Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

HIPEREMESIS GRAVIDARUM GRADE I


PADA SEKUNDIGRAVIDA
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : Dr. dr. Jaya Massa, Sp.OG (K) FM

Disusun oleh :

Oni Juniar Windrasmara, S.Ked

J500090003

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2014

CASE REPORT

HIPEREMESIS GRAVIDARUM GRADE I


PADA SEKUNDIGRAVIDA

Yang Diajukan Oleh :

Oni Juniar Windrasmara, S. Ked J500090003

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Penyakit Obstetri
dan Ginekologi Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing:
Dr. dr. Jaya Massa, Sp.OG (K) FM

(..................................)

Dipresentasikan dihadapan:
Dr. dr. Jaya Massa, Sp.OG (K) FM

(..................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dhona Dewi Nirlawati

(.................................)

BAB I
PENDAHULUAN

Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan


muntah berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat,
sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari hari (Arief,
2009). Pasien hiperemesis gravidarum sering mengeluh mual dan muntah
disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala, perut kembung, dan rasa
lemah pada badan, dan keluhan ini secara umum dikenal sebagai
morning sickness. Morning sickness sebenarnya adalah istilah yang
kurang tepat karena 80% perempuan hamil mengalami mual dan muntah
sepanjang hari.
Hiperemesis gravidarum sering menyebabkan penyulit seperti
Ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3
kg atau 5% berat badan. Hiperemesis gravidarum biasanya dimulai pada
kehamilan minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11
sampai ke-13 dan berakhir pada minggu ke-12 sampai ke-14, gejala dapat
berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22 hanya sekitar 1-10%
kehamilan. Hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata
laksana dengan rawat inap hanya sekitar 0,3-2% kehamilan.
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hiperemesis gravidarum hampir 25%
dirawat inap lebih dari sekali dan kondisi hiperemesis yang terjadi terusmenerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Ibu hamil bahkan
dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan pada kasus-kasus
ekstrim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan
muntah berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat,
sehingga menggganggu kesehatan dan pekerjaan sehari hari (Arief,
2009). Hiperemesis grvidarum adalah muntah yang berlebihan atau tidak
terkendali selama masa kehamilan yang menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit atau kekurangan nutrisi dan kehilangan
berat badan (Lowdermik, 2004). Hiperemesis gravidarum adalah kondisi
mual dan muntah yang berat selama kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2
% dari semua kehamilan atau 1-20 pasien per 1000 kehamilan (Seng et
al., 2013).

2. Etiologi
Hiperemesis gravidarum atau mual dan muntah yang dirasakan ibu
hamil belum diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi terdapat beberapa
teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan
psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar
hormon selama kehamilan . Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan
patogenesis hiperemesis gravidarum yaitu teori faktor endokrin dan
faktor non endokrin. Faktor endokrin antara lain Human Chorionic
Gonodotrophin, estrogen, progesteron, Thyroid Stimulating Hormone,
Adrenocorticotropine Hormone, human Growth Hormone, prolactin dan
leptin. Faktor non endokrin antara lain immunologi, disfungsi
gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, kelainan enzym metabolik,
defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis (Gunawan et al., 2011).

3. Faktor risiko
Hiperemesis gravidarum memiliki beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan angka kejadiannya antara lain yaitu :
a.

hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, obesitas

b.

kehamilan multipel

c.

penyakit trofoblastik

d.

nuliparitas

e.

merokok
(Gunawan et al., 2011).

Hiperemesis gravidarum juga dapat disebabkan oleh peningkatan


kadar hormon estrogen yang akan mempengaruhi otak (Seng et al.,
2013). Stress dan kecemasan (faktor psikologi) juga dapat memicu
timbulnya gejala hiperemesis gravidarum (Brown et al., 2013).

4. Klasifikasi
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terusmenerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum, berat badan
menurun dan nyeri epigastrium, pasien awalnya memuntahkan makanan
kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu dan dapat keluar darah
jika keluhan muntah terus berlanjut, frekuensi nadi meningkat sampai
100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Dehidrasi juga
dapat ditemui pada hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mata
cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah urin
(Gunawan et al., 2011).

5. Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas
membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang

berlebihan pada usus (Gunawan et al., 2011). Muntah merupakan refleks


terintegratif dari rangsang saluran cerna, pusat muntah dan efektor yang
berupa serabut saraf eferen yang bersifat otonom somatik (Seng et al.,
2013). Rangsangan saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan
aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah berada pada
dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata. Rangsang
aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII
ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma, otot
iga, dan otot abdomen. Pusat muntah juga berdekatan dengan pusat
pernafasan dan pusat vasomotor serta pusat muntah juga menerima
rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada serebral, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus
vestibular via serebelum. Signal-signal perifer melewati trigger zone
mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius (Piwko, et al.,
2013).
Mochtar (1998) menjelaskan bahwa peningkatan kadar

human

chorionic gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk


memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan muntah.
Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang diketahui
memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain
mengalami keluhan mual dan muntah yang lebih berat (Mochtar, 1998).
Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos
lambung. Penurunan kadar

thyrotropin-stimulating hor-mone (TSH)

pada awal kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum


meskipun

mekanismenya

belum

jelas.

Hiperemesis

gravidarum

merefleksikan perubahan hormonal yang lebih drastis dibandingkan


kehamilan biasa (Gunawan et al., 2011).

6. Diagnosis

Hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan diagnosis


kehamilan terlebih dahulu. Hormon -hCG yang kadarnya diperiksa
dalam urin pagi hari dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan,
selain itu pemeriksaan obstetrik juga dapat dilakukan untuk menemukan
tanda-tanda kehamilan, yakni uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan
dengan konsistensi lunak dan serviks yang livid (Mochtar, 1998). Pasien
hiperemesis gravidarum biasanya mengeluhkan amenorea, serta mual dan
muntah berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari. (Gunawan et al.,
2011).
Hiperemesis gravidarum yang berat dan persisten tidak selalu
menandakan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum memiliki
indikator sederhana untuk menentukan diagnosis yaitu awitan mual dan
muntah yang dimulai dalam delapan minggu setelah hari pertama haid
terakhir, sehingga awitan trimester kedua atau ketiga menurunkan
kemungkinan

hiperemesis

gravidarum.

Penyakit

gastrointestinal,

pielonefritis dan penyakit metabolik merupakan penyebab yang perlu


dieksklusi. Demam, nyeri perut atau sakit kepala juga bukan merupakan
gejala khas hiperemesis gravidarum. Ultrasonografi perlu dilakukan
untuk mendeteksi kehamilan ganda atau mola hidatidosa (Magnus et al.,
2012).
Ulkus peptikum, kolestasis obstetrik, perlemakan hati akut,
apendisitis akut, diare akut, hipertiroidisme dan infeksi Helicobacter
pylori merupakan diagnosis banding hiperemesis gravidarum. Ulkus
peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus peptikum
kronik yang mengalami eksaserbasi sehingga dalam anamnesis dapat
ditemukan riwayat sebelumnya. Ulkus peptikum memiiki gejala khas
yaitu nyeri epigastrium yang berkurang dengan makanan atau antasid dan
memberat dengan alkohol, kopi atau obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS). Nyeri tekan epigastrium, hematemesis dan melena dapat
ditemukan pada ulkus peptikum (Seng et al., 2013).

Kolestasis dapat ditemukan gejala pruritus pada seluruh tubuh tanpa


adanya ruam, serta ikterus, warna urin gelap dan tinja berwarna pucat
disertai peningkatan kadar enzim hati dan bilirubin. Perlemakan hati akut
terdapat keluhan yaitu kegagalan fungsi hati seperti hipoglikemia,
gangguan pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder akibat
ensefalopati hepatik. Hepatitis virus akut dan keeracunan parasetamol
juga dapat menyebabkan gambaran klinis gagal hati. Pasien dengan
apendisitis akut biasanya mengalami demam dan nyeri perut kanan
bawah, nyeri tersebut dapat berupa nyeri tekan maupun nyeri lepas dan
lokasi nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus
yang semakin membesar (Magnus et al., 2013).

7. Tatalaksana
a. Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum Tingkat I
Rehidrasi

dan

penghentian

makanan

peroral

adalah

penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum (Gunawan et al.,


2011). Antiemetik dan vitamin diberikan secara intravena dapat
dipertimbangkan

sebagai

terapi

tambahan

(Mochtar,

1998).

Hiperemesis gravidarum dilakukan penatalaksanaan farmakologi


seperti dibawah ini:
1) Tata Laksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit
dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat,
penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta
pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Multivitamin, magnesium,
pemberian glukosa, pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan dalam
penatalaksanaan hiperemesis gravidarum. Cairan dekstrosa dapat
diberikan untuk menggantikan kadar glukosa yang menurun dan untuk
menghentikan pemecahan lemak. Pasien hiperemesis graavidarum
dengan defisiensi vitamin juga dapat diberikan tiamin 100 mg. Pasien
8

hiperemesis gravidarum diberikan penatalaksanaan sampai dapat


mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium
(Gunawan et al., 2011).
2) Pengaturan Diet
Pasien hiperemesis gravidarum tingkat I diberikan diet yaitu
makanan yang berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak
diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet
hiperemesis kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga
diberikan hanya selama beberapa hari (Gunawan et al., 2011).
3) Terapi Alternatif
Pasien hiperemesis gravidarum diberikan terapi alternatif seperti
akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual dan
muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe)
adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup
baik (Piwko et al., 2013). Studi lain menjelaskan bahwa akupunktur
untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi,
seperti penggunaan accupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di
pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan
penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar
(Magnus et al., 2012). The Systematic Cochrane Review mendukung
penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis
antiemetik dimana stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual (Piwko,
et al., 2013).
b. Evaluasi Keberhasilan Terapi
Hiperemesis gravidarum tingkat I diberikan penatalaksanaan
yang bertujuan untuk mencegah komplikasi seperti ketonuria,
dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau
5% berat badan. Hiperemesis gravidarum dilakukan pemeriksaan
secara klinis dan laboratoris untuk menilai keberhasilan terapi, seperti

penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual,


serta perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Pasien hiperemesis
gravidarum perlu dinilai keseimbangan asam-basa dan elektrolit
sebagai parameter laboratorium untuk menilai perbaikan (Piwko, et
al., 2013).

8. Komplikasi
Hiperemesis gravidarum tingkat I akan menyebabkan terjadinya
penyulit seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat
badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan (Gunawan, 2011). Berat badan
menurun, dehidrasi, asidosis akibat dari gizi buruk, alkalosis akibat dari
muntah-muntah,

hipokalemia,

kelemahan

otot,

kelainan

elektrokardiografi dan gangguan psikologis dapat terjadi. Pasien


hiperemesis gravidarum memiliki penyulit yang dapat mengancam
nyawa meliputi ruptur esofagus yang disebabkan muntah-muntah berat,
Wernicke's encephalopathy (diplopia, nystagmus, disorientasi, kejang,
coma), perdarahan retina, kerusakan ginjal, pneumo mediastinum
spontan, IUGR dan kematian janin. Pasien dengan hiperemesis
gravidarum pernah dilaporkan mengalami epistaxis pada minggu ke-15
kehamilan karena intake vitamin K yang tidak adekuat yang disebabkan
emesis berat dan kegagalan mentoleransi makanan padat dan cairan.
Vitamin K perlu diberikan untuk membuat parameter-parameter
koagulasi kembali normal dan penyakit sembuh. Vasospasme arteri
cerebral yang terkait dengan hiperemesis gravidarum juga ada dilaporkan
pada beberapa pasien. Vasospasme di diagnosa dengan angiografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Terminasi kehamilan merupakan
pilihan bila semua bentuk pengobatan gagal dan kondisi ibu menjadi
mengancam nyawa (Gunawan, 2011).

10

BAB III
STATUS PENDERITA

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. S

Umur

: 22 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jaten, Karanganyar

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Lama Perkawinan

: 2 tahun

Tanggal pemeriksaan

: 11 desember 2014

ANAMNESIS
Keluhan Utama : pasien mengeluh mual dan muntah setiap makan dan
minum
Riwayat Penyakit Sekarang
HMRS
Pasien seorang wanita, usia 22 tahun, G2P1A0 datang ke Ponek
RSUD Karanganyar dengan keluhan mual dan muntah yang dirasakan
sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengalami muntah sebanyak > 5x dalam
sehari berupa makanan yang dimakan dan cairan berwarna kekuningan
dan tidak terdapat darah, keluhan ini memberat sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengatakan mual dan muntah dialami setelah makan, minum,
setiap mencium bau makanan pasien merasa mual dan keluhan ini
memburuk saat pagi hari. Pasien mengatakan mual dan muntah
menyebabkan pasien merasa lemas, pusing, tidak nafsu makan dan tidak
dapat beraktivitas seperti biasanya.
Pasien juga merasa bibir dan lidah terasa kering serta mengeluh
perut pasien di sebelah ulu hati terasa nyeri. Pasien merasakan mual

11

berkurang dengan beristirahat dengan minum teh hangat. Pasien


mengaku mengalami penurunan berat badan dari 50 kg menjadi 48 kg
sejak keluhan mual dan muntah muncul. Pasien mengalami menstruasi
terakhir sekitar dua bulan yang lalu. Keluhan lain seperti demam
disangkal, buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
Vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x/menit,
respirasi 18x/menit, dan suhu 36,7oC. Pp-test didapatkan tanda 2 garis
merah (positif hamil)

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Asma/alergi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat Keputihan

: disangkal

Riwayat Menstruasi
Menarche

: 14 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lama haid

: 9 hari

Riwayat Perkawinan
Jumlah perkawinan

: 1 kali

Dengan suami sekarang

: 1 tahun

Riwayat Kehamilan
G2P1A0
HPMT

: 10 Oktober 2014

HPL

: 17 Agustus 2015

Usia Kehamilan

: 8 minggu +3

12

Penyakit dan operasi yang pernah dialami : (-)


Riwayat Keluarga berencana sebelum kehamilan ini :
Pasien tidak mengikuti program keluarga berencana
Anamnesis Sistem
- Sistem Cerebrospinal

: Sensasi nyeri baik, gemetaran (-),


sulit

tidur(-),

mengantuk

yang

berlebihan(-), nyeri kepala(-),


kejang (-)
- Sistem Cardiovascular

: Nyeri dada (-), dada berdebar-debar(-)

- Sistem Respirasi

: Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

- Sistem Gastrointestinal : Nyeri perut(+), Kembung (-), mual (+),


Muntah ( =), kentut (+), BAB(+).
- Sistem Urogenital

: Pancaran miksi terputus-putus (-)


Kencing mengedan kuat (-), Pancaran
miksi melemah (-), Frekuensi miksi
meningkat (-), terbangun untuk kencing
pada saat tidur malam hari (-).

- Sistem reproduksi

: nyeri perut bawah (-)

- Sistem Integumen

: Gatal-gatal (-), ruam (-)

- Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak bawah (-),


nyeri otot (-), nyeri tulang (-).

III. RESUME ANAMNESIS


Seorang wanita, usia 22 tahun, G2P1A0, hamil 8 minggu, datang ke
PONEK RSUD Karanganyar dengan keluhan mual dan muntah setiap
makan dan minum. keluhan dirasakan sudah sejak 2 minggu SMRS.
Pasien mengeluh nyeri ulu hati, lemas dan kepalanya terasa pusing

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Presens :
1. Tinggi Badan: 153 cm, Berat badan : 48kg

13

2. Vital sign :

Tekanan Darah

: 110/70mmHg

Nadi

: 96 x/mnt

Respirasi

: 20 x/mnt

Suhu (per axillar)

: 36,7C

3.

Keadaan umum

: Baik

4.

Kesadaran

: Compos Mentis (E4V5M6)

B. Status Generalis
1. Kepala

: Bentuk dan ukuran normal, simetris

2. Kulit

: Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-),


petekie (-), venectasi (-), spider naevi (-),
hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), scar
operasi (-).

3. Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),


Refleks cahaya (+/+), isokor, eye movement
(+/+).

4. Hidung

:Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),


darah (-/-), sekret (-)

5. Telinga

: Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

6. Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah


simetris (+), lidah tremor (-), stomatitis (-),
mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).

7. Leher

:Bentuk normal, kelenjar thyroid tidak membesar,


kelenjar limfe tidak membesar, nyeri tekan (-).

8. Dada
Jantung :
- Inspeksi
-

Palpasi

: Ictus cordis tak terlihat


: Teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra, kuat angkat (+).

- Perkusi

: Redup kesan tak tampak kardiomegali.

- Auskultasi

: BJ I-II murni reguler, Bising (-),


gallop (-), murmur (-).

14

Paru :
-

Inspeksi

: Simetris, retraksi (-)

Palpasi

:Ketinggalan gerak (-), fremitus kanan kiri


sama

Perkusi

: Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), wheezing (-),


ronki basah (-), ronki kering (-)

Abdomen :
-

Inspeksi

: Distensi (-),darm contour (-),


darm steifung(-), Scar bekas operasi (-),
penonjolan abnormal (-)

Auskultasi

: Peristaltik dbn

Perkusi

: Timpani (+), pekak beralih (-)

Palpasi

: TFU belum teraba,


nyeri tekan suprapubik (-)

Ekstremitas :
-

Superior : akral dingin (-), capillary refill time< 2 detik,


deformitas (-/-), edema (-/-).

Inferior

: akral dingin (-), capillary refill time < 2 detik


deformitas (-/-), edema (-/-).

Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher) :


-

V.

Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (21 Oktober 2014)


No. Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan Normal

1.

Leukosit

7,39 x 103

5000-11.000

2.

Eritrosit

4,68

4.000.000-5.000.000

3.

Hemoglobin

13,1

12 18

4.

Platelet

236000

150.000-400.000

HCT

35,2

15

6.

HBsAg

PP test : positif

VI. DAFTAR MASALAH


1.

2.

ANAMNESIS:
a.

Mual muntah sampai mengganggu aktivitas

b.

Nyeri ulu hati

PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital sign didapatkan Tekanan Darah 110/70mmHg, nadi 92
x/menit, respirasi 20 x/menit suhu 36,7oC.
b. Abdomen : TFU belum terapa, Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri
ulu hati (+)

3.

PEMERIKSAANVAGINAL TOUCHER
Tidak dilakukan

4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :Dalam batas normal
PP test

: positif

VII. DIAGNOSIS KERJA


Hiperemesis gravidarum grade I

VIII. PENATALAKSANAAN
-

USG

Rehidrasi

Tirah baring, kurangi aktivitas fisik

Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam

Inj. Ondansentron 1 amp/12 jam

Antasid syr 2x1

IX. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

16

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien seorang wanita, usia 22 tahun, G2P1A0 datang dengan


keluhan mual dan muntah yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pasien
mengalami muntah sebanyak > 5x dalam sehari berupa makanan yang
dimakan dan cairan berwarna kekuningan dan tidak terdapat darah.
Pasien mengaku mual dan muntah dialami setelah makan, minum dan
setiap mencium bau makanan. Pasien mengeluh keluhan ini semakin
memberat sejak 1 hari SMRS dan pasien merasa badannya lemas, pusing,
tidak nafsu makan dan tidak dapat beraktivitas seperti biasanya.
Pasien ini mengalami hiperemesis gravidarum tingkat I. Hiperemesis
gravidarum adalah suatu kondisi dimana penderita mengalami mual dan
muntah yang berlebihan dan terjadi lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau
setiap saat, sehingga mengganggu kesehataan dan pekerjaan sehari-hari.
Pasien mengalami hiperemesis gravidarum tingkat I ini diperkirakan
disebabkan

karena

pengaruh

hormon

HCG

(human

chorionic

gonadotropin) diproduksi setelah terjadi pembuahan serta adanya


jaringan plasenta yang terbentuk di awal pertumbuhan janin akibat dari
peningkatan hormon GNRH (gonadotropin releasing hormone). Hormon
human chorionic gonadotropin (HCG) akan meningkat pada usia 10-12
minggu pertama kehamilan, selanjutnya akan menurun dan akan stabil
hingga menjelang proses persalinan. Hormon HCG yang meningkat pada
trimester pertama akan menginduksi ovarium untuk memproduksi
estrogen, yang dapat merangsang terjadinya mual dan muntah yang
dialami oleh pasien ini. Hormon estrogen yang meningkat juga
menyebabkan meningkatnya asam lambung. Hormon progesteron juga
diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat
motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. Hormon
thyrotropin stimulating hormone (TSH) yang menurun pada awal

17

kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun


mekanismenya belum jelas.
Hiperemesis gravidarum pada pasien ini juga dapat dipengaruhi oleh
faktor

psikis

yang biasanya

menjadi

faktor

predisposisi

yang

memungkinkan timbulnya hiperemesis gravidarum seperti pada pasien


ini. Pasien ini juga terjadi peningkatan mual dan muntah pada pagi hari
yang disebabkan karena jarak antara waktu makan malam dengan makan
pagi cukup panjang, sehingga perut kosong dan mengeluarkan asam
lambung yang membuat ibu merasa lebih mual. Pasien merasakan mual
berkurang dengan beristirahat dengan minum teh hangat. Pasien juga
merasa bibir dan lidah terasa kering serta mengeluh perut pasien di
sebelah ulu hati terasa nyeri. Pasien yang sedikit minum dan kehilangan
cairan akibat muntah akan menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan
ekstravaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida darah
turun, demikian juga dengan natrium urin. Dehidrasi juga menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang dan
tertimbunnya zat metabolik dan toksik. Pusing dan lemas dapat terjadi
akibat Aliran darah ke jaringan yang berkurang atau tekanan darah yang
menurun. Pasien dapat mengalami keadaan yang lebih buruk akibat
kekurangan kalium oleh karena muntah dan bertambahnya ekskresi lewat
ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, dan dapat
merusak hati.
Pasien ini keluhannya menunjukkan bahwa telah mengalami
dehidrasi sehingga dapat dimasukkan dalam hiperemesis gravidarum
tingkat I. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang
terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum, berat
badan menurun dan nyeri epigastrium, pasien awalnya memuntahkan
makanan kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu dan dapat keluar
darah jika keluhan muntah terus berlanjut, frekuensi nadi meningkat
sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Dehidrasi
juga dapat ditemui pada hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan

18

mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah
urin.
Pasien ini juga telah terjadi pemecahan cadangan karbohidrat dan
lemak yang digunakan untuk keperluan energi karena tidak adanya
asupan yang masuk ke dalam tubuh, sehingga akan mengakibatkan cepat
merasa lelah, lemah, lesu, pusing, tidak berenergi dan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari seperti biasa. Pasien mengaku mengalami penurunan
berat badan dari 50 kg menjadi 48 kg sejak keluhan mual dan muntah
muncul. Pasien mengalami penurunan berat badan ini karena asupan
nutrisi yang menurun.
Pasien mengalami menstruasi terakhir sekitar dua bulan yang lalu.
Pasien tidak merasakan demam, buang air kecil dan buang air besar
dalam batas normal. Vital sign dalam batas normal yang didapatkan
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi 18x/menit, dan
suhu 36,7oC.
Pasien ini diberikan rehidrasi dan penghentian makanan peroral
sebagai

penatalaksanaan

utama

hiperemesis

gravidarum.

Pasien

hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan


rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian
pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian
antiemetik jika dibutuhkan. Multivitamin dan Antiemetik diberikan
secara intravena dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan.
Multivitamin, magnesium, pemberian glukosa, pyridoxine, atau tiamin
perlu dipertimbangkan dalam penatalaksanaan hiperemesis gravidarum.
Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Pasien dengan
defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan
dekstrosa. Pasien hiperemesis gravidarum diberikan penatalaksanaan
sampai dapat mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil
laboratorium.

19

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, K., manengkei, Paul S.K., Ocviyanti, D.,2011. Diagnosis dan T ata
Laksana Hiperemesis Gravidarum. Departemen Obstetri Ginekologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat
Cipto Mangunkusumo. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11.
Magnus, P., et al. 2012. Hyperemesis gravidarum in the Medical Birth Registry
of Norwaya validity study. Norway.
Mochtar, R., 1998. Hiperemesis Gravidarum dalam Sinopsis Obstetri. Edisi 2.
Cetakam pertama. EGC. Jakarta.
Piwko, C., et al., 2013. ECONOMIC BURDEN OF NAUSEA AND VOMITING
OF PREGNANCY IN THE US. University of Toronto, Toronto, ON,
Canada.
Seng, J., et al., 2013. Exploring dissociation and oxytocin as pathways between
trauma exposure and trauma-related hyperemesis gravidarum: a test-ofconcept pilot. J Trauma Dissociation. Department of Obstetrics &
Gynecology, Univesity of Michigan.
Wibowo, B., Soejono, A., 2005. Hiperemesis Gravidarum dalam Ilmu
Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan letujuh. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312

20

Anda mungkin juga menyukai