Anda di halaman 1dari 3

Berdasarkan Djoko Slamet Surjoputro dan Junedi Eko Widodo (2004) ada beberapa variabel yang

berpengaruh terhadap risiko ketidakpatuhan wajib pajak, yaitu tarif efektif, penalti, pemegang
saham, rasio hutang dengan modal, status industri, skala usaha, profitabilitas, pajak per penjualan,
status kompensasi dan status pemeriksaan.
1. Tarif Efektif
Adalah perbandingan antara jumlah pajak terutang dengan penghasilan kena pajak. semakin
tinggi tarif pajak yang dihadapi wajib pajak, semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak
tersebut. Korelasi positif antara tarif efektif pajak dengan kepatuhan juga dapat diartikan bahwa
wajib pajak dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi cenderung lebih patuh dibandingkan
dengan wajib pajak yang tingkat penghasilannya lebih rendah.
Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan tarif progresif (10% untuk penghasilan kena pajak
sampai dengan Rp 50 juta, 15% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 50 juta sampai dengan
Rp 100 juta, dan 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 100 juta), sehingga semakin tinggi
penghasilan, tarif pajak yang dihadapi wajib pajak akan bergerak naik yang berakibat pada
semakin tingginya tarif efektif yang dihadapi oleh wajib pajak. Akan tetapi pada tingkat
penghasilan kena pajak yang tinggi, kenaikan tarif efektif yang dihadapi oleh wajib pajak akan
semakin kecil atau mendekati nol.
2. Penalti
Penalti adalah besarnya bunga yang harus dibayar wajib pajak karena adanya tambahan pajak
yang harus dibayar sesuai dengan hasil pemeriksaan semakin tinggi penalti yang dikenakan,
semakin rendah arah koreksi penghasilan netto, ataupun sebaliknya (ceteris paribus). Dengan
demikian, untuk kasus di Indonesia semakin tinggi penalti yang dikenakan, tingkat kepatuhan
wajib pajak akan semakin tinggi. Korelasi negatif antara penalti dengan ketidakpatuhan
menandakan bahwa penalti yang dikenakan kepada ketidakpatuhan wajib pajak cukup
memberikan disinsentif bagi wajib pajak yang tidak patuh. Dengan demikian, wajib pajak
cenderung akan patuh karena merasa penalti yang harus dibayar atas setiap penghasilan yang
tidak dilaporkan cukup memberatkan.
Hal ini sejalan dengan teori ketidakpatuhan, di mana wajib pajak akan cenderung patuh apabila
utility kepatuhan lebih besar daripada utility ketidakpatuhan (Allingham dan Sandmo, 1972).
Dalam konteks penelitian ini, wajib pajak merasa bahwa beban yang harus dibayar atas
penghasilan yang tidak dilaporkan apabila nantinya ditemukan oleh administrasi pajak akan lebih
besar daripada keuntungan yang mereka peroleh karena penghematan pajak yang dinikmati
sekarang karena adanya penghasilan yang tidak dilaporkan.
3. Pemegang Saham
wajib pajak dibagi menjadi dua berdasarkan pemegang sahamnya, yaitu wajib pajak yang
pemegang sahamnya 100% dimiliki oleh pihak lokal dan wajib pajak yang sebagian sahamnya
dimiliki pihak asing (subyek pajak luar negeri). Tingkat kepatuhan wajib pajak badan yang
sahamnya dimiliki oleh pemodal asing lebih rendah daripada wajib pajak yang sahamnya tidak
dimiliki pihak asing (100% dimiliki pihak lokal), ceteris paribus. Kehadiran pemegang saham asing
memberikan peluang wajib pajak untuk melakukan rekayasa transaksi yang tujuan akhirnya
adalah meminimalisasi beban pajak yang dibayar di Indonesia. Rekayasa transaksi, antara lain
dengan melakukan praktik transfer pricing.

4. Debt to Equity Ratio


struktur modal, yaitu perbandingan antara hutang dengan ekuitas (debt to equity ratio/DER).
Dugaannya adalah semakin tinggi modal yang berasal dari hutang (DER) maka wajib pajak
cenderung tidak akan berupaya memanipulasi beban-bebannya. Dengan demikian semakin
tinggi DER semakin patuh wajib pajak, ceteris paribus.
wajib pajak yang mengutamakan hutang sebagai sumber pembiayaan akan cenderung bersedia
melaporkan seluruh penghasilannya karena ada keuntungan dengan pengurangan biaya bunga
sehingga penghasilan kena pajak akan menjadi lebih kecil dan memperoleh penghematan pajak.
Di pihak lain, bagi wajib pajak yang mengandalkan ekuitas sebagai sumber pembiayaan tidak
memperoleh manfaat penghematan pajak dari biaya modal karena dividen tidak boleh
dikurangkan dalam penentuan besarnya penghasilan kena pajak.
5. Status Industri
Status Industri dipisahkan menjadi industri manufaktur dan non-manufaktur. Jenis usaha wajib
pajak berpengaruh kepada kepatuhan karena adanya perlakuan perpajakan yang berbeda-beda
antara berbagai jenis usaha wajib pajak, Forest (2004). Sebagai contoh, di Indonesia, bagi wajib
pajak yang bergerak di bidang non-manufaktur, seperti jasa, umumnya menjadi subyek
pemotongan atau pemungutan pajak (withholding tax) pajak penghasilan. Sementara, wajib
pajak manufaktur umumnya tidak menjadi subyek pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali
untuk beberapa transaksi tertentu seperti impor atau penjualan kepada instansi pemerintah.
Mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan oleh wajib pajak lain
menyebabkan transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak penerima penghasilan diketahui lebih
banyak pihak karena adanya kewajiban melaporkan pemotongan atau pemungutan oleh wajib
pajak pemberi penghasilan. Hal ini menyebabkan wajib pajak yang bergerak di bidang usaha
yang menjadi obyek pemotongan atau pemungutan cenderung lebih patuh. Berdasarkan hal ini,
wajib pajak yang bergerak di bidang usaha non-manufaktur yang menjadi obyek pemotongan
atau pemungutan pajak penghasilan akan cenderung lebih patuh daripada wajib pajak yang
bergerak di bidang usaha manufaktur.
6. Skala Usaha
semakin tinggi tingkat skala usaha, ceteris paribus, akan membuat kesempatan wajib pajak
cenderung menjadi tidak patuh akan semakin tinggi pula
7. Profitabilitas
Profitabilitas adalah rasio antara penghasilan kena pajak dengan peredaran usaha. semakin
tinggi tingkat profitabilitas semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak. Penggunaan tarif
progresif menyebabkan semakin tinggi penghasilan wajib pajak, semakin tinggi tarif pajak yang
dikenakan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat keuntungan, wajib pajak akan menghadapi
tarif pajak yang lebih tinggi dan wajib pajak akan cenderung lebih patuh.
8. Pajak per Penjualan
pajak per penjualan adalah jumlah pajak terhutang dibandingkan dengan peredaran usaha.
semakin tinggi rasio pajak yang dibayarkan terhadap penjualan, semakin rendah tingkat
kepatuhan wajib pajak. wajib pajak cenderung tidak patuh apabila jumlah nominal pajak yang
dibayar relatif besar apabila dibandingkan dengan tingkat penjualan wajib pajak. Di sisi lain,
berdasarkan penelitian terhadap variabel tarif efektif, semakin tinggi tarif efektif, wajib pajak
akan cenderung patuh.

Dari dua variabel tersebut disimpulkan bahwa wajib pajak mempertimbangkan jumlah pajak
yang dibayar relatif terhadap penjualannya dalam perilaku kepatuhannya. Dengan demikian,
wajib pajak mempunyai batas optimal (rasio pajak dibayar dengan penjualan) berapa rupiah
pajak yang mereka bersedia bayar. Apabila jumlah pajak yang dibayar masih di bawah batas
optimal, wajib pajak akan cenderung patuh, akan tetapi apabila jumlah pajak yang dibayar sudah
melebihi batas optimal tersebut, wajib pajak akan menjadi tidak patuh.
9. Status Kompensasi
Status kompensasi adalah kondisi apakah wajib pajak mempunyai kerugian dalam tahun pajak
sebelumnya yang dapat diperhitungkan dalam menentukan penghasilan kena pajak tahun
berjalan. tingkat kepatuhan rata-rata dari wajib pajak yang memiliki kompensasi lebih rendah
daripada mereka yang tidak memiliki kompensasi.
Adanya kompensasi kerugian dari tahun pajak sebelumnya menyebabkan wajib pajak
memperoleh manfaat pada tahun berjalan. Manfaat tersebut adalah adanya pengurangan
kerugian dari tahun pajak sebelumnya pada penghasilan netto tahun berjalan. Apabila
penghasilan netto tahun berjalan lebih kecil daripada kerugian tahun pajak sebelumnya maka
pada tahun berjalan tidak ada pajak yang terutang oleh wajib pajak. Hal ini membuat wajib pajak
akan cenderung patuh dalam melaporkan penghasilan tahun berjalan karena tidak ada pajak
yang akan dibayar.
10. Status Pemeriksaan
Wajib pajak yang telah diperiksa pada tahun tertentu cenderung akan memiliki kepatuhan yang
lebih tinggi daripada sebelum diperiksa. wajib pajak yang pernah diperiksa akan memiliki tingkat
kepatuhan rata-rata yang lebih tinggi daripada mereka yang belum pernah diperiksa.

Anda mungkin juga menyukai