Anda di halaman 1dari 2

Ambisi untuk menguasai dan mengerjakan banyak hal sering menjadi batu

sandungan bagi bisnis untuk maju. Tak sedikit perusahaan yang berpikir bisa
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan apa saja. Tetapi,
kenyataannya, bisnis itu justru makin terpuruk, kehilangan banyak modal, dan
kehilangan arah. Itulah akibatnya bila bisnis tidak menjalankan apa yang disebut
fokus.
Sanjay Khosla dalam bukunya yang ia tulis bersama Prof. Mohan Sawhney
berjudul Fewer, Bigger, Bolder: From Mindless Expansion to Focused Growth,
menandaskan pentingnya fokus bagi bisnis.
Di awal karirnya, Sanjay mendapat pelajaran berharga soal fokus tersebut.
Setelah lulus dari universitas prestisius di India, Sanjay berniat melanjutkan
studinya ke Amerika Serikat. Namun, karena harus mengurus ibunya, dia
memutuskan tinggal di India dan bekerja di Unilever.
Di awal karirnya di Unilever, ia bekerja sebagai seorang salesman. Dia
ditempatkan di Jammu, sebuah wilayah paling Utara India. Tugasnya adalah
keliling menjajakan sabun dan deterjen dengan gerobak ke berbagai toko
kebutuhan ibu dan anak. Saban hari, dia mondar-mandir, melobi sana-sini, dan
sibuk dengan banyak hal. Dia pun terjebak pada rutinitas yang kadang terasa
menyiksanya, melakukan banyak hal, minim kemajuannya.
Merasa sudah melakukan banyak hal, Sanjay kemudian membuat laporan untuk
bosnya, seorang manajer penjualan legendaris asal India. Harapannya, nama
Sanjay mulai dikenal oleh bosnya tersebut dan mendapatkan apresiasi. Ketika
mendapat laporan yang berjibun itu, bosnya dengan nada sinis melemparkan
pertanyaan pada Sanjay. Berapa jari di tangan Anda yang Anda miliki? kata dia.

Sanjay bingung. Bosnya kembali melempar pertanyaan yang sama. Lalu, Sanjay
menjawab, Lima jari.
Inilah poinnya. Kami akan memutuskan lima hal saja apa yang kami inginkan
untuk Anda kerjakan. Lima inilah yang akan menjadi ukurannya. Lima hal sudah
cukup, dan saya tak mau melihat lebih banyak detail yang Anda berikan ini,
kata bos.
Sanjay tersadar. Dia kemudian belajar fokus pada lima hal saja dan berhenti
melakukan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan fokus tersebut. Sanjay
tidak lagi buang-buang waktu dan energi untuk hal-hal yang kelihatannya positif
tetapi tidak fokus pada misi utamanya. Hasilnya, Sanjay bisa memeroleh
kemajuan bisnis dari hari ke hari.
Pelajaran utama dari kasus Sanjay ini adalah fokus. Fokus menjadi langkah
utama bagi bisnis untuk bisa berkembang.

Fokus ini pula yang menjadi poin utama dari buku Fewer, Bigger, Bolder. Fokus
mendorong perusahaan untuk disiplin pada misi utama, mengesampingkan hal
yang sekadar buang-buang ongkos dan energi, membangun konsentrasi untuk
inovasi, mengumpulkan kekuatan untuk bersaing, mendapatkan arah bisnis yang
jelas, dan tentunya akhirnya memeroleh profit dan kemajuan. Intinya, untuk bisa
maju, perusahaan harus bisa fokus pada potensi-potensi yang bisa
membawanya pada pertumbuhan berkesinambungan (sustainable growth).
Sanjay dan Sawhney menyebut Apple dan Samsung sebagai contoh perusahaan
yang mengimplementasikan fokus di semua lini bisnisnya, baik produk maupun
layanan. Steve Jobs, sang pendiri Apple, berulangkali menekankan pentingnya
fokus kepada seluruh karyawannya.
Baik Apple maupun Samsung, sama-sama fokus pada brand strategy. Apple
fokus pada iPhone yang fenomenal itu, demikian juga Samsung dengan
perangkat Galaxynya.
Buku tersebut menegaskan growth isnt about doing more, its about doing
things better pertumbuhan bukanlah tentang mengerjakan secara berlebihan,
tetapi melakukan sesuatu dengan lebih baik. Toh, pada kenyataannya,
pertumbuhan bisnis justru bisa dilakukan dari sesuatu yang sedikit tersebut
tetapi fokus. Fokus bisa mendorong orang mengerjakan sesuatu dengan telaten
dan lebih baik.
Sahwney menegaskan, fokus bisa melahirkan kesederhanaan dalam strategi dan
kejelasan dalam eksekusi.
Sanjay dan Sawhney menyebut fokus ini sebagai the wisdom of less. Kuncinya,
untuk fokus, perusahaan harus keep the number small.

Anda mungkin juga menyukai