Abstract
Nowdays, culture industry is one of very interesting subject. The
exploration and elaboration about it has been the subject of intense
debate over last few decades. We can say that culture industry now
become a phenomena. The culture industry concept is a thesis proposed
by Adorno and Horkheimer of the Frankfurt school. It contends that
culture industries exist to enforce (and reinforce) the capitalist ethos. Of
course, we cant separate this studies from several terms like commodity,
capitalism and pop culture because its related each other. This paper try
to describe how culture industry influence many aspects in our life
especially in both of myths and legends. There is a great formula in
capitalism that everything in our world can be exchanged into various of
commodities which can sell to the market.
Keywords: culture industry, commodity, myth, legend, capitalism, market
Pendahuluan
Dewasa ini industri budaya (culture industry) kian menyeruak
sebagai fenomena. Berbagai sisi kehidupan manusia sepertinya tidak
dapat lepas dari infiltrasi fenomena tersebut. Termasuk di dalamnya
adalah mengenai mitos atau legenda yang masih merupakan enigma pun
tak luput darinya. Secara jujur kalau kita ingin menilik lebih ke dalam
nampaknya industri budaya telah merasuk jauh ke segenap relung serta
sendi dunia realitas kita baik dalam makna sesungguhnya atau sekedar
metafisika.
Makna
dari
mitos (myth) itu sendiri adalah suatu cerita, pendapat atau anggapan
dalam konteks sebuah kebudayaan yang dianggap memiliki kebenaran
mengenai suatu ihwal yang pernah ada pada masa dahulu namun
kebenaran itu sendiri masih diragukan atau belum tentu benarnya.
Mitos berasal dari kata mutos (Yunani) yang berarti cerita atau sejarah
berisi dongeng yang dibentuk serta diriwayatkan mengenai masa lalu.
Dalam hal ini dapat berupa cerita dewa, pahlawan di masa lalu, kejayaan
orang masa lampau, mengenai asal usul alam semesta dan sebagainya
(Alkatiri, 1998: 2-6).
Senada dengan Alkatiri, J.A. Coleman dalam The Dictionary of
Mythology (2007) mengungkapkan bahwa mitos dapat berarti suatu kata,
cerita, pembicaraan dan sebagainya. Biasanya cerita yang dimaksud
bergulir secara lisan dari satu orang ke orang lain, dari generasi ke
generasi, berkisah mengenai pahlawan, tentang dewa-dewa atau pun
berkaitan dengan ide penciptaan. Beberapa dari mitos terekam dalam
catatan tertulis sehingga dapat diketahui hingga saat ini (Coleman, 2007:
7).
Chusmeru pernah mengungkapkan bahwa proses bergulirnya suatu
pesan melalui lisan atau dari mulut ke mulut yang dikenal sebagai
komunikasi
lisan/gethok
tular/word
of
mouth
dalam
terminologi
suatu
kesakralan
berkaitan
suatu
pantangan,
Proses
penyebaran
secara lisan atau word of mouth ini memungkinkan adanya suatu distorsi
berupa penambahan dalam cerita yang ada bahkan dapat berbeda sama
sekali dengan cerita pada awalnya karena adanya penambahan unsur
ataupun karakter dalam jalan cerita seriring dengan perubahan zaman
yang bergulir baik dalam mitos ataupun legenda.
Namun walau bagaimana pun, mitos dan legenda tersebut tetap
dapat tersampaikan dari generasi ke generasi karena adanya suatu alat
yakni bahasa. Oleh karena itu, mitos dan legenda dapat dikatakan sama
tuanya dengan bahasa. Tercatat manusia mulai mengenal bahasa kirakira sejak 300.000 sampai 200.000 tahun Sebelum Masehi (SM).
Sementara bahasa secara lengkap mulai digunakan kira-kira 35.000
tahun SM (Nurudin, 2007: 45). Beberapa mitos maupun legenda
senantiasa dipertahankan karena mampu memberikan suatu pelajaran
atau pesan teladan yang baik bagi kehidupan sehari-hari.
Beberapa pandangan menjelaskan bahwa
antara mitos dan legenda harus dibedakan. Akan tetapi dalam konteks
budaya yang senantiasa dinamis, kedua hal tersebut sering bersilang
sengkarut satu dengan lainnya dalam artian dalam mitos terdapat
legenda demikian pula sebaliknya. Sehingga fokus dari tulisan ini adalah
dalam konteks menguak infiltrasi dari industri budaya kepada berbagai
mitos dan legenda yang sudah jelas ataupun masih samar-samar
kebenarannya. Namun, satu hal yang pasti dalam industri budaya
bukanlah suatu perkara penting apakah itu mitos dan legenda itu benar
atau tidak. Hal yang utama dalam industri budaya adalah apakah hal-hal
tersebut dapat dijual dan laku di pasar atau tidak (Garnham, 1990;
Sussman, 1997; Mosco, 2009).
Menyelami Industri Budaya
Nicholas Garnham dalam tulisannya On the Cultural Industries
(1997), menjelaskan bahwa industri budaya merujuk pada institusiinstitusi dalam masyarakat yang mengolah moda khusus produks dan
organisasi korporasi guna memproduksi dan menyebarkan simbol-simbol
dalam bentuk benda-benda dan jasa budaya sebagai suatu komoditas
(Garnham, 1997).
pertunjukkan
hiburan
bahkan
pariwisata.
Merujuk
pada
Dalam
Websters
New
sendiri
menurut
yang
kebutuhan
untuk
dihasilkan
oleh
menyadari
industri
nilainya
di
budaya
pasaran
diarahkan
oleh
dimana
motif
yang
merupakan
produk
nyata
dari
pencerahan
semu
yang
diproduksi
dan
dilemparkan
kepada khalayak perlahan tapi pasti akan menjadi budaya massa atau
budaya populer yang sangat menjanjikan peluang pelipat gandaan
kapital dari budaya populer itu sendiri. Apalagi budaya populer itu sudah
merasuk dan hidup di tengah-tengah khalayak. Hal yang diperlukan
kapitalisme hanyalah memproduksi ulang dengan berbagai variasi yang
berbeda untuk kemudian dijual kembali kepada khalayak. Dalam arti
diproduksi dan direproduksi untuk mencari nilai lebih dari nilai tukar
(exchange-value) (Piliang, 1999: 33).
Salah
satu
alat
ampuh
dalam
upaya
sebaliknya
agar
penggemar
bisa
lebih
penuh
beragam.
Bennett
dan
Woollacott
secara
lebih
jauh
hendak
dikutip
dari
Storey
(2007:
8),
Lawrence
memiliki
kekuatan
maha
dahsyat
dalam
mempengaruhi
peduli apakah mitos dan legenda itu adalah realitas yang berasal dari
yang nyata atau bahkan hanya fiksi dan fantasi dalam pijakan dasar
teksnya. Yang paling utama adalah teks tersebut laku dijual dan mampu
menjadi sumber kesenangan. Hal ini senada sebagaimana pernah
diungkapkan Ien Ang bahwa fiksi dan fantasi adalah sumber kesenangan
sebab ia menempatkan realitas dalam selingan karena ia membangun
solusi imajiner bagi kontradiksi-kontradiksi nyata (Ang, 1985; Bennett,
et.al, 1986; Ashley (ed), 1989; Bennett, (ed), 1990).
Sementara
itu,
John
Fiske
(1987)
ini
pikiran
kita
tentu
akan
melayang
pada
kisah
misteri
berarti. Seolah menghilang dalam kabut malam kelam ketika itu. Namun,
apabila ditinjau dari sisi kriminologi, kasus ini merupakan fakta
perubahan masyarakat sosial yakni perubahan dari masyarakat agraris
menuju masyarakat industri yang selalu memunculkan tipe kejahatan
baru. Tidak dapat dipungkiri, Jack the Ripper pun kini telah menjadi
legenda.
resmi
metropolitan
London,
www.met.police.uk
(2011).
Kisah
dalam
membentuk
komoditas
karena
memang
tersedia
museum
kekejian
di
The
London
komoditas-komoditas
yang dihasilkan
oleh
industri
budaya
Letat,
cest
moi!
(negara
adalah
saya).
Raja
dapat
Perihal
film, buku, drama, dan puisi. Oleh karena itu, ketenarannya melampaui
fakta-fakta sejarah. Meminjam istilah, Jean Baudrillardkisah tahanan
bertopeng telah berubah menjadi hiperrealitas (realitas semu) dan
merupakan sebuah lahan subur untuk menggerakkan industri budaya
karena mitos tersebut hingga saat ini masih merupakan enigma dan yang
paling utama adalah senantiasa memancing rasa penasaran publik
sehingga laku untuk dijual (Alkhajar, 2007).
Tidak hanya itu, mitos mengenai topeng besi telah merasuk dalam
imajinasi populer publik. Di akhir tahun 1700, saat revolusi meletus,
ketidakpuasan terhadap berbagai hak istimewa para bangsawan dan
berbagai tirani menemukan simbol perlawanan pada tahanan bertopeng
yang tidak pernah diketahui identitasnya hingga akhir hayatnya.
Penjaranya, Bastille, telah menjadi simbol utama dari tirani dan
penindasan.
Revolusi
Perancis
Raja Arthur
Kisah mengenai Raja Arthur yang dapat dikatakan
penuh dengan mitologi pun tidak luput dari pandangan industri budaya
dimana berbagai kisah yang sesungguhnya belum jelas ini pun tetap
merupakan komoditas yang potensial untuk digarap yang tentunya akan
menghasilkan keuntungan. Apalagi banyak orang yang tertarik dan
penasaran terhadap Raja Arthur yang misterius dan legendaris ini. Hal
terlihat jelas dari berbagai studi yang berkaitan dengannya (Castleden,
2000; Higham, 2002).
Dengan adanya peluang besar tersebut, industri budaya pun segera
melakukan pekerjaannya. Hasil komodifikasi pun dilakukan semisal
dalam bentuk novel, buku, film, film animasi ataupun program siaran
radio tentunya dengan pijakan yang berkisar pada mitologi Raja Arthur.
Sebut saja T.H. White, seorang penulis hebat yang mencoba mengangkat
kembali kisah klasik Raja Arthur dalam novelnya The Sword in the Stone
(1938). Kisah mengenai masa kecil Raja Arthur ini disajikannya demikian
memikat yang mana telah mengkombinasikan antara elemen legenda,
sejarah, fantasi dan humor. White berhasil menghidupkan kembali
mengenai Raja Arthur dalam novelnya menjadi demikian hidup, fantastis
dan terlihat nyata. Ia berhasil menggiring pembaca untuk menyelami ke
zaman
pertengahan
dan
mengungkapkan
cerita
lama
ini
melalui
34.967.437
(http://boxofficemojo.com/movies/?
di
mendapatkan
pasar
$
luar
negeri,
127.600.435
secara
di
keseluruhan,
seluruh
film
ini
dunia
(http://boxofficemojo.com/movies/?id=firstknight.htm,
2011).
diakses
20
Juni
film
ini
mendapatkan
(http://boxofficemojo.com/movies/?id=kingarthur.htm,
2011).
203.567.857
diakses
20
Juni
Sepertinya
logika
pengetahuan
mampu
untuk
menyingkap
kabut
yang
berbondong-bondong
(Greene,
1992;
Michelsson,
2008:
3;
Koerner, 2011). Selain itu, bukan sesuatu yang tidak mungkin bahwa
Henry II menginginkan penguatan total keyakinan mengenai kembalinya
Arthur, yang mungkin telah diinisiasi oleh penemuan makam Arthur
dalam rangka merayakan kelahiran cucunya, Arthur of Brittany. Menilik
hal ini, Leslie Alcock mengatakan kemungkinan adanya latar belakang
politik dari ditemukannya makam Arthur tersebut (Alcock, 1971).
Studi
Elisabeth
Michelsson
dari
raja-raja
Inggris
membutuhkan
legitimasi
untuk
Nostradamus
Michel
Nostradamus
(lahir
sebagai
Michel
de
Nostredame),
beberapa
film
sebut
saja
diantaranya:
Prophecies
of
Tomorrow
(1981)
serta
End
of
Days
(1999)
yang diilhami
ramalannya yakni konsep from the sky will come a great King of Terror
(http://en.wikipedia.org/wiki/Nostradamus_in_popular_culture, diakses 15
April 2011).
dapat
dikatakan
perihal
Nostradamus
terus
mengalami
rangka
mengakumulasi
kepentingan
modal
(Mosco,
2009).
karena
media
merupakan
instrumen
penting
dari
Akan
bantuan
dari
seorang
ksatria
yang
ramah
yang
selalu
sebagai
berikut:
Coba
tanya
kepada
audiens
yang
mengolah
apapun
dalam
dimensi
kehidupan
manusia
termasuk mitos dan legenda menjadi suatu komoditas yang laku dijual
dan disukai pasar.
ada beberapa aspek yang dapat digali secara lebih jauh ke depannya.
Salah satunya adalah berkaitan dengan pengaruh mitos dan legenda
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam konteks historis
ataupun kontemporer seperti masa kini. Betapa mitos dan legenda pun
tidak lepas dari ranah politik dimana hal-hal semacam itu kerap sekali
digunakan sebagai alat legitimasi penguasa atau atas nama kekuasaan.
Begitu pun, pada sisi sosial sebagai ranah yang menginspirasi berkaitan
dengan pelajaran dan pesan yang disampaikan atau dikonstruksikan di
dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adorno, Theodor W. and Max Horkheimer. 1972. Dialectic of
Enlightenment. New York: Herder
and Herder.
Adorno, Theodor W. 1991. The Culture Industry. London: Routledge.
Alcock, Leslie. 1971. Arthur's Britain, History and
Archeology. London: Penguin Press.
Alkatiri, Zeffry J. 1998. Manusia, Mitos dan Mitologi. Depok: Fakultas
Sastra Universitas
Indonesia.
Alkhajar, Eka Nada Shofa, Hiperealitas dalam Kehidupan Nyata,
Kompas, 31 Desember 2007.
Alkhajar, Eka Nada Shofa, Gethok Tular dan Pariwisata, Pelita, 21
Januari 2010.
Alkhajar, Eka Nada Shofa, Sinetron dalam Jeratan Industri Budaya,
Pelita, 29 April 2010.
Alkhajar, Eka Nada Shofa, Tanggung Jawab Sosial Media. Joglosemar, 8
Maret 2011.
Ang, Ien. 1985. Watching Dallas.
London: Methuen.
Anom, Andari
University Press.
Bennett, Tony and
Janet Woollacott. 1987. Bond and Beyond. London: Mcmillan.
Bennett, Tony (ed.). 1990. Popular Fiction. London: Routledge.
Berger, Arthur Asa. 1982. Media Analysis Techniques. California: Sage
Publications.
Bianco, Robert. (2001, 13 Juli), Mists
Features Strong Women, Acting, USATODAY, diakses
21 Juni 2011
dari http://www.usatoday.com/life/television/2001-07-13-mists-of-avalon
-review.htm.
Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa. Yogyakarta: Jendela.
Castleden, Rodney. 2000. King Arthur: The Truth
Behind the Legend. London and New York:
Routledge.
Chomsky, Noam. 2005.
Kuasa Media, Terj. Nurhady Sirimorok. Yogyakarta: Pinus.
Coleman, J.A. 2007. The Dictionary of Mythology. London: Arcturus
Publishing Limited.
Dumas, Alexandre. 2002. Man In The
Iron Mask. McLean, VA: IndyPublish.com.
Febriane, Sarie.
Menyusuri Jejak "Jack The Ripper", Kompas, 30 Mei 2010.
Fiske, John. 1989. Reading Popular Culture. Boston, MA: Unwin Hyman.
Fukuyama, Francis. 1992. The End of History and the Last Man. New
York: Free Press.
Fukuyama, Francis dan Samuel P. Huntington.
2005. The Future of The World Order: Masa Depan Peradaban dalam
Cengkraman Demokrasi Liberal Versus Pluralisme, Cet. 2. Terj. Ahmad
FaridlMaruf. Yogyakarta: IRCiSoD.
Gale Cengage Learning. 2009. U.X.L Encyclopedia of World Mythology.
Detroit: Gale Cengage Learning
Garnham, Nicholas. 1990. Capitalism and
Communication: Global Culture and the Economics of
Information.
London: Sage.
Garnham, Nicholas. 1997. On The Cultural Industries, dalam Paul
Marris and Soe Torham(ed.), Media Studies: A Reader. Edinburg:
Edinburg University Press.
Giddens, Anthony. 2004.
RUNAWAY WORLD: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita,
Cet. 2, Terj. Andry Kristiawan S. dan Yustina Koen S. Jakarta:
Gramedia.
Grossberg, Lawrence. 1992. Is There a Fan in
The House?: The Affective Sensibility of Fandom In L. Lewis (ed.), The
Adoring Audience: Fan Culture and Popular Media. London:
Routledge.
Heritage, Stuart. (2011, 11 Juni). King Arthur is back on TV in Camelot
but which is the best version?, The Guardian, diakses 20 Juni 2011
dari http://www.guardian.co.uk/culture/2011/jun/11/king-arthur-is-back-
on-tv-in-camelot.
Hesmondhalgh, David. 2002. The Cultural
Industries. London: Sage.
Higham, N.J. 2002.
King Arthur: Myth-Making and History. London and New York:
Routledge. Holt, James Clarke. 1989. Robin Hood. Revised edition.
London: Thames and Hudson.
http://en.wikipedia.org/wiki/Nostradamus_in_popular_culture, diakses 15
April 2011. http://www.allaboutpopularissues.org/nostradamusprophecy.htm, diakses 14 Juni 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/Norman_conquest_of_England, diakses 15
Juni 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Uli_Edel, diakses 21 Juni 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Mists_of_Avalon, diakses 21 Juni 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Mists_of_Avalon_%28TV_miniseries%29,
diakses 21 Juni 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/Turner_Network_Television, diakses 21 Juni
2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Excalibur_%28film%29, diakses 20 Juni
2011. http://boxofficemojo.com/movies/?page=main&id=excalibur.htm,
diakses 20 Juni 2011. http://filmireland.net/2011/01/27/boormanhonoured-as-excalibur-hits-30/, diakses 20 Juni 2011.
http://boxofficemojo.com/movies/?id=firstknight.htm, diakses 20 Juni
2011. http://boxofficemojo.com/movies/?id=kingarthur.htm, diakses 20
Juni 2011. http://www.allaboutpopularissues.org/nostradamusprophecy.htm, diakses 20 April 2011.
http://arthurianadventure.com/sword_in_the_stone.htm, diakses 20 Mei
2011. http://www.bbc.co.uk/programmes/b00gd7mk, diakses 21 Mei
2011.
Inglis, Fred. 1990. Theory Media An
Introduction. Massachusetts: Basil Blackwell Inc.
Jenkins,
Henry. 1992. Textual Poachers. New York: Routledge.
Kellner, Douglas. 1995. Media Culture. London: Routlegde.
Kelly, Alexander Garfield. 1973. Jack the Ripper; A Bibliography and
Review of the Literature. London: Association of Assistant Librarians.
Koerner, Brendan I.
2011. Arthur, Arthur!: The once and future king is lost in the past,
diakses 15 Juni 2011 dari
http://www.usnews.com/usnews/doubleissue/mysteries/king.htm.
Lawson, Mark. (2001, 15 September). Nostradamus Tops the Best
Sellers, diakses 14 Juni 2011
dari
http://www.guardian.co.uk/books/2001/sep/15/september11.usa.
Lemesurier, Peter. (2011, 2 Maret). Nostradamus Facts, diakses 15 Juni
2011 dari http://nostradamusthefacts.blogspot.com/
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
McQuail, Denis.
2002. Mass Communication Theory. London: Sage Publication.
met.police.uk. 2011. The Enduring Mystery of Jack the Ripper. Dipetik
25 April 2011 dari
http://www.met.police.uk/history/ripper.htm.
Mosco, Vincent. 2009.
The Political Economy of Communication. Second edition. London: Sage.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
OConnor, Justin. 2000. The Definitions of