Anda di halaman 1dari 5

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat

menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang
memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol
yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di
Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM,
menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi
ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam
teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran
udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Untuk
pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :

Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira
siwalan, sari-buah mete
Bahan berpati : tepung-tepung sorgum biji, jagung, cantel, sagu, singkong/ gaplek, ubi jalar,
ganyong, garut, suweg, umbi dahlia.
Bahan berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll.

Teknologi Pengolahan Bioetanol

Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan
baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan
zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua
jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa
asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa
dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme;
kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan
yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana
ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun
dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan
ethanol/bio-ethanol dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi
ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk
bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan
teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan
efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih
perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat
dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi.

Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu:

1. Persiapan Bahan Baku


Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara
langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum)
atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain
sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan
bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:

1. Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula

2. Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya
3.

agar bisa berinteraksi dengan air secara baik


Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula
kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme
serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier
untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
o Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:

1. Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur


2. Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
3.Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
4. Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sampai dengan 90 0C, dimana tepung-tepung yang bebas
akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu
optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin).
Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair
seperti sup.

Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses
sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.

Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja


Pengaturan pH optimum enzim
Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
Mempertahankan pH dan temperatur pada rentang 50-60 0C sampai proses sakarifikasi
selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).

2. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada
ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol
dan CO2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum
kisaran 27-32 0C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya.
Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah
dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.

Jenis Ragi

Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8-12
% (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena
kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan
pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
Untuk ragi, biasanya digunakan jenis Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae (disebut juga
ragi roti). Penggunaan kedua jenis tersebut bisa sendiri-sendiri atau dicampur. Beberapa website
menganjurkan pencampuran keduanya untuk menutupi kelemahan masing-masing jenis ragi.

Zymomonas mobilis

Saccharomyces cerevisiae

(+) proses peragian cepat (13-20 jam)

(+) Etanol yang dihasilkan banyak (65.5 g/l cell


density)

(-) etanol yang dihasilkan sedikit (30 g/l cell


density)

(-) Proses peragian lama (50-33 jam)

Untuk mempercepat proses peragian, bisa diberikan beberapa enzim tambahan seperti alpha dan
beta amylase. kedua enzim ini digunakan untuk memecah karbohidrat menjadi gula sederhana (alpha
amylase menghasilkan maltose, beta amylase menghasilkan sucrose). enzim-enzim ini ditambahkan
pada proses peragian untuk menghasilkan larutan dangan kadar etanol yang tinggi. Larutan ragi yang
sudah selesai digunakan dapat dicampurkan pada larutan bahan yang baru sebagai larutan biang,
dengan kadar 50% larutan biang + 50% larutan ragi yang baru.
3. Pemurnian / Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik
didih etanol murni adalah 78 0C sedangkan air adalah 100 0C (Kondisi standar). Dengan memanaskan
larutan pada suhu rentang 78 100 0C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan
melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade :

1. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94 %


2. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan
baku farmasi.
3. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99,5 %

Kegunaan ethanol/bioethanol (alkohol) adalah sebagai berikut

1. Sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium dan industri. Sebagai bahan bakar. Etanol

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

mempunyai nilai kalor (Q) sebesar 12.800 Btu/lb. Sedangkan jika dicampur dengan gasoline
dimana prosentase 10% etanol dan 90% gasoline akan menghasilkan produk dengan nama
dagang Gasohol yang dihasilkan nilai kalor (Q) sebesar 112.000 Btu/gallon.
Sebagai minuman keras
Sebagai bahan industri kimia.
Sebagai bahan kecantikan dan kedokteran.
Sebagai pelarut dan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.
Sebagai bahan baku (raw material) untuk membuat ratusan senyawa kimia lain, seperti
asetaldehid, etil asetat, asam asetat, etilene dibromida, glycol, etil klorida, dan semua etil
ester.
Sebagai pelarut dalam pembuatan cat dan bahan-bahan komestik.
Diperdayakan di dalam perdagangan domestik sebagai bahan bakar.

Tetes Tebu
Tetes Tebu (molases) adalah hasil samping proses pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum).
Tetes tebu berwujud cairan kental yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Tetes tebu tidak
dapat dibentuk gula dengan kadar tinggi (50-60 %), asam amino, dan mineral. Tingginya kandungan
gula dalam tetes berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol.

Pada umunya tetes tebu di indonesia di ekspor dalam bentuk cane molases. Ekspor cane molasses
berkontribuasi sekitar 78,4 % dari total ekspor produk tebu.
Tabel II.2 Komposisi kimia tetes tebu
Unsur

Kisaran (%)

Rata-rata (%)

Air 17-25

20

Sukrosa

30-40

35

Dekstrosa (glukosa)

4-9

Fruktosa

5-12

Karbohidrat lain

2-5

Abu 7-15

Unsur nitrogen

2-6

12

Unsur bukan nitrogen

2-8

4,5

Pigmen

0,4

Lilin, sterol, phospolipid

0,1-1

Vitamin

Ketersediaan tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol di Indonesia cukup banyak. Hal ini berkorelasi
dengan luas areal perkebunan tebu yang semakin meningkat. Diperkirakan untuk setiap ton tebu
akan menghasilkan sekitar 2,7 % tetes tebu.

Sifat fisika dan kimia dari tetes tebu

Bentuk

Kental, coklat kehitaman

pH

5,3

Titik beku

-18 0C

Titik didih

107 0C

Specific gravity

1,4

Kelarutan dalam air

Sangat larut

Viscositas

4,323 cp

Panas Spesifik

0,5 kkal/kg 0C

Densitas

1,47 gr/ml

A. Alat dan Bahan :


Pada pembuatan Bioetanol alat yang digunakan adalah
a. Gelas erlenmeyer besar (500 ml)untuk fermentasi
b. Seperangkat destilator sederhana
c. Gelas erlenmeyer (250 ml) untuk menampung destilat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
a. Molase (tetes tebu) 100 liter yang sudah diencerkan (tetes tebu : air = 1:2)
b. Pupuk urea
c. Pupuk NPK
d. Ragi Roti
B. Cara Kerja :
Sebelum mengetahui cara kerja pembuatan bioetanol dari Molase (tetes tebu) sebaiknya
mengetahui alur kerja terlebih dahulu :
Cara kerjanya adalah
1. Masukkanan 500 ml tetes tebu yang sudah diencerkan
2. Tambahkan 500 mgram campuran ragi roti,urea,dan NPK (ragi roti:urea:NPK = 1:1:1)
3. Biarkan selama 5-6 hari dalam keadaan tertutup tapi tidak rapat, agar gas karbondioksida
yang terbentuk dapat keluar. Fermentasi yang berhasil dapat diamati dari aroma alkohol dan
suara gelembung gas yang naik keatas.
4. Pindahkan cairan kedalam mesin penyuling(alat destilasi)
5. Panaskan cairan dan tahan suhu pada 80-90oC
6. Melalu unit kondensasi akan dihasilkan sekitar 30 liter bioetanol dengan kadar 50%
7. Kalau diinginkan bioetanol kadar tinggi diperlukan penyuling kedua
8. Pindahkan bioetanol kadar rendah ke mesin penyuling kadar tinggi
9. Panaskan cairan dan tahan suhu pada 790C
10. Melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan bioetanol dengan 90-95%

Rangkaian alat pembuatan Bioetanol dari Molase adalah

Anda mungkin juga menyukai