidak bermuatan
listrik, sehingga tidak mampu menarik serpihan kertas kecil. Ketika penggaris
plastik digosok kain wol berarti memberikan energi kepada elektron untuk berpindah.
Perpindahan elektron terjadi pada kain wol menuju penggaris plastik. Penggaris
plastik akan bermuatan negatif karena mendapat sejumlah elektron dari kain wol.
Akibatnya penggaris plastik kelebihan elektron. Pindahnya elektron pada kain wol
mengakibatkan kain wol kekurangan elektron sehingga kain wol bermuatan positif.
Penggaris plastik yang telah bermuatan listrik dapat menarik serpihan kertas kecil
seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2: Perpindahan elektron dari kain wol ke penggaris
Benda bermuatan positif maupun negatif dapat menarik benda netral. Benda
yang bermuatan listrik berusaha memengaruhi muatan yang tidak sejenis pada benda
netral dan berupaya menarik ke arahnya. Akibatnya pada benda netral tersebut terjadi
pemisahan muatan seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
19
Gambar 2.3: Penggaris bermuatan listrik menarik serpihan kertas
Induksi atau pengaruh listrik ini dapat digunakan untuk membuat benda netral
menjadi bermuatan listrik. Benda bermuatan negatif jika didekatkan benda netral
akan menarik semua muatan positif benda netral ke salah satu ujung, akibatnya
ujung yang lain bermuatan negatif. Jika muatan negatif dihubungkan dengan bumi
kemudian diputus, benda netral tadi akan berubah menjadi benda bermuatan positif.
Kejadian yang sama terjadi pada batang kaca dan kain sutra yang mula-mula
merupakan dua benda netral. Jika batang kaca digosok dengan kain sutra, elektron-
elektron dari kaca akan berpindah menuju kain sutra. Kaca menjadi bermuatan
positif, karena kekurangan elektron. Kain sutra yang mendapat tambahan elektron
akan bermuatan negatif.
Jenis muatan yang dihasilkan bergantung jenis benda yang digosok dan jenis
benda yang digunakan untuk menggosok. Kain wol dapat bermuatan positif jika
digunakan untuk menggosok penggaris plastik. Namun, kain sutra dapat bermuatan
negatif jika digunakan untuk menggosok kaca. Kaca dan kain sutra mula-mula
termasuk benda netral. Jika batang kaca digosok dengan kain sutra, akan terjadi
perpindahan elektron dari kaca menuju kain sutra. Kaca akan kekurangan elektron
sehingga bermuatan positif seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4: Batang kaca dan kain sutra sebelum dan setelah digosok
20
2.6.3 Sifat-sifat muatan listrik
Benda yang telah digosok untuk menjadi benda bermuatan listrik tentu
mempunyai sifat-sifat muatan listrik tertentu. Muatan listrik yang sejenis, negatif
dengan negatif atau positif dengan positif, jika didekatkan akan saling tolak-menolak.
Muatan listrik yang tidak sejenis, negatif dengan positif, jika didekatkan akan saling
tarik-menarik.
Batang kaca yang didekati sisir plastik akan tarik-menarik. Hal ini terjadi
akibat gosokan dengan kain wol batang kaca bermuatan positif dan sisir plastik
akan bermuatan negatif. Dengan demikian, muatan yang tidak sama (positif-
negatif) apabila berdekatan akan saling menarik. Perbedaan terjadi pada ebonit
dan sisir plastik. Ebonit yang didekati sisir plastik akan tolak-menolak. Hal ini
disebabkan jenis muatan listrik yang dihasilkan akibat gosokan antara ebonit dan sisir
plastik sama, yaitu muatan negatif. Jadi, muatan yang sejenis (negatif-negatif) jika
berdekatan akan tolak-menolak.
Hal ini menunjukkan adanya gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak
antara muatan dari benda yang berbeda, yaitu kaca dengan sisir plastik dan ebonit
dengan sisir plastik. Gaya tarik-menarik atau gaya tolak-menolak antarmuatan dapat
terjadi pada benda yang sama, misalnya dua batang kaca. Jika kedua batang kaca
digosok dengan kain sutra dan didekatkan, akan tolak-menolak, karena kedua benda
bermuatan sejenis. Hal yang sama dapat terjadi pada dua penggaris plastik yang
digosok dengan kain wol seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5: a) Batang kaca tarik-menarik dengan sisir plastik, b) Batang
ebonit dan sisir plastik saling menolak
21
2.6.4 Hukum Coulomb
Gaya Coulomb
Gambar 2.6: Charles Augustin de Coulomb
Charles Augustin de Coulomb, yang dapat dilihat pada gambar 2.6, seorang
sikawan berkebangsaan Perancis, pada tahun 1785 pertama kali yang meneliti
hubungan gaya listrik dengan dua muatan dan jarak antara keduanya dengan menggu-
nakan sebuah neraca puntir. Untuk mengenang jasa Charles A. de Coulomb, namanya
digunakan untuk satuan internasional muatan listrik, yaitu coulomb (C).
Gaya tarik-menarik atau gaya tolak-menolak antara dua muatan listrik disebut
gaya Coulomb yang disimbolkan dengan F. Apabila dua muatan yang berdekat-
an jenis muatannya sama, maka gaya Coulomb (F) berupa gaya tolak-menolak.
Sebaliknya, dua muatan yang berdekatan jenis muatannya tak sama, maka gaya
Coulombnya berupa gaya tarik-menarik dengan terpisah pada jarak tertentu seperti
yang diilustrasikan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7: a) Arah gaya Coulomb dua muatan listrik yang sejenis b) Arah
gaya Coulomb dua muatan yang tak sejenis
22
Besar gaya Coulomb bergantung pada besar masing-masing muatan (Q
1
dan
Q
2
) serta kuadrat jarak antara dua muatan (r
2
).
Hukum Coulomb berbunyi: besar gaya (F) tolak-menolak atau gaya tarik-
menarik antara dua benda bermuatan listrik, berbanding lurus dengan besar masing-
masing muatan listrik (Q
1
dan Q
2
) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
antara kedua benda bermuatan (r
2
), dirumuskan menurut
F = k
Q
1
Q
2
r
2
, (2.1)
dengan k adalah konstanta pembanding yang besarnya 9 x 10
9
Nm
2
/C
2
.
Medan listrik
Medan listrik adalah area di sekitar benda bermuatan listrik yang masih
dipengaruhi oleh gaya listrik. Medan listrik digambarkan dengan garis-garis gaya
listrik. Garis gaya listrik pada muatan positif arahnya ke luar, sedangkan garis gaya
listrik pada muatan negatif arahnya ke dalam, serta hubungan garis gaya listrik antara
muatan positif dengan negatif seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8: a) Arah garis gaya listrik muatan positif; b) Arah garis gaya
listrik muatan negatif; c) Hubungan garis gaya listrik antara muatan positif
dan negatif;
23
Kuat medan listrik (E) bergantung pada kerapatan garis-garis gaya listrik.
Kuat medan listrik dipengaruhi oleh gaya (F) yang bekerja pada suatu muatan (Q),
dirumuskan menurut
E =
F
Q
. (2.2)
Potensial listrik
Dua benda yang jumlah muatannya berbeda apabila dihubungkan akan
terjadi perpindahan muatan listrik dari benda yang memiliki potensial listrik lebih
tinggi ke benda yang memiliki potensial listrik lebih rendah. Energi yang diperlukan
untuk memindahakan muatan listrik dari satu benda ke benda lain disebut energi
potensial listrik. Potensial listrik (V) adalah besar energi (W) yang diperlukan untuk
memindahakan muatan (Q) sebesar 1C, yang dirumuskan menurut
V =
W
Q
. (2.3)
24
2.6.5 Kerangka berkir dan paradigma penelitian
Model pembelajaran konvensional yang digunakan oleh guru belum me-
ningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik statis. Guru harus kreatif dalam
menggunakan model serta memilih media pembelajaran yang cocok untuk diterapkan
dalam kegiatan belajar mengajar. Usaha guru untuk mengatasi kesulitan siswa dalam
pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai
materi sehingga menunjang terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan
menarik bagi para siswa. Dalam penelitian ini peneliti memilih model pembelajaran
MI pada materi listrik statis.
Penyelesaian masalah melalui model MI ini mengarahkan siswa dalam me-
mahami suatu materi sesuai dengan inteligensinya sehingga dapat menyelesaikan
soal secara benar. Prosedur model pembelajaran MI terdiri dari empat tahap yang
telah dikembangkan oleh Richards C Jack (2001). Tahap pertama, membangkitkan
inteligensi, yakni para siswa aktif dan kreatif terhadap sifat objek dan peristiwa
di lingkungan kelas mereka. Tahap kedua, memperkuat inteligensi, yakni siswa
memperkuat dan meningkatkan kecerdasan pada objek dan peristiwa dengan cara
memberikan bukti dalam suatu teori mengenai sifat objek dan peristiwa yang
telah dipelajari. Tahap ketiga, memantapkan inteligensi, yakni kecerdasan yang
berkaitan dengan hasil pembelajaran melalui penarikan kesimpulan. Tahap keempat,
menerapkan inteligensi, pada tahap ini siswa mengaplikasikan pengalaman belajar
dari tiga tahap sebelumnya pada sebuah penerapan pembelajaran.
Pada data awal yang telah didapatkan oleh peneliti menunjukkan bahwa nilai
ulangan harian siswa pada materi listrik statis kurang untuk mencapai kompetensi ke-
tuntasan hasil belajar. Pretest diberikan sebelumkegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Model pembelajaran MI digunakan pada proses pembelajaran di kelas eksperimen,
sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Posttest
diberikan pada setelah kegiatan pembelajaran berakhir. Hasil belajar pada kelas
eksperimen dianalisis melalui pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran MI dan peningkatan pencapaian kompetensi hasil belajar pada materi
listrik statis. Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dibentuk bagan yang
dapat dilihat pada gambar 2.9.
25
Gambar 2.9: Kerangka berpikir
26
Gambar 2.10: Paradigma sederhana
Paradigma penelitian adalah pola hubungan antara variabel yang akan diteliti,
yang akan dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan
hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, serta teknik analisis statistik yang digunakan
(Sugiyono, 2006).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan bentuk paradigma sederhana, yaitu
paradigma yang terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. X adalah
variabel bebas, yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MI,
Y adalah variabel terikat, yaitu hasil belajar siswa, dan r adalah hubungan antara X
(model pembelajaran MI) dan Y (hasil belajar siswa) yang dapat dilihat pada gambar
2.10.
2.6.6 Hipotesis
Menurut Arikunto (2006) hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang
terkumpul.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini
adalah:
Ha: Ada pengaruh model pembelajaran multiple intelligence terhadap hasil belajar
IPA Fisika pada kelas IX SMP Negeri 10 Semarang untuk materi listrik statis.
Ho: Tidak ada pengaruh model pembelajaran multiple intelligence terhadap hasil
belajar IPA Fisika pada kelas IX SMP Negeri 10 Semarang untuk materi listrik statis.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 10 Semarang yang beralamat
di Jalan Menteri Supeno No. 1 Semarang. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan
pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014.
3.2 Subjek (Populasi dan Sampel)
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 10 Semarang yang
terdiri dari delapan kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 32 siswa.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan meng-
gunakan cara-cara tertentu (Sudjana, 2005). Sampel dalam penelitian ini
adalah siswa dari kelas eksperimen. Kelas eksperimen akan ditentukan dengan
menggunakan teknik sampling.
3.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
cluster random sampling. Dari tiga kelas yang ada di SMP Negeri 10 akan diambil
satu kelas sebagai kelas eksperimen. Kelas yang dipilih, akan digunakan sebagai
kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran MI dalam proses pembelajaran.
3.4 Instrumen Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian, peneliti menggunakan instrumen berupa tes.
Penyusunan instrumen penelitian meliputi:
1. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan mengadakan
pembatasan materi yang akan digunakan.
27
28
2. Menyusun kisi-kisi sebagai pedoman dalam membuat soal-soal instrumen
penelitian.
3. Memiliki bentuk instrumen penelitian yang akan diajukan.
4. Menentukan panjang instrumen yang akan diujikan untuk memperoleh hasil
belajar.
5. Uji instrumen peneliti meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran.
3.4.1 Analisis perangkat tes
Sebelum soal diteskan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, terlebih
dahulu diujicobakan pada kelas uji coba. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
validitas butir soal, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas.
Validitas butir soal
Validitas butir soal dengan menggunakan rumus korelasi product moment
angka kasar, yang dapat dilihat pada persamaan
r
xy
=
NXY (X)(Y )

[NX
2
(X)
2
][NY
2
(Y )
2
]
, (3.1)
dengan r
xy
adalah validitas tes, N adalah jumlah peserta tes, X adalah jumlah
skor butir soal, X
2
adalah jumlah kuadrat skor butir soal, Y adalah jumlah skor
total, Y
2
adalah jumlah kuadrat skor total dan XY adalah jumlah perkalian
skor butir soal dengan skor total (Arikunto 2, 2009). Hasil perhitungan kemudian
dikonsultasikan dengan kriteria pada tabel 3.1.
Tabel 3.1: Kriteria validitas tes
Koesien Kriteria
Antara 0,80 sampai 1,00 sangat tinggi
Antara 0,60 sampai 0,80 tinggi
Antara 0,40 sampai 0,60 cukup
Antara 0,20 sampai 0,40 rendah
Antara 0,00 sampai 0,20 sangat rendah
29
Taraf kesukaran
Indeks kesukaran soal menunjukkan taraf kesukaran soal yang dapat dilihat
pada persamaan 3.3. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00-1,00. Dalam istilah
evaluasi indeks kesukaran disimbolkan dengan P.
P =
B
JS
, (3.2)
dengan P adalah indeks kesukaran, B adalah banyaknya siswa yang menjawab soal
itu dengan betul, JS adalah jumlah seluruh siswa peserta tes (Arikunto 2, 2009) dan
klasikasi indeks kesukaran butir soal adalah seperti pada tabel 3.2.
Tabel 3.2: Klasikasi indeks kesukaran
Jumlah Persentase Kriteria
sampai dengan 27% soal mudah
28%72% soal sedang
73% ke atas soal sukar
Daya pembeda
Sebuah kelompok test dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pandai
atau kelompok atas dan kelompok bodoh atau kelompok bawah. Rumus pada
persamaan 3.4 untuk menentukan daya pembeda soal. Besarnya daya pembeda soal
0,00-1,00.
D =
B
A
J
A

B
B
J
B
= P
A
P
B
, (3.3)
dengan D adalah daya pembeda soal, B
A
adalah banyaknya kelompok atas yang
menjawab soal itu dengan bena, B
B
adalah banyaknya kelompok bawah yang
menjawab soal itu dengan benar, J
A
adalah banyaknya peserta kelompok atas, J
B
adalah banyaknya peserta kelompok bawah, P
A
adalah proporsi kelompok atas
yang menjawab benar, P
B
adalah proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
(Arikunto 2, 2009).
30
Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan t
tabel
dengan taraf signikan 5%.
Jika t
hitung
> t
tabel
dengan dk = n
1
+ n
2
2, maka soal tersebut mempunyai daya
pembeda yang signikan.
Reliabilitas tes
Rumus KR-20 digunakan untuk mencari reliabilitas yang dapat dilihat pada
persamaan
r
11
=
n
n 1
S
2
pq
S
2
, (3.4)
dengan r
1
1 adalah reliabilitas test, p adalah proporsi subjek yang menjawab item
dengan benar, q adalah proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p),
pq adalah jumlah hasil perkalian antara p dan q, n adalah banyaknya item, S adalah
standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians) (Arikunto 2, 2009).
Kemudian hasil perhitungan dikonsultasikan pada r product moment dengan
taraf signikan 5%, jika r
11
> r
tabel
, maka soal nomor tersebut dikatakan reliabel.
Tingkat reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3: Kriteria reliabilitas tes
Koesien Kriteria
Antara 0.801 - 1.00 sangat tinggi
Antara 0.601 - 0.800 tinggi
Antara 0.401 - 0.600 cukup
Antara 0.201 - 0.400 rendah
Antara 0.001 - 0.200 sangat rendah
3.5 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalampenelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.
1. Variabel bebas
Variabel bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel ini disebut
juga variabel penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran MI.
31
2. Variabel terikat
Variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi pada saat pelaksanaan
pembelajaran MI. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
siswa.
3.6 Desain Eksperimen
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan berbeda. Siswa
diberikan tes yang diperoleh dengan penerapan dan perlakuan tersebut, untuk meng-
etahui hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4: Rancangan eksperimen
Sampel Pretest Perlakuan Postest
Kel. Eksperimen T
1
X T
2
Kel. Kontrol T
1
Y T
2
Keterangan T
1
adalah pemberian tes awal atau pretest, T
2
adalah pemberian tes
akhir atau posttest, X adalah perlakuan 1 yang diberikan dengan menggunakan model
pembelajaran MI, dan Y adalah perlakuan 2 yang diberikan dengan pembelajaran
konvensional.
3.7 Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi menetapkan jadwal penelitian, menentukan sam-
pel penelitian, mempersiapakan materi, menyusun RPP, menyediakan perleng-
kapan untuk kelas eksperimen.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada masing-masing kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Kelas eksperimen dengan perlakuan diterapkannya model pembelajaran MI dan
kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Masing-masing kelas diberi
pretest untuk mengukur kesiapan siswa dan diberi posttest untuk mengukur
hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan model pembelajaran MI.
32
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2006) metode pengumpulan data adalah mengamati va-
riabel yang diteliti yang menggunakan metode tertentu, metode pengumpulan data
dalam penelitian ini terdiri dari metode tes dan metode dokumentasi.
3.8.1 Metode tes
Metode tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto,
2006). Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan hasil belajar
siswa. Tipe soal yang digunakan adalah pilihan ganda. Pretest dilakukan pada
awal pelajaran dan posttest dilakukan pada akhir pelajaran, dengan menggunakan
instrumen yang sama untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen.
3.8.2 Metode dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006). Dokumentasi digunakan
untuk mendapatkan data nama siswa, jumlah siswa penelitian dan dokumentasi
selama penelitian berlangsung untuk mengetahui situasi ketika pembelajaran di kelas
eksperimen.
3.9 Analisis dan Interpretasi Data
Analisis dalam penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang
merupakan tahap sampel dan tahap akhir yang merupakan tahap analisis data untuk
menguji hipotesis penelitian.
3.9.1 Analisis data awal
Uji normalitas
Pada uji normalitas digunakan untuk mengetahui data sampel yang diteliti
berditribusi normal atau tidak, dengan menggunakan uji Lilliefors pada langkah
sebagai berikut:
33
1. Hipotesis
Ho adalah Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Ha adalah Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2. Prosedur
(a) x
1
, x
2
, x
n
dijadikan bilangan baku z
1
, z
2
, z
n
dengan menggunakan
rumus:
z
i
=
x
i
x
S
, (3.5)
dengan Z
i
adalah bilangan baku, x
i
adalah data hasil sampel, x adalah
rata-rata sampel, dan S adalah simpangan baku sampel
S =

(x
i
x)
n 1
. (3.6)
(b) Data dari sampel tersebut diurutkan dari skor terendah ke skor tertinggi.
(c) Dengan data distribusi normal baku dihitung peluang F(Z
i
) = P(Z
Z
i
).
(d) Menghitung proporsi z
1
, z
2
, z
n
z
i
, jika proporsi ini dinyatakan oleh
S(z
i
), maka:
S(z
i
) =
z
1
, z
2
, z
n
z
i
N
. (3.7)
(e) Menghitung selisih F(z
i
) S(z
i
) dan menentukan harga mutlaknya.
(f) Ambil harga terbesar di antara harga-harga mutlaknya selisih tersebut,
harga terbesar ini dinamakan L
0
.
(g) Bandingkan L
0
dengan L
tabel
, pada taraf signikan 0,05.
3. Kesimpulan
(a) Jika L
0
< L
tabel
, maka H
0
diterima.
(b) Jika L
0
> L
tabel
, maka H
0
ditolak.
Catatan: L
tabel
diperoleh dari tabel Lilliefors (Sudjana, 2005).
34
Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang diteliti mempu-
nyai varian yang sama atau tidak, dengan menggunakan uji Bartlett. Masing-masing
sampel berukuran n
1
, n
2
, , n
k
dengan data Y
ij
(I = 1, 2, , k dan j =
1, 2, , n
k
), kemudian masuk dalam sebuah daftar seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.5: Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett
Sampel Dk
1
dk
S
2
i
logS
2
i
(dk)logS
2
i
1 n
1
1
1
n
1
1
S
2
1
logS
2
1
(n
1
1)logS
2
1
2 n
2
1
1
n
2
1
S
2
2
logS
2
2
(n
2
1)logS
2
2
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
k n
k
1
1
n
k
1
S
2
k
logS
2
k
(n
k
1)logS
2
k
jumlah n
k
1 (
1
n
k
1
) S
2
k
logS
2
k
(n
k
1)logS
2
k
Dari daftar di atas kita hitung harga-harga yang diperlukan.
1. Varians gabungan dari semua sampel
S
2
=
(n
i
1)S
2
i
(n
i
1)
. (3.8)
2. Harga satuan B dengan rumus :
B = (logS
2
)(n
i
1). (3.9)
3. Uji Bartlett ini menggunakan statistic Chi-kuadrat

2
= (ln10)(B (n
i
1)logS
2
). (3.10)
Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dari bilangan 10.
Harga
2
hitung
tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga
2
tabel
yang
mempunyai taraf signikan 5% dan derajat kebebasan (dk = k-1). Jika harga
2
hitung
lebih kecil dibandingkan dengan harga
2
tabel
dikatakan bahwa data populasi tersebut
adalah homogen (Sudjana, 2005).
35
3.9.2 Analisis data akhir
Uji t
Dasar penggunaan uji t karena data sampel yang diteliti dalam kondisi
normal dan homogen. Uji t ini digunakan untuk menguji ketuntasan dan beda nilai
rata-rata siswa.
Dilakukan uji:
1. H
0
:
1
=
2
2. H
a
:
1
>
2
Dalam hal ini,
1. H
0
:
1
=
2
; tidak ada pengaruh model pembelajaran multiple intelligence
terhadap hasil belajar siswa pada materi listrik statis.
2. H
a
:
1
>
2
; ada pengaruh model pembelajaran multiple intelligence terhadap
hasil belajar siswa pada materi listrik statis.
Uji perbedaan rata-rata dilakukan dengan menggunakan rumus:
t =

X
e


X
k
S

1
n
e
+
1
nk
, (3.11)
dengan
S
2
=
(n
e
1)S
2
e
+ (n
k
1)S
2
k
n
e
+n
k
2
(3.12)
S
2
e
=
n
e
X
e
(X
e
)
2
n
e(n
e
1)
(3.13)
S
2
k
=
n
k
X
k
(X
k
)
2
n
k(n
k
1)
. (3.14)
36

X
e
adalah rata-rata kelompok eksperimen,

X
k
adalah rata-rata kelompok
kontrol, n
e
adalah jumlah anggota kelompok eksperimen, n
k
adalah jumlah anggota
kelompok kontrol, S
2
e
adalah varian kelompok eksperimen, S
2
k
adalah varian kelom-
pok kontrol (Sudjana, 2005).
Derajat kebebasan untuk tabel distribusi t adalah (n
e
+n
k
2) dengan peluang
(1 ), taraf signikan (Sudjana, 2005). Dalam penelitian ini diambil taraf
signikan = 5%, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
1. H
0
diterima, jika t
hitung
< t
(1)(n
e
+n
k
2)tabel
, hal ini berarti tidak ada perbeda-
an nilai rata-rata posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
2. H
0
ditolak, jika t
hitung
> t
(1)(n
e
+n
k
2)tabel
, hal ini berarti ada perbedaan nilai
rata-rata posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Uji Gain
Uji gain digunakan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan
pemahaman atau penguasaan konsep siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Data gain merupakan data peningkatan prestasi belajar siswa sebelum diberi perlaku-
an dan setelah mendapat perlakuan dapat dihitung dengan menggunakan rumus gain
ternomalisasi (Wijayanti, 2012).
Uji gain didapatkan dari selisih skor posttest dan skor pretest. Uji gain secara
sistematis dapat dirumuskan,
< g >=
S
post
S
pre
100 S
pre
. (3.15)
Dengan S
pre
adalah skor pretest, S
post
adalah skor postest. Besar faktor < g >
dikategorikan seperti pada tabel 3.6
37
Tabel 3.6: Gain ternormalisasi
Besar gain ternormali-
sasi
Kriteria
g > 0,7 tinggi
0, 3 g 0, 7 sedang
g < 0,3 rendah
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Tahap Persiapan Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal dapat dilakukan
beberapa persiapan sebelum penelitian dilaksanakan, antara lain:
1. Mengumpulkan Informasi
Pengumpulan informasi yang berhubungan dengan objek penelitian sangat
dibutuhkan oleh peneliti.Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian antara
lain jumlah kelas, jumlah siswa dan nama siswa. Beberapa informasi tentang
kelas yang akan menjadi objek penelitian ini didapat dari guru mata pelajaran
sika di SMP Negeri 10 Semarang.
2. Menentukan populasi dan sampel penelitian
Populasi dalampenelitian ini adalah siswa kelas IXsemester ganjil SMP Negeri
10 Semarang tahun ajaran 2013/2014, yang terdiri dari 3 kelas. Masing-
masing kelas terdiri dari 32 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan
sampel dari populasi berdasarkan kelompok dengan proses acak. Pengambilan
sampel akan dipilih secara acak, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu
kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Multiple Intelligence (MI) adalah kelas IX
B. Kelas kontrol yaitu kelompok yang mendapatkan pembelajaran konvensio-
nal adalah kelas IX C.
4.2 Analisis Hasil Uji Coba
Soal tes uji coba yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 40 butir soal.
Soal diuji cobakan pada kelas uji coba yaitu kelas IX H. Tujuan diadakan uji coba
soal yaitu untuk mencari validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran
butir soal. Hasil perhitungan tes uji coba yang telah dilaksanakan sebagai berikut:
38
39
1. Validitas
Pengujian validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment
dengan angka kasar. Hasil tes uji coba dari 40 soal pilihan ganda adalah:
(a) Terdapat 27 soal yang dikategorikan valid, yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9,
10, 12, 13, 14, 16, 18, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39
dan 40.
(b) Terdapat 13 soal yang tidak valid, yaitu nomor 4, 7, 11, 15, 17, 19, 20, 21,
22, 26, 28, 31 dan 32. Tiga belas soal tersebut mempunyai r
xy
< r
tabel
.
2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas soal menggunakan rumus KR-20. Hasil perhitungan
diperoleh harga r
hitung
sebesar 0,863, sedangkan pada taraf signikan 5%
dengan N = 32 didapat harga r
tabel
sebesar 0,349. Jadi r
hitung
> r
tabel
, maka
dapat disimpulkan bahwa soal tersebut reliabel.
3. Daya pembeda
Berdasarkan perhitungan hasil tes uji coba yang telah dilakukan, dapat diklasi-
kasikan sebagai berikut:
(a) Terdapat 19 butir soal yang diklasikasikan cukup pada nomor 1, 2, 6, 7,
8, 11, 12, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 29, 30, 31, 37, 39 dan 40.
(b) Terdapat 11 butir soal yang diklasikasikan baik pada nomor 5, 9, 10, 14,
18, 25, 27, 33, 34, 35 dan 36.
(c) Terdapat 10 butir soal yang diklasikasikan jelek pada nomor 3, 4, 13, 17,
20, 21, 26, 28, 32 dan 38.
4. Tingkat kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran, memilki simbol TK. Berdasarkan perhitungan, soal uji coba dapat
diklasikasikan sebagai berikut:
40
(a) Terdapat 8 butir soal yang diklasikasikan mudah pada nomor 1, 2, 8, 10,
13, 17, 20 dan 25.
(b) Terdapat 29 butir soal yang diklasikasikan sedang pada nomor 3, 4, 5, 6,
7, 9, 11, 12, 14, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37,
38, 39 dan 40.
(c) Terdapat 3 butir soal yang diklasikasikan sukar pada nomor 16, 32 dan
33.
5. Menentukan instrumen penilaian
Setelah dilakukan tes uji coba terhadap instrumen yang dipakai dalam pene-
litian, setiap butir soal uji coba dipilih yang layak untuk digunakan sebagai
instrumen penilaian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes uji coba
yang terdiri dari 40 butir soal berupa pilihan ganda, dipilih 27 butir soal yang
layak digunakan sebagai tes untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol, yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10,
12, 13, 14, 16, 18, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan
40. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober-31 Oktober 2013 pada
kelas IX SMP Negeri 1 Semarang. Pada tanggal 22 Oktober 2013 digunakan
untuk melaksanakan uji coba instrumen di kelas IX H. Tanggal 23 Oktober-
31 Oktober 2013 digunakan untuk proses pembelajaran di kelas eksperimen
dan kontrol. Sebelum melaksanakan penelitian pada kelas eksperimen dan
kontrol, dari hasil ulangan harian dilakukan perhitungan analisis normalitas dan
homogenitas awal untuk mengetahui apakah kedua kelas berdistribusi normal
dan homogen atau tidak. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan pehitungan uji-t
untuk mengetahui adakah pengaruh model pembelajaran MI, serta dilakukan
uji Gain untuk mengetahui peningkatan nilai hasil belajar diantara kedua kelas
tersebut.
4.3 Analisis Data Awal
Data awal diperoleh dari nilai ulangan harian siswa kelas IX B dan IX C pada
materi listrik statis. Data awal diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
dilihat pada tabel 4.1
41
Tabel 4.1: Data awal dari nilai ulangan harian
Rentang
Nilai
Frekuensi pada
kelas eksperimen
Frekuensi pada
kelas kontrol
30 - 35 3 6
36 - 41 3 5
42 - 47 3 2
48 - 53 5 12
54 - 59 3 1
60 - 65 3 5
66 - 71 6 1
72 - 77 4 0
78 - 83 2 0
Sebelum menentukan kelas yang akan diambil untuk dilakukan penelitian,
maka perlu diadakan uji normalitas dan homogenitas. Hasil dari perhitungan uji
normalitas dan homogenitas sebagai berikut:
1. Uji normalitas
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors, pada taraf
signikan 5%. Penyajian dan perhitungan data selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.2 terlihat bahwa L
0
< L
tabel
pada taraf 5% dan N
1
= 32, dan N
2
=
32 untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
sampel dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal.
Tabel 4.2: Uji normalitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelompok N L
0
L
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 32 0.1111 0.1566 berdistribusi normal
Kontrol 32 0.0944 0.1566 berdistribusi normal
42
2. Uji homogenitas
Uji kesamaan dua varian pada uji homogenitas digunakan untuk mengetahui
kesamaan dari sampel. Uji yang digunakan adalah uji Bartlet. Hasil analisis
homogenitas diperoleh
2
hitung
= 3,126, untuk = 5% dengan dk = 1, didapat

2
tabel
=
2
0,95(2)
= 3,481. Karena
2
hitung
<
2
tabel
, yaitu 3,126 < 3,481, maka
kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau homogen. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3: Uji homogenitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelompok S
2

2
hitung

2
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 205,68 3,126 3,481 data homogen
Kontrol 112,71 3,126 3,481 data homogen
4.4 Analisis Data Akhir
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas hingga memenuhi syarat
untuk dilakukan penelitian, maka dilakukan penerapan model pembelajaran kepada
kedua kelas tersebut untuk dilakukan tes evaluasi. Hasil tes evaluasi diteliti untuk
menguji hipotesis H
o
dan H
a
untuk mengetahui adakah pengaruh pada penggunaan
model pembelajaran MI terhadap hasil belajar siswa. Analisis data akhir ini
menggunakan uji-t, selanjutnya dilakukan uji Gain untuk mengetahui peningkatan
nilai rata-rata antara kedua kelas tersebut.
Data akhir diperoleh dari nilai pretest dan posttest siswa. Data akhir dari nilai
pretest siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4.
Data akhir dari nilai posttest siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat pada tabel 4.5.
43
Tabel 4.4: Rentang nilai pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Rentang
Nilai
Frekuensi pada
kelas eksperimen
Frekuensi pada
kelas kontrol
27 - 32 1 2
33 - 38 3 6
39 - 44 5 5
45 - 50 2 5
51 - 56 6 8
57 - 62 2 2
63 - 68 5 3
69 - 74 6 1
75 - 80 1 0
81 - 86 1 0
1. Uji-t
Tujuan analisis evaluasi untuk membuktikan ada atau tidaknya pengaruh
penggunaan model pembelajaran MI terhadap hasil belajar siswa pada po-
kok bahasan listrik statis antara yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran MI dengan yang tanpa model tersebut. Untuk membuktikan
hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji beda dua rata-rata atau uji-t. Analisis
yang digunakan yaitu menggunakan uji-t pihak kanan karena kelas eksperimen
hasil rata-ratanya lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil rata-
rata posttest pada kelas eksperimen IX B sebesar 74,8 dan kelas kontrol IX C
sebesar 68,9. Varian pada kelas IX B sebesar 152,30 dan kelas IX C sebesar
124,54 dengan jumlah siswa masing-masing 32 siswa. Sehingga diperoleh
t
hitung
sebesar 2,01 > t
tabel
sebesar 1,67, dengan dk = 62 dan = 5%. Hal
ini membuktikan bahwa ada pengaruh pembelajaran menggunakan model MI
terhadap hasil belajar siswa.
2. Uji Gain
Untuk menguji hipotesis kedua digunakan data hasil belajar siswa pada materi
listrik statis dengan menggunakan uji Gain. Uji Gain hasil belajar siswa antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diperoleh melalui nilai pretest dan
posttest siswa. Hasil Uji Gain hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.6.
44
Tabel 4.5: Rentang nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Rentang
Nilai
Frekuensi pada
kelas eksperimen
Frekuensi pada
kelas kontrol
45 - 49 0 1
50 - 54 1 3
55 - 59 5 4
60 - 64 2 4
65 - 69 2 3
70 - 74 6 6
75 - 79 4 3
80 - 84 2 4
85 - 89 7 3
90 - 94 2 0
95 - 99 1 0
Hasil uji Gain menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen sama dengan kelas kontrol yaitu berkategori sedang. Dari kategori
tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil belajar pada kelas eksperimen
dengan gain ternormalisasinya sebesar 0,419 dan pada kelas kontrol sebesar
0,405.
Tabel 4.6: Hasil uji Gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Rata-rata Eksperimen Kontrol
Pretest 56,60 47,68
Posttest 74,79 68,89
Gain ternormalisasi 0,419 0,405
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimen pen-
didikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh penggunaan
model pembelajaran MI dalam aspek visual, logika dan interpersonal terhadap hasil
belajar siswa. Langkah awal sebelum melakukan penelitian di kelas eksperimen
dan kelas kontrol dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas terhadap populasi
dari hasil nilai ulangan harian siswa. Pengambilan sampel digunakan teknik cluster
random sampling, yaitu pengambilan sampel dari populasi berdasarkan kalompok
dengan proses pengacakan. Berdasarkan analisis data awal diperoleh hasil uji
normalitas menggunakan uji Lilliefors untuk kedua kelas dengan kriteria pengujian
yaitu jika L
0
< L
tabel
, maka data tersebut berdistribusi normal. Pada kelas eksperimen
L
0
= 0,1111 dan L
tabel
= 0,1566. Pada kelas kontrol L
0
= 0,0944 dan L
tabel
= 0,1566.
Kedua kelas memenuhi L
0
< L
tabel
, maka kedua kelas tersebut berdistribusi normal.
Selanjutnya kedua kelas diuji homogenitas menggunakan uji Bartlet.
Pada ananlisis data awal, uji homogenitas didasarkan pada ketentuan penguji-
an hipotesis homogenitas. Hasil analisis uji homogenitas diperoleh
2
hitung
= 3,12647,
untuk = 5% dengan dk = 1 didapat
2
tabel
=
2
0,95(2)
= 3,481. Karena
2
hitung
<

2
tabel
, yaitu 3,126 < 3,481, maka kedua kelompok mempunyai varians yang sama
atau homogen.
Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran MI terhadap hasil belajar
siswa dilakukan analisis tahap akhir berupa uji t pihak kanan dan perhitungan uji Gain
ternormalisasi. Hasil analisis data akhir pengujian hipotesis pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol menggunakan uji t pihak kanan didapatkan t hitung > t tabel. Hal
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh pembelajaran yang dilaksanakan di
kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap hasil belajar.
Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa hasil belajar kedua kelas tersebut
berbeda secara nyata. Hal ini terbukti dari hasil uji t dengan hasil t
hitung
= 2,01
dan t
tabel
= 1,67, sehingga t
hitung
> t
tabel
, maka berada di daerah penolakan H
0
dan
penerimaan H
a
. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang disebabkan oleh
pemberian perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh penggunaan model
pembelajaran MI terhadap hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa kelas IX B
yang menggunakan model pembelajaran MI, yaitu sebesar 74,8, sedangkan rata-rata
45
46
tes hasil belajar siswa kelas IX C dengan model pembelajaran konvensional, yaitu
sebesar 68,9. Perbandingan nilai posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat pada gambar 5.1. Hal ini menjelaskan bahwa kondisi kelas berasal dari
kondisi yang sama dan diberikan perlakuan, yaitu kelas eksperimen diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran MI, sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan
pembelajaran konvensional.
Gambar 5.1: Perbandingan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen dan kontrol
Perhitungan gain ternormalisasi terhadap kedua kelas untuk mengetahui besar-
nya peningkatan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berada pada
kategori sedang. Peningkatan hasil belajar tersebut menunjukkan bahwa pembelajar-
an yang telah dilaksanakan berpengaruh terhadap hasil belajar pada kelas eksperimen
yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran MI. Perhitungan uji
Gain ini diperoleh dari nilai pretest dan nilai posttest siswa. Peningkatan hasil belajar
pada uji Gain dapat dilihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2: Perbandingan peningkatan nilai pretest dan posttest pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol
47
Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, kelas eksperimen dan kelas
kontrol diuji dengan pretest. Soal yang digunakan adalah soal yang telah diujikan
pada kelas uji coba. Soal yang diujikan di kelas uji coba tersebut menghasilkan
validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Pretest pada kelas
eksperimen bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum diberi perlakuan
dengan model pembelajaran MI.
Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen dengan meng-
gunakan model pembelajaran MI berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pada pro-
ses pembelajaran, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Guru menjelaskan
materi listrik statis dengan ceramah dan demonstrasi. Siswa diberi kesempatan untuk
diskusi dan mengerjakan tugas sesuai inteligensi yang dimiliki siswa tersebut. Dalam
kerja kelompok, siswa mendapat bimbingan dari guru untuk menyelesaiakan tugas
serta mengembangkan inteligensi sesuai tugas yang dikerjakan dalam kelompok.
Hasil tugas yang telah dikerjakan dipresentasikan oleh siswa di depan kelas melalui
tanya jawab dengan siswa lain untuk mendapat penilaian dari guru. Selanjutnya,
siswa dapat mengaplikasikan materi yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-
hari.
Setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan, kelas eksperimen dan kelas
kontrol diuji dengan posttest. Pelaksanaan posttest pada kelas eksperimen bertujuan
untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan dengan model pembe-
lajaran MI. Hasil belajar tersebut dianalisis dengan uji t untuk membuktikan ada atau
tidak ada pengaruh model pembelajaran MI terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian yang telah dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran
MI memiliki kelebihan, yaitu siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan inteligensi yang dimiliki secara maksimal untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru pada materi listrik statis. Hasil belajar yang
diperoleh dapat meningkat dari sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan model
pembelajaran MI.
Pelaksanaan penelitian pada model pembelajaran MI juga memiliki kelemah-
an, yaitu peneliti kurang mengetahui kemampuan inteligensi siswa secara keseluruh-
an. Waktu yang digunakan untuk diskusi kelompok maupun presentasi hasil tugas di
depan kelas kurang berjalan dengan efektif dan esien.
Berdasarkan uraian dan analisis data di atas menunjukkan bahwa ada penga-
ruh model pembelajaran MI terhadap hasil belajar IPA sika pada siswa kelas IX
SMP Negeri 10 Semarang untuk materi listrik statis.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan uji t pihak kanan adalah model
pembelajaran multiple intelligence memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA
sika pada kelas IX SMP Negeri 10 Semarang untuk materi listrik statis. Data akhir
diperoleh rata-rata hasil tes kemampuan belajar siswa untuk kelas eksperimen 74,8.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t pihak kanan didapatkan t
hitung
= 2,01,
sedangkan t
tabel
= 1,67. Hal ini menunjukkan H
o
ditolak dan H
a
diterima, karena
t
hitung
> t
tabel
.
6.2 Saran
1. Sebelum menggunakan model pembelajaran MI di kelas, hendaknya guru
mengetahui kemampuan siswa secara keseluruhan, sehingga penggunakan mo-
del pembelajaran MI dapat berjalan dengan lancar sesuai tujuan pembelajaran.
2. Guru harus dapat mengelola kelas dengan baik dalam mengatur waktu yang
digunakan untuk diskusi kelompok maupun presentasi hasil tugas di depan
kelas, sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan esisen.
48
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Thomas. 2009. Kecerdasan Multipel di dalam Kelas. Jakarta: Indeks.
Anni, Tri Catharina. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas
Negeri Semarang.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto 2, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang
Press.
Gardner, Howard. 1983. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences.
Harvard University: Basic Books.
Huda, Miftachul. 2009. Pengaruh Multiple Intelligences Menggunakan Model Pem-
belajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok
Bahasan Listrik Dinamis Kelas X Di SMAN 1 Porong. Jurnal Inovasi Pendidikan
Fisika Vol.02 No.03 Tahun 2013.
Indrawati dan Wanwan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangk-
an. Jakarta: PPPPTK IPA.
Jasmine, Julia. 2007. Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk. Bandung:
Nuansa.
Khofah, Nurul. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Fisiska Melalui Model Pembela-
jaran Multiple Intelligence Pada Siswa Kelas XI Semester Genap di SMA YATPI
Godong Grobogan Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi tidak dipublikasikan. IKIP
PGRI Semarang.
Richards C Jack dan Rodgers S Theodore. 2001. Approaches and Methods in
Language Teaching, 2nd Edition. Cambridge University Press.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta.
49
50
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiharti, Piping. 2005. Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Fisika. Jurnal Pendidikan Penabur, Tahun IV, Nomor 5, Desember 2005.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Susanto, Handy. 2005. Menerapkan Multiple Intelligence dalam Sistem Pembelajar-
an. Jurnal Pendidikan Penabur. No.04/Th.IV/Juli 2005.
Sutrisno. 2005. Revolusi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Diva Press.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Repu-
blik Indonesia.
Wariyono, Sukis. 2008. Panduan Belajar IPA Terpadu Untuk Kelas IX SMP/MTs.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Widdiharto. 2006. Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG
Matematika.
Wijayanti. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Children Learning In Science
(CLIS) Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Pema-
haman Pada Pembelajaran TIK. Bandung: UPI.
51
.
LAMPIRAN A
Daftar Nama Siswa
52
53
.
54
.
55
.
LAMPIRAN B
Silabus
56
57
.
58
.
LAMPIRAN C
Soal Uji Coba
59
60
.
61
.
62
.
63
.
LAMPIRAN D
Kunci Jawaban Soal Uji Coba
64
65
.
66
.
67
.
68
.
69
.
70
.
LAMPIRAN E
Kisi-kisi Soal Uji Coba
71
72
.
73
.
LAMPIRAN F
Hasil Tes Uji Coba
74
75
.
76
.
77
.
LAMPIRAN G
Perhitungan Manual Validitas
78
79
.
80
.
81
.
82
.
83
.
84
.
LAMPIRAN H
Perhitungan Manual Reliabilitas
85
86
.
87
.
LAMPIRAN I
Perhitungan Manual Taraf Kesukaran
88
89
.
90
.
91
.
LAMPIRAN J
Perhitungan Manual Daya Pembeda
92
93
.
94
.
95
.
96
.
97
.
98
.
99
.
LAMPIRAN K
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
100
101
.
102
.
LAMPIRAN L
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
103
104
.
105
.
106
.
107
.
108
.
109
.
LAMPIRAN M
Uji Normalitas Kelas Eksperimen
110
111
.
112
.
113
.
LAMPIRAN N
Uji Normalitas Kelas Kontrol
114
115
.
116
.
117
.
118
.
119
.
LAMPIRAN O
Uji Homogenitas
120
121
.
122
.
LAMPIRAN P
Soal Evaluasi
123
124
.
125
.
LAMPIRAN Q
Kunci Jawaban Soal Evaluasi
126
127
.
128
.
LAMPIRAN R
Uji t
129
130
.
131
.
LAMPIRAN S
Uji Gain
132
133
.
134
.
LAMPIRAN T
Tabel Perhitungan
135
136
.
137
.
LAMPIRAN U
Dokumentasi Kegiatan
138
139
.
140
.
LAMPIRAN V
Surat Ijin Penelitian
141
142
.
143
.
144
.
145
.
LAMPIRAN W
Rekapitulasi Bimbingan
146
147
.
148
.

Anda mungkin juga menyukai