Logika
Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan
benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan
mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
Etika
Etika adalah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan
norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pikiran dalam filsafat ini.
Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan
pendididkan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi
peserta didik.
Jujun (9181) membagi proses perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang
saling berkaitan satu dengan yang lain. Tingkat proses perkembangan yang dimaksud
adalah:
1. Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan dilapangan. Ilmu yang masih
berdiri sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis.
Pada tingkat ini wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi
penemuannya karena belum lengkap.-pisah itu dicari kaitannya satu dengan
yang lain dan dijelaskan sifat kaitan itu. Dengan cara ini struktur berusaha
mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti.
2. Tingkat penjelasan yang teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu
struktur teoritis. Dengan struktur ini, ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola
yang berarti.
Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perebutan pengaruh dalam dunia
pendidikan yaitu antara pembawaan dan lingkungan. Schonpehauer berpendapat bahwa
anak manusia sudah dibekali segala sesuatu sejak dilahirkan. Bila sudah waktunya
semua bekal itu akan menjadi realitas. Pendidikan tidak ada gunanya. Aliran ini disebut
Nativisme, dari kata natives yang artinya pembawaan. Bertentangan dengan aliran ini,
ialah aliran empirisme, berpendapat bahwa lingkunganlah yang memegfang peranan
dalam menentukan maju mundurnya hidup dan kehidupan manusia. Kata empirisme
berasal dari kata empiria yang berarti lingkungan. Tokohnya adalah John Locke yang
terkenal dengan teori tabularasa. Tabularasa adalah meja yang dilapisi lilin tempat
menulis orang-orang Yunani Kuno. Pendamai kedua teori itu adalah William Stern,
yang kemudian diikuti oleh Woodworth dan Marquis, yang menciptakan teori
Konvergensi. Teori ini memandang kekuasaan pembawaan dan lingkungan adalah
sama dalam perkembangan manusia.
Sikun Pribadi (ISPI, 1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat
pendididkan, ilmu pendidikan, ilmu pendidikan praktis, perbuatan mendidik,
pengalaman mendidik dan keyakinan-keyakinan pendidik, sebagai berikut :
1. Filsafat atau filsafat umum atau filsafat Negara menjadi sumber segala
kegiatan manusia atau mewarnai semua aktivitas warga Negara suatu bangsa.
2. Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak
boleh bertentangan dengan filsafat.
3. Selanjutnya ilmu pendidikan (yang bersifat teoritis) ada diurutan ketiga, sebab
ia dijabarkan dari filsafat pendidikan. Disinilah teori-teori pendidikan
dirumuskan.
4. Ilmu pendidikan praktis adalah merupakan konsep-konsep pelaksanaan teoriteori pendidikan di atas. Jadi ini dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5. Pada langkah berikutnya adalah perbuatan mendidik. Yaitu tindakan-tindakan
nyata dalam menerapkan teori pendidikan praktis.
6. Sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman
tentang mendidik. Sudah tentu pengalaman ini didapatkan di lapangan.
7. Pengalaman ini member umpan balik kepada teori pendidikan yang terdapat
dalam ilmu pendidikan yang memanfaatkannya untuk kemungkinan merevisi
teori semula.
8. Sebagai akibat dari revisi tadi, sangat mungkin ilmu pendidikan member
umpan balik kepada filsafat pendidikan, dan kemungkinan merevisi konsepkonsepnya.
9. Ilmu pendidikan juga mengadakan kontak hubungan dengan pengalamanpengalaman mendidik, untuk selalu mengingatkan diri agar tidak menyimpang
dari teori-teori mendidik.
10. Sementara itu perbuatan-perbuatan mendidik bisa menimbulkan keyakinan
tersendiri tentang pendidikan. Suatu keyakinan yang belum tampak pada
filsafat, filsafat pendidikan. Maupun pada ilmu pendidikan. Keyakinan ini
member bahan baru kepada filsafat, untuk dipikirkan kembali dan
dimaksudkan ke dalam filsafat.
B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam
sampai akar-akarnya mengenal pendidikan. Menurut Zanti Arbi (1988) menceritakan
maksud dari filsafat pendidikan, yaitu :
1. Menginsipirasi
Maksud dari menginspirasikan adalah member inspirasi kepada para pendidik
untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang
pendidikan, filosof memaparkan idenya bagaimana pendidikan itu, ke mana
diarahkan pendidikan itu, siapa saja yang patut menerima pendidikan, dan
bagaimana cara mendidik serta peran pendidik. Sudah tentu ide-ide ini didasari
oleh asumsi-asumsi tertentu tentang anak manusia, masyarakat atau
lingkungan, dan Negara.
2. Menganalisis
Menganalisis dalam filsafat pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagianbagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. Hal ini perlu
dilakukan agar dalam menyusun konsep pendidikan secara utuh tidak terjadi
kerancuan, tumpang tindih, serta arah yang simpang siur. Dengan demikian
ide-ide yang kompleks bisa dijernihkan terlebih dahulu, tujuan pendidikan
yang jelas, dan alat-alatnya juga dapat ditentukan yang tepat.
3. Mempreskriptifkan
Mempreskriptifkan dalam filsafat pendidikan adalah upaya menjelaskan atau
member pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan. Yang
dijelaskan bisa berupa hakikat manusia bila dibandingkan dengan makhluk
lain, aspek-aspek peserta didik yang patut dikembangkan : proses
perkembangan itu sendiri, batas-batas bantuan yang bisa diberikan kepada
proses perkembangan itu sendiri, batas-batas keterlibatan pendidik, arah
pendidikan yang jelas, target-target pendidikan bila dipandang perlu,
perbedaan arah pendidikan bila diperlukan sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minat anak-anak.
4. Menginvestigasi
Menginvestigasi dalam filsafat pendidikan adalah untuk memeriksa atau
meneliti kebenaran suatu teori pendidikan. Pendidik tidak dibenarkan
mengambil begitu saja suatu konsep atau teori pendidikan untuk dipraktikkan
di lapangan. Pendidik seharusnya mencari sendiri konsep-konsep pendidikan
di lapangan atau melalui penelitian.
Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan
dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia. Aliran
itu ialah :
Esensialis
Filsafat pendididkan esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti
berabad-abad lamanya. Kebenaran yang seperti itulah yang esensial, yang lain
adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial adalah
kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan
buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great
Book. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan
logika. Pengaruh filsafat ini sangat kuat sampai sekarang. Sekolah-sekolah
dengan kurikulum dan metode tradisionalnya merupakan perwujudan filsafat
pendidikan ini. Tokoh filsafat ini adalah Brameld.
Perenialis
Filsafat pendidikan prenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan
esensialis. Kalau kebenaran esensial pada esensialis ada pada kebudayaan
klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran perenialis ada pada wahyu
tuhan. Tentang bagaimana cara menumbuhkan kebenaran itu pada diri peserta
didik dalam proses belajar mengajar tidaklah jauh berbeda antara esensialis
dan perenialis. Proses pendidikan mereka sama-sama bersifat tradisional.
Tokoh filsafat ini adalah Agustinus dan Thomas Aquino.
Progresivis
Filsafat pendidikan progresivisme lahir di Amerika. Filsafat ini mempunyai
jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata.
Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti, begitu pula tidak ada
kebenaran yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relatif. Sebagai
konsekuensi dari pandangan ini, maka yang dipentingkan dalam pendidikan
adalah mengembangkan peserta didik untuk bisa berpikir. Kurikulumnya
adalah kehidupan itu sendiri, artinya kurikulum tidak dibatasi pada hal-hal
yang bersifat akademik saja. Semua pengetahuan adalah produk berpikir
melalui pengalaman. Tokoh filsafat ini adalah John Dewey.
Rekronstruksionis
Filsafat pendidikan rekronstruksionis adalah variasi dari progresivisme, yang
menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan,
1983). Mereka bercita-cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara
total. Semua bidang kehidupan harus diubah dan dibuat baru aliran yang
ekstrim ini berupaya merombak tata sususnan masyarakat lama dan
membangun tata susunan hidup yang baru sama sekali, melalui lembaga dan
proses pendidikan. Proses belajar dan segala sesuatu bertaalian dengan
pendidikan tidak banyak berbeda dengan aliran progresivis.
Eksistensialis
Filsafat pendidikan eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau
kebenaran
adalah
eksistensi
atau
adanya
individu
manusia
itu
Jalur pendidikan nonformal dan informal belum banyak yang digarap (Soedomo, 1990).
Tentang landasan pendidikan Indonesia belum terjamah sama sekali.
Ilmu pendidikan terdiri dari landasan, struktur, operasional pendidikan.sementara
itu yang dimaksudkan struktur adalah isi ilmu itu dengan sistematiknya serta proporsi
bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu. Ilmu pendidikan
mengandur unsure dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara
mendidik, sedangkan upaya akan membentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan
terutama dalam memasukkan norma-norma kedalam kehidupan peserta didik. Bertalian
dengan fakta dan upaya tersebut, Perry mengemukakan tiga metode dalam ilmu
pendidikan seperti berikut (Soedomo, 1990) :
Metode normatif, suatu metode yang berusaha menjelaskan tentang
keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu bersikap dan
bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesame manusia maupun makhluk
lain.
Metode eksplanatori, suatu metode yang berusaha menentukan kondisi dan
kekuatan apa yang dapat membuat suatu proses pendidikan berhasil.
Metode teknologi, cara mendidik itu sendiri yaitu praktik mendidik di
lapangan.
Ketidakkonsistenan
arah
pendidikan
karena
pengarahan
kurang
jelas