Anda di halaman 1dari 11

LANDASAN FILSAFAT

A. FILSAFAT, ILMU, dan ILMU PENDIDIKAN


Filsafat dalam arti sekarang mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno. Para tokoh
filsafat pada waktu itu adalah

Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan

Aristoteles (384-322 SM). Socrates mengajarkan bahwa manusia harus mencari


kebenaran dan kebijakan dengan cara berpikir secara dialekstis. Plato mengajarkan
bahwa kebenaran hanya ada di alam ide yang bisa diselami dengan akal. Aristoteles
merupakan peletak dasar empirisme yaitu kebenaran harus dicari melalui pengalaman
panca indra.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan
kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan
kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat
yaitu :
Metafisika
Metafisika adalah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang
terdapat di ala mini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan
yaitu : (Callahan, 1983)
a. Manusiaa pada hakikatnya adalah spiritual, yang ada hanyalah jiwa dan
roh dan yang lainnya adalah semu. Pendidikan berkewajiban
membebaskan jiwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk
mengaktualisasikan diri. Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis,
Skolastik dan beberapa Realis.
b. Manusia adalah organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,
Materialis, eksperimentalus, Pragmatis dan beberapa kaum Realis.
Pendidikan adalah untuk hidup. Pendididkan berkewajiban membuat
kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
Epistemologi
Epistemologi adalah fisafat yang membahas tentang pengetahuan dan
kebenaran dengan rincian masing-masing sebagai berikut :
a. Ada lima sumber pengetahuan, yaitu :

Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi, buku teks yang baik,


rumus, dan tabel.

Common sense, yang ada pada adat dan tradisi.

Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.

Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman.

Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan


secara ilmiah.

b. Ada empat teori kebenaran, yairu :

Koheren, sesuatu akan benar bila ia konsisten dengan kebenaran


umum.

Koresponden. Sesuatu yang akan benar bila ia tepat dengan fakta


yang akan dijelaskan.

Pragmatism, sesuatu dipandang benar bilakonsekuensinya member


manfaat bagi kehidupan.

Skeptivisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada


kebenaran yang lengkap.

Logika
Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan
benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan
mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
Etika
Etika adalah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan
norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pikiran dalam filsafat ini.
Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan
pendididkan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi
peserta didik.
Jujun (9181) membagi proses perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang
saling berkaitan satu dengan yang lain. Tingkat proses perkembangan yang dimaksud
adalah:
1. Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan dilapangan. Ilmu yang masih
berdiri sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis.
Pada tingkat ini wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi
penemuannya karena belum lengkap.-pisah itu dicari kaitannya satu dengan
yang lain dan dijelaskan sifat kaitan itu. Dengan cara ini struktur berusaha
mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti.

2. Tingkat penjelasan yang teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu
struktur teoritis. Dengan struktur ini, ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola
yang berarti.
Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perebutan pengaruh dalam dunia
pendidikan yaitu antara pembawaan dan lingkungan. Schonpehauer berpendapat bahwa
anak manusia sudah dibekali segala sesuatu sejak dilahirkan. Bila sudah waktunya
semua bekal itu akan menjadi realitas. Pendidikan tidak ada gunanya. Aliran ini disebut
Nativisme, dari kata natives yang artinya pembawaan. Bertentangan dengan aliran ini,
ialah aliran empirisme, berpendapat bahwa lingkunganlah yang memegfang peranan
dalam menentukan maju mundurnya hidup dan kehidupan manusia. Kata empirisme
berasal dari kata empiria yang berarti lingkungan. Tokohnya adalah John Locke yang
terkenal dengan teori tabularasa. Tabularasa adalah meja yang dilapisi lilin tempat
menulis orang-orang Yunani Kuno. Pendamai kedua teori itu adalah William Stern,
yang kemudian diikuti oleh Woodworth dan Marquis, yang menciptakan teori
Konvergensi. Teori ini memandang kekuasaan pembawaan dan lingkungan adalah
sama dalam perkembangan manusia.
Sikun Pribadi (ISPI, 1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat
pendididkan, ilmu pendidikan, ilmu pendidikan praktis, perbuatan mendidik,
pengalaman mendidik dan keyakinan-keyakinan pendidik, sebagai berikut :
1. Filsafat atau filsafat umum atau filsafat Negara menjadi sumber segala
kegiatan manusia atau mewarnai semua aktivitas warga Negara suatu bangsa.
2. Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak
boleh bertentangan dengan filsafat.
3. Selanjutnya ilmu pendidikan (yang bersifat teoritis) ada diurutan ketiga, sebab
ia dijabarkan dari filsafat pendidikan. Disinilah teori-teori pendidikan
dirumuskan.
4. Ilmu pendidikan praktis adalah merupakan konsep-konsep pelaksanaan teoriteori pendidikan di atas. Jadi ini dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5. Pada langkah berikutnya adalah perbuatan mendidik. Yaitu tindakan-tindakan
nyata dalam menerapkan teori pendidikan praktis.
6. Sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman
tentang mendidik. Sudah tentu pengalaman ini didapatkan di lapangan.

7. Pengalaman ini member umpan balik kepada teori pendidikan yang terdapat
dalam ilmu pendidikan yang memanfaatkannya untuk kemungkinan merevisi
teori semula.
8. Sebagai akibat dari revisi tadi, sangat mungkin ilmu pendidikan member
umpan balik kepada filsafat pendidikan, dan kemungkinan merevisi konsepkonsepnya.
9. Ilmu pendidikan juga mengadakan kontak hubungan dengan pengalamanpengalaman mendidik, untuk selalu mengingatkan diri agar tidak menyimpang
dari teori-teori mendidik.
10. Sementara itu perbuatan-perbuatan mendidik bisa menimbulkan keyakinan
tersendiri tentang pendidikan. Suatu keyakinan yang belum tampak pada
filsafat, filsafat pendidikan. Maupun pada ilmu pendidikan. Keyakinan ini
member bahan baru kepada filsafat, untuk dipikirkan kembali dan
dimaksudkan ke dalam filsafat.

B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam
sampai akar-akarnya mengenal pendidikan. Menurut Zanti Arbi (1988) menceritakan
maksud dari filsafat pendidikan, yaitu :
1. Menginsipirasi
Maksud dari menginspirasikan adalah member inspirasi kepada para pendidik
untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang
pendidikan, filosof memaparkan idenya bagaimana pendidikan itu, ke mana
diarahkan pendidikan itu, siapa saja yang patut menerima pendidikan, dan
bagaimana cara mendidik serta peran pendidik. Sudah tentu ide-ide ini didasari
oleh asumsi-asumsi tertentu tentang anak manusia, masyarakat atau
lingkungan, dan Negara.
2. Menganalisis
Menganalisis dalam filsafat pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagianbagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. Hal ini perlu
dilakukan agar dalam menyusun konsep pendidikan secara utuh tidak terjadi
kerancuan, tumpang tindih, serta arah yang simpang siur. Dengan demikian
ide-ide yang kompleks bisa dijernihkan terlebih dahulu, tujuan pendidikan
yang jelas, dan alat-alatnya juga dapat ditentukan yang tepat.

3. Mempreskriptifkan
Mempreskriptifkan dalam filsafat pendidikan adalah upaya menjelaskan atau
member pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan. Yang
dijelaskan bisa berupa hakikat manusia bila dibandingkan dengan makhluk
lain, aspek-aspek peserta didik yang patut dikembangkan : proses
perkembangan itu sendiri, batas-batas bantuan yang bisa diberikan kepada
proses perkembangan itu sendiri, batas-batas keterlibatan pendidik, arah
pendidikan yang jelas, target-target pendidikan bila dipandang perlu,
perbedaan arah pendidikan bila diperlukan sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minat anak-anak.
4. Menginvestigasi
Menginvestigasi dalam filsafat pendidikan adalah untuk memeriksa atau
meneliti kebenaran suatu teori pendidikan. Pendidik tidak dibenarkan
mengambil begitu saja suatu konsep atau teori pendidikan untuk dipraktikkan
di lapangan. Pendidik seharusnya mencari sendiri konsep-konsep pendidikan
di lapangan atau melalui penelitian.
Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan
dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia. Aliran
itu ialah :
Esensialis
Filsafat pendididkan esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti
berabad-abad lamanya. Kebenaran yang seperti itulah yang esensial, yang lain
adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial adalah
kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan
buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great
Book. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan
logika. Pengaruh filsafat ini sangat kuat sampai sekarang. Sekolah-sekolah
dengan kurikulum dan metode tradisionalnya merupakan perwujudan filsafat
pendidikan ini. Tokoh filsafat ini adalah Brameld.
Perenialis
Filsafat pendidikan prenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan
esensialis. Kalau kebenaran esensial pada esensialis ada pada kebudayaan
klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran perenialis ada pada wahyu

tuhan. Tentang bagaimana cara menumbuhkan kebenaran itu pada diri peserta
didik dalam proses belajar mengajar tidaklah jauh berbeda antara esensialis
dan perenialis. Proses pendidikan mereka sama-sama bersifat tradisional.
Tokoh filsafat ini adalah Agustinus dan Thomas Aquino.
Progresivis
Filsafat pendidikan progresivisme lahir di Amerika. Filsafat ini mempunyai
jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata.
Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti, begitu pula tidak ada
kebenaran yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relatif. Sebagai
konsekuensi dari pandangan ini, maka yang dipentingkan dalam pendidikan
adalah mengembangkan peserta didik untuk bisa berpikir. Kurikulumnya
adalah kehidupan itu sendiri, artinya kurikulum tidak dibatasi pada hal-hal
yang bersifat akademik saja. Semua pengetahuan adalah produk berpikir
melalui pengalaman. Tokoh filsafat ini adalah John Dewey.
Rekronstruksionis
Filsafat pendidikan rekronstruksionis adalah variasi dari progresivisme, yang
menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan,
1983). Mereka bercita-cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara
total. Semua bidang kehidupan harus diubah dan dibuat baru aliran yang
ekstrim ini berupaya merombak tata sususnan masyarakat lama dan
membangun tata susunan hidup yang baru sama sekali, melalui lembaga dan
proses pendidikan. Proses belajar dan segala sesuatu bertaalian dengan
pendidikan tidak banyak berbeda dengan aliran progresivis.
Eksistensialis
Filsafat pendidikan eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau
kebenaran

adalah

eksistensi

atau

adanya

individu

manusia

itu

sendiri.pendidikan menurut filsafat ini bertujuan mengembangkan kesadaran


individu, member kesempatan untuk bebas memilih etika, mendorong
pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan
mengembangkan komitmen diri. Materi pelajaran harus member kese mpatan
aktif sendiri, merencana dan melaksanakan sendiri, baik dalam bekerja sendiri
maupun kelompok.

C. FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA


Bangsa Indonesia baru memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah
Pancasila. Sebagai filsafat Negara, pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia,
menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi
kehidupan dari hari ke hari. Di dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau
teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang
pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar
konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk
diterapkan di Indonesia.
Teori-teori bisa didapat dengan cara belajar ke luar negeri atau dengan cara studi
banding, dan yang paling banyak dilakukan adalah dengan mendatangkan buku atau
membeli buku dari Negara lain. Inilah sumber-sumber konsep pendidikan di Indonesia.
Kalaupun ada usaha untuk menyususn sendiri konsep pendidikan sebagian besar juga
bersumber dari buku-buku ini.
Ditinjau dari segi arah perkembangan pendididkan di Indonesia masih terjadi
perbedaan. Belum ada kekompakan dari para ahli dan pecinta pendidikan mengenai
ilmu pendidikan yang diharapkan. Sebagian berorientasi pada pendidikan Eropa dan
sebagian berorientasi pada pendidikan Amerika Serikat. Orientasi yang tidak sama ini
menyebabkan meningkatkan kerumitan upaya membentuk ilmu pendidikan di
Indonesia lengkap dengan filsafat pendidikannya. Amerika Serikat menganut filsafat
Pragmatis dan filsafat pendidikan Progresivis, dimana mereka tidak mempunyai tujuan
yang pasti, oleh sebab itu mereka tidak membutuhkan alat pendidikan yang pasti.
Sehingga tujuan dan alat pendidikan yang mereka gunakan akan terus berganti agar
selalu menemukan yang lebih baik untuk kehidupan manusia. Menurut mereka tujuan
dan alat pendidikan adalah sama.
Negara Indonesia tidak sama seperti Amerika Serikat. Indonesia mempunyai citacita yang pasti dalam pendidikan yang harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia
seutuhnya yang dijiwai oleh sila-sila pancasila. Untuk mencapai hal itu perlu ada alat
yang pasti pula. Alat ini akan menjadi efektif apabila kalau ia dijabarkan dan berkaitan
erat dengan badan ilmu pendidikan yang utuh yang mencerminkan dunia Indonesia
dengan iklim, geografis, dan budayanya yang khas.
Buchori mengatakan bahwa kegiatan pendidikan di Indonesia hanya baru satu
segi saja yaitu segi operasionalnya. Itupun hanya terjadi pada jalur pendidikan formal.

Jalur pendidikan nonformal dan informal belum banyak yang digarap (Soedomo, 1990).
Tentang landasan pendidikan Indonesia belum terjamah sama sekali.
Ilmu pendidikan terdiri dari landasan, struktur, operasional pendidikan.sementara
itu yang dimaksudkan struktur adalah isi ilmu itu dengan sistematiknya serta proporsi
bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu. Ilmu pendidikan
mengandur unsure dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara
mendidik, sedangkan upaya akan membentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan
terutama dalam memasukkan norma-norma kedalam kehidupan peserta didik. Bertalian
dengan fakta dan upaya tersebut, Perry mengemukakan tiga metode dalam ilmu
pendidikan seperti berikut (Soedomo, 1990) :
Metode normatif, suatu metode yang berusaha menjelaskan tentang
keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu bersikap dan
bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesame manusia maupun makhluk
lain.
Metode eksplanatori, suatu metode yang berusaha menentukan kondisi dan
kekuatan apa yang dapat membuat suatu proses pendidikan berhasil.
Metode teknologi, cara mendidik itu sendiri yaitu praktik mendidik di
lapangan.
Ketidakkonsistenan

arah

pendidikan

karena

pengarahan

kurang

jelas

mengakibatkan arahan ini sulit diaplikasikan di lapangan, sehingga tujuan-tujuan


pendidikan di lapangan pada umumnya hanya memiliki dua corak yaitu TIU (Tujuan
Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus), suatu tujuan yang hanya
menjabarkan tujuan-tujuan pengajaran. Sebagai konsekuensi kedua hal tersebut di atas
adalah kekaburan yang menyelimuti para pelaksana pendidikan di lapangan. Karena itu
perlu dirintis dengan segera filsafat pendidikan yang cocok dengan kondisi serta budaya
Indonesia. Suatu filsafat pendidikan yang dijabarkan dari filsafat pancasila adalah
filsafat Negara. Oleh sebab itu, kita membutuhkan alat pendidikan yang pasti, suatu alat
yang tepat untuk mencapai tujuan. Alat itu adalah teori pendidikan yang diwarnai oleh
budaya bangsa Indonesia. Untuk bisa membentuk teori pendidikan Indonesia yang
valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang
memadai. Filsafat ini akan menguraikan tentang :
Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.

Tujuan pendidikan, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang


diwarnai oleh sila-sila pancasila. Tujuan ini mengoperasionalkan manusia
Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasionalkan wujud sila-sila pancasila
dalam diri peserta didik secara detail.
Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia
dengan tepat.
Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dan pendidikan itu sendiri

D. UPAYA MEWUJUDKAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA


Upaya-upaya merumuskan filsafat pendidikan di Indonesia baru dalam tahap
perhatian. Ada suatu penelitian yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-kawannya (1994)
dengan responden mahasiswa PGSD, S1, S2, dan S3 IKIP Jakarta serta para ahli
pendidikan di Jakarta, Surabaya dan Bandung. Penelitian tersebut mengemukakan halhal sebagai berikut :
Lebih dari separuh responden menginginkan penegasan kembali pengertian
pendidikan dan pengajaran.
Hamper separuh res[ponden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu
pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli
pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para
calon guru.
Para mahasiswa dan dosen berpendapat ilmu pendidikan adalah ilmu mandiri,
sementara itu hamper sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah
ilmu terapan.
Semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan.
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian
dengan ilmu pendidikan, yaitu :
1. Belum jelas pengertian dan pengajaran.
2. Ilmu pendidikan kurang dikembangkan.
3. Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
4. Belum jelas apakah ilmu pendidikan merupakan dasar ilmu dasar atu ilmu
terapan.
5. Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.
6. Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.

Keenam masalah tersebut di atas menunjukkan bahwa pendidikan, khususnya


pendidikan sebagai ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian pendidikan, juga
pengertian pengajaran , apakah sebagai ilmu dasar atau ilmu terapan, struktur ilmu itu,
sampai dengan penerapannya pada para calon guru dan guru-guru masih belum jelas.
Kondisi ilmu pendidikan ini terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan
dikembangkan.
ISPI (1989) mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu pendidikan adalah
mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat
pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dalam menggunakan
sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringansaringan agar sesuai dengan filsafat Negara kita.

E. IMPLIKASI KONSEP PENDIDIKAN


Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi filsafat, yang mencakup
filsafat pada umumnya, filsafat-filsafat pendidikan internasional, filsafat pancasila, dan
kemungkinan terbentuknya filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia, member
dampak konsep tertentu. Filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya
Indonesia belum terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu Pancasila, maka tidak
banyak konsep yang bisa diturunkan disini. Oleh sebab itu, implikasi konsep
pendidikan yang akan dituangkan di bawah ini adlah terbatas pada penjabaran sila-sila
pancasila.
1. Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan
bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk.
2. Peranan dan pengembangan sila-sila pancasila pada siri peserta didik pada
hakikatnya adalh pengembangan afeksi.
3. Pendidikan pancasila dan pendidikan agama tidak bertentangan, melainkan
saling melengkapi satu dengan yang lain.
4. Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas
moral pancasila dan ajaran agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai
dan adat-istiadat yang masih hidup di masyarakat Indonesia serta budi pekerti
luhur yang tetap dijunjung di bumi Indonesia ini.
5. Metode pengembangan afeksi dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses
belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari.

b) Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang studi lain,


pendidik cukup menyinnggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat
dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati dan
dilaksanakan.
6. Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan
dimasukkan ke dalam rapor seperti halnya bidang studi yang lain.
7. Dalam mengembangkan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber
materi itu berasal dari luar negeri.
8. Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi kea rah
itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak
budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang
memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.

Anda mungkin juga menyukai