Penyakit batu saluran kemih telah dikenal sejak awal
peradaban manusia, terbukti dengan ditemukannya batu kandung kemih pada rangka tulang panggul mumi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi.1 Beberapa dokumen medis kuno dari Mesopotamia, India, Cina, Persia, Yunani, dan Roma juga menyebutkan adanya penyakit batu/kalkuli.2 Dalam catatan sejarah kedokteran dikatakan bahwa nyeri akibat batu saluran kemih menjadi salah satu nyeri terhebat yang dialami manusia, sehingga banyak praktisi kedokteran mencoba mengembangkan berbagai metode diagnostik dan prosedur pengangkatan batu.1 Hippocrates dalam sumpahnya pada abad ke-4 sebelum Masehi menyatakan: saya tidak akan membedah seseorang yang disangka menderita batu, melainkan mempersilakan pekerjaan tersebut dilakukan oleh para praktisi, hal ini menjadi bukti bahwa terapi batu saluran kemih telah berkembang sejak dahulu dan dilakukan oleh spesialis. Operasi lithotomi untuk membuang batu kandung kemih merupakan salah satu prosedur bedah tertua yang dikenal, bahkan penjelasan mengenai teknik operasinya telah tercantum pada buku kedokteran Romawi De Medicina yang ditulis Cornelius Celsus pada abad pertama masehi.1,2
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011
Batu dapat terbentuk di sepanjang saluran kemih, mulai
dari ginjal hingga uretra. Batu di ginjal terbentuk akibat hipersaturasi urin, infeksi saluran kemih berulang, atau stasis akibat kelainan anatomik. 3 Prevalensi seseorang mengalami batu ginjal sepanjang hidupnya diperkirakan bervariasi antara 1-15% tergantung pada usia, jenis kelamin, ras, dan kondisi geografik tempat tinggal.4 Bila dibandingkan dengan operasi batu kandung kemih, operasi untuk batu ginjal berkembang lebih akhir. Pada abad ke-14 hingga abad ke-15 Masehi dipercaya bahwa batu ginjal yang tidak dapat keluar spontan merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan dan tidak direkomendasikan untuk .. menjalani pembedahan. Namun setelah penemuan sinar X oleh Roentgen pada tahun 1895 pembedahan untuk memotong batu di ginjal mulai dilakukan. Dengan bantuan anestesi, teknik asepsis, dan kemampuan melokalisasi posisi batu oleh peralatan radiologik, nefrolithotomi menjadi lebih efektif.1 Tindakan aktif untuk batu ginjal umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai: nyeri persisten yang tak teratasi dengan medikasi adekuat, obstruksi persisten dengan risiko kerusakan ginjal, infeksi
99
Terapi Batu Ginjal: Dari Era Hippocrates ke Era Minimal Invasif
traktus urinarius, risiko pionefrosis atau urosepsis, dan obstruksi bilateral.5 Pengeluaran batu ginjal hingga bersih merupakan tujuan utama dari terapi batu ginjal, sehingga diharapkan dapat mengurangi organisme penyebab, membebaskan obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih besar, mencegah infeksi, serta mempertahankan fungsi ginjal.5 Bebe-rapa modalitas yang digunakan dalam penatalaksanaan batu ginjal baik sebagai monoterapi atau kombinasi adalah: extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), percutaneous nephrolitotomy (PCNL), dan operasi terbuka yang invasif.5 ESWL, terapi non-invasif menggunakan gelombang kejut yang pertama kali digunakan pada tahun 1980, secara umum menjadi pilihan untuk memecahkan batu ginjal berukuran kurang dari 20 mm. Pemecahan batu berukuran besar dengan ESWL memberikan angka bebas batu yang rendah serta kurang efektif secara biaya karena memerlukan beberapa sesi pengulangan.6 Pada batu staghorn, istilah untuk batu berukuran besar yang menempati lebih dari satu bagian sistem pengumpul ginjal, PCNL yang tergolong terapi minimal invasif memberikan angka bebas batu tertinggi (78%) bila dibandingkan operasi terbuka (71%), kombinasi ESWLPCNL (66%), dan ESWL (54%).5 Teknik PCNL sejak pertama kali dilaporkan Fernstrom dan Johansson pada tahun 1976 kini semakin disempurnakan, berkembang dan menggantikan operasi terbuka konvensional sebagai terapi batu kompleks pada saluran kemih atas yang tidak memenuhi indikasi dilakukan modalitas lainnya.6 Perkembangan teknologi dan peralatan PCNL terkini memungkinkan pengeluaran batu ginjal yang efektif dengan morbiditas lebih rendah, tanpa insisi lebar, masa pulih lebih pendek, dan total biaya yang lebih rendah dibandingkan operasi terbuka.5,7 Pada praktiknya prosedur operasi terbuka semakin jarang dilakukan sebagai terapi inisial kecuali untuk kasus yang sangat kompleks.5 Dengan semakin berkembangnya teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan terapi batu ginjal yang bergantung pada ketersediaan sarana dan kemampuan petugas medis melakukan modalitas terapi di masing-masing rumah sakit.8 Dari data RSUPN-Cipto Mangunkusumo Jakarta, terdapat peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan, yaitu 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002.9 Antara tahun 2001-2009 terdapat penu-
100
runan jumlah operasi terbuka namun terjadi peningkatan
jumlah tindakan PCNL dan ESWL.10 Meskipun tidak mengancam nyawa, penyakit baru ginjal seringkali menyebabkan morbiditas akibat nyeri yang timbul saat keadaan akut.3 Sejalan dengan peningkatan insidensi batu ginjal di populasi umum, biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan batu ginjal turut meningkat. Di Amerika Serikat tercatat dua milyar US Dollar dihabiskan setiap tahunnya untuk pelayanan kesehatan terkait penanganan batu ginjal.11 Angka tersebut belum termasuk kerugian tambahan akibat kehilangan waktu kerja.3 Namun dengan perkembangan modalitas terapi minimal invasif terjadi penurunan angka kejadian rawat dan lama rawat untuk pasien batu saluran kemih.11 Daftar Pustaka 1.
Eknoyan G. History of urolithiasis. Clinic Rev Bone Miner Metab.
2004;2(3):177-85. 2. Shah J, Whitfield H. Urolithiasis through the ages. BJU Int. 2002;89:8:801-10. 3. Pearle M, Calhoun E, Curhan G, UDAP. Urologic disease in America project: urolithiasis. In: Litwin MS, Saigal CS, eds. Urologic disease in America. Washington: US Government Publishing Office; 2004:3-39. 4. Pearle MS, Lotan Y. Urinary lithiasis: etiology, epidemiology, and pathogenesis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, eds. Campbell-Walsh urology. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007:1363-92. 5. Report on the management of staghorn calculi: American Urological Association; 2005. 6. Varkarakis IM, Jarrett TW. Surgical management. Clinic Rev Bone Miner Metab. 2004;2:253-64. 7. Srirangam SJ, Darling R, Stopford M, Neilson D. Contemporary practice of percutaneous nephrolithotomy: review of practice in a single region of the UK. Ann R Coll Surg Engl. 2008;90:40-4. 8. Sumardi R, Taher A, Sugandi S, Soebadi DM, Rasyid N, Tarmono, et al. Guidelines penatalaksanaan penyakit batu saluran kemih. Jakarta: IAUI; 2007. 9. Rahardjo D. Perkembangan penatalaksanaan batu ginjal di RSCM tahun 1997-2002. J I Bedah Indones. 2004;32(2):58-63. 10. Birowo P, Rasyid N. Sekilas perjalanan hidup dr. Rochani, Sp.B, Sp.U(K). In: Birowo P, Rasyid N, editors. Purna Bakti dr Rochani, SpB, SpU(K); 2010; Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Divisi Urologi Departemen Ilmu Bedah FKUI/Departemen Urologi RSCM; 2010. 11. Pearle M, Calhoun E, Curhan G, UDAP. Urologic disease in America project: urolithiasis. J Urol. 2005;173(3):848-57. FA