D09aku PDF
D09aku PDF
SKRIPSI
ARISMA KURNIAWATI
RINGKASAN
ARISMA KURNIAWATI D24051615. 2009. Evaluasi Suplementasi Ekstrak Lerak
(Sapindus rarak) terhadap Populasi Protozoa, Bakteri dan Karakteristik
Fermentasi Rumen Sapi Peranakan Ongole secara In Vitro. Skripsi Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Sri Suharti, S.Pt., M.Si.
Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, MSc.Agr
Sapindus rarak (lerak) merupakan tanaman yang mempunyai kandungan
saponin tinggi. Saponin merupakan senyawa sekunder tanaman yang dapat digunakan
sebagai agen defaunasi pada sistem rumen ternak ruminansia untuk menekan
pertumbuhan populasi protozoa. Pengurangan populasi protozoa diharapkan dapat
meningkatkan populasi bakteri, karena pada kondisi normal protozoa sering memangsa
bakteri rumen. Kandungan saponin buah lerak yang diekstrak dengan metanol akan
meningkat hingga 81,5%. Ekstrak lerak mempunyai rasa yag pahit, sehingga
manajemen pemberian harus disiasati agar lebih palatabel. Salah satu cara pemberian
agar efisien yaitu dalam bentuk pakan blok.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh suplemen ekstrak lerak (Sapindus rarak) ke dalam ransum yang
mengandung pakan blok terhadap populasi protozoa, bakteri dan karakteristik
fermentasi rumen sapi peranakan ongole secara in vitro.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai September 2008, di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan tiga perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan antara lain P1
(Ransum Kontrol / K), P2 (K + ekstrak lerak 0,09%) dan P3 (K + ekstrak lerak 0,18%).
Ransum kontrol terdiri dari 48% hijauan, 50% konsentrat dan 2% pakan blok. Data
dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat
perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati dalam
penelitian ini adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO),
konsentrasi VFA total, proporsi molar VFA, konsentrasi NH3, produksi gas total,
populasi protozoa dan bakteri.
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak tidak
signifikan mempengaruhi nilai KCBK dan KCBO dan tidak signifikan meningkatkan
konsentrasi VFA total, namun berdasarkan gambaran proporsi molar terjadi kenaikan
propionat. Suplementasi ekstrak lerak tidak signifikan menurunkan konsentrasi NH3 dan
populasi protozoa, namun suplementasi ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi
bakteri total. Produksi gas total cenderung meningkat pada inkubasi 0-48 jam, namun
suplementasi ekstrak lerak tidak signifikan mempengaruhi nilai produksi gas total.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi ekstrak lerak dengan
taraf 0,09% dan 0,18% dalam ransum dapat memodifikasi karakteristik fermentasi
rumen, populasi protozoa dan bakteri. Suplementasi ekstrak lerak dapat meningkatkan
proporsi propionat yang merupakan sumber energi utama bagi sapi pedaging.
Kata-kata kunci : Sapindus rarak, fermentasi rumen, kecernaan, saponin, sapi PO
ABSTRACT
In vitro Study of Suplementation of Sapindus rarak Extract on Protozoa and
Bacteria Population and Ongole Crossbreed Rumen
Fermentation Characteristic
A. Kurniawati, S. Suharti and S. Jayadi
This experiment was conducted to evaluate the effect of suplementation using Sapindus
rarak extract on protozoal and bacteria population, fermentation characteristic and in
vitro digestibility. The experimental design was Randomize Complete Block Design
with 5 treatments and 3 replications. The treatments were: P1 (control diet consist on
48% forage, 50% concentrat and 2% feed block), P2 (P1 + 0.09% Sapindus rarak
extract), P3 (P1+0.18% Sapindus rarak extract). Variables observed were protozoal and
bacteria population, dry matter and organic matter digestibilities, total Volatile Fatty
Acid (VFA) concentration and VFA molar proportion, ammonia (NH3) concentration,
and total gas production. Data were analyzed using Analysis of Variance and significant
differences among treatment were examined using Duncan Multiple Range Test. The
result showed that suplementation using Sapindus rarak extract did not significant
decreased amonia (NH3) concentration and protozoa of population, but suplementation
of Sapindus rarak extract increased bacteria population. Total gas production tend to
increased during 0-48 h incubation. Dry matter and organic matter digestibilities and
total VFA concentration was not affected by Sapindus rarak exstract suplementation.
Molar proportion of VFA was shifted from asetat to propionat production and reduce
the ration of acetat : propionat.
Keywords: Sapindus rarak, ruminal fermentation, digestibility, saponin, ongole
crossbreed
SKRIPSI
ARISMA KURNIAWATI
Oleh
ARISMA KURNIAWATI
D24051615
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 26 Maret 1987 dari pasangan
Bapak Paiman dan Ibu Endang Purnamawati.
Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri Ngrawan II
pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan pertama
dimulai oleh penulis pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002 di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) I Nganjuk. Penulis kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) I Nganjuk pada tahun
2002 dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui
program USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti pendidikan,
penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER)
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan kepanitiaan, antara lain kepanitiaan Baktisosial Mahasiswa
Peternakan (Bloka-D) dan Seminar Pakan Nasional 2008.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilaalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya-Nya sehingga penelitian dan
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Evaluasi Suplementasi
Ekstrak Lerak (Sapindus rarak) terhadap Populasi Protozoa, Bakteri dan
Karakteristik Fermentasi Rumen Sapi Peranakan Ongole secara In Vitro.
Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Juni
sampai bulan September 2008 bertempat di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan
Mikrobiologi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Saponin merupakan suatu senyawa hasil metabolit sekunder tanaman yang
dapat digunakan sebagai agen defaunasi protozoa. Lerak (Sapindus rarak)
merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kandungan saponin tinggi, yaitu
mencapai 21%. Buah lerak yang diekstrak dengan metanol mempunyai kandungan
saponin yang tinggi yaitu mencapai 81,5%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi suplementasi ekstrak lerak ke dalam ransum terhadap populasi
protozoa dan karakteristik rumen sapi PO secara in vitro.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran
dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
ABSTRACT...................................................................................................
iii
iv
vi
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
2
3
4
6
7
7
10
10
11
13
METODE .......................................................................................................
15
15
15
15
16
23
23
24
25
27
28
28
30
31
8
34
Kesimpulan ........................................................................................
Saran...................................................................................................
34
34
35
36
LAMPIRAN...................................................................................................
39
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
23
25
27
29
5. Rataan Konsentrasi NH3, VFA Total dan Proporsi Molar VFA .......
32
10
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
12
14
29
11
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
39
39
39
39
39
39
40
40
40
10. Hasil Analisa Ragam Produksi Gas selama Inkubasi 24 Jam ..............
40
11. Hasil Analisa Ragam Produksi Gas selama Inkubasi 48 Jam ..............
40
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkat produktivitas sapi potong di Indonesia terutama yang dipelihara oleh
peternak rakyat masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya kandungan nutrien ransum, tingkat kecernaan yang rendah dan
manajemen pemeliharan yang belum optimal. Sapi pedaging membutuhkan
konsentrat lebih banyak dari pada hijauan untuk prekusor pembentukan otot daging,
namun pada umumnya karena alasan ekonomi peternak rakyat tidak mampu
memberi pakan konsentrat yang cukup. Pemberian pakan dengan hijauan tinggi akan
mengurangi tingkat kecernaan dalam sistem rumen.
Tingkat kecernaan pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat produktivitas ternak, dimana pada ternak ruminansia tingkat kecernaan pakan
dipengaruhi oleh populasi mikroba yang ada didalam rumen. Sutardi (1979)
menyatakan bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen
menyebabkan ruminansia dapat mencerna ransum yang mengandung serat kasar
tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Arora (1989) yang menyatakan bahwa protozoa
berperan dalam pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati
sehingga dapat mempertahankan pH rumen atau sebagai buffer rumen. Protozoa
mempunyai sifat memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan protein, karena
kemampuan protozoa untuk mensintesis asam amino sangat rendah.
Mikroba rumen sebagian besar dihuni oleh bakteri, jumlah bakteri dalam
rumen mencapai 109 sel/ml sedangkan jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit
dari bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml (McDonald et al., 2002). Keberadaan protozoa
dalam rumen sering mengganggu ekosistem bakteri, karena mempunyai sifat
memangsa bakteri. Jika populasi protozoa tidak terkendali dapat menurunkan jumlah
populasi bakteri dan mempengaruhi proses pencernaan serat pakan. Populasi
protozoa dalam rumen dapat ditekan dengan penggunaan agen defaunasi. Salah satu
agen defaunasi yang dapat digunakan untuk menekan populasi protozoa adalah
saponin yang merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman. Saponin dapat
mengganggu perkembangan populasi protozoa karena saponin mampu membuat
suatu ikatan dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa. Hal tersebut
menyebabkan membran sel protozoa pecah, sel mengalami lisis dan akhirnya
mengakibatkan kematian pada protozoa.
13
metanogen. Pembentukan gas metan pada sistem rumen dapat menyebabkan hewan
ruminansia mengalami kehilangan sebagian energi kimia yang tercerna, dengan
penambahan ekstrak lerak dapat mengurangi pembentukan gas metan sehingga
kehilangan energi dapat diminimalkan. Penurunan populasi protozoa diharapkan
dapat meningkatkan populasi bakteri dan mempengaruhi karakteristik fermentasi
rumen. Ekstrak lerak mempunyai rasa yang pahit, sehingga pemberian ekstrak lerak
perlu disiasati agar lebih palatabel. Melalui penelitian ini dilakukan evaluasi ekstrak
lerak yang ditambahkan dalam ransum sapi dalam bentuk pakan blok terhadap
populasi protozoa, populasi bakteri dan karakteristik fermentasi rumen sapi PO
(Peranakan Ongole) secara in vitro.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh suplementasi
ekstrak lerak terhadap populasi protozoa dan bakteri, konsentrasi VFA total dan
proporsi molar VFA, konsentrasi NH3, kecernaan bahan kering dan bahan organik,
serta produksi gas total pada rumen sapi PO secara in vitro.
14
TINJAUAN PUSTAKA
Lerak (Sapindus rarak)
Lerak merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat
tumbuh dengan baik pada hampir segala jenis tanah dan keadaan iklim, dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari permukaan laut.
Umumnya perkembangbiakan lerak dilakukan melalui penanaman biji, sedangkan
perbanyakan dengan stek tidak menunjukkan hasil yang memuaskan (Afriastini,
1990).
yang dihasilkan bulat mirip bola dengan diameter 2-2,5 cm, berminyak dan sedikit
berkerut. Buah lerak yang masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah tua
berwarna coklat kehitaman (Heyne, 1987).
Daging buah pada lerak banyak mengandung air, mempunyai rasa pahit dan
beracun. Tiap buah mempunyai satu biji yang berkulit keras berwarna hitam
mengkilat dengan diameter kurang lebih 1 cm. Menurut Heyne (1987) buah lerak
terdiri dari 75 persen daging buah dan 25 persen biji, pada bagian daging buah
banyak terkandung senyawa saponin yang merupakan racun yang cukup kuat.
Kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak mengandung saponin dan
flavonoida, disamping itu kulit buah juga mengandung alkaloida dan polifenol,
sedangkan kulit batang dan daunnya mengandung tanin. Senyawa aktif yang telah
diketahui dari buah lerak adalah senyawa senyawa dari golongan saponin dan
sesquiterpene (Wina et al., 2005a). Menurut Sunaryadi (1999) pengujian secara
kualitatif daging buah lerak mengindikasikan cukup aman diberikan pada ternak.
Kandungan senyawa yang terdapat pada daging buah diantara adalah triterpen,
alkaloid dan steroid, sedangkan kandungan senyawa yang negatif diantaranya adalah
antrakinon, tanin, fenol, flavonoid dan minyak atsiri.
Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang terdapat pada beberapa tanaman.
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian
tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi
saponin dalam tanaman untuk melindungi diri dari hama, saponin diketahui sebagai
bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme
tumbuh-tumbuhan. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa
dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah
dingin, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun
bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat
anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai
kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat
pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam
industri farmasi serta dalam bidang fotografi. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba, saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa
16
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995).
Saponin merupakan jenis glikosida yang terdiri atas gula sebagai bagian
glikon yang terikat pada sapogenin yang merupakan bagian aglikonnya (Harborne,
1996). Berdasarkan struktur kimia, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama
yaitu kelas steroid, kelas steroid alkaloid dan kelas triterpenoid (Wallace et al.,
2002). Kerangka dasar sapogeninya adalah cincin pentasiklik sebagai triterpena.
Sedangkan saponin steroid mempunyai struktur sapogenin berupa steroid C-27
dengan rantai samping spiroketal. Bagian aglikon saponin ini bercincin tetrasiklik
seperti sterol, asam empedu, dan aglikon kardiak (Harbone, 1996).
tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai imbuhan pakan pada ruminansia adalah
Sapindus rarak (lerak). Buah lerak dalam bentuk hasil ekstraksi dengan metanol
telah dilaporkan mengandung saponin dengan kadar lebih tinggi daripada buahnya
yang tanpa diekstrak (Thalib, 2004). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Astuti et al. (2008) menyatakan buah lerak (Sapindus rarak) yang diekstraksi dengan
metanol mengandung saponin yang cukup tinggi yaitu mancapai 81,5%. Menurut
Sunaryadi (1999) kandungan saponin total hasil ekstraksi tanaman lerak banyak
terdapat di bagian daging buah yaitu sekitar 48,87%.
Pengaruh Saponin terhadap Sistem Rumen
Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada ternak
ruminansia dibandingkan pada ternak non ruminansia. Pemberian bahan yang
mengandung saponin dapat meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan
kesehatan ternak. Saponin dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan
menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Penurunan degradasi protein dalam
rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-saponin yang sedikit
tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi yang
menyebabkan penurunan total populasi protozoa rumen. Saponin dapat mengganggu
perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin dengan sterol pada
permukaan membran sel protozoa, menyebabkan membran pecah, sel lisis dan mati.
Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa) tetapi tidak
terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan
terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol.
Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping bakteri tidak
mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri mempunyai
kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut yang menghilangkan
rantai karbohidrat (Suparjo, 2008).
Akhir-akhir ini sudah mulai berkembang pemanfaatan tanaman yang
mengandung
saponin
sebagai
alternatif
penggunaan
bahan-bahan
kimia
sangat efektif. Penelitian Thalib (2004) menyatakan bahwa ekstrak buah Sapindus
rarak digunakan untuk menghambat produksi gas CH4, dan efektivitasnya sebagai
inhibitor metanogenesis.
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia
Pencernaan merupakan proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
pakan dalam alat pencernaan. Proses pencernaan tersebut meliputi pencernaan
mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik
terjadi dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah dengan tujuan untuk
memperkecil ukuran, kemudian pakan masuk ke dalam perut dan usus melalui
pencernaan hidrolitik, tempat zat makanan diuraikan menjadi molekul-molekul
sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh hewan (Sutardi, 1980).
Hasil pencernaan fermentatif berupa Volatile Fatty Acid (VFA), NH3 dan air yang
sebagian diserap dalam rumen dan sebagian lagi diserap dalam omasum. Selanjutnya
pakan yang tidak dicerna disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh
enzim-enzim pencernaan, sama seperti yang terjadi pada monogastrik (Arora, 1989).
Sistem pencernaan ruminansia sangat tergantung pada perkembangan
populasi mikroba yang mendiami rumen dalam mengolah setiap bahan pakan yang
dikonsumsi. Mikroba tersebut berperan sebagai pencerna serat dan sumber protein.
Mikroba rumen berperan mencerna pakan berserat yang berkualitas rendah dan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi induk semang, sehingga kebutuhan asamasam amino untuk ternak tidak sepenuhnya tergantung pada protein pakan yang
diberikan (Sutardi, 1980).
Mikroba Rumen
Mikroba yang terdapat dalam rumen dibagi menjadi empat jenis
mikroorganisme anaerob, yaitu bakteri, protozoa, fungi dan mikroorganisme lainnya
seperti virus. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri, dalam 1
ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5-10% massa kering
isi perut besar (Schlegel, 1994). Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml. Ukuran tubuhnya lebih
besar dengan panjang tubuh berkisar antara 20-200 mikron, oleh karena itu biomassa
total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total bakteri (McDonald et al.,
2002) .
19
20
Ruminobacter
amylophilus,
Fibrobacter
succinogenes,
Selenomonas
21
yang
berbeda-beda
dalam
mendegradasi
pakan,
sehingga
22
27% metan (CH4), 7% nitrogen (N) dan 0,18% hidrogen (H2) serta gas H2S
(Schlegel, 1994).
Volatile Fatty Acid (VFA)
Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan
menghasilkan energi berupa asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yang utama
yaitu asetat, propionat, butirat, valerat dan format dengan perbandingan di dalam
rumen berkisar pada 50-70% asetat, 17-21% propionat, 14-20% butirat, valerat dan
format hanya terbentuk dalam jumlah kecil (Schlegel, 1994). VFA berfungsi sebagai
sumber energi bagi mikroba rumen, dan merupakan sumber kerangka karbon bagi
pembentukan protein mikroba. Kisaran produksi total VFA cairan rumen yang
mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mM (Sutardi, 1977).
Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur
fermentabilitas pakan (Hartati, 1998). VFA dapat diperoleh dari proses hidrolisis
lemak oleh bakteri lipolitik menjadi asam lemak dan gliserol, kemudian gliserol
tersebut difermentasikan lebih lanjut menjadi asetat, propionat, butirat dan valerat.
VFA juga merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber
energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah
atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Komposisi VFA di
dalam rumen berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf
dan frekuensi pemberian pakan, serta pengolahan. Produksi VFA yang tinggi
merupakan kecukupan energi bagi ternak (Sakinah, 2005).
Ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Di dalam rumen, polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida oleh
enzim-enzim mikroba rumen. Kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa
difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acid) berupa asetat, propionat, butirat dan
gas CH4 serta CO2. VFA diserap melalui dinding rumen melalui penonjolanpenonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari total VFA yang
diproduksi akan diserap langsung retikulo-rumen yang masuk ke darah, sekitar 20%
diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus
(McDonald et al., 2002). Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA
pada ternak ruminansia disajikan pada Gambar 3.
23
Selulosa
Pati
Selubiosa
Maltosa
Glukosa-1-phosphat
Glukosa
Isomaltosa
Glukosa-6-phosphat
Pektin
Asam Uronat
Hemiselulosa
Pentosa
Pentosan
Sukrosa
Fruktosa-6-phosphat
Fruktosa
Fruktan
Fruktosa-1,6-diphosphat
Asam Piruvat
Format
CO2
H2
Metan
Asetil CoA
Malonil
CoA
Laktat Oksaloasetat
Asetoasetil Laktil
CoA
CoA
Metilmalonil CoA
Malat
Fumarat
Suksinat
Suksinil CoA
Butirat Propionat
24
sumber energi yang merupakan salah satu ciri khas dari ruminansia. Hasil
pencernaan fermentatif berupa VFA, NH3, dan air diserap sebagian di rumen dan
sebagian lagi di omasum. Selanjutnya pakan yang tidak tercerna disalurkan ke dalam
abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan sama seperti
yang terjadi pada hewan monogastrik.
Amonia (NH3)
Mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum ternak ruminansia dapat
mensintesis asam-asam amino esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal
itu, dibutuhkan protein makanan yang berkualitas baik, namun juga terdapat
kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi
amonia untuk sintesis protein tubuhnya (McDonald et al., 2002). Produksi NH3
berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Tingkat hidrolisis
protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH3
(Arora, 1989). Menurut Sutardi (1977), protein bahan makanan yang masuk ke
dalam rumen mula-mula akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease
menjadi oligopeptida, sebagian dari oligopeptida akan dimanfaatkan oleh mikroba
rumen untuk menyusun protein selnya, sedangkan sebagian lagi akan dihidrolisa
lebih lanjut menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi
asam keto alfa dan amonia.
Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein
mikroba (Sakinah, 2005). Menurut Astuti et al. (1993), sumbangan NH3 pada ternak
ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah
amonia dan senyawa sumber karbon, makin tinggi kadar NH3 di rumen maka
kemungkinan makin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein
tubuh. Konsentrasi nitrogen amonia sebesar 5 mg persen setara dengan 3,57 mM
sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba. Amonia hasil fermentasi tidak
semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah.
Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea,
sebagian dikeluarkan melalui urine dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva.
Proses metabolism protein dan pembentukan amonia (NH3) ditunjukkan pada
Gambar 4. Untuk mencegah dampak yang buruk dari pemenuhan nitrogen amonia
asal urea, produksi NH3 di dalam rumen akan diproduksi terus-menerus walaupun
sudah terjadi akumulasi (Sutardi, 1977). Konsentrasi amonia yang optimum untuk
25
menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar
antara 6-21 mM (McDonald et al., 2002).
Pakan
Protein
Non-protein N
Kelenjar
Saliva
Sulit
Didegradasi
Mudah
Non-protein N
Didegradasi
Enzim protease
Peptida
Enzim peptidase
Hati
Deaminasi
Asam Amino
Amonia
NH3
urea
Rumen
Protein Mikroba
Ginjal
Dicerna di Usus
Halus
Diekskresikan
(urine)
26
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai September 2008 di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Materi
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik,
eksikator, syringe glass Hohenheim 100 ml, tabung gas CO2, termos, kain penyaring,
waterbath, cawan Conway, sentrifus, pompa vakum, labu penyuling, labu
Erlenmeyer, oven 105oC, tanur, gegep, sudip, magnetic stirrer, destilator, buret,
kondensor, tabung fermentor, tutup karet, pipet volumetik, bulp dan cawan porselen.
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan sampel ransum perlakuan adalah
hijauan kering (rumput lapang), konsentrat, pakan blok dan ekstrak lerak. Bahan
yang dibutuhkan untuk uji KCBK dan KCBO antara lain larutan HgCl2, kertas saring,
dan aquadest. Bahan yang dibutuhkan untuk uji NH3 antara lain asam borat, Na2CO3
jenuh, dan H2SO4 0,005N. Bahan yang digunakan untuk uji VFA antara lain NaOH
0,5N, HCl 0,5N dan H2SO4 15%. Pengukuran produksi gas total diperlukan bahan
sebagai berikut, larutan mikro mineral (CaCl2.2H2O, MnCl2.4H2O, CoCl2.6H2O dan
FeCl3.6H2O), larutan buffer rumen (NH4HCO3 dan NaHCO3), larutan makro
(NaHPO4, KH2PO4 dan MgSO4.7H2O), larutan resazurin 0,1% dan larutan pereduksi
(NaOH 1N dan NaS.9H2O).
Cairan Rumen
Cairan rumen yang digunakan berasal dari sapi PO yang dipasang fistula pada
bagian rumen yang dipelihara di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan tersebut
antara lain :
P1
P2
P3
Model
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan sebagai kelompok.
Pengelompokan berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen. Model matematik
yang digunakan dalam analisa adalah :
Yij = + i + j + ij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j
: rataan umum
Persiapan Sampel
Sampel ransum perlakuan yang dipergunakan adalah ransum yang
mengandung ekstrak lerak yang terdiri atas hijauan, konsentrat dan pakan blok
dengan perbandingan 48 : 50 : 2, serta hijauan tunggal dan konsentrat tunggal.
Pengambilan Cairan Rumen
Termos yang akan dipakai untuk tempat cairan rumen diisi dengan air panas
sehingga suhunya mencapai 390C kemudian ditutup. Cairan rumen diambil dari sapi
berfistula, kemudian diperas dengan menggunakan kain kasa dan dimasukkan ke
dalam termos hangat. Sebelum digunakan untuk tempat cairan rumen, air panas yang
ada di dalam termos dibuang terlebih dahulu. Untuk menjaga agar cairan rumen tetap
dalam kondisi anaerob, termos harus segera ditutup rapat dan dialiri gas CO2
sebelum digunakan.
Pembuatan Larutan Mc Dougal (Saliva Buatan)
Untuk membuat larutan 6 liter, sebanyak 5 liter air destilasi dimasukkan ke
dalam labu takar yang bervolume 6 liter kemudian dimasukkan bahan-bahan sbagai
berikut NaHCO3 (58,8 gram), Na2HPO4.7H2O (42 gram), KCL (3,42 gram), NaCl
(2,82 gram), MgSO4.7H2O (0,72 gram) dan CaCl2 (0,24 gram). Semua bahan
tersebut dilarutkan kecuali CaCl2, setelah semua bahan larut ditambahkan CaCl2.
Kemudian leher labu dicuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai
tanda tera. Campuran lalu dikocok dengan gas CO2 secara perlahan-lahan dengan
cara melewatkannya.
Fermentasi Pakan
Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 gram sampel ransum perlakuan
ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougal. Tabung fermentor
dikocok dengan cara mengaliri gas CO2 selama 30 detik (pH 6,5-6,9) dan ditutup
dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan
suhu 390C, dilakuan fermentasi selama 4 jam untuk sampel VFA/NH3 dan fermentasi
48 jam untuk sampel KCBK/KCBO. Untuk menghentikan fermentasi tutup karet
berventilasi dibuka dan ditetesi 2 tetes HgCl2 untuk menghentikan aktivitas mikroba.
Pengukuran KCBK dan KCBO (Tilley & Terry, 1963)
Pembuatan Larutan Pepsin. Sebanyak 2,8 gram pepsin (1:7000) dilarutkan dalam
850 ml air bebas ion, kemudian ditambahkan 17,8 ml HCL pekat dan campuran
29
x 100%
BK sampel
BO sampel (gr) (BO residu (gr) BO blanko (gr))
% KCBO
x 100%
BO sampel
Larutan tersebut dicampur menjelang akan digunakan dan dijaga pada temperatur
39oC.
Persiapan Sampel Gas Test. Piston syringe diberi vaselin, kemudian 230 mg pakan
blok perlakuan yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam syring dan piston
kemudian dipasang. Larutan media yang sudah diaduk dan dialiri gas CO2
ditempatkan dalam waterbath 39oC. Selanjutnya, cairan rumen sebagai sumber
inokulum diambil dan disaring. Satu bagian cairan rumen dicampur dengan 2 bagian
media dan diaduk dengan magnetic stirrer lalu disimpan dalam waterbath dan dialiri
gas CO2. Sebanyak 30 ml campuran cairan rumen dan media dimasukkan ke dalam
syringe menggunakan spuit. Udara yang ada di dalam syringe dikeluarkan dan klep
syringe ditutup. Posisi piston pada waktu sebelum inkubasi dicatat (Gb0). Piston
diinkubasi dalam waterbath selama 48 jam dan pencatatan posisi piston dilakukan
pada jam ke 2, 4, 6, 8, 12, 24, dan 48.
Produksi gas diukur dengan rumus :
Gb (ml/200 mg BK, 24 jam) =
((Gb24-Gb0) - (Gb24 blanko-Gb0 blanko)*200*((FH+FC)/2)/BK bahan)
FH
FC
32
1
Populasi protozoa =
x 1000 x C x Fp
0,1 x 0,065 x 16 x 5
Keterangan
33
Konsentrat
Pakan Blok
6,60
41,89
Ransum
Kontrol
8,39
8,98
19,07
21,53
14,28
1,03
2,99
0,74
2,0
41,14
12,20
4,00
26,05
Nurien
Abu (% BK)
Masuknya cairan dari luar sel mengakibatkan pecahnya dinding sel sehingga
protozoa mengalami kematian atau lisis. Pada penelitian Hess et al. (2003)
suplementasi saponin yang berasal dari Sapindus saponaria sebanyak 100 mg/g BK
(kandungan saponin 120 mg/g BK) ke dalam ransum pada inkubasi 24 jam dapat
menurunkan populasi protozoa hingga 54%.
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Populasi Protozoa dan Bakteri Total
Perlakuan
Parameter
Protozoa (log 10/ml) Bakteri total (log 10/ml)*)
3,900,24
3,880,45
3,550,17
8,04
9,21
10,01
Protozoa merupakan salah satu mikroba rumen yang ikut berperan dalam
fermentasi pakan dalam sistem rumen. Protozoa berkembang di dalam rumen dalam
kondisi anaerob dan mempengaruhi proses fermentasi karbohidrat pakan. Protozoa
penting keberadaanya karena dapat menstabilkan pH saat fermentasi berlangsung
sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga (Arora, 1989). Perkembangan protozoa
dalam rumen juga sangat dipengaruhi kondisi pH rumen, rendahnya pH rumen dapat
mengurangi populasi protozoa secara drastis.
Populasi Bakteri
Gambaran hasil penghitungan bakteri total memperlihatkan suplementasi
ekstrak lerak dalam ransum kontrol dapat meningkatkan populasi bakteri (Tabel 2).
Suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18% mampu meningkatkan
populasi bakteri hingga 100-200 kali dari kontrol, hal tersebut menandakan bahwa
saponin cukup berperan dalam menstimulasi perkembangan populasi bakteri rumen.
Peningkatan populasi bakteri tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan
populasi protozoa. Saponin yang ditambahkan dalam pakan ruminansia dapat
membentuk komplek irreversibel dengan kolesterol. Kolesterol dan sterol merupakan
komponen dalam membran sel semua jenis mikroorganisme kecuali mikroorganisme
jenis prokariota (bakteri) (Cheeke, 2000). Hal tersebut mengakibatkan saponin hanya
mampu melisiskan sel protozoa sehingga mengakibatkan kematian pada protozoa,
namun saponin tidak berpengaruh terhadap sel bakteri. Berdasarkan gambaran
populasi bakteri telihat bahwa kandungan saponin dan senyawa-senyawa lain yang
36
terdapat dalam ekstrak lerak tidak mengganggu populasi bakteri rumen, terlihat dari
populasi bakteri berkisar antara 108-1010 sel/ml dimana populasi normal bakteri
dalam rumen sekitar 1010 sel/ml.
Suplementasi saponin dalam pakan dapat menurunkan populasi protozoa dan
meningkatkan populasi bakteri. Dalam ekosistem rumen protozoa mempunyai sifat
memangsa bakteri, sehingga penurunan populasi protozoa dapat meningkatkan
perkembangan populasi bakteri. Hal tersebut telah dibuktikan oleh beberapa
penelitian antara lain penelitian yang dilakukan Thalib (2004), penambahan ekstrak
metanol buah lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80
mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79%
dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol. Pada penelitian Diaz et
al. (1993) penambahan buah Sapindus saponaria pada pakan domba signifikan
meningkatkan bakteri total dan bakteri selulolitik pada rumen domba.
Peningkatan populasi bakteri total menunjukkan bahwa saponin tidak
mempengaruhi permeabilitas dinding sel bakteri, namun tidak semua jenis bakteri
tahan terhadap saponin. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian saponin
yang berasal dari ekstrak Yuca schidigera pada pakan tinggi biji-bijian dapat
menekan Streptococcus bovis (gram positif) dalam mencerna pati. Hal tersebut juga
telah dibuktikan dalam penelitian Wallace et al. (1994), saponin dari ekstrak Y.
schidigera dapat menstimulasi pertumbuhan populasi Prevotella ruminicola (gram
negatif) dan menekan pertumbuhan populasi S. bovis (gram positif). Menurut Cheeke
(2000) saponin dapat menekan perkembangan populasi protozoa dan bakteri gram
positif.
Peningkatan populasi bakteri memberikan efek positif terhadap fermentasi
pakan, dimana laju fermentasi pakan menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan
fermentasi pakan dapat dilihat dari konsentrasi VFA total yang merupakan produk
dari fermentasi pakan yang dilakukan oleh bakteri dalam rumen.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK)
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak signifikan
mempengaruhi kecernaan bahan kering (KCBK), suplementasi ekstrak lerak dengan
taraf 0,09% dan 0,18% menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol (Tabel 3). Hal
tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak tidak mempengaruhi
kecernaan pakan dan aktivitas mikroba rumen dalam mencerna pakan.
37
Perlakuan
KCBK (%)
KCBO (%)
67,371,76
66,131,81
65,192,17
63,981,17
64,621,30
63,650,96
sidik
ragam
menunjukkan
efek
perlakuan
tidak
signifikan
dihasilkan berbanding lurus dengan nilai KCBK (Tabel 3). Nilai KCBK akan sesuai
nilai KCBO karena sebagian bahan kering dalam ransum terdiri dari bahan organik
(Sutardi, 1980). Seperti halnya kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik
(KCBO) juga dapat dijadikan tolok ukur dalam menilai kualitas ransum. Nilai
kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan (Sutardi,
38
menandakan bahwa suplemenatsi ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18% dalam
ransum kontrol belum mempengaruhi produksi gas total (Tabel 5).
Laju produksi gas menggambarkan peningkatan produksi gas terjadi pada
waktu inkubasi 048 jam (Gambar 5). Pada jam inkubasi ke 2448 suplementasi
ekstrak lerak dapat meningkatkan produksi gas dibanding ransum kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak dapat meningkatkan laju
fermentasi, terlihat dari peningkatan konsentrasi VFA sebesar 10% dan 20% pada
ransum kontrol yang disuplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18%.
Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi
pakan oleh mikroba di dalam rumen. Gas-gas ini dihasilkan dari suatu proses
fermentasi dan degradasi yang terjadi di dalam rumen dan merupakan gambaran
banyaknya bahan organik yang dapat dicerna di dalam rumen (Firsoni, 2005). Gas
yang terentuk dari proses fermentasi terdiri dari 56% CO2, 32% metan (CH4), 8,2%
N2 dan 3,5%O2 (Arora, 1989).
39
K + 0,18%
ekstrak lerak
K + 0,09%
ekstrak lerak
6,364,62
7,371,79
8,822,91
10,625,80
10,812,94
12,372,34
16,435,09
16,304,31
17,323,29
12
23,298,81
22,243,90
24,254,35
24
29,5910,03
30,924,59
33,024,85
48
34,9011,24
37,175,57
39,464,26
Metan (CH4) merupakan gas yang dibentuk dari reaksi antara H2 dan CO2,
sehingga penurunan produksi CH4 dapat meningkatkan proporsi gas H2 yang dapat
digunakan untuk pembentukan propionat. Wina et al. (2005b) menyatakan bahwa H2
tersedia untuk pembentukan CH4 kemungkinan bersaing dengan kebutuhan H2 untuk
pembentukan propionat, sehingga jika konsentrasi propionat dalam rumen meningkat
40
Pada
penelitian ini pengukuran produksi gas bersifat total dan tidak dilakukan pemisahan
proporsi CO2, H2 dan CH4, sehingga penurunan produksi CH4 dapat diduga dari
peningkatan proporsi propionat. Hubungan keterkaitan antara penurunan produksi
CH4 dan peningkatan proporsi propionat telah dibuktikan oleh penelitian Hess et al.
(2004), penambahan Sapindus saponaria pada ransum ternak ruminansia dapat
mengurangi pelepasan gas CH4 hingga 20% dan terjadi peningkatan proporsi
propionat.
Konsentrasi Amonia (NH3)
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa efek perlakuan tidak nyata
mempengaruhi produksi amonia (NH3). Hal tersebut menunjukkan bahwa
suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18% tidak mempengaruhi
aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan Thalib (2004), menyatakan bahwa
suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/ 100 ml dengan
kadar saponin 15%) pada ransum domba dihasilkan konsentrasi NH3 yang tidak
berbeda dengan kontrol. Namun hasil penelitian tersebut tidak sama dengan hasil
penelitian Wina et al. (2005a), menyatakan suplementasi ekstrak metanol sapindus
rarak dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0 mg/ml dalam ransum yang tersusun
dari rumput gajah dan pollard (7 : 3) signifikan menurunkan konsentrasi NH3.
Protein di dalam rumen mengalami proses degradasi oleh enzim proteolitik
menjadi asam-asam amino, kemudian sebagian besar asam-asam amino mengalami
katabolisme menjadi asam-asam organik, amonia dan CO2. Amonia merupakan
sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam
rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora,
1989). Sekitar 3,5-14 mM amonia (NH3) digunakan oleh mikroba rumen sebagai
sumber N untuk proses sintesis selnya.
Konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 15,8516,31 mM (Tabel 4) dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba
rumen. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum
untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi,
berkisar antara 6-21 mM. Konsentrasi NH3 pada ransum kontrol lebih tinggi dari
konsentrasi NH3 hijauan dan konsentrat. Hal tersebut disebabkan karena dalam
41
ransum kontrol terdapat 2% pakan blok yang mengandung urea. Urea merupakan
sumber Non Protein Nitrogen, sehingga dapat meningkatkan produksi amonia.
Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA)
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa produksi VFA total tidak nyata
dipengaruhi oleh perlakuan. Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak
lerak tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam memproduksi VFA.
Produksi VFA total yang dihasilkan berkisar antara 153,42184,68 mM, nilai
tersebut masih berada di atas kisaran konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh mikroba
rumen dalam kondisi normal yaitu 80160 mM (Sutardi, 1980). VFA diserap ke
dalam sistem peredaran darah melalui proses glukoneogenesis, kemudian VFA
diuabah oleh hati menjadi gula darah. Gula darah inilah yang akan mensuplai
sebagian besar kebutuhan energi bagi ternak ruminansia (Lehninger, 1982).
Suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18% ke dalam ransum
kontrol meningkatkan konsentrasi VFA sebesar 10% dan 20%. Hasil penghitungan
konsentrasi VFA total dapat dilihat pada Tabel 4. Peningkatan populasi bakteri
hingga 100-200 kali mengakibatkan peningkatan laju fermentasi pakan, sehingga
dapat meningkatkan produksi VFA.
Tabel 4. Rataan Konsentrasi NH3, VFA Total dan Proporsi Molar VFA
Perlakuan
Parameter
Ransum Kontrol
(K)
NH3 (mM)
K+0.09%
ekstrak lerak
K+0.18%
ekstrak lerak
16,312,36
15,853,15
16,003,18
153,4229,00
170,2643,08
184,6833,35
asetat
64,58
62,76
60,39
propionat
21,44
23,01
24,01
butirat
11,70
12,54
13,13
valerat
0,89
0,86
0,94
VFA (mM)
Proporsi molar (%) *)
mikroba. Produksi VFA total dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, sifat
karbohidrat, laju makanan meninggalkan rumen dan frekuensi pemberian makan
(Sutardi, 1977).
Gambaran proporsi molar atau VFA parsial rumen sapi menurut Arora (1989)
antara lain 50-60% asam asetat, 1824% asam propionat dan sekitar 1321% asam
butirat. Hasil analisis proporsi molar VFA dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan
gambaran dari proporsi molar VFA suplementasi ekstrak lerak dapat meningkatkan
proporsi propionat dan butirat, namun menurunkan proporsi asetat. Hal tersebut
hampir sama dengan hasil penelitian Wina et al. (2005a), menyatakan bahwa
suplementasi ekstrak metanol Sapindus rarak dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0
mg/ml dalam ransum yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (7:3)
mengakibatkan perubahan proporsi molar dimana asetat dan butirat menurun, tetapi
propionat meningkat.
Secara biokimia propionat dibentuk dari glukosa, xilosa dan laktat melalui
dua cara yaitu jalur reduksi langsung dan jalur asam dikarboksilat melalui interaksi
mikroorganisme rumen. Peningkatan proporsi propionat kemungkinan disebabkan
oleh peningkatan populasi bakteri karena efek penambahan saponin terhadap
populasi protozoa, sehingga akan mempengaruhi fermentasi pakan dan produksi
asam laktat. Arora (1989) menyatakan di dalam jalur reduksi langsung Clostridium
propionicum dan Megasphaera elsdenii mengubah laktat menjadi propionat.
Menurut Brock dan Madigan (1991) protozoa lebih menyukai substrat yang mudah
difermentasi seperti pati dan gula, namun protozoa mempunyai kemampuan
memecah pati lebih lama dibandingkan dengan bakteri. Protozoa mengkonsumsi pati
atau karbohidrat mudah larut dan disimpan dalam bentuk polisakarida (amilopektin)
dalam tubuh, sehingga pati dan karbohidrat mudah larut sebagian tidak difermentasi
oleh bakteri. Pada ransum tinggi karbohidrat (konsentrat) protozoa dapat membatasi
aktivitas bakteri dalam fermentasi pati secara besar-besaran sehingga penurunan pH
secara drastis (acidosis) dapat dicegah.
Peningkatan proporsi propionat juga disebabkan oleh pergeseran penggunaan
H2 hasil fermentasi untuk produksi propionat akibat rendahnya aktifitas bakteri
pembentuk metan (CH4). Sedangkan penurunan proporsi asetat disebabkan karena
piruvat lebih banyak dikonversi menjadi Acetyl Coenzym A yang merupakan
prekusor pembentukan butirat, sehingga proporsi butirat meningkat. Peningkatan
43
propionat sangat penting untuk sapi pedaging karena merupakan sumber energi.
Propionat merupakan substrat dalam pembentukan glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa
untuk ruminansia (Parakkasi, 1999).
44
45
Penulis
46
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J.J. 1990. Daftar Nama Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Astuti, D.A., B. Sastradipradja, Kiranadi dan E. Budiarti. 1993. Pengaruh perlakuan
jerami jagung dengan asam asetat terhadap metabolisme in vitro dan in vivo
pada kambing laktasi. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astuti, D.A., E. Wina, B. Haryanto dan S. Suharti. 2008. Suplementasi lerak
berbentuk pakan blok untuk meningkatkan produksi dan kualitas daging sapi
potong serta pengaruhnya terhadap keseimbangan mikroba rumen. Laporan
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. IPB Bekerja sama dengan BPPT
Ciawi, Bogor.
Brock, T.D. and M.T, Madigan. 1991. Biologi of Microorganism 6th Edition.
Prentice Hall International, London.
Cheeke, P.R. 2000. Actual and potential applications of yucca schidigera and quillaja
saponaria saponins in human and animal nutrition. J. Animal Science 77: 110.
Close, W and K. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. University of
Hohenheim. Jerman.
Dehority, B.A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press,
Nottingham.
Diaz, A., M. Avendano and A. Escobar. 1993. Evaluation of sapindus saponaria as a
defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J.
Livest. Res. Rural Dev. 5: 1-6.
Firsoni. 2005. Manfaat tepung daun kelor (Moringa oleifera, Lam) dan glirisidia
(Gliciridia sepium, Jacq) sebagai sumber protein dalam urea molases blok
(UMB) terhadap metabolisme pakan secara in vitro dan produksi susu sapi
perah. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
General Laboratory Prosedures. 1966. Department of Dairy Science. University of
Wisconsin, Madison.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Terjemahan K. Padmawinata. ITB Press,
Bandung.
Hartati, E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang
mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi
Holstein jantan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. III. Terjemahan: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sarana Jaya, Jakarta.
Hess, H.D., M. Kreuzer, T.E. Diaz, C.E. Lascano, J.E. Carulla, Carla L. Soliva and
A. Machmuller. 2003. Saponon rich tropical fruits affect fermentation and
47
Thalib. 2004. Uji efektivitas saponin buah sapindus rarak sebagai inhibitor
metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9(3): 164-171.
Tilley, J.M.A and R.A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion
of forage. J. British Grassland Society. 18: 104111.
Wallace, R.J., L. Arthaud and C.J. Newbold. 1994. Influence of Yucca shcidigera
extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. J.
Applied Environmental Microbiology 60: 1762-1767.
Wallace, R.J., N.R. McEwan, F.M. McIntosh, B. Teferedegne and C.J. Newbold.
2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. J. Animal.
Science 15(10): 1458-1468.
Wang, Y., T.A. McAllister, L.J. Yanke and P.R. Cheeke. 2000. Effect of steroidal
saponin from yucca schidigera extract on ruminal microbes. J. Applied
Microbiology. 88: 887-896.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.
Wina, E., S. Muezel, E. Hoffman, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2005a. Saponins
containing methanol extract of sapindus rarak affect microbial fermentation,
microbal activity and microbial comunity structure in vitro. J. Animal Feed
Science and Technology 121: 159-174.
Wina, E., S. Muezel, E. Hoffman, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2005b. The impact
of saponin-containing plant materials on ruminant production A Review. J.
Agricultural and Food Chemistry 53: 8093 8015.
49
LAMPIRAN
50
db
JK
2
3
7
12
KT
f.hit
16,83
9,27
19,23
45,34
8,42
3,09
2,75
f.0,05
3,06
1,12
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
f.hit
14,51
2,52
14,25
31,28
7,26
0,84
2,04
f.0,05
3,56
0,41
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
0,44
65,73
11,19
77,36
f.hit
0,22
21,91
1,60
f.0,05
0,14
13,70
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
1959,08
4651,52
6778,77
13389,37
f.hit
979,54
1550,51
968,40
f.0,05
1,01
1,60
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
0,30
0,21
0,69
1,20
f.hit
0,15
0,07
0,10
f.0,05
1,54
0,70
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
12,06
29,54
69,53
111,13
f.hit
6,03
9,85
9,93
f.0,05
0,61
0,99
4,74
4,35
51
db
JK
2
3
7
12
KT
7,38
74,00
69,43
150,81
f.hit
1,84
37,00
8,68
f. 0,05
0,21
4,26
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
2,46
172,15
112,80
287,41
f.hit
0,62
86,08
14,10
f.0,05
0,04
6,10
4,74
4,35
db
JK
2
3
7
12
KT
8,11
104,39
231,19
343,69
f.hit
4,05
34,80
33,03
f.0,05
0,12
1,05
4,74
4,35
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam Produksi Gas selama Inkubasi 24 Jam
SK
Perlakuan
Kelompok
Error
Total
db
JK
2
3
7
12
KT
23,86
190,87
245,24
459,97
f.hit
11,93
63,62
35,03
f.0,05
0,34
1,82
4,74
4,35
Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam Produksi Gas selama Inkubasi 48 Jam
SK
Perlakuan
Kelompok
Error
Total
db
JK
2
3
7
12
KT
41,61
269,76
257,22
568,59
f.hit
20,81
89,92
36,75
f.0,05
0,57
2,45
4,74
4,35
52