Anda di halaman 1dari 17

Keselamatan dan kesehatan kerja

Di PT. Timah

MAKALAH

Oleh:
Hasbullah
Kurniawan ramdani
zulpahri

PRODI TEKNIK PETAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS CORDOVA INDONESIA
T/A 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

BAB I UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970

1. Pengertian Tempat Kerja


5
2. Tujuan
5
C. Dasar Hukum

D. Ruang Lingkup

5. Syarat-syarat K3
7
6. Pengawasan K3
7
7. Pembinaan K3
8
8. Ketentuan Pelanggaran
8
9. Peraturan Pelaksanaan

BAB II DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA (K3)

A. Tujuan K3

B. Pengertian

C. Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan

10

D. Metode Pencegahan Kecelakaan

11

E. Analisis Kecelakaan Kerja

11

BAB III KELEMBAGAAN K3

13

A. Kelembagaan K3

13

B. Dasar Hukum

13

C. Ruang Lingkup

14

D. Tugas Pokok dan Fungsi P2K3 DK3N dan PJK3

14

BAB IV PENUTUP

15

A. Kesimpulan

15

B. Saran

15

C. Daftar pustaka

15

PENDAHULUAN
Timah merupakan sumber daya alam utama yang dimiliki oleh Kepulauan Bangka
Belitung. Kandungan biji timah di kepulauan tersebut merupakan salah satu yang terbesar
di Indonesia. Oleh sebab itu, Pemerintah Bangka Belitung telah mengeluarkan peraturan
tentang penambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung diantaranyaPeraturanDaerah
Kabupaten Bangka No. 6 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum dan
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung No. 3 Tahun 2004 Tentang
Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum. Peraturan tersebut mengijinkan penambangan
timah khusunya bagi masyarakat umum baik penambangan timah di darat maupun di
laut.Penambangan timah di daerah perairan Bangka Belitung tidak hanya dilakukan oleh
perusahaan, tetapi juga oleh kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat tersebut
membentuk kelompok kecil kemudian melakukan usaha penambangan timah dengan
peralatan sederhana.
Kapal isap tersebut memiliki beberapa kendala diantaranya olah gerak kapal
selama beroperasi karena menggunakan rangkaian drum, beroperasi dengan penyelaman
yang menyebabkan banyak terjadinya kecelakaan, beroperasi kurang dari 3 tahun. Selain
itu berdampak buruk terhadap pencemaran lingkungan.
Sebuah perusahaan di Kepulauan Bangka Belitung bekerja sama dengan sebuah
perguruan tinggi telah membuat coba kapal isap modern dengan ukuran panjang kapal L
= 8 m dengan mempertimbangkan kekurangan dari kapal tradisional. Konstruksi
pengelasan yang dilengkapi dengan alat penghisap, mesin diesel 24 HP sebagai pengerak
untuk menggerakan dua unit pompa isap dan jig dan steering winch sebagai alat pemisah
timah. Konstruksi dasar dari kapal isap timah ini terdiri dari 2 (dua) unit ponton baja
dengan ukuran 800x8000 mm.Adapun struktur utama dari kapal isap timah ini seperti
yang ditunjukkan oleh gambar 1.4 adalah :
1. Sistem ponton dan konstruksi pengerukan
2. Sistem pengisapan
3. Sistem pompa isap
4. Sistem pemakanan
5. Sistem penggerak
Kisruh Masalah Pertambangan Timah sepertinya tak habis menjadi buah bibir
semua kalangan warga masyarakat di kepulauan Bangka Belitung (Babel). Pulau Laskar
Pelangi - sebutan yang belakangan sering digunakan menyebut Babel sejak film berjudul
sama mengambil latar kehidupan masyarakat pulau ini merupakan potret buruk
pertambangan timah. Ratusan tahun sejak penjajahan Belanda, timahnya telah dikeruk
untuk kepentingan perang antaranya. Setelah daratan hampir habis menjadi kolongkolong (lobang) beracun bekas tambang dan berebut lahan dengan tambang rakyat, kini
giliran laut yang dikeruk mendapatkan bijih timah baik yang dilakukan investor langsung
maupun bermitra dengan perusahaan-perusahaan lokal.

Setidaknya tiap hari 50 kapal isap yang beroperasi di laut sekitar Babel.
Laut menjadi padat oleh aktivitas kapal isap. Produktivitas nelayan jadi
terganggu dan terancam kehilangan mata pencaharian. Area tangkap ikan
menjadi sempit dan semakin jauh dari pantai, membuat nelayan
menambah biaya operasional. Ikan akan semakin sulit ditangkap akibat
rusaknya ekosistem laut yang membuat ikan tidak akan betah tinggal.
Aksi penolakan yang berulangkali dilakukan oleh warga dan nelayan, bisa
kita katakan sebagai bukti kesulitan yang dihadapi sejak kapal-kapal isap
beroperasi. Setidaknya ada 16.000 nelayan harian dari 45 ribu nelayan
mengalami akibat langsung. Hasil tangkap ikan mulai menurun dan
semakin jauh diatas 5 mil mendapatkan ikan lebih banyak.
Cerita panjang Babel, memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang
tambang timah. Kebutuhan timah untuk perang saat jaman penjajahan,
membuat setiap penjajah berupaya menguasai Babel. Penambangan timah
terus berlangsung hingga lahirnya Undang-undang nomor 11 tahun 1967
tentang Pokok-pokok Pertambangan berlanjut ke UU nomor 4 tahun 2009
tentang
Pertambangan
Mineral
dan
Batubara.
Daratan Babel di era UU No.11/1967 dikuasai oleh 2 perusahaan saja
yakni PT. Timah dan PT. Kobatin sejak 1971. Kontrak Karya (KK) kedua
perusahaan ini berlaku 30 tahun yang telah diperpanjang pada 2003 hingga
2013. Bangka-Belitung dan Singkep dikuasai oleh PT Timah (BUMN)
sedangkan sebagian Bangka yaitu pada kawasan selatan Bangka dikuasai
PT. Kobatin perusahaan Australia yang dalam perjalanannya kini dimiliki
oleh Malaysia Smelting Coorporation (MSC) 75% dan PT. Timah 25%. Di
era otonomi daerah jumlah perusahaan yang beroperasi bertambah, pada
2006 saja ada 75 buah pemilik Kuasa Pertambangan (KP) dan 37 buah
pemilik izin smelter 40 tahun sudah PT. Timah dan Kobatin menambang
lebih dari 10.000 lokasi. Bisa dibayangkan berapa ratus hektar lahan yang
dirusak perhari dan puluhan kolong-kolong (danau bekas galian tambang)
yang baru terbentuk perharinya. Setiap lobang pasti mengandung racun
tambang, racun tambang bisa berupa logam berat yang berbahaya bagi
kesehatan jika melampui ambang batas. Dengan keadaan lobang saat ini
sangat mungkin racun tambang merembes ke sumber-sumber mata air
penduduk. Kolong-kolong itu juga sangat berpotensi menjadi endemic
penyebar penyakit. Penyakit yang paling potensial hadir dari bekas
tambang timah adalah demam berdarah dan malaria. Di Babel, Sungailiat
dan Mendobarat lokasi endemic penyakit Demam Berdarah Dengeu
(DBD) paling tinggi. Data dinas kesehatan Babel menunjukkan angka
yang terus meningkat tiap tahunnya penderita DBD sejak 2005,
diantaranya 3-5 orang meninggal dunia. Lobang-lobang bekas tambang
timah, menjadikan Babel salah satu propinsi tertinggi di Indonesia atas

lahan rusak dengan kondisi kritis atau sangat kritis. Kurang lebih
1.053.253,19 Ha atau 64,12 % luas daratan Babel, terbanyak di pulau
Bangka yakni 810.059,87 (76,91%). Sebagian besar lobang itu merupakan
lahan bekas penambangan timah PT Kobatin, PT Timah maupun
masyarakat dengan tambang inkonvensional-nya. Rusaknya lahan
menyebabkan masyarakat Bangka Belitung kehilangan kesempatan untuk
mendorong perekonomian berkelanjutan, seperti pertanian dan
perkebunan.

Sebelum pertambangan timah secara massif dan tidak terkendali (terhitung sejak
kepulauan Bangka Belitung dimekarkan jadi propinsi pada 2001) kepulauan Babel
dikenal sebagai salah satu penghasil lada putih. Kontribusinya nyata terhadap
perekonomian masyarakat Babel. Saat kejayaan pertanian lada pada 1990-an, lada putih
Babel jadi pemasok bagi negara-negara di benua eropa terutama menjelang musim
dingin. Ketersediaan akan pangan juga secara turun-temurun sudah dimiliki oleh kaum
tani di daerah yang tersebar di setiap desa di Babel, sebelum mengembangankan
pertanian lada maupun perkebunan karet, para petani penggarap tanah memanfaatkan
luasan lahan yang siap ditanami dengan terlebih dahulu mengembangkan tanaman padi
(be hume dan berladang), baik secara berkelompok dengan pola ladang berpindah,
maupun secara individu. Dengan perubahancorak produksi dari bertani menjadi
penambang, adalah sebuah pilihan yang mematikan fungsi layanan alam juga
keselamatan dirinya sendiri. Karena perburuan biji timah di Babel juga menghilangkan
ratusan korban jiwa.

BAB I
UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970
A. Pengertian Tempat Kerja
Yang dimaksud dengan tempat kerja dalam undang-undang (UU) ini adalah tiap
ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja
bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja:
1. Pengurus: bertugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian tempat kerja
yang berdiri sendiri. Dalam Undang-undang Keselamatan Kerja, pengurus tempat
kerja berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua ketentuan
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya.
2. Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu
tempat kerja.
3. Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas
Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas
Ketenagakerjaan).
4. Pegawai Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus
yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.
5. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen
Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
B. Tujuan
Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah:
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.
2. Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
3.

Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.

C. Dasar Hukum
1.

Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27

2.

Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok mengenai Ketenagakerjaan.

Beberapa Peraturan yang Berkaitan dengan K3


1. UU No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No. 1,
yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan wanita,
waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
2. UU UAP (Stoon Ordonantie, Stdl. No.225 tahun 1930), yang mengatur keselamatan
kerja secara umum dan bersifat nasional.
3. UU Timah Putih Kering, yang mengatur tentang larangan membuat, memasukkan,
menyimpan atau menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan
pengobatan atau dengan izin dari pemerintah.
4. UU Petasan, yang mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk
kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah.
5. UU Rel Industri, yang mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel
guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan
perdagangan.
6. UU No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene
dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
7. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial:
a.
b.
c.
d.

Jaminan kecelakaan kerja


Jaminan kematian
Jaminan hari tua
Jaminan pemeliharaan kesehatan

D. Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan
umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Azas-azas yang digunakan dalam UU No. 1 tahun 1970 adalah :

Azas nationaliteit memberlakukan UU keselamatan kerja


kepada setiap warga negara yang berada di wilayah hukum Indonesia (termasuk
wilayah kedutaan Indonesia di luar negeri dan terhadap kapal-kapal yang berbendera
Indonesia).
8

Azas

teritorial

memberlakukan

UU

keselamatan

kerja

sebagaimana hukum pidana lainnya kepada setiap orang yang berada di wilayah atau
teritorial Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali
yang mendapat kekebalan diplomatik).
Dengan demikian, UU ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat 3
unsur, yaitu:

Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha


Adanya tenaga kerja yang bekerja
Adanya bahaya kerja

E. Syarat-syarat K3
Persyaratan tersebut ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:

Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.

Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal
3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.

Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan


kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.

F. Pengawasan K3
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU Keselamatan Kerja, sedangkan
pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.
G. Pembinaan K3
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-undang
Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku pula bagi
orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.
H. Ketentuan Pelanggaran

Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah hukuman


kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-. Proses
projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
I.

Peraturan Pelaksanaan
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1.

Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement


(VR) 1910 berupa peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17
UU Keselamatan Kerja.

2.

Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan


Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.

10

BAB II
DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
A.

Tujuan K3
Seperti yang sudah dijelaskan dalam UU Keselamatan Kerja, tujuan K3 adalah untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan
menjamin:

Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja
mendapat perlindungan atas keselamatannya.

Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara


aman dan efisien.

B.

Proses produksi berjalan lancar.


Pengertian

1. Pengertian K3
Secara Filosofi :
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Secara Keilmuan :
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Secara Praktis :
Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat
selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki
tempat kerja maupun sumber dan proses produksi secara aman dan efisien dalam
pemakaiannya.
2. Potensi bahaya (Hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat
menimbulkan kecelakaan dan kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau
kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
3. Tingkat bahaya (Danger) adalah ungkapan adanya potensi bahaya secara relative.

11

4. Risiko (Risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian


pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
5. Insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan
kontrak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
6. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki
yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat
menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda.
7. Aman dan selamat adalah kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas dari
bahaya).
8. Tindakan tidak aman adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang
memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.
9. Keadaan yang tidak aman adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya
yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
C.

Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan


Pada dasarnya semua hampir semua kecelakaan dapat dicegah dan dapat diidentifikasi
penyebabnya. Dalam usaha pencegahan kecelakaan,

penyebab dasar atau akar

permasalahan dari suatu kejadian harus dapat diidentifikasi, sehingga tindakan koreksi
bisa tepat dilaksanakan untuk mencegah kejadian yang sama. Teori domino, merupakan
salah satu teori yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses tersebut.

Rangkaian faktor-faktor penyebab kejadian kecelakaan dalam teori domino dapat


diurutkan sbb:
1.
2.
3.
4.
5.
D.

Kelemahan pengawasan oleh manajemen (Lack of control management)


Penyebab Dasar
Sebab yang Merupakan Gejala (Symptom): Kondisi dan Tindakan Tidak Aman
Kecelakaan
Biaya Kecelakaan
Metode Pencegahan Kecelakaan

Dalam upaya pencegahan kecelakaan, ada 5 tahapan pokok yaitu:


1. Organisasi K3
2. Menemukan fakta atau masalah: survey, inspeksi, observasi, investigasi dan reviu
record kecelakaan.
3. Analisis

12

Dari hasil analisis dapat saja dihasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
4. Pemilihan / Penetapan alternatif / Pemecahan
5. Pelaksanaan
Menurut International Labour Organization (ILO), langkah-langkah yang dapat ditempuh
untuk menanggulangi kecelakaan kerja antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
E.

Peraturan Perundang-undangan
Standarisasi
Inspeksi
Riset teknis, medis, psikologis, statistik
Pendidikan dan Pelatihan
Persuasi
Asuransi
Analisis Kecelakaan Kerja

Menurut peraturan perundangan, setiap kejadian kecelakaan kerja wajib dilaporkan


kepada Departemen Tenaga Kerja selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah kecelakaan
tersebut terjadi. Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang
terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan
hubungan kerja.
Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja adalah :

Agar pekerja yang bersangkutan mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan
tunjangan

Agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah
terulangnya kecelakaan serupa

Dari hasil laporan kecelakaan kerja, harus dilakukan analisis yang mencakup beberapa
hal di bawah ini:
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Apa yang dianalisis
Siapakah petugas analisis
Langkah-langkah analisis
Cara analisis

Laporan analisis kecelakaan harus dapat menggambarkan hal-hal sbagai berikut :

Bentuk kecelakaan tipe cidera pada tubuh


Anggota badan yang cidera akibat kecelakaan
Sumber cidera
Type kecelakaan peristiwa yang menyebabkan cidera
Kondisi berbahaya kondisi fisik yang menyebabkan kecelakaan

13

Penyebab kecelakaan objek, peralatan, mesin berbahaya


Sub penyebab kecelakaan bagian khusus dari mesin, peralatan yang berbahaya
Perbuatan tidak aman

BAB III
KELEMBAGAAN K3
A.

Kelembagaan K3
Adalah sebuah organisasi / badan swasta independent, non pemerintah yang bergerak di
bidang pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), beranggotakan perusahaan dan
lembaga usaha berbadan hukum di Indonesia. Lembaga K3 yang ada di Indonesia pada saat
ini adalah : P2K3, DK3N dan PJK3.

P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan


Kerja) adalah suatu lembaga yang dibentuk di perusahan untuk membantu melaksanakan
dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya
terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja.

DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Nasional) adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk membantu memberi saran dan
pertimbangan kepada Menteri tentang usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja.

PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatahn


Kerja) adalah suatu lembaga usaha berdasarkan surat keputusan penunjukkan dari
Depnakertrans yang bergerak di bidang jasa keselamatan dan kesehatan kerja yang
mempunyai ahli K3 di bidangnya.

B.

Dasar Hukum
Dasar hukumnya adalah UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 10 ayat 1 dan
2 dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu :
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 125/Men/1984 tentang pembentukan, susunan
dan tata kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 04/Men/1987 tentang P2K3 serta tata cara
penunjukkan ahli K3
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang PJK3.

14

C.

Ruang Lingkup
Meliputi latar belakang kebijakan, dasar hokum, tugas dan fungsi serta prosedur
pembentukan lembaga P2K3, DK3N dan PJK3.
Tugas Pokok dan Fungsi P2K3 DK3N dan PJK3

D.

1. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha mengenai K3
Fungsi:
-

menghimpun dan mengolah data tentang


K3 di tempat kerja

membantu
menuunjukkan
dan
menjelaskan K3 pada setiap tenaga kerja
membantu pengusaha dalam mengevaluasi
K3

Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Per04/MEN/1987.
2. DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional)
Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada menteri mengenai K3
Fungsi:
Menghimpun dan mengolah data K3 di tingkat nasional dan membantu menteri dalam
memasyarakatkan K3.
Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Kep.
155/MEN/1994.
3. PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Tugas pokok:
Membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Fungsi:

15

Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masalah K3.


Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Per04/MEN/1995.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja,
dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi
pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga
kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

16

DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985
-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran
Masyarakat Depkes RT.

17

Anda mungkin juga menyukai