dan
A. ANEURISMA SEREBRAL
Patologi
Arteria intrakranial berbeda dengan dibagian lain tubuh
dimana ia tidak memiliki lamina elastika internal. Juga
selubung
otot tidak sempurna pada daerah
dimana
percabangan penting terbentuk. Ini keadaan yang normal
yang mempertinggi dugaan bahwa aneurisma akan timbul
didaerah kelemahan kongenital pada dinding arteria.
Lokasi terpenting adalah:
1. Sekitar arteria komunikating anterior
2. Arteria karotid internal pada hubungannya dengan
arteria komunikating posterior atau pada ujungnya
3. Cabang-cabang utama arteria serebral media
4. Sirkulasi posterior pada akhir dari arteria basiler
atau pada asal arteria serebelar posterior inferior
dari arteria vertebral.
Hipertensi sistemik dan ateroma merupakan katalis untuk
terjadinya aneurisma yang bisa sakuler dan dapat pula
multilokuler. Diameter kurang dari 4 mm jarang ruptur,
namun bila ia tumbuh membesar akan berakibat kerusakan
endotelial baik karena arus turbulen didalamnya ataupun
akibat trombus mural, merupakan predisposisi untuk
ruptur. Penyebab yang jarang dari aneurisma serebral
adalah:
1. Endokarditis bakterial subakut (aneurisma mikotik)
2. Cedera penetrating otak
30% pasien dengan perdarahan akibat aneurisma, pada
pemeriksaan menunjukkan aneurisma multipel.
Epidemiologi
Ruptur aneurisma serebral adalah jarang, 5 per 100.000
pertahun. Lebih dari setengahnya adalah hipertensif dan
kebanyakan adalah pada kelompok usia 45-60. Umumnya
predominan pada wanita. Perdarahan dapat terjadi setiap
saat dan tidak perlu tergantung pada keadaan fisik atau
mental yang diperkirakan merubah tekanan intrakranial
atau aliran darah serebral. Karenanya perdarahan dapat
terjadi saat tidur.
Gambaran klinis aneurisma serebral
Kebanyakan pasien tampil dengan PSA seperti dijelaskan
diatas. Pada keadaan yang jarang, aneurisma dapat
membesar mencapai ukuran besar tanpa ruptur dan tampil
dengan epilepsi atau dengan tanda-tanda kompresi lokal
serebral. Pembesaran aneurisma arteria komunikating
posterior
mungkin menekan saraf okulomotor.
Bila
aneurisma tidak ruptur selama pembesarannya, pasien
tampil dengan palsi saraf ketiga yang nyeri yang timbul
mendadak.
Ruptur aneurisma serebral yang tidak ditindak
(dosis
Ekspansi Volume
ADS menurun secara bertahap selama minggu pertama
setelah PSA dan mencapai titik rendah selama minggu
kedua sebelum naik menuju normal. Selain vasospasme
adalah penyebab primer pengurangan progresif aliran
darah, pengurangan volume darah sirkulasi tampaknya
juga
berperan atas efek ini. Maroon dan
Nelson
membuktikan pengurangan baik volume darah dan massa sel
darah merah pada pasien PSA. Sebab pengurangan volume
darah sirkulasi diantaranya 'cerebral salt-wasting',
diuresis saat istirahat baring terlentang, penurunan
eritropoiesis, kehilangan darah iatrogenik, atau hiperaktifitas simpatetik.
Untuk mengatasi hipervolemia yang mengikuti PSA,
terapi cairan adalah komponen kunci dari tindakan
pencegahan. Koloid, umumnya albumin 5 %, diberikan 250
ml dua hingga tiga kali sehari (pada pasien tanpa
disfungsi kardiak atau edema paru-paru) atau dititrasi
untuk mempertahankan CVP 5-10 torr, atau tekanan baji
kapiler pulmoner 12-15 torr.
Hipervolemik Hemodilusi dan Hipertensi Arterial
(Terapi Tripel-H)
Pengurangan ADS akibat vasospasme serebral bersamaan
dengan gangguan autoregulasi serebral. Dalam lingkungan
fisiologis ini, induksi hipertensi arterial menyebabkan
peninggian ADS. Dibuktikan bahwa hipertensi arterial
memperbaiki defisit neurologis iskemik.
Muizelaar,
Becker dan Rosentein membuktikan tindakan hipertensif
akan memperbaiki ADS. Kosnik dan Hunt
melaporkan
perbaikan defisit iskemik tunda (delayed) pada pasien
vasospasme yang diinduksi hipertensi arterial yang
dikombinasi dengan vipervolemia. Kassel menganjurkan
ekspansi volume agresif dan induksi hipertensi sangat
agresif (sering tekanan sistolik lebih dari 200mmHg)
dan menemukan perbaikan neurologis pada 74 % pasien.
Hemodilusi saja terbukti menurunkan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah didaerah yang hipoperfusi. Hemodilusi hampir selalu didapat dari ekspansi
volume yang agresif memakai infus koloid, dan hanya
beberapa peneliti yang menganjurkan flebotomi untuk
merendahkan hematokrit. Umumnya disepakati bahwa hematokrit optimal untuk menurunkan viskositas darah tanpa
sangat mengurangi kapasitas angkut oksigen dari darah
adalah sekitar 35 %.
Sebagai tindakan pertama pada terapi tripel-H,
tekanan vena sentral atau kateter PA diinsersikan untuk
pemantauan
hemodinamik. Ekspansi volume
dilakukan
dengan tujuan mendapatkan tekanan vena sentral sekitar
10mmHg, atau tekanan baji arteria pulmoner sekitar
15mmHg. Albumin 5 % adalah cairan terpilih. Infus
koloid
umumnya menurunkan hematokrit, dan
jarang
memerlukan
flebotomi untuk mendapatkan
hematokrit
sekitar
35 %. Pada pasien anemik
mungkin
perlu
menginfuskan packed RBC sebagai komponen pengekspansi
volume untuk mendapatkan hematokrit yang diinginkan.
Tekanan darah sistemik sering meninggi karena ekspansi
volume, dan ini dapat dipacu dengan penghentian agen
antihipertensif. Pada beberapa kasus terapi presor
diperlukan. Dopamin adalah agen yang pertama digunakan,
namun terkadang walau pada dosis besar tak dapat
menghasilkan tekanan darah yang dikehendaki. Dalam hal
ini digunakan fenilefrin. Bila dilakukan bersama dengan
hipervolemia,
fenilefrin
sangat
efektif
untuk
menginduksi hipertensi arterial yang nyata. Tekanan
darah sistolik dinaikkan hingga 160 sampai 200mmHg pada
pasien yang aneurismanya telah diklip. Pada beberapa
kasus yang bandel, tekanan darah 220mmHg atau lebih
dapat digunakan. Hipertensi yang berat berbahaya pada
pasien dengan aneurisma yang belum diklip, dan dalam
hal ini batas tertinggi sekitar 170mmHg. Pada tahap
hipervolemia dan hipertensi arterial sistemik ini,
beberapa pasien muda akan mengalami buangan urin yang
tinggi. Pada keadaan ini volume infus koloid diatur
untuk mempertahankan tekanan vena sentral atau tekanan
arteria pulmoner yang diinginkan. Bila buangan urin
sangat tinggi (lebih dari 200-300ml/jam), diuresis
ditekan dengan florinef atau vasopressin (Pitresin).
Bila obat ini ditambahkan, penting untuk memantau
elektrolit serum dan mengamati dengan ketat kemungkinan
terjadinya hiponatremia.
Bisa diduga, komplikasi medikal akan ditimbulkan
oleh terapi tripel-H. Tersering adalah edema pulmoner,
dan pasien harus sering diauskultasi dan sinar-x dada
dilakukan tiap hari. Saturasi oksigen harus diamati
teratur, seperti juga oksimetri denyut. Aritmia kardiak
dan iskemia miokardial jarang terjadi, dan diperlukan
EKG yang sinambung. Kadang-kadang mengherankan, bahwa
edema serebral dan perdarahan serebral jarang menjadi
komplikasi, hampir dipastikan karena spasme arterial
mencegah transmisi tekanan arterial sistemik
yang
tinggi kevaskulatur serebral distal. Namun, PSA rekuren
mungkin terjadi pada pasien yang ditindak sebelum
aneurismanya diklip. Untuk mencegah komplikasi ini,
tingkat hipertensi arterial dibatasi pada pasien yang
aneurismanya belum diklip. Ini salah satu alasan bahwa
bedah aneurisma akut atau dini adalah menguntungkan.
Angioplasti
Bahkan dengan hipervolemik, hemodilusi dan hipertensi
arterial yang agresif, sejumlah yang bermakna dari
pasien dengan vasospasme simtomatis mengalami defisit
neurologis permanen. Awad melaporkan sejumlah 40 %
pasien
dengan defisit neurologis
iskemik
akibat
vasospasme gagal membaik dengan terapi hemodinamik
agresif. 16 % pasien terus memburuk walau
terapi
maksimal, dan 19 % tetap dengan defisit neurologis
berat atau mati.
170-220mmHg
Ada,
Angiopplasti
kebal
transluminer
<150sm/d Normal Membaik
Penghentian hipertensi
------------------------------------------------------>150sm/d
Rendah
operasi
segera
berkaitan dengan
morbiditas
dan
mortalitas yang tinggi karena masalah tehnis, karena
otak yang bengkak dan aneurisma yang baru ruptur adalah
fragil. Operasi tunda (10-14 hari setelah perdarahan)
menguntungkan karena otak kurang bengkak dan mungkin
lebih toleran terhadap manipulasi operasi, berakibat
morbiditas operasi yang lebih rendah. Namun banyak
pasien mati atau menjadi cacad karena efek perdarahan
ulang atau vasospasme serebral yang terjadi
saat
menunggu operasi tunda. The International Cooperative
Study on the Timing of Aneurismal Surgery menilai
hubungan interval operasi terhadap outcome.
Ditemukan
bahwa outcome operasi dini (0-3 hari sejak perdarahan)
adalah sama dengan operasi tunda (> hari ke 11 sejak
perdarahan). Outcome jelas lebih buruk bila operasi
dilakukan
pada interval 4 hingga 10 hari
sejak
perdarahan, mungkin karena kenyataan bahwa periode ini
adalah paling berrisiko atas iskemik serebral karena
vasospasme.
Kenyataan bahwa operasi segera
tidak
menunjukkan manfaat yang jelas dibanding operasi tunda
agak tidak disetujui. Tampaknya walau perdarahan ulang
(sebagai penyebab utama outcome yang buruk) berkurang
pada kelompok operasi segera, morbiditas dan mortalitas
akibat vasospasme mengkompensasi faktor ini. Tampak
pada banyak pasien terutama derajat III dan IV, adalah
berrisiko tinggi baik atas perdarahan ulang maupun
vasospasme. Disaat operasi segera mungkin mencegah
pasien dari perdarahan ulang, mereka kemudian menyerah
pada efek vasospasme. Penelitian ini dilakukan awal
1980, sebelum penggunaan yang luas dari nimodipin,
sebelum penyempurnaan terapi tripel-H, dan sebelum
pengenalan
angioplasti.
Dapat
diharapkan
bahwa
penggunaan tindakan atas vasospasme dikombinasi dengan
operasi
segera untuk mencegah
perdarahan
ulang,
berakibat perbaikan outcome keseluruhan yang lebih baik
pada PSA.
Terapi Antifibrinolitik
Digunakan pada pasien dengan aneurisma intrakranial
yang ruptur sejak lebih dari 20 tahun. Asam epsilon
aminokaproat (EACA, AMICAR) umumnya digunakan. Dipakai
untuk menahan disolusi klot fibrin yang menyumbat
robekan pada aneurisma, karenanya mengurangi risiko
perdarahan ulang pada pasien yang direncanakan operasi
tunda. Obat ini mengurangi kejadian perdarahan ulang,
namun efeknya sebanding dengan penambahan risiko akan
timbulnya iskemia serebral fokal. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa penggunaan antifibrinolitik tidak
berakibat perbaikan outcome klinis secara keseluruhan.
Karenanya pemakaiannya berkurang dramatis pada dekade
terakhir,
disaat mana pelaksanaan operasi
segera
meningkat. Karenanya pemakaian dilakukan hati-hati dan
hanya pada pasien yang diyakini bukan kandidat untuk
operasi segera. Pasien yang mendapat terapi ini harus
dipantau ketat akan terjadinya iskemia serebral, dan
dihentikan
bila tanda-tanda vasospasme
simtomatis
muncul.
Bila EACA digunakan, dosis loading inisial adalah
48gr melalui infus IV setiap hari selama dua hari,
diikuti 36gr sehari hingga aneurisma telah dioperasi.
Pemberian dihentikan dulu 6 jam sebelum
tindakan
operasi atau angiografi.
Oklusi Aneurisma Endovaskuler
Berkembangnya tehnik endovaskuler memberi pilihan untuk
tindakan terhadap aneurisma intrakranial yang ruptur
pada pasien yang, karena keadaan neurologis atau medis
yang buruk, bukan merupakan kandidat untuk operasi
segera. Tehnik yang paling menjanjikan saat ini adalah
penempatan dan pelepasan elektrolit dari koil platinum
halus pada kantung aneurisma. Cara ini digunakan dengan
berhasil sejak 1990. Tehnik ini terbukti bermanfaat,
terutama untuk pasien dengan gangguan medis berat (
edema paru-paru neurogenik, iskemia miokardial) atau
vasospasme berat. Pemasangan klip secara elektif akan
lebih ditolerasi dan berhasil karena pasien telah
mengalami pemulihan.
3. HIDROSEFALUS
Masuknya darah keruang subarakhnoid akibat perdarahan
dibawa oleh CSS ketempat absorbsi, villi arakhnoid
sepanjang sinus sagital. Mereka menjadi tersumbat oleh
sel darah merah hingga menyebabkan gangguan absorbsi
serta pembesaran ventrikel akibat tekanan balik. Ini
jarang menimbulkan masalah serius namun bila diduga
menghambat perbaikan pasien, pungsi lumbar serial harus
dilakukan hingga keadaan tersebut membaik.
Riwayat
pernah terjadinya PSA adalah
faktor
yang penting dalam menentukan penyebab hidrosefalus
komunikating kronis pada penderita dengan
riwayat
dementia, inkontinensia urine dan ataksia langkah.
Pasien dengan hidrosefalus komunikating dengan riwayat
etiologi yang jelas paling sering mendapatkan hasil
yang baik setelah tindakan pintas (shunting).
Bahkan pada pasien yang pernah membaik setelah PSA
dan berhasil dalam pemasangan klip pada aneurismanya,
mungkin memburuk beberapa minggu atau bulan berikutnya.
Sering pasien dengan konfusi, letargi, atau kehilangan
ambisi. Dalam keadaan ini, hidrosefalus yang timbulnya
belakangan
sering
bertanggung-jawab.
Hidrosefalus
timbul sekunder akibat darah pada ruang subarakhnoid
mengganggu absorpsi CSS oleh granulasi arakhnoid.
Hidrosefalus terjadi pada sekitar 20 % pasien PSA.
Heros membagi hidrosefalus pasca PSA kedalam tiga pola
[akuta, subakuta, dan tunda (late)]. Hidrosefalus akuta
tampak pada CT scan saat masuk, umumnya pada pasien
derajat parah dan sering bersamaan dengan perdarahan
intraventrikuler. Bila keadaan ini bersamaan dengan
depresi yang nyata dari tingkat kesadaran atau dengan
d. Gangguan biokimia
1. Kelainan paling sering adalah penurunan konsentrasi
sodium
serum yang dapat terjadi
setelah
ruptur
aneurisma arteria komunikating anterior yang terletak
dekat hipotalamus. Penurunan ringan dapat
diatasi
dengan restriksi cairan, namun selama masa kehilangan
garam yang parah perlu memberikan masukan
sodium
klorida melalui oral.
Hiponatremia terjadi pada sekitar 4 %
pasien
setelah ruptur aneurisma. Adanya peninggian ADH (SIADH)
bersama
dengan berlanjutnya masukan cairan
dapat
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraseluler dan
hiponatremia. Hiponatremia dapat juga lebih karena
natriuresis dari pada SIADH, sindroma mana dikenal
sebagai 'cerebral salt wasting'. Baik SIADH maupun CSW
tampil dengan hiponatremia dan penurunan osmolalitas
serum, namun hiponatremia pada CSW bersamaan dengan
pengurangan volume darah, dimana hiponatremia pada
SIADH adalah karena efek dilusi sekunder terhadap
retensi air bebas. Kebanyakan pasien dengan hiponatremia
pasca
PSA
adalah
kekurangan
cairan,
menunjukkan bahwa CSW adalah penyebab primer dari
hiponatremia pasien tersebut. Gejala pada masing-masing
sindroma berhubungan dengan derajat hiponatremia, dan
termasuk
anoreksia,
mual,
muntah,
iritabilitas,
letargi, kelainan neurologis, bangkitan dan koma.
Pasien dengan SIADH ditindak dengan restriksi
cairan dan, bila terjadi hiponatremia berat (< 115mmol/
L), infus salin 3 % bersama dengan restriksi cairan.
Pasien dengan CSW memerlukan penggantian sodium dan
cairan.
2. Peninggian gula darah transien serta adanya gula
pada urine terjadi setelah PSA. Kelainan ini biasanya
sementara dan tidak memerlukan tindakan. Ini akibat
kombinasi dua faktor. Pertama, adanya penurunan ambang
rangsang ginjal atas glukosa dan kedua, peninggian
glukosa darah disebabkan pelepasan katekolamin yang
menyertai PSA.
PENGOBATAN ANEURISMA SEREBRAL YANG PECAH
1. Tindakan medikal dan perawatan umum selama perbaikan
dari perdarahan.
2. Pencegahan perdarahan berikutnya.
3. Membuang hematoma intraserebral yang simtomatis.
Tindakan umum:
1. Istirahat baring dilingkungan tenang.
2. Analgesik untuk nyeri kepala.
3. Anti-emetik untuk muntah.
4. Koreksi terhadap gangguan biokimia.
dan
Tindakan medikal:
Setelah ruptur, lubang pada dinding aneurisma cepat
tersumbat platelet dan fibrin, namun CSS mengandung
fibrinolisin yang aktivitasnya akan meningkat setelah
perdarahan. Agen-agen antifibrinolitik sistemik bisa
diberikan
pada pasien setelah PSA untuk
mencoba
mencegah lisisnya sumbat fibrin yang berarti mencegah
perdarahan selanjutnya dari aneurisma. Asam traneksamat
dan
asam epsilon amino kaproat (EACA)
diberikan
intravena atau oral untuk sedikit tapi nyata mengurangi
insidensi perdarahan. Bentuk tindakan medikal
ini
memperkecil risiko saat menunda operasi hingga kondisi
pasien membaik hingga ketitik dimana risiko operasi
dapat dipertanggung-jawabkan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan
bahwa walau obat ini mungkin mengurangi perdarahan
ulang (hal ini belum terbukti dengan jelas), ia akan
secara jelas meninggikan insidens komplikasi iskemik
setelah PSA. Seluruh jenis antifibrinolitik
gagal
memperlihatkan manfaatnya dalam mengurangi morbiditas
akibat PSA aneurismal.
'Calcium
channel
blockers'
digunakan
untuk
mencegah
vasospasme
serebral pasca
PSA.
Sebuah
penelitian memperlihatkan manfaatnya dalam mencegah
iskemia setelah PSA, bahkan walau vasospasme yang
tampak pada angiogram tidak berkurang. Namun beberapa
penelitian lain gagal memperlihatkan manfaatnya dalam
mencegah maupun menghilangkan vasospasme, serta suatu
penelitian terakhir atas pasien yang dioperasi dini
disertai pengobatan Nimodipine memperlihatkan tidak
adanya pengurangan insidens komplikasi iskemik pada
pasien. Saat ini manfaat obat ini tak dapat didukung
lagi.
Ekspansi volume untuk tindakan simtomatis pasien
dengan defisit iskemik yang timbul belakangan setelah
PSA
memperlihatkan
beberapa
manfaat.
Penelitian
menunjukkan bahwa pasien pasca PSA dengan iskemia yang
timbul belakangan mempunyai volume darah sirkulasi yang
berkurang. Tampaknya masuk akal bahwa ekspansi volume
darah akan memperbaiki sirkulasi kardiak melalui bed
vaskuler yang vasospastik yang mana telah kehilangan
autoregulasi normalnya. Banyak penelitian klinis telah
memperlihatkan manfaat bentuk terapi ini.
Pada kebanyakan pasien, kateter vena
sentral
mutlak diperlukan, walau monitoring Swan-Ganz mungkin
diperlukan pada pasien dengan cadangan
kardiaknya
marginal. Hematokrit umumnya dipertahankan dibawah 30
dan tekanan vena sentral dinaikkan hingga sekitar 12
mmH2O dengan kristaloid, koloid, atau produk darah
tergantung keadaan klinis. Bila pasien sebelumnya telah
mendapatkan pemasangan klip terhadap
aneurismanya,
hipertensi dapat dilakukan dengan dopamin atau agen
sejenis bila ekspansi volume saja tidak menunjukkan
perbaikan klinis.
Tindakan bedah:
Bila
semua pasien dengan aneurisma
yang
ruptur
dioperasi segera setelah diagnosis dipastikan dengan
angiografi, risiko perdarahan berikutnya dapat ditekan
hingga nol. Sayangnya, risiko operasi
berhubungan
langsung dengan keadaan pasien yang biasanya buruk pada
hari-hari segera setelah perdarahan. Saat melakukan
operasi menghadapkan operator akan suatu dilema.
Operasi segera
|
| Operasi tunda
Tak ada perdarahan ulang | VS | Risiko lebih rendah
Risiko lebih tinggi
|
| Perdarahan ulang >
Kebijaksanaan berikut dipakai bila pasien dengan
PSA diduga karena aneurisma serebral yang ruptur datang
keunit neurosurgeri.
1. Pasien dengan 'good risk' layak untuk operasi segera
bila aneurismanya sudah dideteksi. Angiografi karenanya
dilakukan sesegera mungkin !!
2. Pasien dengan 'poor risk', obtundan atau
koma
setelah perdarahan, mula-mula dikelola konservatif.
Antifibrinolitik diberikan bersama dengan steroid dan
manitol untuk mengurangi tekanan intrakranial bila
diduga meninggi. Banyak pasien adalah hipertensif namun
usaha yang berlebihan untuk menurunkan tekanan darah
pada tahap ini bisa memperburuk keadaan neurologis
karena aliran darah serebralnya berkurang. Tindakan ini
dilanjutkan hingga keadaan membaik, dengan harapan
tidak terjadi perdarahan ulang dari aneurisma. Bila
perbaikan cukup untuk dilakukannya operasi dengan aman,
angiografi dibuat mendahului operasi.
Operasi terhadap aneurisma yang ruptur:
Pada era pramikroskop, ligasi arteria karotid leher
yang lazim dilakukan. Demikian pula cara penyelubungan
aneurisma seperti dengan muslin katun. Namun saat ini
cara tersebut tidak lagi dapat dipertahankan. Saat ini
ada dua pendekatan yang dianut:
1. Kraniotomi segera serta tindakan ligasi dengan klip
terhadap aneurisma, atau:
2. Tindakan konservatif selama 10 - 14 hari sebelum
kraniotomi untuk tindakan pemasangan klip.
Operasi segera akan memberi keuntungan mencegah
perdarahan
ulang
dari
aneurisma
dan
karenanya
mengurangi penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Namun operasi dini tampaknya tidak
memperlihatkan
pengaruh atas terjadinya iskemia serebral yang terjadi
kemudian dikarenakan vasospasme. Hambatan utama operasi
aneurisma segera adalah bahwa operasi secara teknis
lebih sulit dibanding operasi tunda. Otak lebih tegang,
lebih sulit diretraksi, dan karenanya lebih mudah untuk
tercederai.
Operasi tunda dapat dilakukan dengan morbiditas
Malformasi vena
Telangiektasis
Malformasi arterio-venosa
Malformasi kavernosa,
2. Sindroma 'steal'.
AVM yang mengandung kelainan pembuluh darah, memiliki
daerah dengan tahanan vaskuler yang lebih rendah. Ini
mempertinggi aliran darah daerah tersebut sedangkan
otak normal sekitarnya kekurangan aliran.
Arteri
pencatu AVM membesar untuk mengatasi peningkatan aliran
dan mungkin dengan pembesaran ukuran lesi sendiri
karena penambahan volume darah. Ini menjelaskan tandatanda neurologis fokal yang diakibatkan AVM bahkan pada
tiadanya ruptur karena otak sekitarnya menjadi relatif
berperfusi rendah. Penjelasan lain adalah tekanan vena
sekitar yang tinggi karena AVM bertanggung-jawab atas
kegagalan perfusi yang adekuat pada otak didekatnya.
3. Epilepsi.
AVM serebral dapat menyebabkan serangan epilepsi
atau umum.
fokal
4. Migren.
Migren adalah keadaan yang umum sedangkan diagnosis AVM
serebral adalah jarang, hingga sulit menghubungkan
keduanya. Namun tampaknya peningkatan insidens migren
berhubungan dengan angioma yang terutama bila mengenai
daerah parietal dan oksipital otak.
PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIS
1. Foto polos tengkorak.
Positif bila pembuluh abnormal
kalsifikasi.
pada
AVM
mengalami
peninggian
konsentrasi
3. Tomografi terkomputer.
Kalsium pada AVM biasanya terlalu sedikit untuk dapat
tampak pada foto polos, namun akan jelas pada CT scan.
Pada keadaan dimana belum terjadi perdarahan, AVM
tampak sebagai daerah bercak densitas rendah dan tinggi
yang dipertegas oleh pemberian zat kontras.
Bila
perdarahan telah terjadi, hematoma akan jelas pada
kebanyakan kasus hingga menyulitkan untuk
melacak
perubahan yang ringan pada AVM.
4. Angiografi.
Tampilan AVM mudah tampak:
a. Arteria pencatu terisi cepat dan mempunyai kaliber
yang lebih besar dari biasanya.
b. AVM sendiri terisi pada fase arterial awal dan jelas
tampak sebagai massa pembuluh yang berkelok-kelok.
c. Vena pengalir ukurannya abnormal dan mulai terisi
segera saat sirkulasi serebral pada fase arterial.
d. Bila ada hematoma, tampak pergeseran pembuluh darah
normal sesuai dengan ukuran klot. Pembuluh berbentuk