Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN TINDAKAN

DI RUANG UGD RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH


DAN RSUD KARAWANG

Oleh : SINTA MINARSIH

STIKES KHARISMA KARAWANG


PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
TAHUN 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD


Pengambilan darah AGD (Analisa Gas Darah) pada Tn. S dengan PPOK dan Gangguan
Pertukaran Gas berhubungan dengan Perubahan Membran Alveolar-Kapiler

A. Definisi

Analisa Gas Darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) adalah suatu pemeriksaan
melalui darah arteri untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik (Brunner&Suddarth, 2002).
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base
excesses/kelebihan basa).
Tempat pengambilan darah arteri :
1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri
kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat
diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke
seluruh tubuh/tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh


2. Mengetahui kadar oksigen dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.
3. Untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi
darah dan mengambil karbondioksida dalam darah.
4. Menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya serta untuk mengetahui jumlah bikarbonat.

C. Peralatan

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara lain:
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G

2. Penutup jarum khusus atau gabus

Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat mempengaruhi nilai
O2 dalam AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok

Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.


4. Antikoagulan Heparin

Untuk mencegah darah membeku.


5. Alcohol swabs ( kapas Alkohol )

Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahi dengan
antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk
menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus
mensterilkan area penusukan agar resiko infeksi bisa ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi, sehingga membantu
proses penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma
akibat penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat melakukan pengambilan darah vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus dimasukkan kedalam tempat
berisi es batu sebab suhu yang rendah akan menurunkan metabolism sel darah yang
mungkin merubah nilai pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk mengurangi kontaminasi
pasien satu dengan pasien yang lain.
10. Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi :

a. Nama, tanggal dan waktu.


b. Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa.
c. Suhu.
D. Persiapan Pasien

1.

Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.

2.

Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit.

3.

Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul.

4.

Jelaskan tentang allens test.


Caranya :
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada
arteriradialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada

arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari, dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah
dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas,
tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negatif,
hindarkan tangantersebut dan periksa tangan yang lain.

E. Langkah-langkah tindakan/prosedur

1. Persiapan alat.
2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di
pungsi.
3. Memilih arteri yang akan di pungsi.
4. Menyiapkan posisi pasien :
a. Arteri Radialisi :
-

Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.

Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.

Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.

b. Arteri Dorsalis Pedis.


-

Pasien boleh flat/fowler.

c. Arteri Brachialis
-

Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperekstensikan/diganjal dengan siku.

d. Arteri Femoralis.
-

Posisi pasien flat.

5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.


6. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk sesudah
dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan
kapas alkohol dan tunggu hingga kering.
7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat (adrenalin
1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih
dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
8. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit
diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk
berada di antara 2 jari tersebut.
9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan,
jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.

Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat.

Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat.

Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat.

Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah
dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar.
Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis.
Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai
ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.
10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa
spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara
dikeluarkan dari spuit.
11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.
-

Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit.

Pada arteri brachialis selama 7 10 menit.

Pada arteri femoralis selama 10 menit.

Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.

13. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.


14. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan, tanggal, dan jam
pengambilan, suhu, dan jenis pemeriksaan.
15. Bila pengiriman/pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es
supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.
16. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan tindakan.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
1. Adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian menyebabkan pasien
mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan injeksi.
2. Adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke
syringe

G. Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Chaira.2011. Analisa Gas Darah [online] tersediahttp://www.scribd.com/doc/75288842/AnalisaGas-Darah-Agd di akses tanggal 8 Juli 2012 Jam 14.00
Gallo dan Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, Edisi 6 Vol.1. EGC : Jakarta
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD


EKG (Elektrokardiogram) pada Ny. E dengan CHF dan Penurunan Curah Jantung berhubungan
dengan Penurunan Volume Sekuncup

A. Definisi
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung
(Price,2006). Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui
elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Sewaktu impuls jantung melewati
jantung, arus listrik akan menyebar ke jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian kecil dari
arus listrik ini akan menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Impuls yang
masuk ke dalam jantung akan membangkitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi

potensial aksi. Dalam potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang terjadi,
yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam ketika gelombang
rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem penghantar menuju miokardium
untuk merangsang otot berkontraksi. Sedangkan repolarisasi adalah pemulihan listrik
kembali.
B. Tujuan
Tujuan melakukan pemasangan EKG adalah untuk menentukan kelainan seperti:
1. Gangguan irama jantung (disritmia).
2. Pembesaran atrium atau ventrikel.
3. Iskemik atau infark miokard.
4. Infeksi lapisan jantung (perikarditis).
5. Efek obat-obatan.
6. Gangguan elektrolit.
7.

Penilaian fungsi pacu jantung.

C. Peralatan
1. Alat.

Mesin EKG.

Kabel untuk sumber listrik.

Kabel untuk bumi (ground).

Kabel elektroda ekstremitas dan dada.

Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat.

Balon penghisap elektroda dada.

Jelly.

Kertas tissue.

Kapas Alkohol.

Kertas EKG.Spidol.

D. Persiapan pasien

Pasien dan keluarga diberi tahu penjelasan tentang tujuan dan tindakan perekaman
EKG.

Pasien berbaring dan dalam keadaan tenang selama perekaman.


Barang-barang pasien yang bersifat logam harus dilepas terlebih dahulu.
E. Langkah-langkah tindakan / prosedur

Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam keadaan tenang


selama perekaman.

Cara menempatkan elektrode sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di


sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan
pasien.

Elektrode ekstremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri searah
dengan telapak tangan.

Pada ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah dalam.

Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapat dipasang sampai ke
bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan kanan.

Kemudian kabel-kabel dihubungkan :


1) Merah (RA / R) lengan kanan
Kabel merah dihubungkan pada elektroda di pergelangan tangan kanan.
2) Kuning (LA/ L) lengan kiri.
Kabel kuning dihubungkan pada elektroda di pergelangan tangan kiri.
3) Hijau (LF / F ) tungkai kiri.
Kabel hijau dihubungkan pada elektroda di pergelangan kaki kiri
4) Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground).
Kabel hitam dihubungkan pada elektroda di pergelangan kaki kanan.

Bersihkan p u l a p e r m u k a a n k u l i t d i d a d a k l i e n y a n g a k a n d i p a s a n g
e l e k t r o d a prekordial dengan kapas alkohol dan beri jelly pada setiap
elektroda, pasangkan pada tempat yang telah dibersihkan.

Hubungkan kabel dengan elektroda :


1. C1 : untuk Lead V1 dengan kabel merah .
2. C2 : untuk Lead V2 dengan kabel kuning .
3. C3 : untuk Lead V3 dengan kabel hijau
4. C4 : untuk Lead V4 dengan kabel coklat
5. C5 : untuk Lead V5 dengan kabel hitam
6. C6 : untuk Lead V6 dengan kabel ungu.

Cara Merekam EKG.


1. Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
2. Periksa kembali standarisasi EKG.
3. Kalibrasi 1 mv (10 mm).
4. Kecepatan 25 mm/detik. Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan
tombol run/start dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan 2-3
kali berturut-turut dan periksa apakah 10 mm.
5. Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG secara
berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR, aVL, aVF, VI,
V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti
semula sebanyak 2-3kali, setelah itu matikan mesin EKG.

6. Rapikan pasien dan alat-alat.


7. Catat di pinggir kiri atas kertas EKG: Nama pasien, Umur,
T a n g g a l / J a m , D o k t e r yang merawat dan yang membuat perekaman pada
kiri bawah.
8. Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa.
9. Hal-hal penting yang harus diperhatikan :
a. Status kesehatan klien, pantau setiap saat.
b. Pemasangan EKG harus sesuai dengan cara yang benar.
c. Pasien diusahakan jangan terkena besinya, jangan batuk, dan tidak
mengobrol, karena akan mempengaruhi hasil EKG.
10. Hal-hal penting yang harus dicatat :
a. Nama pasien.
b. Status klien (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tekanan darah).
c. Tanggal/jam.
d. Dokter yang merawat.
e. Yang membuat perekaman pada kiri bawah.
f. Rekam medik pasien.
g. Frekuensi jantung per menit .
h. Irama jantung.
i . G e l o mb a n g P.
j. Interval P-R.
k. Kompleks QRS.
l. Gelombang T dan U.
m. Kelainan EKG yang ditemukan.

F. Komplikasi
Tindakan EKG tidak berbahaya dan menimbulkan komplikasi karena tindakan EKG bersifat
non invasif.
G. Daftar Pustaka
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press
Thaler. 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD


Suction pada Tn. S dengan Stroke Hemoragik dan Ketidakefektifan Jalan Nafas berhubungan
dengan Mukus Yang Berlebih

A. Definisi
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan

nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan
cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri
(Brunner&Suddarth, 2002). Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan

memakai

kateter

penghisap

melalui nasotrakeal

tube (NTT), orotraceal

tube(OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas (Potter&Perry, 2005).
Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat
menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan
perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard.
B. Tujuan
1. Mempertahankan kepatenan
jalan nafas.
2. Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3. Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.
4. Merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru.
C. Peralatan
1. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
2. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.
3. Pinset steril atau sarung tangan steril.
4. Cuff inflator atau spuit 10 cc.
5. Arteri klem.
6. Alas dada atau handuk.
7. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
8. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter.
9. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah dipakai.
10. Ambubag / air viva dan selang o2.
11. Pelicin / jely
12. Nacl 0,9 %
13. Spuit 5 cc.

D. Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.
Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
Pasien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi
fowler dengan leher ekstensi (nasal suction).
Pasien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana tindakan
(oral/nasal suction).
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
Tahap PraInteraksi
1.

Mengecek program terapi

2.

Mencuci tangan

3.

Menyiapkan alat

Tahap Orientasi
1.

Memberikan salam dan sapa nama pasien

2.

Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3.

Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

Tahap Kerja
1.

Memberikan posisi yang nyaman pada pasien kepala sedikit Ekstensi

2.

Memberikan Oksigen 2 5 menit

3.

Meletakkan pengalas di bawah dagu pasien

4.

Memakai sarung tangan

5.

Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung

6.

Memasukkan kanul section dengan hati-hati (hidung 5 cm, mulut 10 cm)

7.

Menghisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)

8.

Membilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas

9.

Mengulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning

10.

Mengobservasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya

11.

Mengobservasi secret tentang warna, baud an volumenya

Tahap Terminasi
1.

Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

2.

Merapikan pasien dan lingkungan

3.

Berpamitan dengan pasien

4.

Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula

5.

Mencuci tangan

6.

Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

F. Komplikasi
1. Hipoksia / Hipoksemia
2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
3. Cardiac arrest
4. Arithmia
5. Atelektasis
6. Bronkokonstriksi / bronkospasme
7. Infeksi (pasien / petugas)
8. Pendarahan dari paru
9. Peningkatan tekanan intra cranial
10. Hipotensi
11. Hipertensi
G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Hidayat, A. A & Uliyah, M. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD


Hecting pada Tn. R dengan Fraktur Luka Terbuka dan Resiko Infeksi berhubungan dengan
Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Primer

A. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis (Syamsuhidajat & Jong, 2000.).
B. Tujuan

menyatukan jaringan yang terputus


meningkatkan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan
mencegah luka terbuka yang akan mengakibatkan masuknya mikroorganisme / infeksi.

C. Peralatan

Spuit 5 cc

Kapas Alkohol 70%

Lidokain 1%

Pengalas

Kasa steril

Gunting benang

Nalpoeder

Pinset anatomis

Korentang

Jarum kulit

Jarum otot (bila perlu)

Benang kulit (side)

Benang otot/ catgut(bila perlu)

Nierbekken (bengkok)

Larutan

Kom

Sarung tangan steril

Waskom berisi larutan chlorine 0,5 %

antiseptik/ garam faal

D. Persiapan Pasien

Memberitahu klien tindakan yang akan dilakukan

Memasang sampiran/penutup/tirai

Mengatur posisi klien senyaman mungkin

Mencuci tangan dengan sabun dan di air mengalir, kemudian keringkan dengan handuk
bersih atau hand dryer.
Memasang perlak dan pengalasnya

E. Langkah-langkah tindakan/prosedur

Memakai sarung tangan

Mengkaji luka, kedalaman, luasnya dan keadaan luka

Membersihkan luka dengan larutan antiseptik atau larutan garam faal. Gunakan kassa
terpisah untuk setiap usapan, membersihkan luka dari area yang kurang terkontaminasi ke
area lebih bersih.

Menyiapkan injeksi lidokain 1 %.


Lakukan desinfeksi pada ujung luka / daerah yang akan disuntik dengan menggunakan
alkohol 70% secara sirkuler dengan diameter kerang lebih 5 cm

Menyuntikan lidokain secara sub cutan di sekitar tepi luka.

Melakukan aspirasi, apabila tidak ada darah masukan lidokain secara perlahan-lahan
sambil menarik jarum dan memasukan obat sepanjang tepi luka. Lakukan pada tepi luka
yang lainnya.

Tunggu 2 menit agar lidokain berreaksi

Sambil menungu reaksi obat, siapkan nalpoeder, jarum dan benang.

Uji reaksi obat dengan menggunakan pinset

Jahit luka kurang lebih 1 cm diatas ujung luka dan ikat, gunting benang sisakan kira-kira
1 cm. jahit satu persatu dengan jarak jahitan satu dengan yang lainnya kurang lebih 1 cm,

Teruskan sampai semua luka terjahit.

Berikan antiseptik pada luka

Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan plester

Rapikan pasien

Bereskan alat

Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan chlorin 0,5% bersama alat-alat lainnya
selama 10 menit

Cuci tangan

F. Komplikasi

Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi
tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh
maka hasilnya akan buruk.

Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga


menyebabkan kematian jaringan.

Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah
terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.

Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.

Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak
dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.

Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena
penjahitan yang tidak lapis demi lapis.

Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan
multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.

Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.

Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah

G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Syamsuhidajat, R & Jong, W. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN DI UGD


NGT ( Nasogastrik Tube ) pada Tn. S dengan Stroke Hemoragik dan Gangguan Menelan
berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular

A. Definisi

Selang nasogastrik atau NGT adalah suatu selang yang dimasukkan melalui
hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan
kepada pasien yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan dan obat-obatan
secara oral serta digunakan untuk mengeluarkan isi lambung (Hidayat & Uliyah,
2004). Prosedur Pemasangan NGT yang benar adalah melakukan pemasangan selang
(Tube) dari rongga hidung kedalam lambung. Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa
Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan
berasal dari Latin nasusuntuk hidung atau moncong hidung. Gastrik berasal dari bahasa
Yunani gaster yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan
perut.

B. Tujuan

Mengeluarkan

isi

perut

dengan

cara

menghisap

apa

yang

ada

dalam

lambung(cairan,udara,darah,racun)

Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)

Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung

Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia

Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi


pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu
recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

C. Peralatan

Slang nasogastrik sesuai ukuran (ukuran 14-18 fr)

Pelumas/ jelly

Spuit berujung kateter 50 ml

Stetoskop

Lampu senter/ pen light

Klem

Handuk kecil

Tissue

Spatel lidah

Sarung tangan dispossible

Plester

Nierbekken

Bak instrumen

D. Persiapan Pasien
Memberitahu klien tindakan yang akan dilakukan
Menutup tirai untuk menjaga privasi klien
Mengatur posisi klien
E. Langkah-langkah tindakan/prosedur
1. Cuci tangan dan atur peralatan
2. Jika memungkinan,jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
3. Identifikasi kebutuhan ukuran NGT klien
4. Bantu klien untuk posisi semifowler
5. Posisi klien yang diperlukan :Jika klien sadar dan bisa komunikasi maka posisisnya
sitting position in high-Fowlers dan jika klien tidak sadar (unconscious) posisinya kepala
kebawah, sedikit miring kearah kiri dan posisi badan klien tidur terlentang.
6. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant kanan(atau sisi
kiri bila anda bertangan dominan kiri)
7. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang
hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan
mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas
8. Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan
klien
9. Gunakan sarung tangan
10. Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.Ukur jarak
dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada
daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi
tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil

11. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang
paling bersih
12. Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala
dan leher lurus dan membuka mulut
13. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien
untuk menekuk kepala ke depan dan menelan
14. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa
memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan,
tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong
klien untuk bernafas dalam
15. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan
insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat
slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit
sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung
dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
16. Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1
inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung,
kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang
17. Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan
untuk memfiksasi slang.
18. Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan NGT, termasuk juga
batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical injury karena manual stabilization
of the head sangat diperlukan sewaktu melaksanakan prosedur.
19. Stabilisasikan posisi kepala.
F. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama proses
pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat antara lain:
1. Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan posisi pasien serta
teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien
pada posisi fowler atau sniffing serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan

NGT dengan berurutan, serta yang paling penting adalah konfirmasi letak pipa. Penangan
awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah dengan segera menarik keluar NGT.
2. Malposisi NGT
Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya malposisi NGT misalnya pada pasien
trauma maksilofasial yang dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate.
3. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal dekongestan dan
anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4 persen ke dalam mukosa hidung serta
sprai lidokain 4 persen atau benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain
dengan menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga baik
mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.
4. Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas, sehingga memerlukan
pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini dapat dikurangi dengan melakukan teknik
pemasangan NGT yang tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah
telinga saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya turbinasi dan nyeri
serta epistaksis.3 Memberikan nasal dekongestan seperti oxymethazoline atau
phenylephrine untuk vasokonstriksi pembuluh darah mukosa hidung juga dapat dilakukan
sebelum pemasangan NGT.
5. Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong pipa saat terdapat
tahanan. Risiko ini meningkat pada pasien dengan perforasi saluran cerna atas.
6. Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien muntah ini dapat
dicegah dengan memposisikan pasien dengan baik, bila perlu lakukan intubasi bila
saluran napas tidak lapang terutama pada pasien yang tidak sadar. Menelan yang gentle
dan cepat saat pemasangan NGT juga akan mengurangi sensasi ingin muntah.
7. Pneumonitis dapat terjadi akibat pemberian makanan atau obat melalui pipa yang posisi
atau letaknya setinggi trakea.2 Selain itu cara mencegah terjadinya pneumonitis yaitu
dengan pemakaian lubrikan yang larut dalam air, karena akan diserap dengan baik bila
saat pemasangan NGT, pipa masuk ke dalam saluran pernapasan dibandingkan dengan
menggunakan lubrikan yang larut dalam minyak.
8. Hipoksemia terjadi akibat obstruksi saluran napas karena penempatan NGT yang kurang
tepat.

9. Pneumothorak dapat terjadi akibat injuri pulmoner setelah pemasangan NGT.Pada pasien
yang sebelumnya memiliki riwayat menelan bahan-bahan kimia kuat yang bersifat iritatif
curigai adanya abnormalitas pada esofagus, karena bila dipaksakan melakukan
pemasangan NGT akan beresiko penempatan NGT yang salah berupa perforasi
hipofaring atau perforasi esofagus.
Sedangkan komplikasi pemasangan pipa nasogastik jangka panjang dapat terjadi berupa erosi
mukosa hidung, sinusitis, esofagitis, esofagotrakeal fistula, ulkus lambung, infeksi paru dan
infeksi mulut.

G. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Hidayat, A. A & Uliyah, M. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
: EGC
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai