Anda di halaman 1dari 5

Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. (Arai).

Quotes yang disampaikan


Andrea Hirata dalam novelnya Sang Pemimpi ini telah menggerakkan saya untuk lebih merancang
sebuah mimpi-mimpi besar dan merancang pula pondasi untuk mewujudkannya. Paragraf-paragraf
di bawah ini akan menjelaskan singkat tentang mimpi-mimpi yang telah saya raih khususnya
diterima di jurusan manajemen fakultas ekonomi UI, mimpi-mimpi besar lainnya, serta langkahlangkah nyata yang telah saya lakukan untuk menggapai mimpi-mimpi itu.
Bisnis dan entrepreneurship merupakan dua buah kata yang akhir-akhir ini populer di kalangan
pemuda. Bidang ini pula yang juga berpengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan
ekonomi suatu negara. Ketertarikan terhadap entrepreneurship ini telah melekat pada diri saya sejak
duduk di bangku SD. Sejak itu, saya mempunyai inisiatif yang mungkin tidak terpikirkan oleh siswa
lain. Saya mengajak beberapa teman untuk mendirikan sebuah koperasi kecil yang meminjamkan
buku-buku bacaan anak-anak masa itu. Awal ide ini sebenarnya adalah karena kami ingin
mendapatkan uang tambahan agar bisa membeli jajan. Perjalanan bisnis saya terus meningkat
ketika duduk di SMP, saya bersama seorang teman mendirikan sebuah usaha kecil desain grafis
dan meraup keuntungan yang lumayan. Ketika SMA, perjalanan bisnis saya sempat menurun ketika
diamanahi menjadi ketua sebuah organisasi Islam di SMA. Namun disela-sela waktu saya berusaha
memanfaatkan waktu untuk melakukan bisnis mulai dari jualan pulsa hingga tiket seminar. Belajar
berbisnis berarti belajar mencari peluang, kreatifitas, dan keberanian mengambil keputusan. Di
masa-masa akhir SMA, saya mengambil keputusan untuk melanjutkan kuliah di bidang bisnis dan
manajemen untuk menunjang riwayat bisnis saya. Maka dari itu, saya menetapkan target untuk di
terima di program studi Manajemen UI, salah satu jurusan terbaik di negeri ini. Berbulan-bulan, saya
bekerja keras untuk meraih target tersebut, membentuk kelompok belajar, dan berlatih soal-soal.
Walaupun agak minder karena keadaan ekonomi orang tua yang pas-pasan, saya tetap bekerja
keras demi meraih mimpi menjadi seorang pengusaha sukses. Akhirnya, dengan usaha keras dan
doa yang tidak kenal lelah, saya dapat meraih target tersebut, bahkan diterima pula di beberapa
universitas lain dengan jurusan yang sama. Saat itu, saya pun mulai merancang rencana dan
strategi jangka pendek saat kuliah dan jangka panjang setelah lulus kuliah nanti.
Memasuki awal-awal kuliah pun saya mulai menyusun target yang mampu saya raih. Saya
menetapkan target untuk bisa lulus kuliah di FEUI dalam waktu maksimal empat tahun dengan IPK
cumlaude dan setidaknya sudah mempunyai minimal satu usaha sendiri yang bisa mendatangkan
penghasilan yang lumayan, sehingga bisa meringankan beban orang tua. Saya juga menetapkan
rencana setelah lulus sarjana. Pertama, saya ingin tetap fokus mengembangkan bisnis yang saya
bangun sendiri sejak kuliah dan terus mencari peluang bisnis yang lebih menguntungkan dan
mensejahterakan baik diri sendiri maupun orang lain. Kedua, dua tahun setelah lulus sarjana saya
menargetkan menikah dengan seorang wanita sholehah, karena saya ingin memenuhi kebutuhan
dasar manusia yang menurut beberapa para ulama, menikah adalah setengah dari agama. Selain
itu dengan menikah saya yakin bisa mendapatkan ketenangan hidup dan rezeki yang dimudahkan.
Ketiga, empat tahun setelah lulus sarjana saya menargetkan untuk menempuh pendidikan pasca

sarjana MBA di INSEAD Abu Dhabi, salah satu sekolah bisnis terbaik di dunia. Hal ini bertujuan
untuk menunjang karir saya di bidang bisnis dan menimba ilmu untuk meningkatkan strategi bisnis
perusahaan yang saya dirikan. Beberapa target di atas adalah demi mimpi besar saya, yaitu
memiliki kerajaan bisnis yang saya namai a4s group yang bergerak dalam bidang properti, kuliner,
dan pariwisata.
Berbagai target dan mimpi di atas memiliki dasar prinsip yang selama ini saya pegang sesuai
dengan keadaan yang berada di sekitar saya. Berdasarkan perkataan seseorang yang paling mulia,
Nabi Muhammad SAW, Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia lainnya. (HR. Thabrani). Sehingga, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain
merupakan keharusan bagi saya. Keberhasilan yang sebenarnya adalah ketika banyak orang yang
merasakan manfaat dari apa yang telah kita lakukan. Bisnis, merupakan hal yang bermanfaat bagi
orang lain apabila tujuannya mulia, dapat pula menjadi hal yang merugikan masyarakat bila
tujuannya hanya meraup keuntungan. Saat didirikannya sebuah perusahaan, berbagai keuntungan
dan manfaat muncul: terbukanya lapangan kerja, meningkatnya PDB pemerintah, dan munculnya
produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Maka dari itu, saya ingin bermanfaat bagi orang lain
dengan mendirikan sebuah kerajaan bisnis.
Selain itu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia ini cukup kompleks, mulai dari tingkat
pengangguran yang tinggi, masih banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, percepatan
pembangunan berjalan lambat. Penyebab dari itu semua adalah kurangnya jumlah wirausahawan di
Indonesia. Tercatat tahun 2008, jumlah wirausaha di Indonesia hanya 0,18% dari total jumlah
penduduk. Padahal, yang ideal adalah 2% dari total penduduk. Apabila jumlah wirausaha mencapai
angka ideal, tidak diragukan lagi, kemiskinan di Indonesia akan berkurang, sehingga pendapatan
per kapita di Indonesia meningkat dan kemungkinan akan menjadi Negara Maju. Berdasarkan data
yang telah dipaparkan tadi sangat jelas terlihat bahwa jumlah wirausaha di Indonesia sangatlah
kurang. Permasalahan tersebut menggugah saya untuk ikut serta dalam memajukan ekonomi di
Indonesia dengan terjun langsung menjadi pengusaha.
Saya teringat dengan kata-kata seoramg co-founder World Entrepreneurship Day, Lauren
Amarante, You could have a million ideas, but theyre all worthless if you dont get them done.Maka
dari itu, saya berusaha merealisasikan setiap ide bisnis yang muncul di kepala saya. Sejak SD, saya
mendirikan koperasi peminjaman buku bacaan, hingga SMA berjualan tiket seminar dan pulsa. Saat
kuliah pun, saya berusaha mencari partner bisnis untuk menjalankan beberapa rencana bisnis. Kami
sempat membuat sebuah usaha jualan produk kaos pintar yang berisi desain ringkasan mata kuliah
dengan brand A-plus. Namun, usaha yang kami dirikan ini tidak bertahan lama karena kurangnya
komitmen beberapa partner yang saya ajak, sehingga sampai saat ini A-plus masih vakum. Dengan
begitu saya bisa belajar tentang sebuah arti komitmen dan mencari partner yang cocok. Saat ini,
saya masih berusaha mencari partner bisnis lagi untuk membangun bisnis yang saya rencanakan,
yaitu sebuah komunitas online muslim untuk saling berbagi ilmu agama dan info kajian, sekaligus
juga berjualan produk-produk muslim. Selain, berusaha menjalankan beberapa bisnis, saya juga

mengikuti beberapa organisasi ketika sekolah maupun kuliah sekarang dengan tujuan untuk
membangun relasi dan memperbanyak network yang merupakan salah satu unsur utama dalam
berbisnis

Sastra Indonesia Sebagai Pilihan yang Penuh Pertimbangan[1]

"And in life, it is all about choices we make. And how the direction of our lives
comes down to the choices we choose." -Catherine Pulsifer, from HONESTY. . . A
Core Value?-

Kehidupan menghadirkan pilihan-pilihan yang pada akhirnya harus kita tentukan


melalui sebuah keputusan. Keputusan yang terciptapun bukan berarti tanpa
pertimbangan. Seperti halnya pernyataan bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan
haruslah berdasarkan pada apa yang kita sukai. Sebab akan menjadi bumerang
bagi kita apabila telah memilih yang ingin kita kerjakan, namun tidak menuruti
keinginan yang ada di dalam hati kita. Begitu pula pertimbangan yang saya ambil
ketika memilih untuk meneruskan studi saya dari jenjang sekolah menengah atas
(SMA) menuju perguruan tinggi. Saya menelusuri keinginan hati saya, memikirkan
dampak-dampak dari pilihan-pilihan yang hendak saya buat. Hingga pada akhirnya
saya bertemu dengan salah seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia angkatan
2008 yang kini menjadi senior saya di Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas Indonesia (FIB-UI). Pertemuan yang cukup singkat itu diwarnai dengan
diskusi seputar kehidupan kampus Universitas Indonesia dan pilihan jurusan,
khususnya sastra Indonesia.
Mengenai penjelasannya yang cukup singkat dan padat, ada satu hal yang hingga
kini masih membinarkan kedua mata saya, yakni filologi, salah satu peminatan yang
terdapat pada jurusan Sastra Indonesia. Ketertarikan saya pada filologi oleh karena
bidang ini menjadikan naskah-naskah klasik sebagai objek dari penelitiannya.
Naskah klasik yang diteliti pun berkisar pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Aksara
yang digunakan dalam naskah klasik ialah aksara Jawi (Arab-Melayu), hal itu
menyebabkan saya semakin tertarik dengan filologi serta pernaskahan klasik
Indonesia karena saya senang mempelajari penulisan pegon (Arab-Jawa) secara
otodidak. Pikir saya waktu itu akan menjadi suatu kemudahan tersendiri sebab
sudah terbiasa dengan penulisan pegon, sehingga saya hanya tinggal mengasah
pengetahuan tentang aksara Jawi. Selain karena faktor filologi, faktor lainnya ialah
keyakinan bahwa akan lebih mudah memelajari dan akan bermanfaat bagi bangsa
Indonesia jika ada pemudanya yang secara sadar mau belajar kesusastraan
Indonesia.

***
Hal yang saya impikan ketika resmi diterima sebagai mahasiswa program studi
Indonesia di Universitas Indonesia ialah saya akan belajar dan menyelesaikan studi
saya secepat mungkin, yakni 3,5 tahun. Setelah itu ada tiga pilihan rencana
universitas yang telah saya buat untuk tujuan saya setelah lulus, yaitu Universitas
Leiden di Belanda, Universitas Bonn di Jerman, dan Universitas Monash di Australia.
Seperti yang kita ketahui, Universitas Leiden menyimpan koleksi naskah-naskah
klasik Indonesia dan perlu diakui juga bahwa koleksinya merupakan yang terbanyak
di dunia, bahkan mengalahkan koleksi yang ada di Indonesia. Universitas ini saya
rasa sangat cocok untuk lebih mengembangkan minat saya di bidang filologi.
Mengingat pula banyak para tokoh kesusastraan hebat yang pernah lahir dari
universitas tersebut, seperti Andreas Teeuw.
Selanjutnya saya menjatuhkan pilihan rencana pada Universitas Bonn, Jerman, oleh
karena saat di SMA saya mempelajari bahasa Jerman. Saya optimis bisa memelajari/
mengasah kembali bahasa Jerman untuk membantu saya jika nanti saya berkuliah
di Universitas Bonn. Pemilihan Universitas Bonn sebagai tujuan studi saya tak lain
ialah karena dipengaruhi tokoh sastrawan terkenal dari Jerman, yaitu Nietzche yang
belajar filologi dan teologi di sana. Setidaknya jika saya berkesempatan kuliah di
Bonn, saya masih bisa sesekali mengunjungi Universitas Leidenmengingat negara
Jerman berbatasan langsung dengan negara Belanda.
Pilihan rencana terakhir ialah Universitas Monash, Australia. Mengapa Australia?
Karena saya terinspirasi oleh dosen kesusastraan FIB UI, yakni Ibnu Wahyudi yang
pernah melanjutkan studi pascasarjananya di Universitas Monash, Australia. Selain
itu, kedua orangtua saya pun juga memberikan saran pada saya agar menjadikan
Australia sebagai negara tujuan untuk membina hidup kelak. Menarik memang
ketika mengetahui bahwa di Australia pelajaran bahasa Indonesia merupakan
pelajaran yang wajib dipelajari oleh murid-murid sekolah dasar.
Semua rencana tersebut saya buat bukan tanpa tujuan dan alasan. Banyak orang
dan hal-hal di sekeliling saya yang mengilhami saya untuk membuat rencanarencana tersebut. Namun yang utama ialah suntikan motivasi dari keluarga. Saya
yang merupakan anak kedua dari 7 bersaudara ini bercita-cita untuk sukses pada
bidang yang saya geluti sekarangSastra Indonesia, dan berniat membawa serta
seluruh keluarga saya membangun hidup di luar negeri, entah Belanda, Jerman atau
Australia. Melalui bidang ini pun saya berkeyakinan mampu memperkenalkan
budaya Indonesia yang berupa naskah klasik sebagai nilai-nilai budaya yang
penting untuk dipelajari oleh seluruh penduduk dunia, khususnya masyarakat
Indonesia. Seringkali saya berkaca pada negara-negara maju, sebut saja Jerman,
yang hingga kini bisa tetap modern namun tidak kehilangan identitas budayanya.
Dengan memelajari cara mereka melestarikan budayanya, maka saya yakin pula
dapat melakukan sumbangsih yang sama terhadap bangsa Indonesia.

Untuk melancarkan rencana-rencana yang saya jabarkan di atas, kini hidup saya
jauh lebih tertata dan diisi dengan aktivitas-aktivitas yang pada hakikatnya
menunjang studi dalam rangka mempersiapkan diri menuju dunia global. Sejak awal
semester satu saya telah bergabung dengan komunitas Markas Sastra. Banyak hal
yang bisa saya dapat dari komunitas ini melalui diskusi-diskusi serta kegiatankegiatan dalam ranah kesusastraan. Pada akhir semester kedua, saya pun
dinobatkan sebagai ketua Markas Sastra untuk satu tahun periode 2011/2012. Saya
juga terlibat aktif dalam redaksi majalah terbitan program studi Indonesia, yaitu
Gaung sebagai reporter. Selain itu pada pertengahan bulan Juni 2011, ayah saya
mengajak saya menghadiri konsultasi bahasa Inggris gratis di MH. Thamrin oleh
English for Success. Secara mengejutkan, di akhir konsultasi, saya didaftarkan
untuk menjadi peserta les pada tempat tersebut. Inilah yang menjadi batu loncatan
saya agar bisa mengembangkan pula kemampuan dalam berbahasa Inggris.
Sehingga pada akhirnya saya pun dapat mewujudkan cita-cita saya kelak.

Anda mungkin juga menyukai