Anda di halaman 1dari 3

Isu Besar Pangan

Selasa, 12 Agustus 2014 | 08:00 WIB

Capres nomor urut 2, Joko Widodo (Jokowi) berdialog dengan petani di Desa Gentasari, Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (13/6/2014). Dialog dilakukan Jokowi
guna mengetahui berbagai masalah seputar pertanian yang dihadapi petani.

If I had only one hour to save the world, I would spend

penduduk dunia bertambah 1 miliar lagi (Montpellier,

fifty-five minutes defining the problem, and only five

2012).

minutes finding the solution


Hal sama terjadi di Indonesia. Perlu ribuan tahun hingga
Albert Einstein

penduduk Indonesia mencapai 100 juta jiwa, dan setelah

Hiruk-pikuk pesta demokrasi, kampanye, debat capres,


dan

pemilihan

presiden

sudah

berakhir.

Sekarang

saatnya kembali merenungkan apakah semua visi-misi

itu hanya perlu waktu sekitar 35 tahun untuk menjadi 200


juta (tahun 1998) dan 35 tahun berikutnya (tahun 2033)
sudah mencapai 300 juta.

serta janji kandidat yang sebagian masuk dalam memori


rakyat dan petani Indonesia memang berlandaskan peta

Apabila sejak 40 tahun lalu hingga masa kini perebutan

permasalahan pangan yang ada serta memungkinkan

sumber daya minyak mewarnai dinamika geopolitik dunia,

direalisasikan pada periode pemerintahan mendatang.

di masa depan pangan akan menggantikan energi

Penyediaan pangan di masa depan berkejaran dengan

sebagai pemicu gejolak politik dunia. Dengan demikian,

pertumbuhan penduduk yang melonjak dengan cepat.

siapa pun pemimpin kita, apabila mengabaikan masalah

Untuk

dunia

pangan, persoalan pangan akan menjadi bom waktu yang

memerlukan waktu 250.000 tahun. Kemudian untuk

sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kerusuhan sosial

mencapai 2 miliar perlu waktu satu abad dan hanya perlu

dan

waktu sepertiga abad untuk mencapai 3 miliar. Setelah itu

mekanisme yang tidak diharapkan oleh semua orang.

mencapai

populasi

hingga

miliar,

hanya perlu waktu 17 tahun dan kemudian 12 tahun

bahkan

penggantian

pemerintahan

melalui

Peta permasalahan pangan

Selain itu, petani kecil selama ini hanya menjadi obyek

Di tingkat global dan nasional memproduksi pangan yang

kebijakan. Petani terpaksa harus mencari upaya untuk

mencukupi sudah mulai dihadapkan dengan berbagai

menyelamatkan diri sendiri. Spekulasi dan serbuan

kendala besar. Kendala itu di antaranya menurunnya

produk impor telah mengempaskan puluhan ribu petani

permukaan air tanah, laju peningkatan produksi yang

hortikultura karena harga hortikultura yang jatuh saat

mulai stagnan, perubahan iklim yang mengacaukan pola

panen. Harga cabai selama dua bulan terakhir ini jatuh di

budidaya,

organisme

bawah biaya produksi karena masuknya cabai olahan

pengganggu tanaman, deplesi cadangan fosfat sebagai

impor yang menyebabkan petani merugi puluhan juta

bahan baku pupuk P, serta degradasi dan erosi tanah

rupiah per hektar (Kompas, 7/7/2014).

meningkatnya

serangan

yang terjadi di hampir semua negara di dunia.

Petani tebu juga menghadapi hal yang sama. Gula

Sebagai dampaknya, stok biji-bijian dunia menurun dari

rafinasi yang diimpor masuk ke pasar bebas dan

107 hari konsumsi pada sepuluh tahun lalu menjadi

persetujuan impor gula kristal putih oleh Kementerian

hanya 74 hari konsumsi pada beberapa tahun terakhir ini

Perdagangan (10/7/2014) menghancurkan harga gula di

(LR Brown, 2012, Full Planet, Empty Plates). Harga

tingkat petani justru ketika petani tebu mulai memasuki

pangan dunia meningkat 200 hingga 300 persen yang

panen raya.

berdampak serius bagi penduduk miskin dunia yang


pendapatannya 50 hingga 70 persen dibelanjakan untuk
pangan.

Siklus itu terus berulang setiap tahun dan terjadi di hampir


semua komoditas, baik bawang merah, bawang putih,
kedelai, jagung, beras, ikan, maupun garam. Karena

Permasalahan pangan di Indonesia tak kalah pelik.

harga pangan merupakan penyumbang inflasi terbesar,

Terabaikannya

perlindungan

pembangunan

sektor

pertanian

dan

harga

di

tingkat

konsumen

menjadi

pangan pasca Reformasi menyebabkan kita kian dalam

kebijakan utama yang ditempuh pemerintah. Rezim

masuk jurang impor pangan yang menghambat upaya

ketahanan pangan juga menempatkan investor asing,

mandiri di bidang pangan dan mengorbankan petani

mafia

kecil.

pedagang pangan, dan penyedia input produksi berada di

pangan,

pengusaha

besar,

industri

pangan,

puncak piramida struktur pertanian kita. Hingga saat ini


Impor pangan yang semakin membesar selama sepuluh

tidak ada keberanian dari pemerintah untuk mengubah itu

tahun terakhir ini merupakan kenyataan. Selama periode

semua.

pemerintahan

terakhir,

impor

pangan

dibandingkan

dengan tahun 2004 meningkat tajam. Beras meningkat

Pola konsumsi masyarakat juga berubah. Konsumsi

482,6 persen, daging sapi 349,6 persen, cabai 141,0

beras menurun rata-rata sebesar -1,62 persen setiap

persen, gula 114,6 persen, bawang merah 99,8 persen,

tahun (BPS 2014). Penurunan konsumsi beras itu bukan

jagung 89,0 persen, kedelai 56,8 persen, dan gandum

disebabkan beralihnya konsumsi ke sumber karbohidrat

45,2 persen (DA Santosa, Kompas, 26/3/2014, diolah dari

lokal lainnya, melainkan lebih disebabkan peningkatan

Bappenas 2014 dan USDA 2014). Ironisnya anggaran

konsumsi pangan olahan berbasis tepung terigu yang

sektor pangan dan pertanian selama sembilan tahun

meningkat tajam. Impor gandum selama periode tersebut

terakhir ini meningkat 611 persen!

meningkat rata-rata sebesar 8,6 persen setiap tahun


(diolah dari WOAB, USDA 2014). Pengeluaran rata-rata
untuk

konsumsi

makanan

dan

minuman

jadi

meningkat tajam rata-rata sebesar 14,7 persen (BPS

terakhir justru semakin liberal dan sangat condong ke

2014).

korporasi asing. Jumlah investasi asing (Foreign Direct


Investment/ FDI) untuk sektor pertanian melalui lisensi

Pola konsumsi berbasis impor

yang telah diterbitkan pemerintah meningkat luar biasa

Perubahan gizi masyarakat juga praktis tak terjadi karena

tinggi, yaitu dari 1221 pada tahun 2009 menjadi 4342

hanya terjadi peningkatan kecil konsumsi protein asal

pada tahun 2011 atau 255 persen hanya dalam tempo

hewani, yaitu 0,28 persen setiap tahun, jauh lebih rendah

dua tahun (BKPM 2012). Pada periode 2010-2013 nilai

dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Ironisnya

investasi asing di bidang pangan dan perkebunan

sumber protein hewani yang hampir 100 persen pakan

meningkat sebesar 113 persen (BKPM 2014).

maupun bibitnya dikuasai perusahaan multinasional


meningkat tajam 4,6 persen untuk daging ayam ras dan

Kecenderungan ini sungguh mengkhawatirkan, apalagi

1,61 persen untuk telur ayam ras setiap tahun. Sumber

pada 2015 Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi

protein hewani asal rakyat dan petani kecil berupa daging

ASEAN. Hambatan tarif dan nontarif akan dihilangkan

ayam kampung, telur ayam kampung, dan telur itik

dan prosedur karantina akan diintegrasikan melalui

menurun tajam masing-masing 1,67 persen, 7,30 persen,

ASEAN Single Window. Bahan pangan maupun pangan

dan 9,78 persen setiap tahun (BPS 2014).

olahan yang diimpor melalui salah satu negara akan


dengan bebas masuk ke pasar terbesar ASEAN, yaitu

Konsumsi tahu dan tempe yang merupakan sumber

Indonesia, tanpa hambatan. Petani dan nelayan kecil

penting protein nabatisekalipun sumber bahan bakunya

semakin dibenturkan sistem perdagangan pangan dan

sebagian besar imporpeningkatannya juga jauh lebih

pertanian yang tak adil bagi mereka. Dengan demikian,

rendah dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk,

perlu upaya luar biasa keras sehingga program luhur

yaitu hanya 0,16 persen per tahun. Lebih memprihatinkan

kedaulatan pangan bisa benar-benar terwujud dan tidak

penurunan

menjadi jargon kampanye tanpa isi.

konsumsi

ikan

lima

tahun

terakhir

dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, yaitu minus


2,19 persen (diolah dari BPS 2014).

Pemerintah mendatang perlu merenegosiasi seluruh


perjanjian regional maupun internasional yang selama ini

Pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen selama periode

terbukti memperparah kondisi petani. Pola liberalisasi

pemerintahan sekarang praktis tak berdampak terhadap

yang kebablasan perlu direm dengan meninjau ulang

perubahan pola konsumsi ke arah kedaulatan pangan

seluruh UU terkait pangan dan pertanian serta semua

dan bahkan tak berdampak apa pun terhadap upaya

produk turunannya. Seluruh visi-misi dan program yang

peningkatan gizi masyarakat. Program diversifikasi gagal

sudah ditulis perlu dibedah dan dikemas ulang sehingga

dan pola konsumsi masyarakat kian bergeser sedikit demi

benar-benar implementatif menuju kesejahteraan petani

sedikit dari pola konsumsi berbasis produksi lokal asal

dan nelayan serta menuju Indonesia yang berdaulat di

petani kecil dan nelayan ke pangan berbasis impor dan

bidang pangan

produk korporasi.
Dwi Andreas Santosa
Alih-alih meningkatkan kapasitas petani kecil untuk

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB; Ketua Umum

mampu bersaing dalam pasar yang sampai saat ini tidak

Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia

adil bagi mereka, kebijakan pemerintah dalam lima tahun

Anda mungkin juga menyukai