A. Definisi
Analisa Gas Darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) adalah suatu pemeriksaan
melalui darah arteri untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik (Brunner&Suddarth, 2002).
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base
excesses/kelebihan basa).
Tempat pengambilan darah arteri :
1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri
kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat
diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke
seluruh tubuh/tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
B. Tujuan
C. Peralatan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara lain:
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G
Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat mempengaruhi nilai
O2 dalam AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok
Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahi dengan
antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk
menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus
mensterilkan area penusukan agar resiko infeksi bisa ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi, sehingga membantu
proses penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma
akibat penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat melakukan pengambilan darah vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus dimasukkan kedalam tempat
berisi es batu sebab suhu yang rendah akan menurunkan metabolism sel darah yang
mungkin merubah nilai pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk mengurangi kontaminasi
pasien satu dengan pasien yang lain.
10. Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi :
1.
2.
3.
4.
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari, dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah
dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas,
tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negatif,
hindarkan tangantersebut dan periksa tangan yang lain.
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
1. Persiapan alat.
2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di
pungsi.
3. Memilih arteri yang akan di pungsi.
4. Menyiapkan posisi pasien :
a. Arteri Radialisi :
-
c. Arteri Brachialis
-
d. Arteri Femoralis.
-
Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah
dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar.
Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis.
Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai
ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.
10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa
spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara
dikeluarkan dari spuit.
11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.
-
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
1. Adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian menyebabkan pasien
mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan injeksi.
2. Adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke
syringe
G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Chaira.2011. Analisa Gas Darah [online] tersediahttp://www.scribd.com/doc/75288842/AnalisaGas-Darah-Agd di akses tanggal 8 Juli 2012 Jam 14.00
Gallo dan Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, Edisi 6 Vol.1. EGC : Jakarta
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
A. Definisi
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung
(Price,2006). Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui
elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Sewaktu impuls jantung melewati
jantung, arus listrik akan menyebar ke jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian kecil dari
arus listrik ini akan menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Impuls yang
masuk ke dalam jantung akan membangkitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi
potensial aksi. Dalam potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang terjadi,
yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam ketika gelombang
rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem penghantar menuju miokardium
untuk merangsang otot berkontraksi. Sedangkan repolarisasi adalah pemulihan listrik
kembali.
B. Tujuan
Tujuan melakukan pemasangan EKG adalah untuk menentukan kelainan seperti:
1. Gangguan irama jantung (disritmia).
2. Pembesaran atrium atau ventrikel.
3. Iskemik atau infark miokard.
4. Infeksi lapisan jantung (perikarditis).
5. Efek obat-obatan.
6. Gangguan elektrolit.
7.
C. Peralatan
1. Alat.
Mesin EKG.
Jelly.
Kertas tissue.
Kapas Alkohol.
Kertas EKG.Spidol.
D. Persiapan pasien
Pasien dan keluarga diberi tahu penjelasan tentang tujuan dan tindakan perekaman
EKG.
Elektrode ekstremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri searah
dengan telapak tangan.
Pada ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah dalam.
Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapat dipasang sampai ke
bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan kanan.
Bersihkan p u l a p e r m u k a a n k u l i t d i d a d a k l i e n y a n g a k a n d i p a s a n g
e l e k t r o d a prekordial dengan kapas alkohol dan beri jelly pada setiap
elektroda, pasangkan pada tempat yang telah dibersihkan.
F. Komplikasi
Tindakan EKG tidak berbahaya dan menimbulkan komplikasi karena tindakan EKG bersifat
non invasif.
G. Daftar Pustaka
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press
Thaler. 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
A. Definisi
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan
cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri
(Brunner&Suddarth, 2002). Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan
memakai
kateter
penghisap
melalui nasotrakeal
tube(OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas (Potter&Perry, 2005).
Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat
menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan
perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard.
B. Tujuan
1. Mempertahankan kepatenan
jalan nafas.
2. Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3. Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.
4. Merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru.
C. Peralatan
1. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
2. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.
3. Pinset steril atau sarung tangan steril.
4. Cuff inflator atau spuit 10 cc.
5. Arteri klem.
6. Alas dada atau handuk.
7. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
8. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter.
9. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah dipakai.
10. Ambubag / air viva dan selang o2.
11. Pelicin / jely
12. Nacl 0,9 %
13. Spuit 5 cc.
D. Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.
Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
Pasien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi
fowler dengan leher ekstensi (nasal suction).
Pasien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana tindakan
(oral/nasal suction).
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
Tahap PraInteraksi
1.
2.
Mencuci tangan
3.
Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1.
2.
3.
Tahap Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menghisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)
8.
9.
10.
11.
Tahap Terminasi
1.
2.
3.
4.
5.
Mencuci tangan
6.
F. Komplikasi
1. Hipoksia / Hipoksemia
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
3. Cardiac arrest
4. Arithmia
5. Atelektasis
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme
7. Infeksi (pasien / petugas)
8. Pendarahan dari paru
9. Peningkatan tekanan intra cranial
10. Hipotensi
11. Hipertensi
G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Hidayat, A. A & Uliyah, M. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
A. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis (Syamsuhidajat & Jong, 2000.).
B. Tujuan
C. Peralatan
Spuit 5 cc
Lidokain 1%
Pengalas
Kasa steril
Gunting benang
Nalpoeder
Pinset anatomis
Korentang
Jarum kulit
Nierbekken (bengkok)
Larutan
Kom
D. Persiapan Pasien
Memasang sampiran/penutup/tirai
Mencuci tangan dengan sabun dan di air mengalir, kemudian keringkan dengan handuk
bersih atau hand dryer.
Memasang perlak dan pengalasnya
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
Membersihkan luka dengan larutan antiseptik atau larutan garam faal. Gunakan kassa
terpisah untuk setiap usapan, membersihkan luka dari area yang kurang terkontaminasi ke
area lebih bersih.
Melakukan aspirasi, apabila tidak ada darah masukan lidokain secara perlahan-lahan
sambil menarik jarum dan memasukan obat sepanjang tepi luka. Lakukan pada tepi luka
yang lainnya.
Jahit luka kurang lebih 1 cm diatas ujung luka dan ikat, gunting benang sisakan kira-kira
1 cm. jahit satu persatu dengan jarak jahitan satu dengan yang lainnya kurang lebih 1 cm,
Rapikan pasien
Bereskan alat
Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan chlorin 0,5% bersama alat-alat lainnya
selama 10 menit
Cuci tangan
F. Komplikasi
Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi
tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh
maka hasilnya akan buruk.
Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak
dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.
Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena
penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan
multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Syamsuhidajat, R & Jong, W. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC
A. Definisi
Selang nasogastrik atau NGT adalah suatu selang yang dimasukkan melalui
hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan
kepada pasien yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan dan obat-obatan
secara oral serta digunakan untuk mengeluarkan isi lambung (Hidayat & Uliyah,
2004). Prosedur Pemasangan NGT yang benar adalah melakukan pemasangan selang
(Tube) dari rongga hidung kedalam lambung. Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa
Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan
berasal dari Latin nasusuntuk hidung atau moncong hidung. Gastrik berasal dari bahasa
Yunani gaster yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan
perut.
B. Tujuan
Mengeluarkan
isi
perut
dengan
cara
menghisap
apa
yang
ada
dalam
lambung(cairan,udara,darah,racun)
Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
C. Peralatan
Pelumas/ jelly
Stetoskop
Klem
Handuk kecil
Tissue
Spatel lidah
Plester
Nierbekken
Bak instrumen
D. Persiapan Pasien
Memberitahu klien tindakan yang akan dilakukan
Menutup tirai untuk menjaga privasi klien
Mengatur posisi klien
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
1. Cuci tangan dan atur peralatan
2. Jika memungkinan,jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
3. Identifikasi kebutuhan ukuran NGT klien
4. Bantu klien untuk posisi semifowler
5. Posisi klien yang diperlukan :Jika klien sadar dan bisa komunikasi maka posisisnya
sitting position in high-Fowlers dan jika klien tidak sadar (unconscious) posisinya kepala
kebawah, sedikit miring kearah kiri dan posisi badan klien tidur terlentang.
6. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant kanan(atau sisi
kiri bila anda bertangan dominan kiri)
7. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang
hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan
mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas
8. Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan
klien
9. Gunakan sarung tangan
10. Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.Ukur jarak
dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada
daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi
tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil
11. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang
paling bersih
12. Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala
dan leher lurus dan membuka mulut
13. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien
untuk menekuk kepala ke depan dan menelan
14. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa
memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan,
tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong
klien untuk bernafas dalam
15. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan
insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat
slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit
sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung
dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
16. Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1
inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung,
kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang
17. Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan
untuk memfiksasi slang.
18. Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan NGT, termasuk juga
batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical injury karena manual stabilization
of the head sangat diperlukan sewaktu melaksanakan prosedur.
19. Stabilisasikan posisi kepala.
F. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama proses
pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat antara lain:
1. Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan posisi pasien serta
teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien
pada posisi fowler atau sniffing serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan
NGT dengan berurutan, serta yang paling penting adalah konfirmasi letak pipa. Penangan
awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah dengan segera menarik keluar NGT.
2. Malposisi NGT
Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya malposisi NGT misalnya pada pasien
trauma maksilofasial yang dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate.
3. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal dekongestan dan
anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4 persen ke dalam mukosa hidung serta
sprai lidokain 4 persen atau benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain
dengan menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga baik
mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.
4. Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas, sehingga memerlukan
pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini dapat dikurangi dengan melakukan teknik
pemasangan NGT yang tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah
telinga saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya turbinasi dan nyeri
serta epistaksis.3 Memberikan nasal dekongestan seperti oxymethazoline atau
phenylephrine untuk vasokonstriksi pembuluh darah mukosa hidung juga dapat dilakukan
sebelum pemasangan NGT.
5. Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong pipa saat terdapat
tahanan. Risiko ini meningkat pada pasien dengan perforasi saluran cerna atas.
6. Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien muntah ini dapat
dicegah dengan memposisikan pasien dengan baik, bila perlu lakukan intubasi bila
saluran napas tidak lapang terutama pada pasien yang tidak sadar. Menelan yang gentle
dan cepat saat pemasangan NGT juga akan mengurangi sensasi ingin muntah.
7. Pneumonitis dapat terjadi akibat pemberian makanan atau obat melalui pipa yang posisi
atau letaknya setinggi trakea.2 Selain itu cara mencegah terjadinya pneumonitis yaitu
dengan pemakaian lubrikan yang larut dalam air, karena akan diserap dengan baik bila
saat pemasangan NGT, pipa masuk ke dalam saluran pernapasan dibandingkan dengan
menggunakan lubrikan yang larut dalam minyak.
8. Hipoksemia terjadi akibat obstruksi saluran napas karena penempatan NGT yang kurang
tepat.
9. Pneumothorak dapat terjadi akibat injuri pulmoner setelah pemasangan NGT.Pada pasien
yang sebelumnya memiliki riwayat menelan bahan-bahan kimia kuat yang bersifat iritatif
curigai adanya abnormalitas pada esofagus, karena bila dipaksakan melakukan
pemasangan NGT akan beresiko penempatan NGT yang salah berupa perforasi
hipofaring atau perforasi esofagus.
Sedangkan komplikasi pemasangan pipa nasogastik jangka panjang dapat terjadi berupa erosi
mukosa hidung, sinusitis, esofagitis, esofagotrakeal fistula, ulkus lambung, infeksi paru dan
infeksi mulut.
G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Hidayat, A. A & Uliyah, M. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
: EGC
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC