Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik
PENDAHULUAN
Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak
dari hematuria makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dulu
penyakit ini merupakan penyebab tersering hematuria makroskopik pada anak,
tetapi frekuensi menurun selama decade terakhir nefropati IgA sekarang
kelihatanya merupakan penyebab hematruria makroskopik yang paling lazim.1
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis. Istilah glomerulonefritis
akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari glomerulonefritis akut sebagai
akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca infeksi,
proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen
antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan
koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau insitu pada
membrane basalis glomerulus.1
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara
berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A,
yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS).1 GNA dapat
terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun. Penelitian
multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5-15 tahun dengan rerata
usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio laki-laki jika dibandingkan dengan wanita
sebanyak 1, 34 : 1.1. Pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%. 2 Angka
kejadian GNA sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak
dijumpai dari pada bentuk simtomatik.2
Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan atau tanpa
gejala sampai yang berat. Gejala pertama yang paling sering ditemukan adalah
edem palpebra. Hematuria berat sering menyebabkan orangtua membawa anaknya
berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisis, selain edem, hipertensi merupakan
tanda klinis yang sering ditemukan. Manifestasi klinis yang berat dapat juga
ditemukan jika terjadi komplikasi seperti gagal ginjal, gagal jantung, atau
hipertensi ensefalopati.2,8
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10
setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik
dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin
akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian
besar pasien. 8
Saat ini, penatalaksanaan GNA adalah secara suportif dan simtomatik
untuk mencegah komplikasi yang dapat membahayakan fungsi jantung
dan ginjal pasien sendiri. Untuk itu pada laporan kasus ini akan membahas
sebuah kasus mengenai Glomeulonefritis akut pasca infeksi pada anak yang
nantinya akan dibahas pula bagaimana cara mendiagnosis dan menatalaksana
penyakit ini.8
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama
: An.MK
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Siswa SD
Alamat
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Aceh
: 1-02-52-78 / 2185608
Jaminan
: JKRA
Tanggal masuk
serta konsumsi makanan tertentu. Gatal pada tubuh disangkal. Pasien juga
mengaku sesak napas sejak, menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga
mengalami kencing berwarna merah segar tanpa disertai rasa sakit sejak 3
hari SMRS. BAB dalam batas normal, riwayat nyeri saat buang air kecil
disangkal.
Riwayat batuk pilek 3 minggu sebelum pasien mengalami bengkak
pada seluruh tubuh. Batuk dialami pasien berdahak berwarna putih, dan
pilek. Riwayat demam disangkal. Pasien ini merupakan rujukan dari dari
RS sigli dengan diagnosis infeksi ginjal dan telah dirawat selama 3 hari
diRS Sigli namun tidak ada perbaikan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Veston, cetirizin,
7.
8.
9.
Riwayat Persalinan
Pasien anak ke 5 dari 7 bersaudara lahir secara pervaginam dibidan dengan
BBL : 4000 gram
= > 1 tahun
: Compos mentis
Tekanan darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Suhu
Keadaan gizi
Berat badan
: 20 kg
Tinggi badan
: 120 cm
: 14 cm
Lingkar kepala
: 55 cm (normocephali)
: Sawo matang
Turgor
: Cepat kembali
Sianosis
: Negatif
5
Ikterus
: Negatif
Edema
Anemia
: Negatif
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Tekanan vena jugularis R-2 cmH2O. Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi
- Statis
Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: normal
Anus
: Tidak diperiksa
Pitting edema (+) pada pretibia dan punggung kaki. Akral hangat, CRT <3
detik. Pucat (-). Ikterik (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium darah tanggal 30 Oktober 2014
Hb
: 10,9 gr/dl
Ht
: 34 %
Eritrosit
Leukosit
: 18,2 x 103/mm3
: 1/0/64/26/9
Na
: 143 mmol
: 3,8 mmol
Cl
: 110 mmol
GDS
: 105
: 3,20 g/dl
Globulin
: 2,90 g/dl
Kreatinin
: 0,48
Ureum
: 40
: 1,015
PH
: 6.0
Protein
: Positif
Glukosa
: Negatif
Blood
: Positif
Leukosit
: Positif
Nitrat
: Negatif
Keton
: Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin
: Negatif
Sedimen Urin
Eritrosit
: 8-10 / LPB
Epitel
: 3-5 / LPK
Leukosit
: 20-30 / LPB
Follow up di ruangan
Pasien dirawat di ruangan Serune 1 selama 10 hari. Masuk pada tanggal 30
Oktober rujukan RS Sigli dan pulang pada tanggal 9 November 2014
RR : 20 x/i
HR : 83 x/I
T : 36, 8 C
PF/ Kepala
: Normocephali
Wajah
: edema (+)
Mata
Hidung
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
Inspeksi
Palpasi
Ausk
Cor
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
Extremitas:
Sup: Edema (+/+), Pucat (-/-),Sianosis (-/-), lebam (-/-)
Inf : Edema (+/+), Pucat (-/-), Sianosis (-/-) lebam (-/-)
Hari rawatan ke-2 tanggal 1 Novemver 2014
HR : 95 x/I
T : 36, 8 C
PF/ Kepala : Normocephali
P/ USG abdomen
Wajah
: edema (+)
Mata
menunggu Hasil
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
Inspeksi
Palpasi
Ausk
Cor
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
Extremitas:
Sup: Edema (-/-), Pucat (-/-),Sianosis (-/-), lebam (-/-)
Inf : Edema (+/+), Pucat (-/-), Sianosis (-/-) lebam (-/-)
10
Terapi
Planning
Planning
Planing
Planning : darah rutin setelah pemberian Ceftriaxon H-7, rencana rawat jalan,
rencana kultur darah
Follow up tanggal 7, 8 dan 9 November 2014
11
: Furosemid stop
Planning
Pada tanggal 9 november 2014 pasien pulang dan diberi obat pulang Eritromisin
3x250 mg dan Captopril 12,5 mg 2x1 tab
RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa oleh orang tuanya dengan
keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 10 hari yang lalu. Bengkak awalnya
timbul pada daerah mata dan wajah, kemudian bengkak muncul pada kedua
tangan dan kedua tungkai sejak 10 hari yang lalu namun memberat pada 3 hari
SMRS. Bengkak muncul tiba-tiba dan semakin lama semakin berat. Bengkak
muncul lebih berat pada pagi hari setelah bangun tidur dan sedikit berkurang
menjelang siang dan malam hari. Bengkak muncul tidak dipengaruhi oleh cuaca
atau aktivitas, serta konsumsi makanan tertentu. Gatal pada tubuh disangkal.
Pasien juga mengaku sesak napas, menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga
mengalami kencing berwarna merah segar tanpa rasa sakit sejak 3 hari SMRS.
Riwayat batuk pilek 3 minggu sebelum pasien mengalami bengkak pada
seluruh tubuh. Pasien ini merupakan rujukan dari dari RS sigli dengan diagnosis
infeksi ginjal.
Dari pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, TD 160/90
mmHg, N 88 x/menit, RR 25 x/menit, T 36,6oC. Dari pemeriksaan didapatkan
wajah tampak edema , palpebra mata edem (+). Ekstremitas edema (+) pada
pretibia sin et dex dan punggung kaki.
Glomerulonefritis Akut
TERAPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bedrest
IVFD Dektrose 5 % 20 gtt/i
Inj. Ceftriakson 70 mg/ 12 jam
Inj. Furosemid 10 mg /12 jam
Captropil 2x1 tab
Diet rendah garam dan rendah protein
Balance cairan/6 jam
Monitoring tekanan darah
Status Gizi
BB/U = 20/22 x 100% = 91 % (gizi normal)
TB/U = 120/130 x 100 % = 92 % ( gizi normal)
Kesan status gizi: gizi Baik
Kebutuhan kalori : 57-70 x 20 kg = 1.140-1400 kkal/hari
Kebutuhan protein : 1.0 x 22 kg = 484 gr/hari
Kebutuhan cairan : 1000 + (10 x 50) = 1500 cc/hari = 63 gtt/i
(micro) atau 20 gg/i macro
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia bonam
BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis Glomerulonefritis akut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan
histopatologis. Lebih dari 50 % kasus GNA adalah asimtomatik. Kasus klasik atau
tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua
13
14
bahwa tekanan sistol pada anak ini berada diatas persentil 95 dan diastol berada
diatas persentil 99.1,2
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNA.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90
mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup
dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi
berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala
serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejangkejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%.
4,5
15
adanya gejala oluguria. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul
dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis
pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan
adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek. 2,7
Kelainan hematologis dapat berupa anemia dan trombositopenia. Anemia
dapat disebabkan hemodilusi dan hemolisis ringan akibat pemendekan umur
eritrosit. Selain itu anemia dapat juga disebabkan penyebab lain seperti anemia
defisiensi. Pada pasien ini terdapat anemia, yakni dengan nilai Hb 10,9 g/dl. 5,8
Pada pasien ini sangat diperlukan pemeriksaan ASTO dan C3 komplemen.
Karena kedua pemeriksaan ini sangat membantu untuk menunjang menegakkan
diagnosis glomerulonefritis akut. Pada pasien ini terdapat hasil positif pada
pemeriksaan ASTO. Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi
serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul
antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO),
antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO
merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi.
Titer ini meningkat 70-80% pada GNA. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD
Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi
streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14
sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga
5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada
GNA setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal
atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau
pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah
piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang
menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi
streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO
meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui
kulit. 2,7,8
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNA, karena turut serta
berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang
16
17
diberikan furosemid injeksi 10 mg/ 12 jam dan obat anti hipertensi yaitu captopril
12,5 mg 2x 1 tablet.1,7,8
Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi
dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein,
rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan
hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada keadaan
sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan
restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti
ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada
hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross,
tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang. 3,7
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik yaitu ceftriakson 70 mg /12 jam
Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang
tenggorokan atau kulit sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya
penyakit. Meskipun demikian, pengobatan antibiotik dapat mencegah penyebaran
kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian GNA dan mencegah
wabah.2,3 Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.1,2,5
Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih
aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk
menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang meluas. Pemberian terapi
penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku emas lagi, sebab
resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik
golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat. 8
18
BAB IV
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut ditandai oleh adanya kelainan klinis akibat proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara infeksi dan
kelainan-kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. 2000 Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 15.
Philadelphia.
2. Dedi Rachmadi. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
[http://pustaka.unpad.ac.id/archives/129317/ [Diakses pada tanggal 24
Novenber 2014 ]
20
3. Herry, G dan Heda, M. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ketiga. Bandung :Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNPAD.
4. Husein, A, dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta
5. Prico SA. dan Wilson LM. 1995. Patologi Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
6. Sudung, Pardede, Partini P, Trihono, Tambunan, T. 2005. Gambaran Klinis
Glomerulonefritis Akut pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4.
7. Sutisna Himawan. 1998. Patologi. FK UI. Jakarta.
8. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.
Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta. IDAI.
21