LANDASAN TEORI
2.1
Fungsi
2.1.1 Definisi dan Notasi Fungsi
Menurut Bertrand Russell (1967), fungsi didefinisikan sebagai pemetaan
yang menghubungkan dua himpunan yang terpisah, yakni daerah asal (domain) dan
daerah hasil (range). Lebih jauh lagi John Nolt (1997) menambahkan bahwa suatu
ekspresi / persamaan dapat dikatakan sebagai fungsi hanya jika persamaan tersebut
memiliki suatu hasil unik bagi setiap elemen dalam domain-nya.
Fungsi berbeda dengan relasi. Pada relasi hasil pemetaan dari suatu elemen
dalam domain dapat memiliki lebih dari satu hasil, sedangkan pada fungsi setiap
pemetaan hanya memiliki satu hasil.
Fungsi
Relasi
elemen
anggota
Himpunan
memiliki
hasil
yang
berbeda
a, b A, f ( a ) f (b) .
b. Fungsi Surjektif
Fungsi f : A B disebut fungsi surjektif / kepada / onto jika untuk setiap
elemen anggota Himpunan B merupakan hasil pemetaan dari paling tidak satu
elemen anggota Himpunan A.
c. Fungsi Bijektif
Fungsi f : A B disebut fungsi bijektif jika untuk setiap elemen Himpunan B
merupakan hasil pemetaan dari tepat satu elemen Himpunan A. Dengan kata lain,
fungsi bijektif memiliki sifat injektif sekaligus surjektif.
Injektif
Surjektif
Bijektif
2.2
0
0
1
2
3
4
1
1
2
3
4
0
2
2
3
4
0
1
3
3
4
0
1
2
4
4
0
1
2
3
>baris0
>baris1
>baris2
>baris3
>baris4
>baris5
10
Perlu diperhatikan bahwa dalam membahas sistem aljabar arti dari suatu
simbol operasi didefinisikan oleh pengguna. Sebagai contoh simbol + di atas
belum tentu berarti penjumlahan seperti yang lazim digunakan dalam operasi
aritmatika biasa, namun dapat juga berarti perkalian, pengurangan, dan lain-lain
sesuai definisi yang diberikan pengguna untuk simbol operasi tersebut.
Dalam sistem aljabar, hasil suatu operasi biner antara dua elemen a dengan b
(a+b) belum tentu sama dengan b+a. Untuk menghindari kesalahan pembacaan,
perlu dilakukan penyamaan persepsi mengenai cara pembacaan tabel Cayley. Dalam
skripsi ini digunakan cara pembacaan yang lazim digunakan, yakni elemen pada
baris mewakili elemen pertama dan elemen pada kolom mewakili elemen kedua.
Sebagai contoh, 0 pada baris ke-3 tabel Cayley di halaman sebelumnya merupakan
hasil operasi dari 2*3 = 0.
Tabel Cayley banyak digunakan dalam studi mengenai struktur aljabar
karena penyusunannya dapat menggambarkan sifat-sifat dari Grup. Sebagai contoh,
dapat ditentukan bahwa operasi penjumlahan modulo 5 dari himpunan 0, 1, 2, 3, dan
4 pada halaman sebelumnya merupakan Grup Abelian dengan melihat bahwa hasil
produk operasi pada tabel Cayley saling simetris terhadap sumbu diagonal tabel.
2.2.3 Sifat-Sifat Operasi Aljabar
Operasi biner pada sistem aljabar memiliki sifat-sifat yang digunakan untuk
mengklasifikasikan sistem tersebut, seperti dijelaskan E. H. Connell (2004) yakni :
A. Tertutup
Misalkan (A,) adalah sistem aljabar. Operasi disebut operasi yang tertutup jika
hasil operasi 2 elemen sembarang dalam A juga merupakan elemen yang tunggal
dari A sendiri.
11
(a, b A) ab A tertutup
B. Asosiatif
Misalkan adalah operasi biner pada himpunan A. Operasi disebut operasi
asosiatif jika untuk setiap a, b, c A berlaku (ab)c = a(bc).
(a, b A) ab = ba komutatif
D. Memiliki Elemen Identitas
Misalkan (A,) adalah suatu sistem aljabar dengan merupakan oprasi biner
pada A. Suatu elemen e1 A disebut identitas kiri jika untuk semua elemen a A
berlaku e1a = a. Sedangkan suatu elemen e2 A disebut identitas kanan jika untuk
semua elemen a A berlaku ae2 = a. Jika suatu elemen e A merupakan identitas
kiri dan sekaligus identitas kanan, maka e disebut elemen identitas. Dalam simbol
matematika :
(a A) e1a = a
(a A) ae2 = a
12
antara kedua elemen identitas e1e2 akan memberikan hasil antara e1 atau e2. Sesuai
sifat elemen identitas ea = ae = a, hasil operasi suatu elemen identitas dengan
elemen sembarang lainnya adalah elemen pasangannya dan bukan elemen identitas
itu sendiri. Oleh karena itu hanya ada 1 elemen identitas yang mungkin terdapat
dalam suatu himpunan.
E. Memiliki Invers
Misalkan (A,) adalah suatu sistem aljabar dengan elemen identitas e dan
elemen a A.
Suatu elemen b A disebut invers kiri a jika ba = e.
Suatu elemen c A disebut invers kanan a jika ac = e.
Jika ada suatu anggota A yang merupakan invers kiri sekaligus invers kanan elemen
a, maka anggota tersebut disebut invers a (simbol a-1).
a-1a = aa-1 = e a-1 A adalah invers dari a
F. Distributif
Misalkan (A,, ) adalah suatu sistem aljabar dengan dua buah operasi biner
dan . Operasi dikatakan bersifat distributif terhadap operasi apabila untuk
setiap a, b, c A berlaku a (bc) = (a b) (a c). Contohnya pada operasi
perkalian terhadap penjumlahan biasa : a (b + c ) = ( a b) + ( a c ) .
13
Semigrup bila
memenuhi kondisi-kondisi :
1. merupakan operasi tertutup
2. merupakan operasi asosiatif
Contoh :
A adalah himpunan bilangan-bilangan bulat genap positif = {2, 4, 6, ...}, dengan
adalah operasi penjumlahan biasa.
Pembuktian sifat-sifat :
1. Tertutup
A adalah himpunan bilangan genap positif, oleh karenanya setiap
elemen dalam A memenuhi sifat bilangan bulat, yaitu 2n (n>0, n bilangan
bulat positif).
Hasil penjumlahan antar elemen dalam A yang dilakukan operasi
juga akan membentuk pola bilangan genap positif 2m (m>0, m bilangan bulat
positif).
Terbukti merupakan operasi tertutup.
2. Asosiatif
Himpunan A merupakan bagian dari himpunan bilangan bulat. Pada
himpunan bilangan bulat operasi penjumlahan biasa akan memberikan hasil
14
B. Monoid
Misalkan (A,) adalah suatu sistem aljabar. (A,) disebut
Monoid bila
memenuhi kondisi-kondisi :
1. (A,) merupakan Semigrup
2. (A,) memiliki elemen identitas
Contoh :
A adalah himpunan atlit dari suatu klub basket tertentu dengan tinggi yang
bervarisi, dan didefinisikan sebagai :
15
Pembuktian sifat-sifat :
1. Tertutup
Definisi operasi menunjukkan bahwa jangkauan hasil dari suatu operasi
ab pasti berkisar antara a atau b tergantung kondisi yang dipenuhi.
Terbukti merupakan operasi tertutup.
2. Asosiatif
Baik (ab)c maupun a(bc).akan memberikan hasil yang sama, yakni
elemen dengan tinggi yang lebih besar.
Terbukti merupakan operasi asosiatif.
3. Elemen identitas
Jika diambil suatu elemen e dalam himpunan A, yakni atlit yang paling
pendek, maka tiap operasi e dengan elemen sembarang manapun dari A (ea
atau ae) akan menghasilkan nilai a karena mereka memiliki tinggi yang
lebih dari e. Oleh karena e merupakan identitas kiri dan identitas kanan dari
(A,) maka atlit paling pendek (e) merupakan elemen identitas dari (A,).
Terbukti (A,) memiliki elemen identitas gabungan e
4. Invers
Karena e merupakan atlit paling pendek, maka tidak ada operasi yang dapat
menghasilkan nilai e. Oleh karena itu (A,) tidak memiliki invers.
(A,) memenuhi sifat tertutup, asosiatif, dan memiliki elemen identitas. Maka
(A,) merupakan Monoid.
16
C. Grup
Misal (A,) adalah suatu sistem aljabar. (A,) disebut Grup bila memenuhi
kondisi-kondisi :
1. (A,) merupakan Monoid
2. Setiap elemen dalam A memiliki invers
Contoh :
A adalah himpunan bilangan bulat = {..., -2, -1, 0, 1, 2, ...}, dengan adalah
operasi penjumlahan biasa.
Pembuktian sifat-sifat :
1. Tertutup
Hasil operasi penjumlahan biasa dari sembarang elemen dalam himpunan
bilangan bulat juga akan menghasilkan suatu bilangan bulat tertentu.
Terbukti merupakan operasi tertutup.
2. Asosiatif
Dalam himpunan bilangan bulat, hasil dari suatu operasi penjumlahan biasa
akan sama meskipun urutan pengerjaannya berbeda (ab)c = a(bc).
Terbukti bersifat asosiatif.
3. Elemen identitas
Dalam himpunan bilangan bulat terdapat suatu elemen, yakni 0, yang jika
dilakukan operasi penjumlahan biasa dengan elemen sembarang lainnya
dalam himpunan A akan memberikan hasil berupa elemen itu sendiri, 0a =
a dan a0 = a. Oleh karena 0 merupakan identitas kiri dan identitas kanan
dari (A,), maka 0 merupakan elemen identitas dari (A,).
Terbukti (A,) memiliki elemen identitas gabungan; e = 0
17
4. Invers
Jika a dan b merupakan elemen sembarang dalam himpunan A, maka ab =
0 dan ba = 0 jika b merupakan nilai negatif dari a. Karena b merupakan
invers kanan dan invers kiri dari a, maka b disebut sebagai invers a. Setiap
elemen sembarang selain elemen identitas (0) dalam himpunan bilangan bulat
A memiliki pasangan inversnya (-1 dengan 1, -2 dengan 2, dan seterusnya).
Terbukti (A,) memiliki invers.
(A,) memenuhi sifat tertutup, asosiatif, memiliki elemen identitas, dan
memiliki invers. Maka (A,) merupakan Grup.
18
Contoh :
A adalah himpunan bilangan bulat = {..., -2, -1, 0, 1, 2, ...} dengan
didefinisikan sebagai operasi penjumlahan aritmatika biasa dan didefinisikan
sebagai operasi perkalian biasa.
Pembuktian sifat-sifat :
1. Untuk sistem aljabar (A,)
a. Pada contoh pembuktian Grup di halaman 15 telah dibuktikan bahwa
(A,) adalah Grup.
b. Pada operasi penjumlahan biasa hasil dari ab akan sama dengan ba.
Terbukti bersifat komutatif
(A,) adalah Grup dan operasi bersifat komutatif, maka (A,) adalah Grup
Komutatif.
2. Untuk sistem aljabar (A, )
Dengan mengikuti cara pembuktian sifat-sifat operasi aljabar pada bagian
sebelumnya akan didapatkan bahwa.
a. bersifat tertutup, hasil perkalian antar bilangan bulat juga anggota A.
b. bersifat asosiatif, a (b c)=(a b) c
(A, ) memenuhi sifat tertutup dan asosiatif, maka (A, ) setidaknya adalah
Semigrup.
3. terhadap
Sesuai sifatnya, operasi perkalian bersifat distributif terhadap operasi
penjumlahan, a (b + c ) = ( a b) + ( a c ) ataua (bc) = (a b) (a c).
(A,, ) memenuhi ketiga sifat Ring, maka(A,, ) adalah Ring.
19
B. Field
Sebuah Ring juga dapat dikategorikan sebagai Field jika dengan pembuktian
lanjutan didapatkan bahwa kedua operasi biner memenuhi sifat Grup Komutatif.
Dengan demikian syarat Field adalah :
1. (A,) merupakan Grup Komutatif (Abelian)
2. (A, ) merupakan Grup Komutatif
3. Operasi bersifat distributif terhadap
20
B. Grup Siklik
Misalkan (A,) adalah suatu Grup. Grup (A,) disebut sebagai Grup
Siklik bila ada suatu elemen a A sedemikian sehingga setiap elemen A dapat
dinyatakan sebagai hasil operasi a dengan dirinya sendiri sebanyak n kali (n
berhingga). Elemen a yang bersifat seperti itu disebut sebagai Generator.
(A,) Grup Siklik (a A)(x A) x = an = aa...a (n berhingga)
Contoh :
Himpunan A = {0, 1, 2} dengan operasi penjumlahan modulo 3.
Tabel 2.2 Operasi Penjumlahan Modulo 3
n=3
0 = 222
n=3
1 = 1111 n = 4
1 = 22
n=2
2 = 11
2 = 2222 n = 4
n=2
21
C. Grup Permutasi
I. Pengertian Umum Permutasi
Misalkan terdapat suatu himpunan A = {a, b, c, d}. Bila terdapat suatu
fungsi injektif / satu-satu yang memetakan seluruh elemen himpunan A, maka
fungsi tersebut disebut sebagai permutasi dari himpunan A. Permutasi himpunan
umumnya disajikan dalam bentuk matriks. Misalnya fungsi pada himpunan A
memetakan a ke b, b ke d, c ke c, dan d ke a, maka hasil permutasinya dapat
ditulis sebagai :
a b c d
b d c a
Baris pertama pada matriks merupakan elemen domain himpunan A, sedangkan
baris kedua merupakan hasil pemetaan dari masing-masing elemen.
Jika suatu himpunan A terdiri dari n elemen, maka ada n! buah
kemungkinan permutasi dari elemen anggotanya. Sebagai contoh, terdapat suatu
himpunan A dengan 3 elemen {a, b, c} dan himpunan P yang merupakan
himpunan dari seluruh kemungkinan permutasi pada himpunan A. Semua
permutasi yang mungkin dari a, b, dan c adalah : abc, acb, bac, bca, cab, dan cba,
sehingga ada 6 kemungkinan permutasi dari elemen himpunan A. Hal ini sesuai
dengan rumus n! di mana kemungkinan permutasi A dengan n=3 berjumlah 3! =
321 = 6 kemungkinan. Penyajian seluruh kemungkinan permutasi tersebut
yakni sebagai berikut :
a b c
p1 =
a b c
a b c
p2 =
a c b
a b c
p3 =
b a c
22
a b c
p4 =
b c a
a b c
p5 =
c a b
a b c
p6 =
c b a
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2 4 1 3 3 4 1 2 1 3 2 4
Pada operasi komposisi pengerjaan dilakukan dari elemen kedua ke elemen
pertama, atau dari kanan ke kiri. Pada contoh operasi komposisi di atas cara
membacanya adalah :
131
312
243
424
1 2 3 4
23
Sebagai perbandingan, hasil operasi komposisi antara elemen yang sama dengan
urutan yang berbeda adalah :
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
3 4 1 2 2 4 1 3 4 2 3 1
Elemen permutasi memiliki invers. Invers permutasi didapatkan dengan
cara membalik urutan baris domain dengan hasil pemetaan dari elemen
permutasi tersebut. Berikut adalah contoh invers dari suatu elemen permutasi :
1
1 2 3 4
1 2 3 4
2 4 3 1
4 1 3 2
Hasil operasi komposisi antara elemen permutasi dengan inversnya akan
menghasilkan pemetaan suatu elemen terhadap dirinya sendiri.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2
4
3
1
4
1
3
2
1
2
3
4
(1
1 2 3 4 5
2 4 ) =
2 4 3 1 5
(3
1 2 3 4 5
4) =
1 2 4 3 5
24
(1
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2 4)(3 4) =
2 4 3 1 5 1 2 4 3 5
1 2 3 4 5
= (1 2 4 3)
=
2 4 1 3 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
(1)
(123)
(132)
(1)
(1)
(123)
(132)
(123)
(123)
(132)
(1)
(132)
(132)
(1)
(123)
25
D. Homomorfisma Grup
I. Pengertian Umum Homomorfisma
John R. Durbin (1992, p152) mendefinisikan bahwa jika G adalah sebuah
Grup dengan operasi * dan H adalah sebuah Grup dengan operasi #, maka
pemetaan : GH adalah sebuah homomorfisma jika :
26
; * = perkalian
27
1
1
2
3
4
2
2
4
6
8
3
3
6
9
12
(G,*)
4
4
8
12
16
dst
#
log1
log2
log3
log4
dst
log1
log1
log2
log3
log4
log2
log2
log4
log6
log8
log3
log3
log6
log9
log12
log4 dst
log4
log8
log12
log16
(H,#)
28
G.
Terbukti
29
(1)
(1)
(123)
(132)
(123)
(123)
(132)
(1)
(132)
(132)
(1)
(123)
#
0
1
2
0
0
1
2
(G,*)
1
1
2
0
2
2
0
1
(H,#)
Hasil pemetaan : GH :
((1)) = 0
((1 2 3)) = 1
((1 3 2)) = 2
Pengujian sifat fungsi :
1. Hasil pemetaan elemen G ke H tidak ada yang sama. Fungsi injektif.
2. Seluruh elemen H merupakan hasil pemetaan dari G. Fungsi surjektif.
3. Sifat injektif dan surjektif dipenuhi. Fungsi bijektif.
Pengujian syarat homomorfisma :
((1)*(1)) = ((1)) = 0 sama dengan 0 = 0 # 0 = ((1)) # ((1))
((1)*(1 2 3)) = ((1 2 3)) = 1 sama dengan 1 = 0 # 1 = ((1)) # ((1 2 3))
((1)*(1 3 2)) = ((1 3 2)) = 2 sama dengan 2 = 0 # 2 = ((1)) # ((1 3 2))
((1 2 3)*(1)) = ((1 2 3)) = 1 sama dengan 1 = 1 # 0 = ((1 2 3)) # ((1))
((1 2 3)*(1 2 3)) =((1 3 2))= 2 sama dengan 2=1 # 1= ((1 2 3)) # ((1 2 3))
((1 2 3)*(1 3 2)) = ((1)) = 0 sama dengan 0 = 1 # 2 = ((1 2 3)) # ((1 3 2))
((1 3 2)*(1)) = ((1 3 2)) = 2 sama dengan 2 = 2 # 0 = ((1 3 2)) # ((1))
((1 3 2)*(1 2 3)) = ((1)) = 0 sama dengan 0 = 2 # 1 = ((1 3 2)) # ((1 2 3))
((1 3 2)*(1 3 2))= ((1 2 3))=1 sama dengan 1=2 # 2 = ((1 3 2)) # ((1 3 2))
30
*
0
1
2
0
0
1
2
1
1
2
0
2
2
0
1
#
(1)
(123)
(132)
(12)
(13)
(23)
(G,*)
Hasil pemetaan : GH :
(0) = (1)
(1) = (1 2 3)
(2) = (1 3 2)
(1)
(1)
(123)
(132)
(12)
(13)
(23)
(123)
(123)
(132)
(1)
(23)
(12)
(13)
(132)
(132)
(1)
(123)
(13)
(23)
(12)
(H,#)
(12)
(12)
(13)
(23)
(1)
(123)
(132)
(13)
(13)
(23)
(12)
(132)
(1)
(123)
(23)
(23)
(12)
(13)
(123)
(132)
(1)
31
didapat
bahwa
untuk
setiap
a,b
terpenuhi
syarat
32
2.3
Perancangan Program
Perancangan program merupakan langkah yang krusial dalam pembuatan suatu
program aplikasi. Perancangan diperlukan untuk membuat bentuk dasar dan langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam tahapan-tahapan pembuatan aplikasi.
2.3.1 Rekayasa Piranti Lunak
Rekayasa Piranti Lunak menurut Roger S. Pressman (2005, p23) adalah
penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka mendapatkan
piranti lunak yang ekonomis, terpercaya, dan bekerja efisien pada mesin (komputer).
Rekayasa piranti lunak secara garis besar mencakup 3 elemen yang mampu
mengontrol proses pengembangan piranti lunak, yaitu :
1. Metode-metode (methods)
Menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak.
2. Alat-alat bantu (tools)
Menyediakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metode-metode,
seperti CASE (Computer Aided Software Engineering) yang mengkombinasikan
software, hardware, dan software engineering database.
3. Prosedur-prosedur (procedure)
Merupakan pengembangan metode dan alat bantu.
33
34
35
2.4
Borland Delphi
Borland Delphi merupakan sebuah software yang dibuat untuk merancang
36
37
Kylix
Merupakan versi Linux dari Delphi yang dirilis pada tahun 2001.
Borland Delphi 7
Borland Delphi 7 dirilis pada tahun 2002 dan hingga saat ini menjadi versi yang
paling banyak digunakan dibanding versi Delphi lainnya. Hal ini dikarenakan
stabilitas yang lebih baik dari Delphi 7 serta komputasi cepat dan persyaratan
kebutuhan hardware yang rendah.
38
Embarcadero Delphi
Merupakan versi terbaru Delphi setelah lisensinya dimiliki oleh Embarcadero
Technologies. Versi yang sudah dirilis antara lain Embarcadero Delphi 2009
(Delphi 12), Embarcadero Delphi 2010 (Delphi 14), dan Embarcadero Delphi
XE.
39
Pada bab 2 ini telah dibahas mengenai berbagai metode dan teori yang akan
digunakan sebagai dasar untuk merancang aplikasi pengujian struktur aljabar. Metode
dan teori tersebut dijelaskan sesuai dengan batasan dalam pembuatan aplikasi ini.