Anda di halaman 1dari 10

A.

PENGERTIAN RADIKAL BEBAS


Istilah radikal sering digunakan dalam bidang kimia untuk menyebut senyawa bermuatan
seperti radikal karbonat ( CO32- ) , radikal nitrat ( NO3-), dan radikal metil ( CH3-). Senyawa yang
dimaksud di sini bukan senyawa senyawa tersebut. Radikal bebas yang ditulis dengan simbol
R* adalah suatu atom, molekul atau senyawa yang dapat berdiri sendiri, mempunyai elektron
satu atau lebih yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.
Adanya satu atau lebih electron yang tidak berpasangan menyebabkan R*
berkecenderungan mencari electron untuk menjadi pasangan ( mencapai duplet atau octet ) untuk
mencapai kondisi stabil dengan mengambil pasangan electron senyawa lain atau ditarik pada
medan tertentu. Hal tersebut menyebabkan R* reaktif terhadap senyawa yang lain. R* dapat
berbentuk dari senyawa non radikal melalui reaksi redoks ( menerima atau melepaskan electron
), melalui absorpsi radiasi ( ionisasi, UV ) atau jika ikatan kovalen dalam suatu senyawa pecah (
homolitic fusion ) atau karena adanya reaksi Fenton. Berikut cara cara pembentukan radikal
bebas ( R* ) yang banyak diketahui.
1. Reaksi Fenton ( redoks )
Fe 2+ + H2O2 komplek perantara Fe3+ + OH* + OHCu+ + H2O2 Cu2+ + OH* + OH
2. Reaksi Fusi
a. Fusi homolitik
A : B A* + B*
H2O OH*+ H*
b. Fusi heterolitik
A : B A*- + B +
H2O OH- + H+
3. Reaksi Absorpsi Energi
O2 1 elektron O*2- ( reduksi )
O2 2 elektron
H2O2 ( reduksi, dengan pemahaman 2 H+, atau protonasi dari O22- )
H2O2 energi
2 OH*
OH* adalah radikal bebas hidroksil, suatu radikal yang paling reaktif atau paling berbahaya.
Banyak orang beranggapan bahwa R* hanya merugikan tubuh semata, pendapat ini tidak
tepat, karena R* juga berperan penting dalam proses proses biokimiawi yang diperlukan tubuh.
Proses proses itu seperti reaksi oksidasi ( metabolisme ) suatu zat yang melibatkan sitokrom
P450, pengaturan kontraksi otot polos, dan proses fagositosis. Banyak sekali jenis R* yang sudah
diteliti, seperti radikal oksigen atau superoksid ( O2*-), radikal hidroksil ( OH* ), radikal alkoksil
( RO* ), radikal peroksil ( ROO* ) serta radikal bebas derivate H2O2 ( peroksida ).
B. SUMBER RADIKAL BEBAS DALAM TUBUH MANUSIA
Radikal bebas yang ada dalam tubuh manusia dapat bersumber dari internal atau
eksternal. Kelebihan R* atau adanya tekanan dari R* sering disebut stress oksidatif yang dapat
berdampak buruk pada tubuh.
1. Sumber Internal
a. Proses transpor electron di mitokondria

Komplek sitokrom oksidase mereduksi O2 secara simultan dengan 4 elektron dalam proses
produksi ATP tanpa menghasilkan radikal bebas sebagai produk antara. Namun 1 5 % dari
oksigen yang digunakan akan mengalami kebocoran dari proses ini dan mengalami reduksi
bertingkat yang menghasilkan O*2- atau bahkan OH*. Namun dalam kondisi normal R* yang
terbentuk hanya sedikit dan dapat ditangakap atau dinetralkan oleh antioksidan yang ada dalam
tubuh atau dimetabolisme menjadi inaktif.
Xenobiotik secara dramatis dapat meningkatkan produksi R * jika mereka dapat masuk ke dalam
mitokondria dan berinteraksi dengan satu atau beberapa step dalam transport electron. Misalnya
xenobiotik dalam transport electron yang sangat komplek dapat mengakibatkan terjadinya aliran
electron. Sebagai akibatnya, terutama jika zat-zat yang masuk ke dalam mitokondria adalah
electron aseptor zat ini akan mengalihkan aliran electron dan mengakibatkan peningkatan jumlah
R*. Contoh obat yang bersifat demikian adalah doksorubisin, suatu antibiotika untuk obat
antikanker.
b. Proses fagositosis
Proses fagositosis melibatkan sel-sel neutrofil, eosinofil, dan basofil (polimorfonuklear),
monosit, dan makropage. Proses tersebut dapat menghasilkan radikal superoksid (O2*-), radikal
hidroksil (OH*), dan peroksida. Peroksida bukan radikal bebas, tetapi merupakan sumber radikal
bebas hidroksil (OH*) yang efektif.
c. Oksidasi hemoglobin (Hb)
Diperkirakan 3% dari Hb yang terdapat pada sel darah merah mengalami oksidasi menjadi
oksihemoglobin. Oksihemoglobin secara lambat akan melepaskan O2*- dalam jumlah yang
bermakna. Kondisi ini menyebabkan tubuh perlu antioksidan untuk melindungi sel darah merah.
d. Enzim yang menggunakan O2 secara berlebihan
Ada sekitar 10-15% oksigen yang diambil saat bernafas digunakan oleh enzim-enzim seperti
oksidase, oksigenase, dan sitokrom P450. Penggunaan secara berlebihan O2 oleh enzim-enzim di
atas akan menghasilkan O2*-, sebagai hasil sampingnya.
e. Reaksi dismutasi
Pada system biologi yang menghasilkan O2*- juga akan menghasilkan H2O2 (peroksida), melalui
reaksi yang disebut dismutasi.
O2*- + O2*- 2H+ H2O2 + O2
Reaksi dismutasi ini dapat terjadi pada pH fisiologis dan dipercepat 104 - 109 kali dengan adanya
enzim superoksid dismutase (SOD). Peroksida merupakan derivat oksigen yang bersifat oksidan
dan dapat menembus membrane sel dengan cepat.
f. Reaksi fenton
Dalam tubuh manusia terdapat logam seperti besi (Fe2+) dan kuprum (Cu+) baik dalam bentuk
bebas atau terikat. Dalam tubuh, unsur besi dapat berasal dari garam-garam besi pada terapi
anemia, makanan atau yang dilepas dari hemoglobin. Jumlah zat besi dalam tubuh seluruhnya
dapat mencapai 4,5 g dengan turn over di plasma per hari 35 mg. logam Cu+ pada tubuh orang

2.

a.

1)

2)

dewasa dapat mencapai 80 mg yang terikat pada albumin dan histidin. Walaupun Cu+ dalam
tubuh keberadaannya terikat , tetapi masih dapat bereaksi dengan H2O2untuk membentuk radikal
OH*. Ilmuwan jepang dan Israel telah membuktikan bahwa ikatan Cu+ dengan unsur lain, seperti
Cu+- DNA, Cu+-virus, Cu+-protein (albumin) merupakan tempat sasaran toksik jika terpapar
H2O2 ini membuktikan bahwa di tempat tersebut dapat terbentuk OH- yang bersifat merusak
membran.
Reaksi fenton yang menghasilkan OH* dapat terjadi jika suatu logam bereaksi/teroksidasi
dengan adanya H2O2 dengan persamaan sebagai berikut :
Fe2+ +H2O2 Fe3+ + OH * + OHK= 76 L / mol detik
Cu+ + H2O2 Cu2+ + OH* + OH K= 4,7. 103 L / mol detik
Atau secara umum dapat ditulis
Mn+n (logam) + H2O2 Mn (n+1) + OH* + OHJika konsentrasi yang sama antara H2O2 dengan Fe2+ dan Cu+bereaksi, pembentukan OH* hasil
reaksi antara H2O2 dengan Cu+ akan lebih cepat 68,8 kali jika dibandingkan H2O2 bereaksi
dengan Fe2+ (lihat nilai konstanta kecepatan reaksi diatas).
Kecepatan reaksi tersebut di atas jika diaplikasikan pada hepar yang mempunyai konsentrasi
Fe2+ sekitar 10-6 mol/L (1 um/L) dan misalnya terpapar H2O2 dengan konsentrasi yang sama,
maka akan terbentuk OH* yang fantastis dalam setiap selnya.
R= K [ H2O2 ] x [Fe2+]
= 76 x 10-6 x 10-6 = 7,6 . 10-11 mol /L detik.
Nilai di atas kelihatannya kecil, tetapi perlu di ingat bahwa dalam 1 mol zat terdapat 6.023 x
1023 molekul. Oleh karena itu OH* yang terbentuk adalah 7,6 . 10-11 x 6.023 x 1023 molekul/L
detik = 4,58 . 1023 molekul/L detik (luar biasa bukan). Jika volume sel hepar antara 10 -12 - 1011
liter, berarti terbentuk 46-458 radikal OH* per sel tiap detiknya.
Sumber eksternal
Radikal bebas dari luar tubuh masuk ke tubuh terjadi secara sengaja atau tidak sengaja,
seperti dari polutan, rokok atau obat-obat tertentu.
Ozon (polutan)
Ozon adalah gas biru muda yang berperan penting dalam melindungi bumi dari radiasi atmosfir
bagian atas. Jumlah yang signifikan dapat terjadi di atmosfir bawah di perkotaan sebagai hasil
reaksi fotokimia komplek yang melibatkan zat polutan dan sinar matahari. Zat polutan tersebut
adalah : ozon, hidrokarbon, dan nitrogen oksida. Ozon yang terbentuk dengan adanya sinar UV
dapat membentuk radikan OH*. Reaksi-reaksi pembentukan radikal OH* melalui ozon dapat
disederhanakan sebagai berikut :
2 NO + O2 2 NO2 + energi radiasi NO + O
O + O2 O3 (ozon)
NO + O3 NO2 + O2
O2 energi
2O
O2 + O O3 (ozon)

b.

c.

d.

e.

H+
O3 + UV( energi )
+ OH *
Nitrogen oksida (NOx)
Selain ozon, NOX juga merupakan oksidator yang cukup kuat yang dapat menyebabkan
peroksidasi lipid. Polutan NOX dapat berasal dari asap rokok dan hasil pembakaran kendaraan
bermotor. Hal ini menyebabkan udara di perkotaan mengandung NOX yang lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan.
Sulfur dioksida ( SO2 )
Zat ini dapat merupakan hasil dari pembakaran minyak yang mengandung sulfur atau dari
pembakaran batu bara. SO2 larut dalam air membentuk ion sulfite dan sulfat yang bersifat asam.
SO2 + H2O H2SO3 H+ + HSO-3 H+ + SO32Ion SO32- dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan menstimulasi reaksi yang melibatkan radikal
bebas.
Peroksida ( H2O2 )
Adanya peroksida akan memacu terjadinya reaksi fenton di lingkungan yang menghasilkan
radikal OH*. Radikal OH* dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Reaksi fenton sering
disebut juga reaksi Haber-Weiss.
Fe2+ + H2O2 Fe2+ + OH * + OHFe2+ + komplek + O-2 Fe2+ kompleks + O2
Fe2+ + kompleks + H2O2 OH* + OH- + Fe2+
metal
O2- + H2O2
O2 + OH* + OHCu2+ + O2Cu2+ + O2
Cu+ + H2O2
Cu2+ + OH* + OHO2- + H2O2 metal O2 + OH* + OHFusi hemolisis H2O2
Fusi hemolisis dapat terjadi di lingkungan sebagaimana di tulis di bawah ini, yaitu :
H2O2 energi 2OH*

C. Dampak stress oksidatif


Stress oksidatif dapat terjadi jika di dalam tubuh banyak terdapat radikal bebas
(berlebihan) yang tidak dapat diimbangi dengan antioksidan yang ada. Kondisi stress oksidatif
yang ringan mungkin masih dapat ditolerir oleh peningkatan antioksidan enzimatik (dari dalam
tubuh) atau penambahan antioksidan (non enzimatik), dari luar tubuh. Radikal bebas yang tidak
dinetralisir dapat menimbulkan kerusakan pada sel atau komponen sel dan telah diyakini sebagai
penyebab timbulnya berbagai penyakit. Penyakit-penyakit itu adalah : kanker, diabetes mellitus
(DM), aterosklerosis, ulcus peptikum, Alzheimer, rematik, paru menahun, dan beberapa penyakit
degenerative.
Penelitian menunjukkan bahwa populasi yang banyak terpapar radikal bebas mempunyai
resiko yang lebih tinggi terkena penyakit-penyakit di atas. Penyakit tersebut di atas timbul karena
reaksi antara antara radikal bebas dengan komponen-komponen sel, seperti enzim, lipid, DNA

dan karbohidrat. Yang juga perlu diketahui bahwa, adanya stress oksidatif tidak hanya
menyebabkan kerusakan jaringan tetapi keterlibatan oksidan (R*) dalam transduksi signal dan
regulasi ekspresi gen dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti infeksi, kanker, penuaan,
rematoid arthritis, Parkinson, dan alzheimer.

Stress Oksidatif
Langsung
Kerusakan sel

Tidak langsung
Signal tranduksion
Regulasi Gen
Infeksi
Kanker
Penuaan
Rematoid arthritis
AIDS
Parkinson
Alzheimer

Gambar Peran Stress Oksidatif dalam Menginduksi Timbulnya Penyakit


1. Reaksi dengan enzim
Radikal bebas bersifat oksidator yang dapat mengoksidasi enzim yang mempunyai gugus
thiol (-SH) dan enzim lain seperti glyceraldehide-3-phosphat dihidrogenase suatu enzim untuk
reaksi glikolisis (pemecahan gula). Sel yang terpapar radikal bebas pada kadar tertentu tidak

a.
b.
c.

2.

mampu memetabolisme glukosa untuk menghasilkan ATP. Kekurangan ATP dapat


menyebabkan kematian.
Stress oksidatif juga dapat menyebabkan oksidasi pada protein seluler, terutama oksidasi pada
rantai samping asam amino. Oksidasi ini akan menyebabkan terbentuknya cross-links dan
terpragmentasi akibat dari oksidasi peptide. Asam amino yang mengandung sulfur, sistein, dan
metionin paling rentan terhadap proses oksidasi dan jika teroksidasi akan terbentuk ikatan
disulfide dan sulfoksida. Selain itu, asam amino aromatic juga peka terhadap serangan reaktif
oksigen spesies (ROS).
Salah satu contoh protein yang sering mendapatkan stress oksidatif atau serangan dari radikal
bebas adalah protein darah yang disebut hemoglobin, menyebabkan terganggunya fungsi darah.
Eritrosit (Hb) rentan terhadap stress oksidatif karena berbagai alas an :
Adanya konsentrasi O2 yang tinggi (Hb-O2). Konsentrasinya sekitar 25 mM, sedangkan
konsentrasi O2 pada tubuh lain kurang dari 0,2 mM.
Kebanyakan xenobiotik terdistribusi pada sel darah merah dalam konsentrasi yang tinggi.
Usia sel darah merah yang panjang atau dengan dengan waktu paruh sekitar 120 hari.
Sel darah merah tidak mempunyai nucleus dan reticulum endoplasma, maka mereka tidak dapat
mengganti protein yang telah teroksidasi dengan mensintesis protein yang baru, maka akan
mudah menimbulkan kerusakan.
Reaksi dengan DNA atau Asam nukleat
Radikal bebas bereaksi dengan DNA atau asam nukleat berakibat kerusakan yang dapat
memacu timbulnya kanker. Ini telah dibuktikan melalui penelitian yang menggunakan bakteri,
binatang dan kultur tanaman. Selain itu, adanya oksidator atau peroksida dalam tubuh dapat
meningkatkan kadar Ca++ bebas intraseluler yang dapat menstimulasi enzim protease dalam
memecah metaloprotein. Pemecahan ini menyebabkan ketersediaan zat besi (Fe2+) bebas
sehingga memacu terjadinya reaksi fenton, menghasilkan radikal OH- yang sangat berbahaya.
ROS dalam tubuh terbentuk setiap saat oleh Karena itu juga memerlukan antioksidan secara
terus-menerus baik untuk mengikat ROS atau untuk proses repair. Diperkirakan setiap harinya
(teoritis) , DNA mendapatkan serangan (pukulan) dari ROS sebanyak 1,5 x 105kali atau dapat
mencapai 1019 pukulan per individu. Salah satu marker untuk mendeteksi adanya kerusakan
DNA adalah dengan mengukur adanya 8-hidroksi deoksiguanosin (8-OH-G). zat ini merupakan
hasil reaksi oksidasi basa purin penyusun DNA (guanin) dengan radikal hidroksil (OH*).
Oksidasi pada basa purin mempunyai konsekwensi yang besar. Pada kondisi normal, guanin
akan berikatan dengan sitosin melalui 3 ikatan hydrogen, sedangkan bentuk teroksidasi (8-OHG) berikatan dengan adenine melalui 2 ikatan hydrogen. Jika kesalahan ini tidak dapat
diperbaiki, kesalahan pasangan ini akan menyebabkan kesalahan sintesis DNA berikutnya.
kesalahan sintesis DNA yang berlanjut dapat menyebabkan mutasi yang pada akhirnya
merangsang timbulnya tumor.

3. Reaksi dengan lipid

Membrane sel merupakan lipid bi layer yang tersusun dari asam lemak dengan protein
tertanan atau tersebar secara mosaic. Agar berfungsi dnegan baik, membrane sel harus fluid
(penyusun bergerak bebas). Fluiditas membrane sel sangat tergantung oleh PUFA (poly
unsaturated fatty acid).
PUFA mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu yang menyebabkan rentan terhadap serangan
radikal bebas. Reaksi PUFA dengan radikal bebas akan mengalami peroksidasi dan terbentuk
radikal bebas baru yang lain. Prinsip reaksi radikal bebas dengan senyawa lain adalah, jika
senyawa radikal bebas bereaksi dengan senyawa non radikal akan menghasilkan senyawa radikal
bebas baru yang reaktifitasnya lebih rendah atau lebih tinggi. Inilah sebabnya, mengapa pada
reaksi antara radikal bebas dengan PUFA dapat terjadi reaksi berantai.
CH2 C - CH2 OH + OH* - CH2 - C*- CH2 O- + H2O
(reaksi inisiasi atau abstraksi H+)
Atom C* (C radikal ) dalam PUFA akan bereaksi dengan O2 yang terlarut dalam membran,
terbentuk radikal peroksil.
Lipid radikal (R*) +O2 ROO* (peroksil) oksigen up take
Radikal peroksil sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan PUFA disekitarnya
sebagaimana reaksi pada inisiasi, reaksi ini disebut propagasi.
ROO* + Lipid-H ROOH + R* (lipid radikal baru)
(hidroperoksi lipid)
Reaksi di atas akan berulang sehingga terjadi reaksi berantai. Karena ROOH lebih
hidrofilik dibandingkan dengan asam lemak, maka zat ini cenderung bermigrasi ke permukaan
membran sel, (ingat struktur lipid bi layer, bagian /sisi luarnya lebih polar). ROOH mudah
mengalami dekomposisi menghasilkan antara lain malonil dialdehid (MDA), 4-hidroksinoneal
(4-HE), dan senyawa aldehid lain yang bersifat merusak membrane sel.
4. Reaksi dengan karbohidrat
Radikal OH* dapat bereaksi dengan karbohidrat yang terdapat pada struktur DNA. DNA
adalah polimer yang tersusun dari basa purin atau purimidin, fosfat dan gula ribose. Reaksi
radikal bebas dengan gula menghasilkan bemacam-macam senyawa yang bersifat mutagenik.
D. ANTIOKSIDAN
Antuioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress oksidatif pada
molekul target. Antioksidan melindungi molekul target antara lain dengan cara :
Menangkap radikal bebas dengan menggunakan protein atau enzim (sebagai katalis) atau
bereaksi langsung.
Mengurangi pembentukan radikal bebas dengan merubahnya menjadi radikal bebas yang
kurang aktif atau merubahnya menjadi senyawa non radikal (SOD, GSH-Px/glutation
peroksidasi, katalase).
Mengikat ion logam yang dapat menyebabkan timbulnya reaksi fenton yang menghasilkan
radikal bebas (seruloplasmin, transferin).

1.
a.

b.

c.

Melindungi komponen sel utama yang menjadi sasaran radikal bebas (Vitamin E dan C, sebagai
donor electron).
Memperbaiki target organ dari radikal bebas yang telah rusak.
Menggantikan sel yang rusak dengan sel baru (protease, fosfokinase).
Dengan demikian antioksidan merupakan senyawa yang sangat luas dan banyak. Antioksidan
digolongkan menjadi antioksidan enzimatik (intraseluler) dan non enzimatik (ekstraseluler).
Antioksidan enzimatik
termasuk golongan ini adalah SOD,GSH-Px dan katalase.
SOD
Ada tiga jenis SOD yang diketahui, dua diantaranya terdapat pada manusia, yaitu CuZnSOD dan
MnSOD, sedangkan Fe-SOD tidak terdapat pada manusia. CuZnSOD terdapat di reticulum
endoplasma,nucleus, dan peroksisom sedangkan Mn-SOD terdapat di mitokondria. Logam
Cu+ sebagai katalisator sedangkan Zn++ diperlukan sebagai stabilisator enzim. Fungsi SOD untuk
mempercepat dismutasi O2*-. Dan menjaga keseimbangan antara jumlah O2*- dan pembentukan
H2O2.
Jika SOD terlalu banyak, H2O2 yang terbentuk dapat terlalu cepat dibandingkan peruraiannya
oleh katalase ataun peroksidase akibatnya potensial menghasilkan radikal OH*, begitu juga kalau
kekurangan. Kekurangan SOD akan terjadi akumulasi O2*- yang dapat mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+, adanya ion ini akan memacu reaksi fenton.
GSH-Px
Glutation peroksidase mengoksidasi substratnya (GSH) melalui H2O2 menjadi GSSH (glutation
teroksidasi).
H2O2 + 2 GSH GSH-Px GSSG + 2H2O
GSH-Px mempunyai aktivitas yang tinggi di hepar, aktivitas sedang di jantung, paru-paru, dan
otak sedangkan aktivitas rendah di otot. Akumulasi GSSH dapat bersifat toksik karena dapat
menginaktivasi sejumlah enzim, dan dapat berikatan dengan protein membentuk protein disulfit
(protein-S-S-G). pada sel normal, ratio GSH/GSSG harus dijaga tetap tinggi, untuk itu harus ada
mekanisme reduksi GSSG kembali ke GSH. Perubahan ini memerlukan katalisator enzim
glutation reduktase melalui rekasi sebagai berikut :
GSSG + NADPH + H+ 2 GSH + NADP+
Katalase
Katalase merupakan suatu enzim yang besar, mengandung 4 protein sub unit, yang masing
masing mempunyai haem Fe3+. Katalase berada diperoksisom pada hampir semua jaringan
mamalia. Namun di otot jantung kemungkinan juga terdapat pada mitokondria.
Semua sel aerobik mempunyai aktifitas katalase di eritrosit dan sel hepar. Enzim ini
mengkatalisis peruraian peroksida menjadi air dan oksigen.
2H2O2 katalase 2 H2O + O2
Peran ini sangat penting karena H2O2 sangat berbahaya bagi kehidupan sel, baik dalam
bentuknya atau setelah mengalami perubahan menjadi radikal OH*. Katalase mempunyai

kapasitas yang sangat besar menguraikan H2O2permolekul enzim tiap menitnya. Tetapi karena
afinitasnya yang rendah terhadap H2O2 , maka hanya akan bekerja kalau konsentrasi H2O2 cukup
tinggi.
2. Antioksidan Non Enzimatik atau Ektraseluler
Banyak sekali jenis antioksidan ektraseluler, antara lain : vitamin E, vitamin C, beta
karoten, glutation, ceruloplasmin, albumin, asam urat, dan selenium. Cairan ekstraseluler (
plasma darah, limpa, paru paru, otak, dan persendian ) mempunyai antioksidan yang bersifat
polar dan non polar untuk melindungi komponennya. Antioksidan yang sangat penting adalah
vitamin C dan E. Vitamin C untuk melindungi bagian yang polar dan vitamin E untuk
melindungi bagian yang non polar. Berikut pembahasan kedua antioksidan non enzimatik
tersebut.
a. Vitamin C
Vitamin C dalam cairan ektraseluler sangat baik berperan sebagai scavenger terhadap beberapa
radikal bebas, seperti : O2*-, radikal thiil ( SH*), OH*, dan meregulasi radikal bebas melalui
perannya sebagai donor electron. Hilangnya 1 elektron dari vitamin C menyebabkan
terbentuknya semidihidroaskorbat yang akan teroksidasi menjadi dihidroaskorbat. Oleh enzim
dehidroaskorbat reduktase, bentuk teroksidasi dari vitamian C ( dehidroaskorbat) kembali
kebentuk aslinya ( tereduksi ), yaitu asam askorbat.

b. Vitamin E
Vitamin E merupakan antioksidan non polar yang sangat penting untuk menghambat
pertoksidasi lipid. Penghambat peroksidasi lipid terjadi karena kemampuan vitamin E bereaksi
dengan radikal peroksil dan alkoksil ( ROO* dan RO* ) lebih cepat dibandingkan reaksi radikal
tersebut dengan PUFA. Melalui pemberian 1 ion H+ dari vitamin E terhadap ROO* dan RO*
terjadi hambatan peroksidasi lipid ( reaksi berantai ). Dengan alas an ini, vitamin E sering
disebut sebagai chain breaking antioksidant.
ROO* + Vit E ROOH + radikal Vit E
RO* + Vit E ROH + radikal Vit E
Radikal vitamin E tidak cukup reaktif untuk mengabtraksi ( menarik ) ion H+ dari PUFA,
sehingga akan menghentikan reaksi berantai. Electron yang tidak berpasangan pada radikal
vitamin E akan mengalami delokalisasi pada struktur aromatiknya dan meningkatkan
stabilitasnya. Dalam tubuh ada mekanisme untuk meregenerasi radikal vitamin E menjadi
vitamin E lagi yang melibatkan peran vitamin C.

Anda mungkin juga menyukai