Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak
dari hematuria makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dulu
penyakit ini merupakan penyebab tersering hematuria makroskopik pada anak,
tetapi frekuensi menurun selama decade terakhir nefropati IgA sekarang
kelihatanya merupakan penyebab hematruria makroskopik yang paling lazim.1
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis. Istilah glomerulonefritis
akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari glomerulonefritis akut sebagai
akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca infeksi,
proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen
antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan
koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau insitu pada
membrane basalis glomerulus.1
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara
berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A,
yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS).1 GNA dapat
terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun. Penelitian
multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5-15 tahun dengan rerata
usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio laki-laki jika dibandingkan dengan wanita
sebanyak 1, 34 : 1.1. Pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%. 2 Angka
kejadian GNA sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak
dijumpai dari pada bentuk simtomatik.2
Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan atau tanpa
gejala sampai yang berat. Gejala pertama yang paling sering ditemukan adalah
edem palpebra. Hematuria berat sering menyebabkan orangtua membawa anaknya
berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisis, selain edem, hipertensi merupakan
tanda klinis yang sering ditemukan. Manifestasi klinis yang berat dapat juga

ditemukan jika terjadi komplikasi seperti gagal ginjal, gagal jantung, atau
hipertensi ensefalopati.2,8
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10
setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik
dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin
akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian
besar pasien. 8
Saat ini, penatalaksanaan GNA adalah secara suportif dan simtomatik
untuk mencegah komplikasi yang dapat membahayakan fungsi jantung
dan ginjal pasien sendiri. Untuk itu pada laporan kasus ini akan membahas

sebuah kasus mengenai Glomeulonefritis akut pasca infeksi pada anak yang
nantinya akan dibahas pula bagaimana cara mendiagnosis dan menatalaksana
penyakit ini.8

BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama

: An.MK

Tanggal lahir/ umur

: 11 Juli 2007/ 7 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Siswa SD

Alamat

: Desa Glumpang Baru, Pidie

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Aceh

No. CM/ reg

: 1-02-52-78 / 2185608

Jaminan

: JKRA

Tanggal masuk

: 30 Oktober 2014 Pukul 14.30

Tanggal pemeriksaan : 6 November 2014


II. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bengkak pada seluruh tubuh
2. Keluhan Tambahan
Sesak Napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan bengkak pada seluruh
tubuh sejak 10 hari yang lalu. Bengkak awalnya timbul pada daerah mata
dan wajah, kemudian bengkak muncul pada kedua tangan dan tungkai 10
hari yang lalu namun memberat pada 3 hari SMRS. Bengkak muncul tibatiba dan semakin lama semakin berat. Bengkak muncul lebih berat pada
pagi hari setelah bangun tidur dan sedikit berkurang menjelang siang dan
malam hari. Bengkak muncul tidak dipengaruhi oleh cuaca atau aktivitas,

serta konsumsi makanan tertentu. Gatal pada tubuh disangkal. Pasien juga
mengaku sesak napas sejak, menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga
mengalami kencing berwarna merah segar tanpa disertai rasa sakit sejak 3
hari SMRS. BAB dalam batas normal, riwayat nyeri saat buang air kecil
disangkal.
Riwayat batuk pilek 3 minggu sebelum pasien mengalami bengkak
pada seluruh tubuh. Batuk dialami pasien berdahak berwarna putih, dan
pilek. Riwayat demam disangkal. Pasien ini merupakan rujukan dari dari
RS sigli dengan diagnosis infeksi ginjal dan telah dirawat selama 3 hari
diRS Sigli namun tidak ada perbaikan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat bengkak sebelumnya disangkal


Riwayat batuk pilek dan nyeri tenggorokan berulang sering dialami pasien.
Selama bulan ini terjadi 2 kali ( terkahir 3 minggu yang lalu).
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi pada ayah (+)
Riwayat DM & sakit ginjal pada keluarga disangkal
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa dialami oleh kakak pasien
6.

Riwayat Pemakaian Obat

Veston, cetirizin,
7.

Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien adalah siswa SD

8.

Riwayat Kehamilan Ibu


Ibu ANC teratur di bidan 1 kali setiap bulan. Riwayat demam dan
keputihan selama hamil disangkal. Riwayat minum jamu-jamuan
disangkal. Minum obat vitamin dari bidan.

9.

Riwayat Persalinan
Pasien anak ke 5 dari 7 bersaudara lahir secara pervaginam dibidan dengan
BBL : 4000 gram

10. Riwayat Imunisasi


Imunisasi sampai usia 6 bulan. Imunisasi campak (-)
11. Riwayat pemberian makanan
ASI dan susu formula = 0-5 bulan
ASI + bubur = 5 bulan sampai 1 tahun
Nasi biasa

= > 1 tahun

III. Pemeriksaan fisik


Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 160/100 mmHg

Nadi

: 112 x/menit

Frekuensi pernapasan : 25 x/menit


: 36,6oC

Suhu
Keadaan gizi
Berat badan

: 20 kg

Tinggi badan

: 120 cm

Lingkar lengan atas

: 14 cm

Lingkar kepala

: 55 cm (normocephali)

BB/U : 20/22 x 100 % = 91 % (gizi normal)


TB/U : 120/130 x 100 % = 92 % (gizi normal)
Kesan status gizi: gizi baik
Kulit
Warna

: Sawo matang

Turgor

: Cepat kembali

Sianosis

: Negatif
5

Ikterus

: Negatif

Edema

: Pretibial sinistra dan dekstra

Anemia

: Negatif

Kepala
Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Ubun-ubun besar: Tertutup


Wajah

: Simetris, edema (+), deformitas (-)

Mata

:Konjunctiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-).


Palpepra superior dan inferior edema(+/+)

Telinga

:Normotia, Liang lapang, Serumen (-/-)

Hidung

: NCH (-), secret (-)

Mulut

Bibir : Bibir kering (+), mukosa basah (+), sianosis (-).

Lidah : Tremor (-), beslag (-), hiperemis (-).

Tonsil : Hiperemis (-/-), T1/ T1,

Faring : Hiperemis (-)

Leher
Tekanan vena jugularis R-2 cmH2O. Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi
- Statis

: Simetris, bentuk normochest

- Dinamis :Simetris, retraksi epigastrium ( - )


Palpasi

: Simetris, SF kanan = SF kiri, kesan normal

Perkusi

: Sonor (+/+)

Auskultasi

: Vesikuler(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba, thrill ( + )


6

Perkusi

: Batas-batas jantung normal

Auskultasi : BJ I > BJ II, bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: Simetris, distensi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), defans muscular (-)


Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi

: Shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal < 4 x permenit


Genetalia

: normal

Anus

: Tidak diperiksa

Tulang Belakang: Simetris, gibus (-), deformitas (-)


Ekstremitas

Pitting edema (+) pada pretibia dan punggung kaki. Akral hangat, CRT <3
detik. Pucat (-). Ikterik (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium darah tanggal 30 Oktober 2014
Hb

: 10,9 gr/dl

Ht

: 34 %

Eritrosit

: 4,1 x 106 /mm3

Leukosit

: 18,2 x 103/mm3

Trombosit : 474 x 103 u/L


Diftell

: 1/0/64/26/9

Na

: 143 mmol

: 3,8 mmol

Cl

: 110 mmol

GDS

: 105

Protein total : 6,1 g/dl


Albumin

: 3,20 g/dl

Globulin

: 2,90 g/dl

Kreatinin

: 0,48

Ureum

: 40

Total kolesterol : 228 mg/dl


Urinalisis tanggal 31 Oktober 2014
BJ

: 1,015

PH

: 6.0

Protein

: Positif

Glukosa

: Negatif

Blood

: Positif

Leukosit

: Positif

Nitrat

: Negatif

Keton

: Negatif

Urobilinogen : Negatif
Bilirubin

: Negatif

Sedimen Urin
Eritrosit

: 8-10 / LPB

Epitel

: 3-5 / LPK

Leukosit

: 20-30 / LPB

Pemeriksaan ASTO Positif

Follow up di ruangan
Pasien dirawat di ruangan Serune 1 selama 10 hari. Masuk pada tanggal 30
Oktober rujukan RS Sigli dan pulang pada tanggal 9 November 2014

Hari rawatan ke 1 tanggal 31 oktober 2014


S/ Bengkak pada wajah

Th/ - IVFD Dextrose 5% 20 gtt/i mic

O/ Vital sign/ TD : 130/80 mmHg

- Ceftriaxon 70 mg/12 jam (H1)


Ij furusemid 20 mg /12 jam
Captropil 2x1 tab

RR : 20 x/i
HR : 83 x/I

P/ -Cek darah rutin, elektrolit,

T : 36, 8 C

albumin, kolesterol total

PF/ Kepala

: Normocephali

- Urinalisis, USG Abdomen

Wajah

: edema (+)

Mata

: Palpebra superior dan inferior edema (+),


Pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: NCH (-), Sekret (-)

Telinga

: Normotia, Sekret (-)

Hidung

: NCH (-), sekret (-)

Mulut

: Bibir lembab (+), sianosis (-),

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak
Inspeksi

: simetris, retraksi (-)

Palpasi

: SF kanan (N) SF kiri ( N )

Ausk

:Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor

: BJ I > BJ II, Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi

: Simetris, Distensi (-)

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+) N

Extremitas:
Sup: Edema (+/+), Pucat (-/-),Sianosis (-/-), lebam (-/-)
Inf : Edema (+/+), Pucat (-/-), Sianosis (-/-) lebam (-/-)
Hari rawatan ke-2 tanggal 1 Novemver 2014

S/ Bengkak pada wajah, perut bengkak

Th/ - IVFD Dx 5 % 20 gtt/i12 jam

O/ Vital sign/ TD : 100/60 mmHg


RR : 22 x/I

- Ceftriaxon 70m g/12 jam (H2)


- Inj. Furosemid 20 mg/ 12 jam

HR : 95 x/I

Captropil 2x1 tab

T : 36, 8 C
PF/ Kepala : Normocephali

P/ USG abdomen

Wajah

: edema (+)

Mata

: Palpebra superior dan inferior edema (+),

menunggu Hasil

Pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)


Hidung

: NCH (-), Sekret (-)

Telinga

: Normotia, Sekret (-)

Hidung

: NCH (-), sekret (-)

Mulut

: Bibir lembab (+), sianosis (-),

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak
Inspeksi

: simetris, retraksi (+)

Palpasi

: SF kanan (N) SF kiri ( N )

Ausk

:Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor

: BJ I > BJ II, Bising(-)

Abdomen :
Inspeksi

: Simetris, Distensi (-)

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Shifting dullness (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+) N

Extremitas:
Sup: Edema (-/-), Pucat (-/-),Sianosis (-/-), lebam (-/-)
Inf : Edema (+/+), Pucat (-/-), Sianosis (-/-) lebam (-/-)

Follow up pada tanggal 2 November 2014


Pemeriksaan : Secara umum vital sign hampir sama dengan hari sebelumya.
Bengkak sudah berkurang

10

Terapi

: Sama dengan tanggal 2 September.

Planning

: pemeriksaan C3 Komplemen dan ASTO

Follow up tanggal 3 Oktober 2014


Pemeriksaan : Secara umum vital sign hampir sama dengan hari sebelumya.
Bengkak sudah berkurang. Perut kembung mulai berkurang,
muntah (+) BAB dan BAK lancar.
Terapi

: Sama dengan hari sebelumnya

Planning

: Pemeriksaan USG Abdomen menunggu hasil


Pemeriksaan C3 Komplemen dihari sebelumnya tidak dilakukan
dikarenakan tidak di ACC pihak Patologi klinik.

Follow up tanggal 4 Oktober 2014


Pemeriksaan : Secara umum vital sign hampir sama dengan hari sebelumya.
Bengkak sudah berkurang
Terapi

: Sama dengan hari sebelumnya

Planing

: Hasil USG abdomen


Ginjal : ada tanda-tanda sindroma nefrotik
Hepar/Lien : Normal
Pangkreas : Normal
Vesica urinaria : Normal

Follow up tanggal 5 dan 6 November 2014


Pemeriksaan : Tekanan darah yang sebelumnya 120-130 mmhg/ 90 mmhg
mengalami penurunan menjadi 90/60 mmHg.
Terapi

: Sama dengan hari sebelumnya

Planning : darah rutin setelah pemberian Ceftriaxon H-7, rencana rawat jalan,
rencana kultur darah
Follow up tanggal 7, 8 dan 9 November 2014

11

Pemeriksaan : Tekanan darah yang sebelumnya 120-130 mmhg/ 90 mmhg


mengalami penurunan menjadi 100/ 80 mm Hg.
Terapi

: Furosemid stop

Planning

: rencana kultur (-)


Rencana rawat jalan

Pada tanggal 9 november 2014 pasien pulang dan diberi obat pulang Eritromisin
3x250 mg dan Captopril 12,5 mg 2x1 tab
RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa oleh orang tuanya dengan
keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 10 hari yang lalu. Bengkak awalnya
timbul pada daerah mata dan wajah, kemudian bengkak muncul pada kedua
tangan dan kedua tungkai sejak 10 hari yang lalu namun memberat pada 3 hari
SMRS. Bengkak muncul tiba-tiba dan semakin lama semakin berat. Bengkak
muncul lebih berat pada pagi hari setelah bangun tidur dan sedikit berkurang
menjelang siang dan malam hari. Bengkak muncul tidak dipengaruhi oleh cuaca
atau aktivitas, serta konsumsi makanan tertentu. Gatal pada tubuh disangkal.
Pasien juga mengaku sesak napas, menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga
mengalami kencing berwarna merah segar tanpa rasa sakit sejak 3 hari SMRS.
Riwayat batuk pilek 3 minggu sebelum pasien mengalami bengkak pada
seluruh tubuh. Pasien ini merupakan rujukan dari dari RS sigli dengan diagnosis
infeksi ginjal.
Dari pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, TD 160/90
mmHg, N 88 x/menit, RR 25 x/menit, T 36,6oC. Dari pemeriksaan didapatkan
wajah tampak edema , palpebra mata edem (+). Ekstremitas edema (+) pada
pretibia sin et dex dan punggung kaki.

DEFERINSIAL DIAGNOSIS BANDING


1.Glomerulonefritis Akut
2. Sindroma Nefrotik
DIAGNOSIS KERJA
12

Glomerulonefritis Akut
TERAPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bedrest
IVFD Dektrose 5 % 20 gtt/i
Inj. Ceftriakson 70 mg/ 12 jam
Inj. Furosemid 10 mg /12 jam
Captropil 2x1 tab
Diet rendah garam dan rendah protein
Balance cairan/6 jam
Monitoring tekanan darah

Status Gizi
BB/U = 20/22 x 100% = 91 % (gizi normal)
TB/U = 120/130 x 100 % = 92 % ( gizi normal)
Kesan status gizi: gizi Baik
Kebutuhan kalori : 57-70 x 20 kg = 1.140-1400 kkal/hari
Kebutuhan protein : 1.0 x 22 kg = 484 gr/hari
Kebutuhan cairan : 1000 + (10 x 50) = 1500 cc/hari = 63 gtt/i
(micro) atau 20 gg/i macro
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis Glomerulonefritis akut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan
histopatologis. Lebih dari 50 % kasus GNA adalah asimtomatik. Kasus klasik atau
tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua

13

minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari


setelah infeksi tenggorok atau kulit.1
Pada kasus yang dialami oleh anak ini berdasarkan alloanamnesis
ditemukan adanya keluhan bengkak. Bengkak yang dialami 10 hari SMRS,
dimana bengkak pertama kali dirasakan didaerah wajah dan mata lama-kelamaan
terasa sampai ke tungkai sekitar 3 hari SMRS. Bengkak muncul tiba-tiba dan
semakin lama semakin berat. Bengkak muncul lebih berat pada pagi hari setelah
bangun tidur dan sedikit berkurang menjelang siang dan malam hari. Bengkak
muncul tidak dipengaruhi oleh cuaca atau aktivitas, serta konsumsi makanan
tertentu.1
Bengkak atau edema merupakan gejala yang paling sering, umumnya
pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling
sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika
terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan
genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi
edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal.
Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena
adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang
pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi
karena gaya gravitasi. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang
tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke
kedudukan semula.3,4,7
Dari anamnesis juga ditemukan adanya riwayat batuk pilek dan nyeri
menelan yang sudah sering dialami pasien. Keluhan ini dialami 2 kali dalam 1
bulan yang lalu, yaitu pada awal bulan dan pertengahan bulan lalu. Hal ini
mengarahkan bahwa anak kecenderungan mengalami glomerulonefritis akut pasca
infeksi streptokokus karena streptokokus grup sering menyebabkan infeksi
terbanyak pada saluran napas terutama pada anak 5 15 tahun. 1,2
Pemeriksaan vital sign pada pasien ini tampak adanya hipertensi. Tekanan
darah saat diukur mencapai 160/90 mmHg. Jika dilihat pada tabel tekanan darah
pada anak laki-laki berdasarkan persentil umur dan tinggi badan didapatkan

14

bahwa tekanan sistol pada anak ini berada diatas persentil 95 dan diastol berada
diatas persentil 99.1,2
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNA.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90
mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup
dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi
berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala
serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejangkejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%.

4,5

Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNA, 4,5 sedangkan


hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%. Urin tampak coklat
kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti
cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa
minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria
mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNA sudah sembuh. Bahkan
hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria
sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan
biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik. Pada
pasien ini ditemukan adanya hematuria secara mikroskopis. Ini terlihat dari hasil
urinalisis yakni tampak eritrosit yang jumlahnya melebihi normal pada sedimen
urin. Dari anamnesis pasien adanya urine yang seperti teh pekat atau seperti
cucian daging. 2,8
Olugiria keluhan lain yang ada pada penyakit glomerulonefritis akut ini.
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNA dengan produksi
urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Seperti pada pasien ini tidak ditemukan

15

adanya gejala oluguria. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul
dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis
pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan
adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek. 2,7
Kelainan hematologis dapat berupa anemia dan trombositopenia. Anemia
dapat disebabkan hemodilusi dan hemolisis ringan akibat pemendekan umur
eritrosit. Selain itu anemia dapat juga disebabkan penyebab lain seperti anemia
defisiensi. Pada pasien ini terdapat anemia, yakni dengan nilai Hb 10,9 g/dl. 5,8
Pada pasien ini sangat diperlukan pemeriksaan ASTO dan C3 komplemen.
Karena kedua pemeriksaan ini sangat membantu untuk menunjang menegakkan
diagnosis glomerulonefritis akut. Pada pasien ini terdapat hasil positif pada
pemeriksaan ASTO. Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi
serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul
antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO),
antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO
merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi.
Titer ini meningkat 70-80% pada GNA. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD
Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi
streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14
sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga
5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada
GNA setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal
atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau
pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah
piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang
menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi
streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO
meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui
kulit. 2,7,8
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNA, karena turut serta
berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang

16

nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1


C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya
mudah. Beberapa penulis melaporkan 80-92% kasus GNA dengan kadar C3
menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam
minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8
minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar
komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik
yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis
lupus. 7,8
Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi,
anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNA. Pada pasien ini
didapatkan didapatkan focus infeksi ISPA yang terjadi 2 kali dalam 1 bulan. Hal
ini dapat meningkatkan risiko infeksi terutama infeksi bakteri streptokokus yang
merupakan kausa glomerulonefritis. 8
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNA, tetapi pada
umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Secara klinik diagnosis GNA dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan
gejala-gejala khas GNA.
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus hemolitikus
grup A. Pada GNA asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNA. Dari kriteria diatas, pasien dapat dikatakan menderita
Glomerulonefritis Akut Tersangka post streptokokus. 1,7,8
Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNA, pengobatan hanya merupakan
simptomatik. Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab
kalau perlu dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan
vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Seperti pada kasus

17

diberikan furosemid injeksi 10 mg/ 12 jam dan obat anti hipertensi yaitu captopril
12,5 mg 2x 1 tablet.1,7,8
Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi
dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein,
rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan
hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada keadaan
sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan
restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti
ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada
hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross,
tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang. 3,7
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik yaitu ceftriakson 70 mg /12 jam
Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang
tenggorokan atau kulit sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya
penyakit. Meskipun demikian, pengobatan antibiotik dapat mencegah penyebaran
kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian GNA dan mencegah
wabah.2,3 Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.1,2,5
Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih
aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk
menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang meluas. Pemberian terapi
penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku emas lagi, sebab
resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik
golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat. 8

18

BAB IV
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut ditandai oleh adanya kelainan klinis akibat proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara infeksi dan
kelainan-kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran

19

penting dalam mekanisme terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan


anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis,
dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simtomatik. Prognosis
umumnya baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi
jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi
kronik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. 2000 Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 15.
Philadelphia.
2. Dedi Rachmadi. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
[http://pustaka.unpad.ac.id/archives/129317/ [Diakses pada tanggal 24
Novenber 2014 ]

20

3. Herry, G dan Heda, M. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ketiga. Bandung :Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNPAD.
4. Husein, A, dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta
5. Prico SA. dan Wilson LM. 1995. Patologi Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
6. Sudung, Pardede, Partini P, Trihono, Tambunan, T. 2005. Gambaran Klinis
Glomerulonefritis Akut pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4.
7. Sutisna Himawan. 1998. Patologi. FK UI. Jakarta.
8. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.
Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta. IDAI.

21

Anda mungkin juga menyukai