Anda di halaman 1dari 40

CASE REPORT

LOW BACK PAIN

Disusun Oleh:
Wulan Pingkan Sigit
1061050100
Pembimbing:
dr. Chyntia Sahetaphy, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 12 MEI 13 JUNI 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2014
1

Nyeri Pinggang Bawah


I.

DEFINISI
Nyeri Pinggang bawah atau Low Back Pain (LBP), merupakan nyeri yang
dirasakan pada pinggang belakang yang dapat berasal dari spinal, otot-otot, saraf atau
struktur lain yang berada pada daerah itu. Juga dapat merupakan nyeri yang berasal dari
area lain seperti pinggang tengah atau punggung atas, hernia atau dapat berasal dari testis
atau ovarium.
Low back pain (seringkali disebut lumbago) merupakan gejala yang umum akibat
kelainan muskuloskeletal atau kelainan yang melibatkan vertebrae lumbal.

II.

ETIOLOGI
Faktor Resiko:
Usia lebih dari 30 tahun
Hamil
Stress atau depresi
Ambang rangsang nyeri yang rendah
Artritis atau osteoporosis
Merokok, tidak olahraga atau berat badan lebih
Pekerjaan angkat berat, getaran yang melibatkan seluruh tubuh (supir truk)
Penyebab :

Mekanik:
o

Apophyseal osteoarthritis

Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis

Degenerative Discs

Scheuermann's kyphosis

herniasi diskus intervertebralis (slipped disc)

Spinal stenosis

Spondylolisthesis

Fraktur

Non-specific muscular or ligamentous strains or sprains

Perbedaan panjang tungkai

Keterbatasan gerak panggul


2

Misaligned pelvis - pelvic obliquity, anteversion atau retroversion

Inflamasi:
o

Seronegative spondylarthritides (contoh: ankylosing spondylitis)

Rheumatoid arthritis

Infeksi-abses epidural atau ensefalitis

Neoplasma:
o

Tumor tulang (primer atau metastasis)

Tumor spinalis intradural

Metabolik:
o

Fraktur Osteoporosis

Osteomalacia

Ochronosis

Chondrocalcinosis

Psychosomatic
o

Tension myositis syndrome

Penyakit Paget

Referred pain:
o

Penyakit pada Pelvic/abdominal

Kanker Prostat

Posture

Depressi

oxygen deprivation

III. PATOFISIOLOGI
Mekanisme patofisologi LBP cukup kompleks dan melibatkan banyak faktor dan
elemen dari vertebra lumbal (tulang, ligamen, tendo, diskus dan otot). Banyak dari
komponen ini memiliki inervasi sensorik yang dapat memberikan sinyal sebagai respon
kerusakan jaringan. Penyebab yang lain yaitu sciatica yang merupakan neuropati.

Secara

biomekanik,

pergerakan

vertebrae

lumbal

merupakan

pergerakan

keseluruhan dari bagian vertebrae, dengan 80-90% fleksi/ekstensi lumbal terdapat pada
diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1. Posisi vertebrae lumbal yang beresiko
menimbulkan LBP adalah fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban berat dengan
tangan yang lurus. Adanya tahanan yang berat dengan durasi yang pendek dapat ditahan
oleh serat kolagen annulus pada diskus. adanya tahanan dalam waktu yang lama
mengakibatkan tekanan pada annulus fibrosus dan meningkatkan tekanan pada endplates.
Jika annulus dan endplate saling menyentuh, mengakibatkan paksaan pada diskus secara
adekuat. Bagaimanapun juga, adanya kompresi paksaan terhadap otot dapat kombinasi
dengan paksaan pada diskus meningkatkan tekanan intradiskus yang dapat mengakibatkan
bertambahnya beban serat-serat annulus.
Jika terjadinya kompresi pada diskus pada keadaan fleksi (misalnya pada posisi
mengangkat) mengakibatkan resiko pada diskus yaitu robeknya annulus dan diskus
internal. Adanya paksaan torsi pada diskus dapat mengakibatkan robeknya annulus. Isi dari
annulus fibrosus (Nukleus Pulposus) dapat keluar melalui robekan ini. Serat sentral dari
diskus merupakan area bebas nyeri, sehingga robekan awal tidak terasa sakit.
Penelitian 20 tahun terakhir ini berpendapat bahwa zat-zat kimia dapat berperan
dalam memicu LBP mekanik. Komponen nucleus pulposus, paling banyak enzim
phospholipase A2 (PLA2), diidentifikasi pada materal diskus yang herniasi. PLA2 ini dapat
bekerja secara langsung pada jaringan saraf. Atau dapat mengakibatkan respon inflamasi
kompleks yang dapat bermanifestasi sebagai LBP.
Glutamat, merupakan neurotransmitter eksitatorik, diidentifikasikan pada diskus
proteoglycan yang degenerasi dan tersebar pada ganglion dorsalis, yang mr,pengaruhi
reseptor glutamat.Substans P (pain/nyeri) terdapat pada neuron afferen termasuk ganglion
dorsalis dan dilepaskan sebagai respon terhadap stimulus, seperti getaran dan kompresi
mekanik dari saraf. Konsep degeneratif biomekanikal spinal telah banyak diterima. Konsep
ini berpendapat bahwa hancurnya serat annulus memungkinkan PLA2 dan glutamat masuk
ke ruang epidural, dan menyebar ke ganglion dorsalis. Vertebrae dan segmen diskus yang
lemah menjadi lebih peka terhadap getaran dan beban fisik yang berat, karena kompresi
ganglion dorsalis dan stimulasi pelepasan substansi P. Substansi P menstumulasi pelepasan
histamin dan leukotrien, yang mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf. Saraf-saraf
4

menjadi lebih sensitif terhadap stimulasi mekanik dan dapat menyebabkan iskemia, yang
mengakibatkan datangnya sel-sel PMN dan monosit ke daerah diskus yang mengalami
degenerasi dan mengakibatkan lebih banyak sakit.

IV. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan anamnesis.
pemeriksaan umum. pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang. Demikian juga
untuk LBP, walaupun LBP itu bukan suatu penyakit melainkan sekedar suatu gejala
suatu perubahan patologik tertentu. Dengan demikian diagnosis LBP di sini
mempunyai kaitan pengertian sebagai diagnosis etiologik.
Meskipun sudah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, diagnosis etiologik belum
dapat dipastikan dan kepastian diagnosis baru diperoleh sesudah dilakukan
pembedahan dan atau pemeriksaan patologik-anatomik.
1. Anamnesis
Mengingat struktur punggung bawah yang sangat berdekatan dengan organ lain
yang terletak di dalam rongga perut serta rongga pelvis dan juga mengingat banyaknya
faktor penyebab LBP, maka anamnesis terhadap setiap keluhan LBP akan merupakan
sederetan daftar pertanyaan yang harus diajukan kepada penderita atau pengantarya.
Daftar pertanyaan tersebut dalam bentuk daftar periksa (check-list). diharapkan akan
dapat mengurangi adanya kemungkinan hal-hal yang terlewatkan dalam anamnesis
(lihat daftar).
Daftar pertanyaan tersebut di atas masih belum cukup. karena masih harus
dilengkapi dengan pertanyaan lebih lanjut yang lebih rinci atau lebih mengarah.
Penjelasan tentang anamnesis selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kesan selayang pandang sebelum dan selama melakukan anamnesis dapat
membantu pemeriksaan klinik. Sejak penderita masuk ruang pemeriksaan. kita
dapat mengamati tentang cara atau gaya berjalan penderita, ekspresi wajahnya,
sikap tubuh waktu akan dan sedang duduk. cara berbicara dan sebagainya.
Masing-masing mempunyai makna diagnostik sendiri.
Ya

Tidak
5

1. Akut atau mendadak


2. Bertahap atau kronis
3. Trauma langsung
4. Trauma tidak langsung
5. Gangguan tidur
6. Disertai nyeri pada tungkai
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Disertai nyeri menjalar ke tungkai


Nyeri diperberat oleh batuk/bersin
Riwayat tuberkulosis
Riwayat keganasan/operasi tumor
Riwayat kencing batu
Riwayat klaudikasio intermiten
Gangguan menstruasi
Gangguan libido
Sikap duduk/bekerja yang salah
Bekerja dengan mengejan kuat
Perasaan cemas atau gelisah
Riwayat demam atau panas
Riwayat gangguan kencing/berak
Rasa kesemutan pada tungkai

Anamnesis LBP mempunyai kerangka acuan tertentu, minimal harus


meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.

Letak atau lokasi nyeri; dalam hal ini penderita sekaligus diminta untuk
menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya atau penderita memberi
keterangan yang terinci sehingga letak nyeri dapat diketahui secara
cermat.

b.

Penyebaran nyeri; dalam hal ini perlu sekali dibedakan apakah nyeri tadi
6

bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred pain).


c.

Sifat nyeri; biasanya penderita akan mengutarakan sifat nyeri ini dalam
bahasa atau istilah mereka sehari-hari, misalnya seperti ditusuk-tusuk atau
seperti disayat, mendenyut seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng
yang terus menerus dan sebagainya.

d.

Pengaruh aktivitas terhadap nyeri; aktivitas tertentu dapat menimbulkan


rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita mempunyai slkap tertentu
untuk meredakan rasa nyeri yang menghebat tadi. Banyak hal yang dapat
ditanyakan kepada penderita perihal pengaruh aktivitas terhadap rasa
nyeri tadi. Berjalan, naik turun tangga, menyapu, naik sepeda, mencuci
pakaian atau kendaraan, menimba air, kegiatan memasak, gerakan yang
mendadak dan sebagainya perlu ditanyakan pada anamnesis. Kadangkadang penderita secara spontan menceriterakan kesulitannya pada saat
mengenakan dan/atau melepas pakaian, yang sangat memperberat rasa
nyeri.

e.

Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh; ini erat kaitannya dengan
aktivitas tubuh. Perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat meredakan
rasa nyeri, dan posisi yang bagaimana pula dapat memperberat rasa nyeri.

f.

Trauma; seringkali penderita tidak menyadari bahwa LBP merupakan


akibat suatu trauma. Pengertian orang awam tentang trauma lebih
terbatas. Perlu dijelaskan perihal trauma tidak langsung misalnya
mendorong mobil mogok, almari yang cukup berat, mencabut singkong
dan sebagainya.

g.

Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya; dalam hal ini perlu


dltanyakan tentang sifat akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, atau
7

justru menyelinap sehingga penderita tidak tahu secara pasti kapan rasa
tidak enak sampai rasa nyeri tadi mulai timbul. Juga perlu ditanyakan
apakah nyeri tadi bersifat menetap atau hilang-timbul, makin lama makin
nyeri dan sebagainya.
h.

Obat-obat

analgetika

yang

pernah

diminum;

sedapat

mungkin

menelusuri jenis analgetika apa saja yang pernah diminum, berapa lama
telah minum obat tadi dan apakah sekiranya tertolong dengan obat tadi.
Dalam hubungan ini ada kaitan arti dengan intensitas dan lamanya nyeri
yang diderita.
i. Kemungkinan adanya proses keganasan; cukup banyak variasi pertanyaan
yang dapat diajukan untuk menelusuri kemungkinan adanya keganasan.
Riwayat operasi tumor atau masih adanya tumor di bagian lain, riwayat terapi
radiasi, penurunan berat badan secara drastis, perdarahan melalui anus atau
vagina dan sebagainya menunjukkan kemungkinan adanya proses keganasan.
j. Riwayat menstruasi; hal ini sering terlupakan dalam anamnesis.
Ada wanita tertentu yang setiap kali mengalami menstruasi maka dia juga
sekaligus mengalami LBP yang cukup mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Hamil muda, dalam trimester pertama, khususnya bagi wanita yang
mempunyai uterus dengan posisi retrofleksi dapat mengalami LBP yang berat.
Di samping riwayat menstruasi ini, perlu ditanyakan perihal riwayat penyakit
ginekologik lainnya, terutama kemungkinan adanya adneksitis dupleks
kronis.
k. Kondisi

mental/emosional;

adalah

tidak

cukup

apabila

melakukan

pemeriksaan tanpa memperlihatkan faktor mental atau emosional. Pada


umumnya penderita akan menolak bila kita langsung menanyakan tentang
"banyak pikiran" atau "pikiran sedang ruwet" dan sebagainya. Lebih
bijaksana apabila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan
mental tadi secara tidak langsung. Dengan cara demikian ini, penderita secara
tidak sadar mau berbicara mengenai faktor stress yang sedang menimpanya.
Dalam pelaksanaannya, seringkali anamnesis tidak cukup dilakukan
8

satu kali saja. Anamnesis berikutnya dapat dan bahkan perlu dilakukan pada
saat sedang memeriksa fisik. Dan pemeriksaan fisik bisa jadi akan diulang
atau diintensifkan pada pemeriksaan tertentu setelah mendengar jawaban
penderita yang terakhir.
2. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum ini sudah dimulai pada saat penderita masuk ruang
pemeriksaan

(lihat:

kesan

selayang

pandang

pada

anamnesis).

Setelah

anamnesis dianggap cukup, maka pemeriksaan umum merupakan lanjutan


kesan selayang pandang tadi. Hal-hal yang diperhatikan antara lain:
a. Inspeksi
Banyak informasi yang diperoleh dari inspeksi punggung, pantat, dan
tungkai, dalam berbagai posisi dan gerakan asal kita ingat akan tujuan
evaluasi neurologik. Dengan demikian kita sadar benar tentang apa yang
ingin kita perhatikan, antara lain sebagai berikut:
-

Kurvatura yang berlebihan. pendataran arkus lumbal, adanya angulasi.


pelvis yang miring atau asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat
yang asimetrls, postur tungkai yang abnonnal.

Observasi punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak apakah ada


hambatan selama melakukan gerakan.

Pada saat penderita menanggalkan atau mengenakan pakaian, apakah


ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas.

Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring


dan bangun dari berbaring.

Perlu

dicari

kemungkinan

adanya

atrofi

otot,

fasikulasi,

pem-

bengkakan, perubahan warna kulit.


b. Palpasi dan perkusi
-

Palpasi dan perkusi harus dilakukan dengan hati-hati atau secara halus.
Apabila dilakukan secara kasar maka penderita justru akan memberi
reaksi

menolak

atau

melawan

sehingga

pada

akhirnya

akan
9

membingungkan pemeriksa itu sendiri.


-

Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling


ringan rasa nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang terasa
paling nyeri. Selama melakukan palpasi dan atau perkusi, harus selalu
diingat dan dimengerti struktur apa yang sedang diperiksa.

Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi


ke lateral atau antero-posterior.
c. Pemeriksaan

tanda

vital

(vital

sign),

dilengkapi

dengan

pemeriksaan Jantung paru-paru, dan perut.


3. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologik meliputi pemeriksaan motorik, sensorik.
a. Pemeriksaan motorik
-

Kekuatan: fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah kaki, ibu jari
dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan fleksi
dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.

Atrofi otot: perhatikan adanya atrofi otot, bila kurang jelas maka dapat
mempergunakan meteran kain untuk mengukur lingkaran daerah
tertentu dengan patokan tertentu misalnya maleolus atau kaput fibula
dan hasilnya dibandingkan antara yang kiri dan yang kanan.

Perlu pula diperhatikan adanya fasikulasi (kontraksi involunter yang


bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
b. Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan rasa raba, rasa nyeri,


rasa suhu, dan rasa getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka tentukanlah
batasnya sehingga dapat dipastikan dermatom mana yang terganggu.
Dermatom ini dapat membantu untuk menentukan radiks mana yang
terganggu.
c. Pemeriksaan refleks

Refleks lutut/patela: lutut dalam posisi fleksi (penderita dapat berbaring


10

atau duduk dengan tungkai menjuntai), tendo patela dipukul dengan


palu refleks (refleks hammer). Apabila ada reaksi ekstensi tungkai
bawah, maka refleks patela positif. Pada HNP lateral di L4-L5, refleks
ini negatif.
-

Refleks tumit/ Achilles: penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam


posisi fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya dan ujung
kaki ditahan dalam posisi dorso-fleksi ringan, kemudian tendo Achilles
dipukul. Apabila terjadi gerakan plantar-fleksi maka refleks Achilles
positif. Pada HNP lateral L5-S1, refleks ini negatif.
d. Pemeriksaan range of movement (ROM)

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktlf (oleh penderita sendiri)


maupun secara pasif (oleh pemeriksa). Pemeriksaan ROM ini untuk
memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk memeriksa ada/tidaknya
penyebaran rasa nyeri.
e. Percobaan-percobaan
Percobaan Laseque
Percobaan ini untuk meregangkan nervus ischiadicus dan radiks - radiksnya.
Penderita dalam posisi terlentang dan tidak boleh tegang. Pemeriksaan
mengangkat satu tungkai penderita, tungkai tadi dalarn posisi lurus dan f1eksi
pada sendi panggul. Apabila penderita merasakan nyeri sepanjang nervus
ischiadicus maka percobaan tadi positif. Dapat dinyatakan dengan derajat,
misalnya positif 30 derajat artinya waktu tungkai diangkat sampai 30 derajat
(sudut antara tungkai dengan bidang datar) mulai timbul rasa sakit. Apabila
agak ragu-ragu, maka pemeriksaan ini dapat dimodifikasi dengan cara kaki
ditahan dalam posisi dorso-f1eksi dan kemudian tungkai diangkat ke atas.
Dengan cara ini nervus ischiadicus teregang lebih kuat. Pada HNP, percobaan
ini merupakan hal yang sangat penting.
Percobaan Laseque menyilang
Caranya sama dengan percobaan Lasegue, tetapi di sini secara otomatis timbul
pula rasa nyeri di tungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa
11

radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.


Percobaan Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis maka tekanan cairan serebrospinal akan
meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan pada radiks bertambah. sehingga
timbul nyeri radikular. Percobaan ini positif pada spondilosis.
Percobaan Valsalva
Penderita disuruh mengejan kuat, maka tekanan dalam cairan serebrospinal
akan meningkat, dan hasilnya sarna dengan percobaan Naffziger.
Percobaan Patrick
Tungkai dalam posisi f1eksi disendi lutut sementara tumit diletakkan di atas
lutut tungkai yang satunya lagi, kemudian lutut tungkai yang dif1eksikan tadi
ditekan ke bawah. Penderita dalam posisi berbaring. Apabila ada kelainan di
sendi panggul maka penderita akan merasakan nyeri di sendi panggul tadi.
Percobaan kontra Patrick
Tungkai dalam posisi f1eksi di sendi lutut dan sendi panggul, kemudian lutut
didorong ke medial: bila di sendi sakroiliaka ada kelainan maka di situ akan
terasa sakit.
Percobaan Perspirasi
Percobaan ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan berkeringat atau
gangguan saraf autonom. dan dapat pula untuk menunjukkan lokasi kelainan
yang ada yaitu sesuai dengan radiks atau saraf spinal yang terkena.
Salah satu cara ialah dengan cara Minor, yaitu bagian tubuh yang akan
diperiksa dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diolesi
campuran yodium, minyak kastroli dan alkohol absolut (2 gram yodium. 10 ml
minyak kastroli dan 100 ml alkohol absolut). Sesudah Itu bagian yang telah
diolesi tadi ditabur tepung beras. Pada bagian yang berkeringat akan berwama
biru, sedang yang tidak berkeringat akan tetap berwarna putih.
4. Pemeriksaan dengan alat-alat
Yang dimaksud dengan alat-alat di sini ialah jarum pungsi lumbal. foto
rontgen. elektroneuromiografi dan sken tomografik.
12

a. Pungsi lumbal
Dengan pungsi lumbal maka dapat diketahui warna cairan serebrospinal (jernih
air, kekuningan/xantokrom, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran
cairan serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel, kadar protein. NaCI
dan glukosa. Untuk menentukan ada tidaknya sumbatan aliran cairan serebrospinal. maka dilakukan percobaan Queckenstedt. yaitu pada waktu
dilakukan pungsi lumbal diperhatikan kecepatan tetesannya. kemudian kedua
vena Jugularis ditekan dan diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya. Bila
bertambah cepat dengan segera. dan waktu tekanan dilepas kecepatan tetesan
kembali seperti semula berarti tidak ada sumbatan. Bila kecepatan bertambah
dan kembalinya terjadi secara perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total
(parsial). Bila tidak ada perubahan atau makin lambat tetesannya berarti ada
sumbatan total.
b. Foto Rontgen
Dengan foto Rontgen polos (dari depan. Samping, dan serong atau oblique)
dapat diidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra, arkus atau prosesus
spinosus;

kemudian

juga

dapat

dilihat

adanya

dislokasi

vertebra,

spondilolistesis, bamboo spine, destruksi vertebra (spondilitis, keganasan).


osteofit (spondilosis), ruang antar vertebra menyempit (spondilosls. HNP).
Skoliosis, hiperlordosis, penyempitan foramen antar vertebra (spondilosis) dan
sudut Ferguson lebih besar dari 30 derajat.
Setelah memperhatikan hasil foto polos kolumna vertebralis tadi, dan/atau
memperhatikan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisiko maka dapat pula
dipertimbangkan untuk dikerjakan foto paru - paru. misalnya pada kasus yang
mencurigakan adanya tuberkulosis, keganasan dan sebagainya.
Mielograft ialah pemeriksaan dengan memasukkan bahan kontras melalui
tindakan pungsi lumbal, kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar tembus.
Dengan mielografi ini dapat, diketahui adanya penyumbatan atau hambatan
kanalis spinalis yang mungkin disebabkan oleh neoplasma, HNP, ataupun
araknoiditis.
13

c. Elektroneuromiografi (ENMG)
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya fibrilasi, serta dapat pula dihitung
kecepatan hantar saraf tepi dan latensi distal. Juga dapat diketahui adanya
serabut otot yang mengalami kelainan. Tujuan pemertiksaan ENMG ini adalah
untuk mengetahui radiks mana yang terkena, atau apakah justru terlihat adanya
polineuropati.
d. Sken tomografik
Dengan sken seluruh badan dapat dilihat gambar vertebra dan Jaringan di
sekitarnya termasuk diskus intervertebralis. Dengan alat ini dapat dilihat adanya
HNP, neoplasma, penyempitan kanalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan
vertebra.

V.

Scanning tulang (Bone Scanning)

DIAGNOSIS BANDING
Achilles Tendon Injuries and Tendonitis
Nyeri panggul
14

Fraktur kompresi Lumbal


Penyakit degeneratif diskus lumbal
Lumbar Facet Arthropathy
Lumbar Spondylolysis dan Spondylolisthesis
Osteoporosis (Primer)
Psoriatic Arthritis

VI. PENATALAKSANAAN
Oleh karena penyebab LBP sangat beraneka ragam maka tatalaksananya juga
bervariasi. Namun demikian. pada dasarnya dikenai dua tahapan terapi LBP:
konservatif dan operatif. Kedua tahapan terapi tadi mempunyai kesamaan tujuan yaitu
rehabilitasi.
Terapi konservatlf
Cara konservatif ini meliputi tirah baring (bed rest), medikamentosa dan
fisioterapi.
Tirah Baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per; dengan
demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan kemudian ditutup
dengan lembar busa tipis.
Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri bawah mekanik akut, fraktur
dan HNP. Pada HNP sikap terbaring paling baik ialah dalam posisi setengah
duduk di mana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut.
Lama tirah baling bargantung pada berat-ringannya gangguan yang dirasakan
penderita. Trauma mekanik akut tidak perlu lama berbaring, sedang HNP
memerlukan waktu yang lebih lama, dan yang paling lama adalah kasus fraktur.
Setelah tirah baling dianggap cukup, maka dapat dilakukan latihan tertentu, atau
terlebih dahulu dipasang korset. Tujuan latihan ini adalah untuk mencegah
terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi otot-otot.
Medikamentosa
15

Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP ini, lalah obat yang bersifat
simtomatik dan yang bersifat kausal. Obat-obat simtomatik antara lain
analgetika (salisilat, parasetamol, dll.), kortikosteroid (prednison, prednisolon),
anti-inflamasi non-steroid (AINS) misalnya piroksikam, antidepresan trisiklik
(secara sentral) misalnya amitriptilin, dan obat penenang minor misalnya
diazepam, klordiasepoksid.
Obat-obat

kausal

misalnya

anti

tuberkulosis.

antibiotika

untuk

spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya khimopapain, kolagenase (untuk


HNP).

Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta
traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
Terapi operatif
Pada dasarnya, terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan
konservatif tidak memberikan hasil yang nyata. atau terhadap kasus fraktur
yang

langsung

mengakibatkan

defisit

neurologik.

Yang

terakhir

ini

memerlukan tindakan yang bersifat segera (cito). Defisit neurologik yang dapat
diketahui adalah gangguan fungsi otonom dan paraplegia. Pada kasus HNP.
tindakan operatif perlu dikerjakan apabila terapi konservatif tidak membeli
hasil atau kambuh berulang-ulang, atau telah terjadi defisit neurologik.

Rehabilitasl
Rehabilitasi mempunyai makna yang luas apabila ditinjau dari segi
pelaksanaannya. Namun demikian tujuannya hanya satu ialah: mengupayakan
agar penderita dapat segera bekerja seperti semula dan tidak timbul LBP lagi di
kemudian hari.
Pada kasus tertentu, tujuan rehabilitasi tadi teoritis tidak akan tercapai.
maka

tujuannya

"diturunkan" satu

tingkat,

ialah

agar

penderita

tidak
16

menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the
activities oj daily living), misalnya makan, minum, ke kamar mandi, berganti
pakaian dan sebagainya.
Apabila tujuan rehabilitasi kelas dua ini teoritis juga tidak akan tercapai,
maka tujuan rehabilitasi perlu "diturunkan" lagi, ialah agar penderita tidak
mengalami komplikasi yang membahayakan penderita, misalnya pneumonia,
osteoporosis, infeksi saluran kencing dan sebagainya.
Teknik pelaksanaan rehabilitasi akan melibatkan berbagai macam disiplin.
atau dengan perkataan lain rehabilitasi bersifat multidisipliner dan dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor (multifaktorial).

17

CASE REPORT
I. Identitas Pasien :
Nama

: Ny. M

Tempat Tanggal Lahir

: Tulung Agung, 15 Mei 1956

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Tj Lengkong no 14 RT 15/07 Kel. Bidara Cina

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Status

: Menikah

II. Anamnesa :
Keluhan Utama : Sakit pada pinggang kanan menjalar sampai kaki
Keluhan Tambahan : Sulit jika duduk dan jongkok, kalau berjalan sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan merasakan nyeri pinggang sampai tidak bisa berjalan sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan pasien dirasakan sejak 2 bulan yang lalu pada
saat pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Nyerinya menjalar panas dan pegal di bagian
pinggang kebawah. Nyeri dirasakan makin berat bila pasien berjalan jauh ataupun duduk
lama. Pasien belum meminum obat apapun untuk meredakan nyerinya hanya pergi ke panti
pijat dan memakai koyo. Jika istirahat tiduran, sakit berkurang tapi tidak menghilang. Nyeri
juga dirasakan makin berat saat pasien jongkok dan membungkuk.
Ini merupakan hal yang pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien kadang-kadang
mengangkat barang-barang berat. Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat kolesteol disangkal. Riwayat jatuh

18

kurang lebih 2 bulan yang lalu, jatuhnya terduduk sehingga sakit dibagian pinggangnya.
Pasien juga mengalami kelebihan pada berat badannya.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat jatuh terduduk sejak 2 bulan yang lalu

III.Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 130/100 mmHg

Frekuensi Nadi

: 99 x/menit

Frekuensi Pernapasan
Suhu

: 20 x/ menit

: 36.8 oC

Pemeriksaan Umum :
Stigmata

: Tidak ada

Warna Kulit

: sawo matang

Kelenjar Getah Bening : tidak teraba membesar


Pembuluh Darah : bruit arteri Carotis -, kanan=kiri
Pemeriksaan Regional :
Kepala

: tidak ada kelainan

Kalvarium

: tidak ada kelainan

Mata

: tidak ada kelainan

Hidung

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Telinga

: lapang/lapang, sekret -/-, serumen-/-

Oksiput

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada kelainan


19

Toraks

: pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri

Jantung

: bunyi jantung I dan II normal murmur gallop -

Paru-paru

: Vokal fremitus kanan=kiri, sonor kanan=kiri, BND vesikuler, ronki -/wheezing-/-

Abdomen

: perut rata, supel, timpani, asites -, BU + 4 x /menit

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Vesika Urinaria

: tidak ada kelainan

Genitalia Eksterna: tidak ada kelainan


Otot-otot

: tidak ada kelainan

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

Sendi-sendi

: nyeri di bagian pinggang

Gerakan Leher

: tidak ada kelainan

Gerakan Tubuh

: nyeri jika berjalan, duduk, jogkok dan membungkuk

Nyeri Ketok

: tidak ada

Nyeri Sumbu

: ada pada kaki sebelah kanan

Pemeriksaan Neurologi :
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II -/Kernig +/Laseque <70o / >70o

20

Saraf saraf Otak :


N. I

: normosmia

N. II

: visus secara kasar baik, lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.

N. III, IV, VI : ptosis -/-, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -/-, eksoftalmus
-/-, strabismus -/-, deviatio konjugee -/-, diplopia -/-, pupil di tengah, bulat 3
mm/3mm, isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+
N. V

: sensibilitas wajah simetris kanan=kiri, buka-tutup mulut baik, gerakan rahang


baik, refleks kornea +/+, refleks maseter -

N. VII

: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak ada
yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.

N. VIII

: nistagmus -/-, vertigo -, tes gesek jari kanan=kiri, tes rinne: +/+, tes weber:
tidak ada lateralisasi, tes swabach: sama dengan pemeriksa

N. IX, X

: uvula di tengah, arkus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.

N. XI

: angkat bahu baik kanan=kiri, menoleh kanan-kiri baik.

N. XII

: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.

Motorik :
Derajat Kekuatan Otot

: 5555 5555
5555 5555

Tonus Otot

: normotonus

Trofi Otot

: eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal : tidak ada


Koordinasi :
Statis

: sulit dinilai

Dinamis

Tes telunjuk-telunjuk : baik


Tes telunjuk hidung

: baik

Tes tumit lutut

: baik
21

Refleks:
Refleks Tendo :
Biseps

++/++

Triseps

++/++

Knee pes Refleks

-/++

Achilles Pes Refleks

-/++

Refleks Patologis :
Babinski

-/-

Chaddock

-/-

Gordon

-/-

Oppenheim

-/-

Schaeffer

-/-

Hoffman Trommer

-/-

Klonus lutut

-/-

Klonus Kaki

-/-

Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba

kanan=kiri

Rasa Nyeri

kanan=kiri

Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah

: baik

Rasa Sikap

: baik

Tes Patrick

: +/-

Tes Kontra Patrick: +/-

IV. RESUME
22

Anamnesis:
Pasien perempuan umur 48 tahun merasakan nyeri pinggang sebelah kanan sampai tidak
bisa berjalan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya juga merasakan
sakit yang sama sejak 2 bulan pada saat pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Nyerinya
menjalar panas dan pegal di bagian pinggang kebawah. Nyeri dirasakan makin berat bila
pasien berjalan jauh ataupun duduk lama. Pasien belum meminum obat apapun untuk
meredakan nyerinya hanya pergi ke panti pijat dan memakai koyo saja. Jika istirahat tiduran,
sakit berkurang tapi tidak menghilang. Nyeri juga dirasakan makin berat saat pasien jongkok
dan membungkuk.
Ini merupakan hal yang pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien kadang-kadang
mengangkat barang-barang berat. Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat kolesteol disangkal. Riwayat jatuh
kurang lebih 2 bulan yang lalu, jatuhnya terduduk sehingga sakit dibagian pinggangnya. Juga
mengalami lemah dan berat pada kaki sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
kelebihan pada berat badannya..
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 130/100 mmHg

Frekuensi Nadi

: 88 x/menit

Frekuensi Pernapasan
Suhu

: 20 x/ menit

: 36.8 oC

Pemeriksaan Neurologis :
Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk -/Brudzinski I -/Brudzinski II -/Kernig +/23

Laseque <70o / >70o


Refleks Tendon :
Biseps

++/++

Triseps

++/++

Knee pes reflex

++/++

Achilles pes reflex

++/++

-Patrick: +/-Kontrapatrick: +/-Naffzinger: +/-Valsava: +


-Kontra laseque: +

V. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos Lumbosakral AP dan lateral

VI.

Penatalaksanaan:

Rawat inap
Fisioterapi
Bed rest dengan alas keras
Korset
Foto Lumbal
Diet : biasa
IVFD : I RL Kolf + Katesse 3 amp/24 jam
MM/

Mefinal 3x 1 tab
PCT 3 x 1 tab
Myonal 3 x 1 tab
Domperidon 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazol 2x1 tab

VII. Prognosis :
Ad Vitam

: Bonam

Ad Sanationum

: dubia ad Bonam
24

Ad Fungsionum

: dubia ad Bonam

FOLLOW UP
Hari / tanggal : Sabtu/ 17 mei 2014 (PH : 1)
25

S : Masih terasa sakit ketika duduk, pada saat tiduran agak berkurang.
O : Status generalis :
KU : TSS

TD : 140/110 mmHg RR : 20 x/ menit

Kes : CM

N : 80 x/ menit

S : 36,7 oC

Pemeriksaaan Neurologis :
Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk -/Brudzinski I -/Brudzinski II -/Kernig +/Laseque <70o / >70o
Saraf saraf Otak :
N. I

: normosmia

N. II

: visus secara kasar baik, lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.

N. III, IV, VI : ptosis -/-, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -/-,
eksoftalmus -/-, strabismus -/-, deviatio konjugee -/-, diplopia -/-, pupil di
tengah, bulat 3 mm/3mm, isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks
akomodasi +/+, refleks
N. V

: sensibilitas wajah simetris kanan=kiri, buka-tutup mulut baik, gerakan rahang


baik, refleks kornea +/+, refleks maseter +

N. VII

: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.

N. VIII : nistagmus -, tes gesek jari kanan=kiri, tes rinne: +/+, tes weber: tidak ada
lateralisasi, tes swabach: sama dengan pemeriksa
N. IX, X : uvula di tengah, arcus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI

: angkat bahu baik kanan=kiri, menoleh kanan-kiri baik.

26

N. XII

: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.

Motorik :
Derajat Kekuatan Otot

: 5555 5555
5555 5555

Tonus Otot

: normotonus

Trofi Otot

: eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal : tidak ada


Koordinasi :
Statis

: sulit dinilai

Dinamis

Tes telunjuk-telunjuk : baik


Tes telunjuk hidung

: baik

Tes tumit lutut

: baik

Refleks
Refleks Tendo :
Biseps

++/++

Knee pes Refleks

++/++

Triseps

++/++

Achilles Pes Refleks

++/++

Babinski

-/-

Schaeffer

-/-

Chaddock

-/-

Hoffman Trommer

-/-

Gordon

-/-

Klonus lutut

-/-

Oppenheim

-/-

Klonus Kaki

-/-

Refleks Patologis :

Sensibilitas : hipestesia kanan dan kiri


Eksteroseptif :
Rasa Raba

hipestesia tungkai bawah kanan dan kiri

Rasa Nyeri

hipalgesia tungkai bawah kanan dan kiri

Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap

: baik
27

Tes Patrick

: +/-

Tes Kontra Patrick

: +/-

Tes Laboratorium
Hb

15,3 mg/dL

Ht

42,6%

Leukosit

5.000

Trombosit

354.000

A : Diagnosa klinis : Ischialgia


Diagnosa Etiologi : Susp. Spondiloarthritis lumbalis
Diagnosa Topis : L4 - L5
P : Fisioterapi pasif
Bed rest dengan alas keras
Pasang korset
Foto Lumbal:
- Fraktur Kompresi L2
- Spondiloarthritis Lumbalis
Diet: biasa
IVFD : RL I Kolf + Katesse 2 amp/24 jam
MM / Metinal 3x1
Myonal 3x1
Pct 3x1
Domperidon 3x1
Neurodex 1x1
Omeprazole 2x1
Hari / tanggal : Minggu/ 18 Mei 2014 (PH : 2)
S : Masih merasakan nyeri pinggang tetapi mulai berkurang
O : Status generalis :
KU : TSS

TD : 130/100 mmHg RR : 24 x/ menit

Kes : CM

N : 80 x/ menit

S : 36,4 oC
28

Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -

Kernig +/-

Brudzinski II -/-

Laseque <70o / >70o

Saraf saraf Otak :


N. I

: normosmia

N. II

: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.

N. III, IV, VI : ptosis, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -, eksoftalmus -,
strabismus -, deviatio konjugee -, diplopia -, pupil di tengah, bulat 3 mm/3mm,
isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+, refleks siliospinal
+/+.
N. V

: sensibilitas wajah simetris kanan=kiri, buka-tutup mulut baik, gerakan rahang


baik, refleks kornea +/+, refleks maseter -

N. VII

: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.

N. VIII : nistagmus -, tes gesek jari kanan=kiri


N. IX, X : uvula di tengah, arcus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI

: angkat bahu baik kanan=kiri, menoleh kanan-kiri baik.

N. XII

: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.

Motorik :
Derajat Kekuatan Otot

: 5555 5555
5555 5555

Tonus Otot

: normotonus

Trofi Otot

: eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal : tidak ada

29

Koordinasi :
Statis

: sulit dinilai

Dinamis

Tes telunjuk-telunjuk : baik


Tes telunjuk hidung

: baik

Tes tumit lutut

: baik

Refleks
Refleks Tendo :
Biseps

++/++

Knee pes Refleks

++/++

Triseps

++/++

Achilles Pes Refleks

Babinski

-/-

Schaeffer

-/-

Chaddock

-/-

Hoffman Trommer

-/-

Gordon

-/-

Klonus lutut

-/-

Oppenheim

-/-

Klonus Kaki

-/-

++/++

Refleks Patologis :

Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba

kanan=kiri

Rasa Nyeri

kanan=kiri

Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap

: baik

Tes Patrick

: -/-

Tes Kontra Patrick

: -/-

Foto Lumbosakral : Kesan : Spondiloarthritis Lumbalis + fraktur kompresi L2


A : Diagnosa klinis : Ischialgia
Diagnosa Etiologi : spondiloarthritis lumbalis
Diagnosa Topis : L2-L4
P : Diet : biasa
30

Fisioterapi pasif
Bed rest dengan alas keras
IVFD : RL I Kolf
MM / Metinal 3x1
Myonal 3x1
Pct 3x1
Domperidon 3x1
Neurodex 1x1
Omeprazole 2x1
Hari / tanggal : Senin/ 19 Mei 2014 (PH : 3)
S : Sakit sudah berkurang, pada saat akan duduk masih sakit.
O : Status generalis :
KU : TSS

TD : 130/90 mmHg

RR : 24 x/ menit

Kes : CM

N : 72 x/ menit

S : 36,4 oC

Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -

Kernig -/-

Brudzinski II -/-

Laseque <70o / >70o

Saraf saraf Otak :


N. I

: normosmia

N. II

: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.

N. III, IV, VI : ptosis, posisibola mata di tenga kanan=kiri, enoftalmus -, eksoftalmus -,


strabismus -, deviatio konjugee -, diplopia -, pupil di tengah, bulat 3 mm/3mm,
isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+, refleks siliospinal
+/+.

31

N. V

: sensibilitas wajah simetris kanan=kiri, buka-tutup mulut baik, gerakan rahang


baik, refleks kornea +/+, refleks maseter -

N. VII

: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.

N. VIII : nistagmus -, tes gesek jari kanan=kiri


N. IX, X : uvula di tengah, arcus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI

: angkat bahu baik kanan=kiri, menoleh kanan-kiri baik.

N. XII

: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.

Motorik :
Derajat Kekuatan Otot

: 5555 5555
5555 5555

Tonus Otot

: normotonus

Trofi Otot

: eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal : tidak ada


Koordinasi :
Statis

: sulit dinilai

Dinamis

Tes telunjuk-telunjuk : baik


Tes telunjuk hidung

: baik

Tes tumit lutut

: baik

Refleks
Refleks Tendo :
Biseps

++/++

Knee pes Refleks

-/++

Triseps

++/++

Achilles Pes Refleks -/++

Babinski

-/-

Oppenheim

-/-

Chaddock

-/-

Schaeffer

-/-

Gordon

-/-

Hoffman Trommer

-/-

Refleks Patologis :

32

Klonus lutut

-/-

Klonus Kaki

-/-

Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba

kanan=kiri

Rasa Nyeri

kanan=kiri

Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap

: baik

Tes Patrick

: +/-

Tes Kontra Patrick

: +/-

Foto Lumbosakral : Kesan : Spondiloarthritis Lumbalis


A : Diagnosa klinis : Ischialgia dekstra
Diagnosa Etiologi : spondiloarthritis lumbalis + Fraktur kompresi L2
Diagnosa Topis : L4 - L5
P : Diet : biasa
Fisioterapi:
- pasien mengeluh nyeri pinggang
- spasme latissimus dorsi
- gangguan aktivitas fungsional berjalan karena adanya nyeri pinggang
sehubungan dengan LBP ec Spondiloartrosis
Bed rest dengan alas keras
Pasang korset
IVFD : Inject Plug
MM / Metinal 3x1
Myonal 3x1
Pct 3x1
Domperidon 3x1
Neurodex 1x1
Omeprazole 2x1
Counterpain oles pagi dan malam
33

Hari / tanggal : Selasa/ 20 Mei 2014 (PH : 4)


S : sakit pada pinggang kanan ketika berjalan
O : Status generalis :
KU : TSS

TD : 130/90 mmHg

RR : 20x/ menit

Kes : CM

N : 72 x/ menit

S : 36,6 oC

Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -

Kernig +/-

Brudzinski II -/-

Laseque <70o / >70o

Saraf saraf Otak :


N. I

: normosmia

N. II

: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.

N. III, IV, VI : ptosis, posisibola mata di tenga kanan=kiri, enoftalmus -, eksoftalmus -,


strabismus -, deviatio konjugee -, diplopia -, pupil di tengah, bulat 3 mm/3mm,
isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+, refleks siliospinal
+/+.
N. V

: sensibilitas wajah simetris kanan=kiri, buka-tutup mulut baik, gerakan rahang


baik, refleks kornea +/+, refleks maseter -

N. VII

: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.

N. VIII : nistagmus -, tes gesek jari kanan=kiri


N. IX, X : uvula di tengah, arcus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI

: angkat bahu baik kanan=kiri, menoleh kanan-kiri baik.

N. XII

: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.

34

Motorik :
Derajat Kekuatan Otot

: 5555 5555
5555 5555

Tonus Otot

: normotonus

Trofi Otot

: eutrofi

Gerakan Spontan Abnormal : tidak ada


Koordinasi :
Statis

: sulit dinilai

Dinamis

Tes telunjuk-telunjuk : baik


Tes telunjuk hidung

: baik

Tes tumit lutut

: baik

Refleks
Refleks Tendo :
Biseps

++/++

Knee pes Refleks

++/++

Triseps

++/++

Achilles Pes Refleks

Babinski

-/-

Schaeffer

-/-

Chaddock

-/-

Hoffman Trommer

-/-

Gordon

-/-

Klonus lutut

-/-

Oppenheim

-/-

Klonus Kaki

-/-

++/++

Refleks Patologis :

Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba

kanan=kiri

Rasa Nyeri

kanan=kiri

Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap

: baik

35

Tes Patrick

: +/-

Tes Kontra Patrick

: +/-

A : Diagnosa klinis : Ischialgia dekstra


Diagnosa Etiologi : Spondiloarthritis lumbal + fraktur kompresi L2
Diagnosa Topis : L2-L4
P : Diet : biasa
Fisioterapi
Bed rest dengan alas keras
IVFD : MM / Metinal 3x1 tab
Myonal 3x1 tab
Pct 3x1 tab
Domperidon 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazole 2x1 tab
Counterpain oles pagi dan malam

ANALISIS KASUS
Seorang wanita berusia 48 tahun dirawat di RSU FK UKI dengan:
- Diagnosis Klinis: Low Back Pain
- Diagnosis Etiologis: Spondiloarthritis Lumbalis + Fraktur Kompresi L2
- Diagnosis Topis: Lumbal L2-L4
Hal ini bisa disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien seorang perempuan 48 tahun masuk + LBP.
Kurang lebih 2 bulan SMRS pasien mengeluh sakit pada pinggang belakang kanan menjalar
sampai kaki, seperti ditusuk-tusuk dan panas, terus menerus. Keluhan membuat aktivitas pasien
36

terbatas karena pasien merasa nyeri saat berjalan. Sakit bertambah parah ketika pasien
berjongkok ketika ingin buang air kecil dan bila pasien berjalan jauh. Jika istirahat tiduran sakit
berkurang tapi tidak menghilang.
Kurang lebih lebih 2 hari SMRS keluhan pasien semakin bertambah sakit sehingga pasien sulit
berjalan. Semakin bertambah ketika pasien mengangkat beban berat ketika bersih-bersih rumah.
Pasien sudah pernah berobat ke panti pijat dan sudah memakai koyo untuk mengurangi rasa sakit
di pinggang. Awalnya 2 bulan yang lalu pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Setelah itu
pasien merasa nyeri dipinggang bagian kanannya. Setelah itu pasien pergi ke panti pijat dan
memakai koyo untuk mengurangi rasa sakitnya namun tidak membantu.
Anamnesis:
- Keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang kanan yang menjalar sampai paha
- Keluhan tersebut dirasakan pasien hingga sulit beraktivitas
Karena keluhan ini pasien sering tidak berjalan dan jongkok, akan terasa lebih enak ketika
tiduran, jika duduk terlalu lama terasa pegal dan nyeri di punggung sampai ke paha.

Pemeriksaan Fisik:
- Pemeriksaan Neurologi:
-Laseque: <70/>70
-Patrick: +/-Kontrapatrick: +/-Naffzinger: +/-Valsava: +
-Kontra laseque: +
-Pemeriksaan Lab:
Tidak ditemukan kelainan
- Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan foto lumbosakral dan ditemukan spondiloarthritis lumbalis dan
fraktur kompresi L2.

37

Penatalaksanaan:
- Simpotmatis: memberi obat anti nyeri seperti katesse, myonal, dan vitamin untuk saraf
- Fisioterapi dan pasien dianjurkan rutin melakukan fisioterapi
Prognosis:
- Kelangsungan hidup bisa baik, dikarenakan LBP tidak mengancam nyawa
- Untuk kekambuhan, bisa berulang karena bila tidak rutin melakukan fisioterapi keluhan akan
muncul kembali
- Untuk Fungsinya dapat baik bila pengobatan dan fisioterapi rutin dilakukan

KESIMPULAN
LBP merupakan suatu gejala klinis yang sering ditemukan sehari-hari. Hal ini
dikarenakan faktor resiko dari LBP merupakan faktor resiko yang biasa kita lakukan sehari-hari.
Dalam kasus faktor resiko yang ditemukan adalah umur, obesitas, sering mengangkat beban
berat, dan juga mempunyai riwayat trauma 2 bulan yang lalu.
Penyebab dari LBP pada kasus ini yang terutama adalah spondiloarthritis lumbal dan
fraktur kompresi L 2. Sehingga dalam menangani kasus pasien, dokter harus memperbaiki
etiologi dari kasus pasien ini. Penatalaksanaan yang tepat diperoleh dari diagnosis yang tepat
pula. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat menunjang diagnosis agar
dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat pada pasien.
Pengobatan LPB pada pasien ini berputar pada pemilihan cara pengobatan yang merubah
perjalan penyakit, karena bila tidak demikian, maka terapi hanya dianggap sementara dan juga
38

pemilihan antara terapi konservatif atau operatif memerlukan suatu pertimbangan yang matang
dan tepat dari hasil yang menyeluruh baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Lumbantobing. S. M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, 2004

2.

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta, Dian Rakyat, 1988

3.

Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta,


EGC,1996

4.

Yokochi. Color Atlas of Anatomy. Baltimore, Lippincott Williams & Willkins,

5.

Haerer. DeJongs The Neurologv Examination. Mississippi, J.B. Lippincott Company,


1992 :

6.

Snell, Richard. Neuroanatomi Klinik. Jakarta, EGC, 2002

7.

Wahjoeprahmono, Eka. Kegawatdaruratan Saraf dan Bedah Saraf. Jakarta, Fakultas

Kedokteran Universitas Pelita Harapan, 2004


8.

Price, Sylvia. Patofisiologi. Jakarta, EGC, 2006


39

40

Anda mungkin juga menyukai