Anda di halaman 1dari 55

A.

Definisi HIV-AIDS
1. HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut sel T-4 atau disebut juga sel

CD-4 (Price, 2006).


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.


Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu
dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut
limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan
penyakit

lainnya

sebagai

akibat

dari

gangguan

kekebalan

tubuh.

(Brunner&Suddarth, 2002).
HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh
manusia, dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang

akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.


Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia

2. AIDS
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV.
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang
dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam
penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan

akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.


AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan

daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan

dengan

infeksi

(Brunner&Suddarth, 2002)

Human

Immunodefciency

Virus

HIV

).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Widoyono, 2005)

A. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi
yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur.
Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol,
env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen
virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi

HIV.

Protein Rev dibutuhkan

virus. Rev membantu

keluarnya

transkrip

untuk
virus

ekspresi
yang

protein

terlepas

dari

struktural
nukleus.

Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel
yang lain (Mandal, 2008).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIV
1. Imunologi System
Sistem imun :
sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan menghancurkan
bahan yang bukan normal self (bahan asing atau abnormal cells)
Imunitas atu respon imun :
Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang berbahaya
Imunitas:
a) Alami / Bawaan
b) Adaptif / Didapativ
a) Imunitas Bawaan

Bersifat inherent, non selektif

Berespon segera terhadap paparan bahan berbahaya walaupun paparan


pertama / lini pertama pertahanan tubuh
Meliputi:
1. Inflamasi Perubahan akibat cedera jaringan yang ditandai:

Vasodilatasi pembuluh darah local -> aliran darah meningkat -> membawa

leukosit dan plasma protein yang penting untuk repon imun


Peningkatan permeabilitas kapiler -> plasma protein dapat masuk ke
jaringan yang rusak > Migrasi granulosit dan monosit ke dalam

jaringan >Edema lokal


Efek inflamasi adalah pembatasan (walling off) area yang cedera -

> menahan penyebaran bakteri atau toksin


2. Interferon: protein yang secara non spesifik melawan infeksi virus
3. Natural killer cells: lymphocyte-like cells yang melisis membran sel yang
terinfeksi virus dan sel kanker
4. Sistem komplemen: plasma protein, bila teraktivasi akan menghancurkan
bahan asing
b) Imunitas Didapat
Bersifat selektif
Disiapkan oleh tubuh setelah ada paparan pertama
Tipe imunitas didapat:
- Imunitas humoral / imunitas sel-B
tubuh membentuk antibodi (globulin) yang bersirkulasi dalam plasma
-

darah
Imunitas yang diperantarai sel / imunitas sel-T
pembentukan limfosit-T teraktivasi secara khusus untuk menghancurkan

benda asing
Imunitas didapat merupakan produk limfosit
Limfosit paling banyak ditemukan di nodus limfe
Dapat juga ditemukan di jaringan limfoid khusus seperti limpa, submukosa
saluran cerna, timus & sutul

Sistem kekebalan tubuh berdasarkan mekanisme kerjanya


Imunitas humoral
Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam
darah, yang disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit.
Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang
ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu sumsum
tulang, jaringan limfe usus, dan limpa.

Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus


limfe, bercak Peyer pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur
membawa molekul immunoglobulin permukaan yang terikat dengan
membran selnya. Saat diaktifasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan
limfosit T, sel B akan derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
1. Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi
untuk menghancurkan antigen tertentu.
2. Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap
merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya
dengan respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.

Imunitas selular
Imunitas selular adalah respon imun yang dilakukan oleh molekul-molekul
protein yang tersimpan dalam limfa dan plasma darah. Imunitas ini dimediasi
oleh sel T limfosit. Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat
menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati
oleh antibodi
Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui
sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan selular.
Tipe sel T:
1. Sel T pembantu (helper T cells) : jumlahnya paling besar, membantu
melakukan fungsi sistem imun, disebut juga CD4+
2. Sel T sitotoksik (cytotoxic T cells): sel penyerang mikroorganisme & sel
kanker,disebut juga CD8+ T cells
3. Sel T supresor (regulatory T cells): membatasi kemampuan sistem imun
untuk menyerang jaringan tubuh sendiri
4. Sel T memori adalah Sel T yang mengandung informasi mengenai antigen
tertentu dan tetap berada di dalam plasma bahkan setelah sebuah infeksi telah
lama dipadamkan. Sel T memori dapat berkembangbiak saat terpapar kembali
dengan antigen yang sama (bahasa Inggris: cognate antigen) sehingga
memberikan umpan balik berupa sistem kekebalan yang terjadi pada saat
infeksi sebelumnya.

CD 4+ T cell (cluster of deferentiation 4)


Sel CD4+ adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian
yang penting dari sistem kekebalan tubuh.

Kadang disebut CD4 dan sel T-4


Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara

1400-1500.
Fungsi :
Pengendali ; mengaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem limfoid
Berinteraksi dengan sel penyaji antigen untuk mengendalikan Iagi
Menghasilkan sitokin yang memungkin tumbuhnya sel CD4 dan CD8
Berkembang menjadi sel pengingat
CD 8 T cell
Kadang disebut sel T-8
Mampu mematikan sel terinfeksi virus, sel tumor
Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di
permukaan sel
Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna
sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan
antigenic. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya
sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu.
C. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat doublestranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV

didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang
asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan
penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius (Price, 2006)
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4
mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul,
Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS
apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS (Corwin, 2009)

D. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a.
Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
b.

orang lain.
Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,

c.

berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.


Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi)
dan gejala minor (tidak umum terjadi):
a.
Gejala mayor :
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/ HIV ensefalopati
b.
Gejala minor :
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
Kandidiasi orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata

Retinitis virus Sitomegalo

E. Cara Penularan
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu.
Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu
2.
3.

yang terinfeksi
HIV.
Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas

4.

kesehatan.
Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan

5.
6.

sepenuhnya sebelum
digunakan.
Melalui transplantasi organ pengidap HIV
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan

7.

dan sesudah lahir melalui


ASI.
Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

F. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Kandidiasis, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

b. Enselophaty

akut,

karena

reaksi

terapeutik,

hipoksia,

hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,


malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma

Kaposi.

Dengan

efek,

penurunan

berat

badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.


b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatalgatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi

karena

pneumococcus,

Pneumocystic
dan

Carinii,

cytomegalovirus,

virus

influenza,

dengan

efek

nafas

strongyloides

pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran


dengan efek nyeri.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)


3. Tes Lainnya
a. Sinar X dada: Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut
atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal : Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium : Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
d. Biopsis : Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial : Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang
dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV,
dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita
mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh
bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka
ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian,
darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan
penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot,
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah
kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya
antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat
bervariasi.

Inilah

sebabnya

mengapa

dibutuhkan

waktu

3-6

bulan

untuk

mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi.
Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi
HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju (Brunner&Suddarth,
2002).

H. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan (Widoyono, 2005) :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang
tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien
AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
a. Didanosine
b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
e. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
I. Pengkajian
1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan
3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.
4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara
berubah, epsitaksis.
5. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk
produktif atau non produktif.
9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
10. Genital : lesi atau eksudat pada genital.
11. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan
3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
4. Nyeri b.d agen injury biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
7. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi ,
ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh primer
10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
11. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik

K. Tujuan dan Intervensi Keperawatan


NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Berhubungan Dengan Akumulasi
Sekret Kental

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


(NOC)
NOC :
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway
patency
3. Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan
suara
nafas
yang
bersih(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
tidak ada sianosis dan dyspneu
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas

INTERVENSI
(NIC)
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan
keluarga
bagaimana
cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan

2.

Gangguan Pertukaran gas


berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar

ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

NOC :
Airway Management
1. Respiratory Status : Gas exchange Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
2. Respiratory Status : ventilation
atau jaw thrust bila perlu
3. Vital Sign Status
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Kriteria Hasil :
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Mendemonstrasikan peningkatan
alat jalan nafas buatan
ventilasi dan oksigenasi yang Pasang mayo bila perlu
adekuat
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Memelihara kebersihan paru paru
Keluarkan sekret dengan batuk atau
dan bebas dari tanda tanda
suction
distress pernafasan
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Mendemonstrasikan batuk efektif
tambahan
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu Lakukan suction pada mayo

mengeluarkan sputum, mampu


bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
normal

Berika bronkodilator bial perlu


Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
Monitor rata rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia

NOC :
Nutrition Management
1. Nutritional Status : food and Fluid Kaji adanya alergi makanan
Intake
Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk

Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

menentukan jumlah kalori dan nutrisi


yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan

4.

Hipertermia berhubungan dengan


proses inflamasi

NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang
normal
Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing, merasa
nyaman

Monitor kulit kering dan perubahan


pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge

Berikan cairan intravena


Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti
pasien
untuk
mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

5.

Nyeri akut berhubungan dengan agen


injury biologis

NOC :
1. Pain Level,
2. Pain control,
3. Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan
analgesik
pilihan,
rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
6

Deficit volume cairan b.d kegagalan NOC


mekanisme pengaturan
volume cairan seimbang

Manajemen Cairan
Monitor adanya

factor-faktor

yang

kriteria hasil :
-Mempertahankan urine output >
1300 ml/hr
- Mempertahankan
turgor
kulit
elastis, mambran mukosa dan lidah,
orientasi pada orang, tempat dan
waktu
- Menjelaskan cara pengukuran yang
dapat dilakukan untuk mencegah
kehilangan volume cairan.

menyebabkan defisit volume cairan


(kesulitan mempertahankan intake oral)
Monitor total intake dan output cairan
setiap 8 jam atau setiap jam pada pasien
yang tidak stabil)
Monitor kecenderungan dalam output
cairan selama 3 hari termasuk semua rute
intake dan output dan catatan warna dan
berat jenis urine.
Monitor setiap hari BB yang tiba-tiba
terutama menurunan urine output atau
kehilangan cairan aktif

Manajemen Hipovolemi
Monitor tanda vital klien dengan definisit
volume cairan setiap 15 menit 1 jam
pada klien yang tidak stabil, observasi
penurunan TD (Hipetensi) tachicardi,
penurunan volume nadi serta peningkatan/
penurunan temperatur tubuh.
Monitor turgor kulit, haus, lidah dan
mambran mukosa yang kering, kesulitan
berbicara, kulit kering, kelelahan dan
kesadaran klien
Kesediaan air segar dan cairan oral untuk
klien
Pertahankan ketepatan cairan IVFD
dengan hati-hati
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga
tentang proses penyakit dan komplikasi
dari penurunan volume cairan
Ajarkan pada keluarga tentang pengukuran

intake dan output cairan.


7

Kerusakan
integritas
kulit
perubahan status metabolik

b.d NOC
kerusakan integritas kulit berkurang

Perawatan Kulit
Implemetasikan rencana pengobatan yang
diresepkan untuk pengobatan topical pada
tempat kulit yang mengalami kerusakan
Pilih pengobatan topical yang akan
mempertahankan
lingkungan
penyembuhan
luka
basah
dan
keseimbangan
dengan
kebutuhan
pengabsobsi eksudat.
Ajarkan klien menggunakan obat topical
yang sesuai dengan luka dan lokasinya

kriteria hasil :
1.Menunjukkan adanya integritas
permukaan kulit
2. Melaporkan adanya perubahan
sensasi atau nyeri pada tempat
terjadinya kerusakan kulit
3.Mendemonstrasikan
pemahaman
tentang rencana penyembuhan kulit
dan pencegahan kembali luka
4.Mendeskripsikan
tindakan Perawatan Luka
melindungi dan penyembuhan kulit
Kaji tempat / lokasi kerusakan kulit dan
serta perawatan lesi kulit
tentukan penyebab.
Monitor lokasi kerusakan kulit paling
sedikit sekali sehari untuk perubahan
warna, kemerahan, pembekakan, hangat,
nyeri atau tanda-tanda infeksi lain.
Tentukan apakah pasien mengalami
perubahan dalam sensasi nyeri.
Monitor cara perawatan kulit klien, catat
jenis sabun atau bahan pembersih lain yang
digunakan, suhu air yang digunakan dalam
membersihkan kulit
Jangan memposisikan pasien pada lokasi
kulit yang mengalami kerusakan jika
sesuai dengan tujuan manajemen pasien
secara keseluruhan, rubah dan posisikan
pasien paling sedikit 2 jam. Pindahkan
pasien
dengan
perawatan
pada

Resiko infeksi dengan factor resiko


prosedur
Infasif,
malnutrisi,
imonusupresi , ketidakadekuatan imun
buatan , tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi), tidak
adekuat pertahanan tubuh primer

perlindungan
terhadap
efek
yang
merugikan
dari
kekuatan
mekanik
eksternal seperti tekanan, gesekan dan
teriris.
Hindari melakukan masase di sekitar kulit
dan sekeliling Daerah Bone Prominance
Ajarkan klien mengkaji kulit dan luka serta
memonitor tanda dan gejala infeksi,
komplikasi dan penyembuhan luka.
NOC
Kontrol infeksi.
Infeksi terkontrol
Batasi pengunjung.
Bersihkan lingkungan pasien secara
Kriteria Hasil:
benar setiap setelah digunakan pasien.
Bebas dari tanda dangejala
Cuci tangan sebelum dan sesudah
infeksi.
merawat pasien, dan ajari cuci tangan
Keluarga tahu tanda-tanda infeksi
yang benar.
Angka leukosit normal.
Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
Tingkatkan masukkan gizi yang
cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang
cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai,
dan anjurkan untuk minum sesuai
aturan.
Ajari
keluarga
cara
menghindari infeksi serta
tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera
untuk
melaporkan
keperawat
kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua

daerah IV (intra vena).

10

Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan
yang cukup
Kelelahan b.d anemia, status penyakit
NOC :
Energy Management
Endurance
Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
Concentration
Dorong anal untuk mengungkapkan
Energy conservation
perasaan terhadap keterbatasan
Nutritional status : energy
Kaji adanya factor yang menyebabkan
kelelahan
Kriteria Hasil :
Memverbalisasikan peningkatan Monitor nutrisi dan sumber energi
tangadekuat
energi dan merasa lebih baik
Menjelaskan penggunaan energi Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
untuk mengatasi kelelahan
Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Deficit perawatan diri b.d kelemahan NOC
SELF CARE ASSISTANCE
fisik
Deficit perawatan diri dapat teratasi
Monitor kemampuan klien untuk
kriteria hasil:
perawatan diri secara mandiri
Self Care : ADL

pasien
melaporkan
melakukan
ADL
mandiri

bisa
secara

Kaji kebutuhan klien akan alat bantu


untuk ADL
Bantu klien dalam pemenuhan ADL
sampai mandiri
Ajarkan dan pada klien cara perawatan
diri mandiri sesuai dengan kemampuan
Ajarkan keluarga untuk perawatan yang
dapat dilakukan sendiri pada klien jika
tidak mampu dalam pemenuan ADL

L. Daftar Pustaka
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Widoyono. 2005. Penyakit HIV: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical
Series
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series
http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2012/08/24/definisi-sejarah-gejala-cara-penularan-dan-pencegahan-penyakit-hiv-aids/
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Syaifudin. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta : EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC


Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:Upper Saddle River

A. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin
dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2

sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Price,2006).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, dkk,

2007)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim

paru. (Brunner&Suddarth, 2002)


Tuberkulosis bukan penyakit keturunan karena disebabkan oleh kuman yang
ditularkan dari seseorang kepada orang lain.

B. Etiologi
Penyebab TB adalah Mycobacterium Tuberculosis yaitu sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 4 /m dan tebal 0,3 0,5 m. Kuman dapat bertahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant yaitu dapat bangkit kembali menjadi TB aktif. Kuman ini juga disebut
kuman aerob yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya (Price, 2006).
C. Anatomi fisiologis

Secara

umum

fungsi

utama

dari

saluran

pernafasan

atas

adalah:

Air conduction kepada saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas.
Protection saluran nafas bagian bawah dari benda asing. Warming filtration dan
humidification dari udara yang
1.
Hidung (cavum nasalis)

inspirasi (Syaifuddin, 2009). Terdiri dari

Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang
2.

mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung.


Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.Dinamakan
sesuai dengan tulang dimana dia derada terdiri atas sinus frotalis,sinus
etmoidalis,sinus spenoidalis,dan sinus maksilaris.Fungsi dari sinus adalah membantu
menghangatkan dan humidifikasi,meringankan berat tulang tengkorak,serta mengatur

bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.


3.
Faring (tekak),
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang
4.

larinx (larinx-faringeal).
Laring (tenggorok)
Terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata,
berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn
trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama
oleh ligarnen dan membrane.
Saluran pernafasan bagian bawah (lower

airway). Ditinjau dari fungsinya,

saluran pernafasan bagian bawah terbagi menjadi dua komponen,yaitu sebagai berikut
(Syaifuddin, 2009) :
Saluran udara kondusi : Sering disebut sebagai percabangan trakeobronkialis,terdiri

atas trakea,bronki,dan bronkioli.


Satuan respiratorius terminal ( kadang kala disebut dengan acini) : saluran udara
konduktif, fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari
satuan respiratorius terminal,yana merupakan tempat pertukaran gas yang
sesungguhnya. Alveoli merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal. Terdiri
dari:
1. Trachea
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di
tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16
- 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat

bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah


belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot
2. Bronkus
dan
bronkiolus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kirakira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang
berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang
lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.
3. Alveoli
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas sinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus yang
melapisi rongga toraksdipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
4. Paruparu

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.
Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan
dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru
kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus
oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan
bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.\
D. Patofisiologi
Port deentri kuman microbakterium tuberculosis adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi (Tambayong, 2003).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri
dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atau paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah atau paru-paru tau dibagian bawah atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah
hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag (Corwin, 2009). Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh denagn sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epitolit yang dikelilingi leh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 1
sampai 10 hari (Price, 2006)

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum ,
malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 2007). Gejala
lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Brunner&Suddarth, 2002 )
1. Demam : subfebril menyerupai influenza
2. Batuk : - batuk kering (non produktif) batuk produktif (sputum), - hemaptoe
3. Sesak Nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
bagian paru-paru
4. Nyeri dada
5. Malaise : anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam
F. KLASIFIKASI
Pembagian tuberculosis (TB) paru dari sistem lama diketahui beberapa klasipikasi seperti
:
1. Pembagian secara patologis
Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (koch pulmonum) aktif, non
aktif dan quessent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4
cm. jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satuan bagian paru. Bila
bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan

pada moderately advanced tuberculosis.


Pada tahun 1974 American Thoracic Sociaty memberikan klarifikasi baru yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpasan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes
tuberkulin negatif.
2. Ketegori I : terpasan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat
hontak positif, tes tuberkulin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
Dengan atau tanpa gejala klinik
BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong

biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.


Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:


Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang
tidak berubah
Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2006 adalah
1. Kategori 1 :
Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE

Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita TB
Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang sakit berat dan Penderita TB ekstra Paru
Berat.
2. Kategori II :
Paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan
penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
3. Kategori III :

paduan obat 2HRZ/4H3R3


Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif

sakit ringan,

penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis


eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada
akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah : Leokosit sedikit meninggi
LED meningkat
2. Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan
dengna kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin

Mantoux Tes (PPD)

4. Roentgen

Foto PA

H. Medikamentosa

Jenis obat yang dipakai


- Obat Primer

- Obat Sekunder

1. Isoniazid (H)

1. Ekonamid

2. Rifampisin (R)

2. Protionamid

3. Pirazinamid (Z)

3. Sikloserin

4. Streptomisin

4. Kanamisin

5. Etambutol (E)

5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)


6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin

Tabel 2.1
Dosis Obat Antituberkulosis
Obat

Dosis

Isoniazid

Setiap hari

Dua kali/minggu

Tiga kali/minggu

5mg/kg

15 mg/kg

15 mg/kg

Maksimal

300Maksimal 900 mg

Maksimal 900 mg

mg

Rifampisin

10 mg/kg

Maksimal

10 mg/kg

600Maksimal 600 mg

10 mg/kg

Maksimal 600 mg

mg

Pirazinamid

15- 30 mg/kg

50-70 mg/kg

Maksimal 2 gram Maksimal 4 gram

Etambutol

15- 30 mg/kg

Maksimal

50-70 mg/kg

Maksimal 3 gram

50 mg/kg

25-30 mg/kg

25-30 mg/kg

25-30 mg/kg

2,5

gram

Streptomisin

15 mg/kg

Maksimal 1 gram Maksimal 1,5 gram

Maksimal 1 gram

(Arif Mansjoer, 2007)


I. KOMPLIKASI
1.

Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial

2.

Pleuritis tuberkulosa

3.

Efusi pleura

4.

Tuberkulosa milier

5.

Meningitis tuberkulosa

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir penyakit

2. Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 4872 jam)
3. Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada kavitas
bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
4. Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena Tb
paru
5. Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED)
6. Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun
K. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Biografi Klien
Yang perlu dikaji adalah : nama, usia, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat
dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Data Biografi Penanggung Jawab
Yang perlu dikaji adalah : nama, usia, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat
dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : keluhan utama adalah keluhan yang paling menonjol yang
dirasakan klien saat dikaji yaitu : adanya batuk pilek yang lama ( 4 minggu),
terasa sesak waktu bernafas.
b. Riwayat kesehatan sekarang menjabarkan kejadian sampai terjadinya penyakit
saat ini yang menyebabkan klien mencari pertolongan. Merupakan penjabaran
dari keluhan utama yang dirasakan saat dikaji dengan menggunakan PQRST.
c. Riwayat kesehatan dahulu adanya batuk pilek yang mungkin berhubungan dengan
penyakit sekarang atau klien pernah mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang sekarang.
d. Riwayat kesehatan keluarga apakah ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien atau penyakit yang diturunkan atau penyakit
menular.

e. Riwayat kesehatan lingkungan ventilasi ruamah kurang, lingkungan yang kotor


dan berdebu dapat terhirup dan dapat menimbulkan penyakit infeksi saluran
pernapasan atau TB Paru.
f. Riwayat psikologi dikaji keadaan emosi dan respon keluarga dalam menghadapi
penyakit tuberculosis Paru yang sedang diderita anaknya.
g. Riwayat sosial dikaji tentang pola hidup, kebiasaan dan pola interaksi dengan
orang lain di lingkungan sekitarnya.
h. Pola kebiasaan sehari-hari pola makan dan minum, pola tidur dan istirahat,
aktivitas atau bermain dan pola eliminasi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Penampilan
: Pada dasarnya pasien lemah
c. Kesadaran
: Composmetis, kemungkinan ditemukan adanya penularan
kesadaran.
d. Tanda-tanda vital

: pada kasus tuberculosis paru memungkinkan terjadinya

peningkatan suhu tubuh, respirasi dan denyut nadi.


e. Sistem pernafasan
Pernapasan cepat dan dangkal disrtai pernapasan cuping hidung, ada sianosis
sekitar hidung dan mulut, ada pemeriksaan adanya retraksi dinding dada, pada
auskultasi terdengar suara napas ronchi basah atau kering, batuk berdahak, darah.
f. Sistem Kardiovaskuler
Kemungkinan terjadi hiper atau hipotensi, sianosis, clubing finger dan takikardi.
g. Sistem Gastrointestinal
Kemungkinan adanya mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan
karena adanya peningkatan metabolisme tubuh dari proses peradangan. Adanya
sputum di jalan nafas akan terasa bau dan tidak enak sehingga nafsu makan
menurun.
h. Sistem Genitourinaria
Selama fungsi ginjal masih bagus kemungkinan kelainan sangat kecil dan diare
terus menerus sehingga urine dapat berkurang.
i. Sistem Muskuloskeletal
Kemungkinan dijumpai adanya kehilangan masa otot, pergerakan otot lemah,
keletihan dan kelelahan.
j. Sistem Integumen
Dapat dikaji adanya sianosis bagian ujung ekstremitas perifer seperti ujung jari,
tangan dan kaki atau membran mukosa sianosis, juga adanya peningkatan suhu
tubuh, keringat dingin pada malam hari.

k. Sistem endokrin
Menjelaskan mengenai keadaan kulit meliputi warna, tekstur, turgor dan keadaan
kulit, tekstur dan bentuk rambut, keadaan wajah pucat atau tidak.
l. Sistem Neurologis
Tuberculosis paru bisa dikompilasikan ke otak (meningens) apabila pengobatan
tidak teratur atau tidak tuntas.
4. Pemeriksaan penunjang / Diagnostik
a. Hasil labolatorium darah : gambaran darah tepi menunjukkan adanya leukositosis,
laju endap darah meningkat. Pemeriksaan bakteriologi : ditemukannya basil
tuberculosis akan memastikan diagnosis tuberculosis, tetapi walaupun tidak
diketemukan bukan berarti tidak menderita tuberculosis paru. Bahan yang
digunakan :
Bilasan lambung
Sekret bronchus
Sputum
Cairan pleura
b. Hasil foto thorax terdapat pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau
tanpa infiltrat.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau
sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi

M. Rencana Asuhan Keperawatan


NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1

Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif


Berhubungan Dengan Akumulasi
Sekret Kental

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


(NOC)
NOC :
4. Respiratory status : Ventilation
5. Respiratory status : Airway
patency
6. Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan
suara
nafas
yang
bersih(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
tidak ada sianosis dan dyspneu
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas

INTERVENSI
(NIC)
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan
keluarga
bagaimana
cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan

2.

Gangguan Pertukaran gas


berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar

ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

NOC :
NIC :
4. Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
5. Respiratory Status : ventilation
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
6. Vital Sign Status
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Kriteria Hasil :
ventilasi
Mendemonstrasikan peningkatan Identifikasi pasien perlunya pemasangan
ventilasi dan oksigenasi yang
alat jalan nafas buatan
adekuat
Pasang mayo bila perlu
Memelihara kebersihan paru paru Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan bebas dari tanda tanda
Keluarkan sekret dengan batuk atau
distress pernafasan
suction
Mendemonstrasikan batuk efektif
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
dan suara nafas yang bersih, tidak
tambahan
ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu


bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
normal

Lakukan suction pada mayo


Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
Monitor rata rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan

NOC :
NIC :
2. Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management

anoreksia

Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
Monitor lingkungan selama makan

4.

Hipertermia berhubungan dengan


proses inflamasi

NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang
normal
Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing, merasa
nyaman

Jadwalkan pengobatan dan tindakan


tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

NIC :
Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi

penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti
pasien
untuk
mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan

5.

Nyeri berhubungan dengan agen injury


biologis

penanganan yang diperlukan


Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
NOC :
NIC :
4. Pain Level,
Pain Management
5. Pain control,
Lakukan pengkajian nyeri secara
6. Comfort level
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil :
dan faktor presipitasi
Mampu mengontrol nyeri (tahu Observasi
reaksi
nonverbal
dari

penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan
analgesik
pilihan,
rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa
6. Jakarta: EGC

Keperawatan,

Aplikasi

pada

Praktik

Klinis,

edisi

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
Syaifudin. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta : EGC.
Diana C. Baughman. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC,
Soedarsono. (2000). Guidelines of Pulmonology. Jakarta : EGC
Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai