Disusun Oleh:
Wulan Pingkan Sigit
1061050100
Pembimbing:
dr. Chyntia Sahetaphy, Sp.S
DEFINISI
Nyeri Pinggang bawah atau Low Back Pain (LBP), merupakan nyeri yang
dirasakan pada pinggang belakang yang dapat berasal dari spinal, otot-otot, saraf atau
struktur lain yang berada pada daerah itu. Juga dapat merupakan nyeri yang berasal dari
area lain seperti pinggang tengah atau punggung atas, hernia atau dapat berasal dari testis
atau ovarium.
Low back pain (seringkali disebut lumbago) merupakan gejala yang umum akibat
kelainan muskuloskeletal atau kelainan yang melibatkan vertebrae lumbal.
II.
ETIOLOGI
Faktor Resiko:
Usia lebih dari 30 tahun
Hamil
Stress atau depresi
Ambang rangsang nyeri yang rendah
Artritis atau osteoporosis
Merokok, tidak olahraga atau berat badan lebih
Pekerjaan angkat berat, getaran yang melibatkan seluruh tubuh (supir truk)
Penyebab :
Mekanik:
o
Apophyseal osteoarthritis
Degenerative Discs
Scheuermann's kyphosis
Spinal stenosis
Spondylolisthesis
Fraktur
Inflamasi:
o
Rheumatoid arthritis
Neoplasma:
o
Metabolik:
o
Fraktur Osteoporosis
Osteomalacia
Ochronosis
Chondrocalcinosis
Psychosomatic
o
Penyakit Paget
Referred pain:
o
Kanker Prostat
Posture
Depressi
oxygen deprivation
III. PATOFISIOLOGI
Mekanisme patofisologi LBP cukup kompleks dan melibatkan banyak faktor dan
elemen dari vertebra lumbal (tulang, ligamen, tendo, diskus dan otot). Banyak dari
komponen ini memiliki inervasi sensorik yang dapat memberikan sinyal sebagai respon
kerusakan jaringan. Penyebab yang lain yaitu sciatica yang merupakan neuropati.
Secara
biomekanik,
pergerakan
vertebrae
lumbal
merupakan
pergerakan
keseluruhan dari bagian vertebrae, dengan 80-90% fleksi/ekstensi lumbal terdapat pada
diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1. Posisi vertebrae lumbal yang beresiko
menimbulkan LBP adalah fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban berat dengan
tangan yang lurus. Adanya tahanan yang berat dengan durasi yang pendek dapat ditahan
oleh serat kolagen annulus pada diskus. adanya tahanan dalam waktu yang lama
mengakibatkan tekanan pada annulus fibrosus dan meningkatkan tekanan pada endplates.
Jika annulus dan endplate saling menyentuh, mengakibatkan paksaan pada diskus secara
adekuat. Bagaimanapun juga, adanya kompresi paksaan terhadap otot dapat kombinasi
dengan paksaan pada diskus meningkatkan tekanan intradiskus yang dapat mengakibatkan
bertambahnya beban serat-serat annulus.
Jika terjadinya kompresi pada diskus pada keadaan fleksi (misalnya pada posisi
mengangkat) mengakibatkan resiko pada diskus yaitu robeknya annulus dan diskus
internal. Adanya paksaan torsi pada diskus dapat mengakibatkan robeknya annulus. Isi dari
annulus fibrosus (Nukleus Pulposus) dapat keluar melalui robekan ini. Serat sentral dari
diskus merupakan area bebas nyeri, sehingga robekan awal tidak terasa sakit.
Penelitian 20 tahun terakhir ini berpendapat bahwa zat-zat kimia dapat berperan
dalam memicu LBP mekanik. Komponen nucleus pulposus, paling banyak enzim
phospholipase A2 (PLA2), diidentifikasi pada materal diskus yang herniasi. PLA2 ini dapat
bekerja secara langsung pada jaringan saraf. Atau dapat mengakibatkan respon inflamasi
kompleks yang dapat bermanifestasi sebagai LBP.
Glutamat, merupakan neurotransmitter eksitatorik, diidentifikasikan pada diskus
proteoglycan yang degenerasi dan tersebar pada ganglion dorsalis, yang mr,pengaruhi
reseptor glutamat.Substans P (pain/nyeri) terdapat pada neuron afferen termasuk ganglion
dorsalis dan dilepaskan sebagai respon terhadap stimulus, seperti getaran dan kompresi
mekanik dari saraf. Konsep degeneratif biomekanikal spinal telah banyak diterima. Konsep
ini berpendapat bahwa hancurnya serat annulus memungkinkan PLA2 dan glutamat masuk
ke ruang epidural, dan menyebar ke ganglion dorsalis. Vertebrae dan segmen diskus yang
lemah menjadi lebih peka terhadap getaran dan beban fisik yang berat, karena kompresi
ganglion dorsalis dan stimulasi pelepasan substansi P. Substansi P menstumulasi pelepasan
histamin dan leukotrien, yang mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf. Saraf-saraf
4
menjadi lebih sensitif terhadap stimulasi mekanik dan dapat menyebabkan iskemia, yang
mengakibatkan datangnya sel-sel PMN dan monosit ke daerah diskus yang mengalami
degenerasi dan mengakibatkan lebih banyak sakit.
IV. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan anamnesis.
pemeriksaan umum. pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang. Demikian juga
untuk LBP, walaupun LBP itu bukan suatu penyakit melainkan sekedar suatu gejala
suatu perubahan patologik tertentu. Dengan demikian diagnosis LBP di sini
mempunyai kaitan pengertian sebagai diagnosis etiologik.
Meskipun sudah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, diagnosis etiologik belum
dapat dipastikan dan kepastian diagnosis baru diperoleh sesudah dilakukan
pembedahan dan atau pemeriksaan patologik-anatomik.
1. Anamnesis
Mengingat struktur punggung bawah yang sangat berdekatan dengan organ lain
yang terletak di dalam rongga perut serta rongga pelvis dan juga mengingat banyaknya
faktor penyebab LBP, maka anamnesis terhadap setiap keluhan LBP akan merupakan
sederetan daftar pertanyaan yang harus diajukan kepada penderita atau pengantarya.
Daftar pertanyaan tersebut dalam bentuk daftar periksa (check-list). diharapkan akan
dapat mengurangi adanya kemungkinan hal-hal yang terlewatkan dalam anamnesis
(lihat daftar).
Daftar pertanyaan tersebut di atas masih belum cukup. karena masih harus
dilengkapi dengan pertanyaan lebih lanjut yang lebih rinci atau lebih mengarah.
Penjelasan tentang anamnesis selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kesan selayang pandang sebelum dan selama melakukan anamnesis dapat
membantu pemeriksaan klinik. Sejak penderita masuk ruang pemeriksaan. kita
dapat mengamati tentang cara atau gaya berjalan penderita, ekspresi wajahnya,
sikap tubuh waktu akan dan sedang duduk. cara berbicara dan sebagainya.
Masing-masing mempunyai makna diagnostik sendiri.
Ya
Tidak
5
Letak atau lokasi nyeri; dalam hal ini penderita sekaligus diminta untuk
menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya atau penderita memberi
keterangan yang terinci sehingga letak nyeri dapat diketahui secara
cermat.
b.
Penyebaran nyeri; dalam hal ini perlu sekali dibedakan apakah nyeri tadi
6
Sifat nyeri; biasanya penderita akan mengutarakan sifat nyeri ini dalam
bahasa atau istilah mereka sehari-hari, misalnya seperti ditusuk-tusuk atau
seperti disayat, mendenyut seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng
yang terus menerus dan sebagainya.
d.
e.
Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh; ini erat kaitannya dengan
aktivitas tubuh. Perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat meredakan
rasa nyeri, dan posisi yang bagaimana pula dapat memperberat rasa nyeri.
f.
g.
justru menyelinap sehingga penderita tidak tahu secara pasti kapan rasa
tidak enak sampai rasa nyeri tadi mulai timbul. Juga perlu ditanyakan
apakah nyeri tadi bersifat menetap atau hilang-timbul, makin lama makin
nyeri dan sebagainya.
h.
Obat-obat
analgetika
yang
pernah
diminum;
sedapat
mungkin
menelusuri jenis analgetika apa saja yang pernah diminum, berapa lama
telah minum obat tadi dan apakah sekiranya tertolong dengan obat tadi.
Dalam hubungan ini ada kaitan arti dengan intensitas dan lamanya nyeri
yang diderita.
i. Kemungkinan adanya proses keganasan; cukup banyak variasi pertanyaan
yang dapat diajukan untuk menelusuri kemungkinan adanya keganasan.
Riwayat operasi tumor atau masih adanya tumor di bagian lain, riwayat terapi
radiasi, penurunan berat badan secara drastis, perdarahan melalui anus atau
vagina dan sebagainya menunjukkan kemungkinan adanya proses keganasan.
j. Riwayat menstruasi; hal ini sering terlupakan dalam anamnesis.
Ada wanita tertentu yang setiap kali mengalami menstruasi maka dia juga
sekaligus mengalami LBP yang cukup mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Hamil muda, dalam trimester pertama, khususnya bagi wanita yang
mempunyai uterus dengan posisi retrofleksi dapat mengalami LBP yang berat.
Di samping riwayat menstruasi ini, perlu ditanyakan perihal riwayat penyakit
ginekologik lainnya, terutama kemungkinan adanya adneksitis dupleks
kronis.
k. Kondisi
mental/emosional;
adalah
tidak
cukup
apabila
melakukan
satu kali saja. Anamnesis berikutnya dapat dan bahkan perlu dilakukan pada
saat sedang memeriksa fisik. Dan pemeriksaan fisik bisa jadi akan diulang
atau diintensifkan pada pemeriksaan tertentu setelah mendengar jawaban
penderita yang terakhir.
2. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum ini sudah dimulai pada saat penderita masuk ruang
pemeriksaan
(lihat:
kesan
selayang
pandang
pada
anamnesis).
Setelah
Perlu
dicari
kemungkinan
adanya
atrofi
otot,
fasikulasi,
pem-
Palpasi dan perkusi harus dilakukan dengan hati-hati atau secara halus.
Apabila dilakukan secara kasar maka penderita justru akan memberi
reaksi
menolak
atau
melawan
sehingga
pada
akhirnya
akan
9
tanda
vital
(vital
sign),
dilengkapi
dengan
Kekuatan: fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah kaki, ibu jari
dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan fleksi
dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.
Atrofi otot: perhatikan adanya atrofi otot, bila kurang jelas maka dapat
mempergunakan meteran kain untuk mengukur lingkaran daerah
tertentu dengan patokan tertentu misalnya maleolus atau kaput fibula
dan hasilnya dibandingkan antara yang kiri dan yang kanan.
a. Pungsi lumbal
Dengan pungsi lumbal maka dapat diketahui warna cairan serebrospinal (jernih
air, kekuningan/xantokrom, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran
cairan serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel, kadar protein. NaCI
dan glukosa. Untuk menentukan ada tidaknya sumbatan aliran cairan serebrospinal. maka dilakukan percobaan Queckenstedt. yaitu pada waktu
dilakukan pungsi lumbal diperhatikan kecepatan tetesannya. kemudian kedua
vena Jugularis ditekan dan diperhatikan perubahan kecepatan tetesannya. Bila
bertambah cepat dengan segera. dan waktu tekanan dilepas kecepatan tetesan
kembali seperti semula berarti tidak ada sumbatan. Bila kecepatan bertambah
dan kembalinya terjadi secara perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total
(parsial). Bila tidak ada perubahan atau makin lambat tetesannya berarti ada
sumbatan total.
b. Foto Rontgen
Dengan foto Rontgen polos (dari depan. Samping, dan serong atau oblique)
dapat diidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra, arkus atau prosesus
spinosus;
kemudian
juga
dapat
dilihat
adanya
dislokasi
vertebra,
c. Elektroneuromiografi (ENMG)
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya fibrilasi, serta dapat pula dihitung
kecepatan hantar saraf tepi dan latensi distal. Juga dapat diketahui adanya
serabut otot yang mengalami kelainan. Tujuan pemertiksaan ENMG ini adalah
untuk mengetahui radiks mana yang terkena, atau apakah justru terlihat adanya
polineuropati.
d. Sken tomografik
Dengan sken seluruh badan dapat dilihat gambar vertebra dan Jaringan di
sekitarnya termasuk diskus intervertebralis. Dengan alat ini dapat dilihat adanya
HNP, neoplasma, penyempitan kanalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan
vertebra.
V.
DIAGNOSIS BANDING
Achilles Tendon Injuries and Tendonitis
Nyeri panggul
14
VI. PENATALAKSANAAN
Oleh karena penyebab LBP sangat beraneka ragam maka tatalaksananya juga
bervariasi. Namun demikian. pada dasarnya dikenai dua tahapan terapi LBP:
konservatif dan operatif. Kedua tahapan terapi tadi mempunyai kesamaan tujuan yaitu
rehabilitasi.
Terapi konservatlf
Cara konservatif ini meliputi tirah baring (bed rest), medikamentosa dan
fisioterapi.
Tirah Baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per; dengan
demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan kemudian ditutup
dengan lembar busa tipis.
Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri bawah mekanik akut, fraktur
dan HNP. Pada HNP sikap terbaring paling baik ialah dalam posisi setengah
duduk di mana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut.
Lama tirah baling bargantung pada berat-ringannya gangguan yang dirasakan
penderita. Trauma mekanik akut tidak perlu lama berbaring, sedang HNP
memerlukan waktu yang lebih lama, dan yang paling lama adalah kasus fraktur.
Setelah tirah baling dianggap cukup, maka dapat dilakukan latihan tertentu, atau
terlebih dahulu dipasang korset. Tujuan latihan ini adalah untuk mencegah
terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi otot-otot.
Medikamentosa
15
Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP ini, lalah obat yang bersifat
simtomatik dan yang bersifat kausal. Obat-obat simtomatik antara lain
analgetika (salisilat, parasetamol, dll.), kortikosteroid (prednison, prednisolon),
anti-inflamasi non-steroid (AINS) misalnya piroksikam, antidepresan trisiklik
(secara sentral) misalnya amitriptilin, dan obat penenang minor misalnya
diazepam, klordiasepoksid.
Obat-obat
kausal
misalnya
anti
tuberkulosis.
antibiotika
untuk
Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta
traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
Terapi operatif
Pada dasarnya, terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan
konservatif tidak memberikan hasil yang nyata. atau terhadap kasus fraktur
yang
langsung
mengakibatkan
defisit
neurologik.
Yang
terakhir
ini
memerlukan tindakan yang bersifat segera (cito). Defisit neurologik yang dapat
diketahui adalah gangguan fungsi otonom dan paraplegia. Pada kasus HNP.
tindakan operatif perlu dikerjakan apabila terapi konservatif tidak membeli
hasil atau kambuh berulang-ulang, atau telah terjadi defisit neurologik.
Rehabilitasl
Rehabilitasi mempunyai makna yang luas apabila ditinjau dari segi
pelaksanaannya. Namun demikian tujuannya hanya satu ialah: mengupayakan
agar penderita dapat segera bekerja seperti semula dan tidak timbul LBP lagi di
kemudian hari.
Pada kasus tertentu, tujuan rehabilitasi tadi teoritis tidak akan tercapai.
maka
tujuannya
"diturunkan" satu
tingkat,
ialah
agar
penderita
tidak
16
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the
activities oj daily living), misalnya makan, minum, ke kamar mandi, berganti
pakaian dan sebagainya.
Apabila tujuan rehabilitasi kelas dua ini teoritis juga tidak akan tercapai,
maka tujuan rehabilitasi perlu "diturunkan" lagi, ialah agar penderita tidak
mengalami komplikasi yang membahayakan penderita, misalnya pneumonia,
osteoporosis, infeksi saluran kencing dan sebagainya.
Teknik pelaksanaan rehabilitasi akan melibatkan berbagai macam disiplin.
atau dengan perkataan lain rehabilitasi bersifat multidisipliner dan dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor (multifaktorial).
17
CASE REPORT
I. Identitas Pasien :
Nama
: Ny. M
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Status
: Menikah
II. Anamnesa :
Keluhan Utama : Sakit pada pinggang kanan menjalar sampai kaki
Keluhan Tambahan : Sulit jika duduk dan jongkok, kalau berjalan sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan merasakan nyeri pinggang sampai tidak bisa berjalan sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan pasien dirasakan sejak 2 bulan yang lalu pada
saat pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Nyerinya menjalar panas dan pegal di bagian
pinggang kebawah. Nyeri dirasakan makin berat bila pasien berjalan jauh ataupun duduk
lama. Pasien belum meminum obat apapun untuk meredakan nyerinya hanya pergi ke panti
pijat dan memakai koyo. Jika istirahat tiduran, sakit berkurang tapi tidak menghilang. Nyeri
juga dirasakan makin berat saat pasien jongkok dan membungkuk.
Ini merupakan hal yang pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien kadang-kadang
mengangkat barang-barang berat. Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat kolesteol disangkal. Riwayat jatuh
18
kurang lebih 2 bulan yang lalu, jatuhnya terduduk sehingga sakit dibagian pinggangnya.
Pasien juga mengalami kelebihan pada berat badannya.
III.Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 130/100 mmHg
Frekuensi Nadi
: 99 x/menit
Frekuensi Pernapasan
Suhu
: 20 x/ menit
: 36.8 oC
Pemeriksaan Umum :
Stigmata
: Tidak ada
Warna Kulit
: sawo matang
Kalvarium
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Oksiput
Leher
Toraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Vesika Urinaria
Ekstremitas
Sendi-sendi
Gerakan Leher
Gerakan Tubuh
Nyeri Ketok
: tidak ada
Nyeri Sumbu
Pemeriksaan Neurologi :
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II -/Kernig +/Laseque <70o / >70o
20
: normosmia
N. II
: visus secara kasar baik, lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.
N. III, IV, VI : ptosis -/-, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -/-, eksoftalmus
-/-, strabismus -/-, deviatio konjugee -/-, diplopia -/-, pupil di tengah, bulat 3
mm/3mm, isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+
N. V
N. VII
: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak ada
yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.
N. VIII
: nistagmus -/-, vertigo -, tes gesek jari kanan=kiri, tes rinne: +/+, tes weber:
tidak ada lateralisasi, tes swabach: sama dengan pemeriksa
N. IX, X
: uvula di tengah, arkus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI
N. XII
: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.
Motorik :
Derajat Kekuatan Otot
: 5555 5555
5555 5555
Tonus Otot
: normotonus
Trofi Otot
: eutrofi
: sulit dinilai
Dinamis
: baik
: baik
21
Refleks:
Refleks Tendo :
Biseps
++/++
Triseps
++/++
-/++
-/++
Refleks Patologis :
Babinski
-/-
Chaddock
-/-
Gordon
-/-
Oppenheim
-/-
Schaeffer
-/-
Hoffman Trommer
-/-
Klonus lutut
-/-
Klonus Kaki
-/-
Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba
kanan=kiri
Rasa Nyeri
kanan=kiri
Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah
: baik
Rasa Sikap
: baik
Tes Patrick
: +/-
IV. RESUME
22
Anamnesis:
Pasien perempuan umur 48 tahun merasakan nyeri pinggang sebelah kanan sampai tidak
bisa berjalan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya juga merasakan
sakit yang sama sejak 2 bulan pada saat pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Nyerinya
menjalar panas dan pegal di bagian pinggang kebawah. Nyeri dirasakan makin berat bila
pasien berjalan jauh ataupun duduk lama. Pasien belum meminum obat apapun untuk
meredakan nyerinya hanya pergi ke panti pijat dan memakai koyo saja. Jika istirahat tiduran,
sakit berkurang tapi tidak menghilang. Nyeri juga dirasakan makin berat saat pasien jongkok
dan membungkuk.
Ini merupakan hal yang pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien kadang-kadang
mengangkat barang-barang berat. Buang air kecil biasa, buang air besar biasa. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat kolesteol disangkal. Riwayat jatuh
kurang lebih 2 bulan yang lalu, jatuhnya terduduk sehingga sakit dibagian pinggangnya. Juga
mengalami lemah dan berat pada kaki sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
kelebihan pada berat badannya..
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 130/100 mmHg
Frekuensi Nadi
: 88 x/menit
Frekuensi Pernapasan
Suhu
: 20 x/ menit
: 36.8 oC
Pemeriksaan Neurologis :
Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk -/Brudzinski I -/Brudzinski II -/Kernig +/23
++/++
Triseps
++/++
++/++
++/++
V. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos Lumbosakral AP dan lateral
VI.
Penatalaksanaan:
Rawat inap
Fisioterapi
Bed rest dengan alas keras
Korset
Foto Lumbal
Diet : biasa
IVFD : I RL Kolf + Katesse 3 amp/24 jam
MM/
Mefinal 3x 1 tab
PCT 3 x 1 tab
Myonal 3 x 1 tab
Domperidon 3x1 tab
Neurodex 1x1 tab
Omeprazol 2x1 tab
VII. Prognosis :
Ad Vitam
: Bonam
Ad Sanationum
: dubia ad Bonam
24
Ad Fungsionum
: dubia ad Bonam
FOLLOW UP
Hari / tanggal : Sabtu/ 17 mei 2014 (PH : 1)
25
S : Masih terasa sakit ketika duduk, pada saat tiduran agak berkurang.
O : Status generalis :
KU : TSS
Kes : CM
N : 80 x/ menit
S : 36,7 oC
Pemeriksaaan Neurologis :
Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk -/Brudzinski I -/Brudzinski II -/Kernig +/Laseque <70o / >70o
Saraf saraf Otak :
N. I
: normosmia
N. II
: visus secara kasar baik, lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.
N. III, IV, VI : ptosis -/-, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -/-,
eksoftalmus -/-, strabismus -/-, deviatio konjugee -/-, diplopia -/-, pupil di
tengah, bulat 3 mm/3mm, isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks
akomodasi +/+, refleks
N. V
N. VII
: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.
N. VIII : nistagmus -, tes gesek jari kanan=kiri, tes rinne: +/+, tes weber: tidak ada
lateralisasi, tes swabach: sama dengan pemeriksa
N. IX, X : uvula di tengah, arcus faring simetris, palatum molle intak, refleks faring +,
refleks muntah +, refleks okulokardiak +, refleks sinus karotikus +.
N. XI
26
N. XII
: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.
Motorik :
Derajat Kekuatan Otot
: 5555 5555
5555 5555
Tonus Otot
: normotonus
Trofi Otot
: eutrofi
: sulit dinilai
Dinamis
: baik
: baik
Refleks
Refleks Tendo :
Biseps
++/++
++/++
Triseps
++/++
++/++
Babinski
-/-
Schaeffer
-/-
Chaddock
-/-
Hoffman Trommer
-/-
Gordon
-/-
Klonus lutut
-/-
Oppenheim
-/-
Klonus Kaki
-/-
Refleks Patologis :
Rasa Nyeri
Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap
: baik
27
Tes Patrick
: +/-
: +/-
Tes Laboratorium
Hb
15,3 mg/dL
Ht
42,6%
Leukosit
5.000
Trombosit
354.000
Kes : CM
N : 80 x/ menit
S : 36,4 oC
28
Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -
Kernig +/-
Brudzinski II -/-
: normosmia
N. II
: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.
N. III, IV, VI : ptosis, posisi bola mata di tengah kanan=kiri, enoftalmus -, eksoftalmus -,
strabismus -, deviatio konjugee -, diplopia -, pupil di tengah, bulat 3 mm/3mm,
isokor, di tengah, RCL+/+ RCTL +/+, refleks akomodasi +/+, refleks siliospinal
+/+.
N. V
N. VII
: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.
N. XII
: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.
Motorik :
Derajat Kekuatan Otot
: 5555 5555
5555 5555
Tonus Otot
: normotonus
Trofi Otot
: eutrofi
29
Koordinasi :
Statis
: sulit dinilai
Dinamis
: baik
: baik
Refleks
Refleks Tendo :
Biseps
++/++
++/++
Triseps
++/++
Babinski
-/-
Schaeffer
-/-
Chaddock
-/-
Hoffman Trommer
-/-
Gordon
-/-
Klonus lutut
-/-
Oppenheim
-/-
Klonus Kaki
-/-
++/++
Refleks Patologis :
Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba
kanan=kiri
Rasa Nyeri
kanan=kiri
Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap
: baik
Tes Patrick
: -/-
: -/-
Fisioterapi pasif
Bed rest dengan alas keras
IVFD : RL I Kolf
MM / Metinal 3x1
Myonal 3x1
Pct 3x1
Domperidon 3x1
Neurodex 1x1
Omeprazole 2x1
Hari / tanggal : Senin/ 19 Mei 2014 (PH : 3)
S : Sakit sudah berkurang, pada saat akan duduk masih sakit.
O : Status generalis :
KU : TSS
TD : 130/90 mmHg
RR : 24 x/ menit
Kes : CM
N : 72 x/ menit
S : 36,4 oC
Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -
Kernig -/-
Brudzinski II -/-
: normosmia
N. II
: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.
31
N. V
N. VII
: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.
N. XII
: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.
Motorik :
Derajat Kekuatan Otot
: 5555 5555
5555 5555
Tonus Otot
: normotonus
Trofi Otot
: eutrofi
: sulit dinilai
Dinamis
: baik
: baik
Refleks
Refleks Tendo :
Biseps
++/++
-/++
Triseps
++/++
Babinski
-/-
Oppenheim
-/-
Chaddock
-/-
Schaeffer
-/-
Gordon
-/-
Hoffman Trommer
-/-
Refleks Patologis :
32
Klonus lutut
-/-
Klonus Kaki
-/-
Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba
kanan=kiri
Rasa Nyeri
kanan=kiri
Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap
: baik
Tes Patrick
: +/-
: +/-
TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/ menit
Kes : CM
N : 72 x/ menit
S : 36,6 oC
Status neurologis :
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk Brudzinski I -
Kernig +/-
Brudzinski II -/-
: normosmia
N. II
: visus secara kasar baik,lihat warna baik, lapangan pandang sama dengan
pemeriksa. Funduskopi tidak dilakukan.
N. VII
: posisi wajah saat istirahat simetris, lagoftalmus -/-, sulcus nasolabialis tidak
ada yang mendatar, angkat alis baik, kerut dahi baik, kembung pipi baik.
N. XII
: posisi lidah dalam mulut baik, atrofi -, fasikulasi -, tremor-, julur lidah baik,
lidah tidak deviasi, tenaga otot lidah kanan=kiri.
34
Motorik :
Derajat Kekuatan Otot
: 5555 5555
5555 5555
Tonus Otot
: normotonus
Trofi Otot
: eutrofi
: sulit dinilai
Dinamis
: baik
: baik
Refleks
Refleks Tendo :
Biseps
++/++
++/++
Triseps
++/++
Babinski
-/-
Schaeffer
-/-
Chaddock
-/-
Hoffman Trommer
-/-
Gordon
-/-
Klonus lutut
-/-
Oppenheim
-/-
Klonus Kaki
-/-
++/++
Refleks Patologis :
Sensibilitas :
Eksteroseptif :
Rasa Raba
kanan=kiri
Rasa Nyeri
kanan=kiri
Propioseptif :
Rasa Gerak dan arah : baik
Rasa Sikap
: baik
35
Tes Patrick
: +/-
: +/-
ANALISIS KASUS
Seorang wanita berusia 48 tahun dirawat di RSU FK UKI dengan:
- Diagnosis Klinis: Low Back Pain
- Diagnosis Etiologis: Spondiloarthritis Lumbalis + Fraktur Kompresi L2
- Diagnosis Topis: Lumbal L2-L4
Hal ini bisa disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien seorang perempuan 48 tahun masuk + LBP.
Kurang lebih 2 bulan SMRS pasien mengeluh sakit pada pinggang belakang kanan menjalar
sampai kaki, seperti ditusuk-tusuk dan panas, terus menerus. Keluhan membuat aktivitas pasien
36
terbatas karena pasien merasa nyeri saat berjalan. Sakit bertambah parah ketika pasien
berjongkok ketika ingin buang air kecil dan bila pasien berjalan jauh. Jika istirahat tiduran sakit
berkurang tapi tidak menghilang.
Kurang lebih lebih 2 hari SMRS keluhan pasien semakin bertambah sakit sehingga pasien sulit
berjalan. Semakin bertambah ketika pasien mengangkat beban berat ketika bersih-bersih rumah.
Pasien sudah pernah berobat ke panti pijat dan sudah memakai koyo untuk mengurangi rasa sakit
di pinggang. Awalnya 2 bulan yang lalu pasien jatuh terduduk karena terpeleset. Setelah itu
pasien merasa nyeri dipinggang bagian kanannya. Setelah itu pasien pergi ke panti pijat dan
memakai koyo untuk mengurangi rasa sakitnya namun tidak membantu.
Anamnesis:
- Keluhan utama pasien adalah nyeri pinggang kanan yang menjalar sampai paha
- Keluhan tersebut dirasakan pasien hingga sulit beraktivitas
Karena keluhan ini pasien sering tidak berjalan dan jongkok, akan terasa lebih enak ketika
tiduran, jika duduk terlalu lama terasa pegal dan nyeri di punggung sampai ke paha.
Pemeriksaan Fisik:
- Pemeriksaan Neurologi:
-Laseque: <70/>70
-Patrick: +/-Kontrapatrick: +/-Naffzinger: +/-Valsava: +
-Kontra laseque: +
-Pemeriksaan Lab:
Tidak ditemukan kelainan
- Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan foto lumbosakral dan ditemukan spondiloarthritis lumbalis dan
fraktur kompresi L2.
37
Penatalaksanaan:
- Simpotmatis: memberi obat anti nyeri seperti katesse, myonal, dan vitamin untuk saraf
- Fisioterapi dan pasien dianjurkan rutin melakukan fisioterapi
Prognosis:
- Kelangsungan hidup bisa baik, dikarenakan LBP tidak mengancam nyawa
- Untuk kekambuhan, bisa berulang karena bila tidak rutin melakukan fisioterapi keluhan akan
muncul kembali
- Untuk Fungsinya dapat baik bila pengobatan dan fisioterapi rutin dilakukan
KESIMPULAN
LBP merupakan suatu gejala klinis yang sering ditemukan sehari-hari. Hal ini
dikarenakan faktor resiko dari LBP merupakan faktor resiko yang biasa kita lakukan sehari-hari.
Dalam kasus faktor resiko yang ditemukan adalah umur, obesitas, sering mengangkat beban
berat, dan juga mempunyai riwayat trauma 2 bulan yang lalu.
Penyebab dari LBP pada kasus ini yang terutama adalah spondiloarthritis lumbal dan
fraktur kompresi L 2. Sehingga dalam menangani kasus pasien, dokter harus memperbaiki
etiologi dari kasus pasien ini. Penatalaksanaan yang tepat diperoleh dari diagnosis yang tepat
pula. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat menunjang diagnosis agar
dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat pada pasien.
Pengobatan LPB pada pasien ini berputar pada pemilihan cara pengobatan yang merubah
perjalan penyakit, karena bila tidak demikian, maka terapi hanya dianggap sementara dan juga
38
pemilihan antara terapi konservatif atau operatif memerlukan suatu pertimbangan yang matang
dan tepat dari hasil yang menyeluruh baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
40