Di susun oleh:
1. Sukma Roza D. 6. M Azwarland.
2. Rina Wijayanti. 7. Aditnya Wardana.
3. Ajeng.
8. David Firmansah.
4. Jemi Putra.
5. Fakhrul Razi.
10. Kautsar. A
III.
BAB II
PERMASALAHAN KERETA API.
Belum hilang dari ingatan kita ketika lima belas nyawa melayang pada
16 Juni 2003 akibat terjadinya tabrakan antara kereta api (KA) dan bus pada
perlintasan KA di daerah Gemolong, Sragen. Pasca tragedi tersebut,
kecelakaan KA dengan kendaraan umum terus-menerus terjadi. Keselamatan
perkeretaapian merupakan aspek yang amat krusial dalam pengoperasian
kereta api (KA). Malfungsi terhadap pengoperasian perkeretaapian akan
mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan yang amat fatal dan potensial
merenggut nyawa manusia.
Persimpangan antara jalan raya dengan jalan rel KA merupakan
fenomena yang unik dalam dunia transportasi, sebab masing-masing moda
transportasi tersebut memiliki sistem prasarana yang berbeda, dioperasikan
dengan sistem sarana yang berbeda pula, penanggung jawab dan pengelolanya
juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan karakteristik yang berbeda
tersebut bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level crossing) sehingga
daerah tersebut memiliki risiko tinggi bagi semua perkeretaapian di dunia.
Potensi terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh perkeretaapian
yang operasinya tidak dapat dikontrol merupakan "sebagian permasalahan",
sedangkan "sebagian permasalahan" lainnya yaitu kendaraan jalan raya dapat
dikatakan tidak sepenuhnya mampu dikontrol oleh satu entitas. Meskipun
aturan-aturan lalu lintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah cukup
mapan, namun pergerakan pengguna jalan raya tidak diorganisasi dan
dipantau oleh satu entitas spesifik yang sangat ketat seperti halnya pergerakan
KA. Kecelakaan pada pintu perlintasan KA tidak hanya dapat mengakibatkan
tewas atau terluka serius bagi para pengguna jalan raya atau penumpang KA.
Tetapi juga memberikan beban finansial yang berat akibat kerusakan harta
benda dan armada serta terhentinya pelayanan KA dan kendaraan jalan raya.
Di Indonesia sepanjang tahun 2002, telah terjadi sejumlah 231 kali
kecelakaan KA, terdiri atas tabrakan antara KA dengan KA 6 kali, tabrakan
antara KA dengan kendaraan jalan raya di pintu perlintasan (58), KA
anjlok/terguling (69), kecelakaan KA akibat banjir/longsor (12), dan
kecelakaan lain-lain (86). Kecelakaan KA tersebut telah merenggut 76 nyawa
meninggal, 114 orang luka berat dan 58 orang luka ringan. Kecelakaan pada
pintu perlintasan mencapai 25,11% dari keseluruhan kecelakaan KA. Dari
sejumlah 8.370 pintu perlintasan di Jawa dan Sumatera, yang dijaga 1.128
(13,48%) dan tidak dijaga 7.242 (86,52%).
Survei yang dilakukan oleh sebuah badan di bawah naungan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa perkeretaapian
Indonesia bersama Vietnam, Thailand, dan Bangladesh memiliki kepadatan
pintu perlintasan yang tinggi, persentase proteksi pada pintu perlintasan masih
rendah, dan tingkat kecelakaan tinggi. Sementara perkeretaapian India dan
Iran memiliki proporsi tinggi pada pintu perlintasan yang dijaga, memiliki
kinerja yang baik pada aspek keselamatan di pintu perlintasan, tingkat
kecelakaan dan korban juga relatif rendah.
PT Kereta Api (PT KA) sebagai operator prasarana perkeretaapian
memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa operasi KA dapat
terlindungi dari pelanggaran oleh pengguna jalan raya pada pintu perlintasan.
Meskipun kenyataannya di Indonesia dan banyak negara lain, undang-undang
memberikan prioritas terlebih dahulu untuk melintas kepada KA daripada
pengguna jalan raya pada perlintasan sebidang. Pemerintah (cq Departemen
Perhubungan/Dephub) sebagai regulator dan pemilik prasarana pokok, selain
memikul beban finansial untuk menyediakan proteksi pada pintu perlintasan
dan bertanggung jawab dalam membuat regulasi. juga bersama instansi terkait
lainnya berkewajiban mendidik pengguna jalan raya untuk bertindak dan
menggunakan pintu perlintasan dengan aman.
II.1
utama
kecelakaan
pada
pintu
perlintasan,
dapat
diidentifikasi berupa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
merupakan
kendala
bagi
efektivitas
program
pendidikan
keselamatan publik. Namun tidak ada bukti akurat yang menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan dan kepedulian terhadap keselamatan saling berkaitan.
Kendala
lainnya
adalah
ketidakmampuan
pemegang
otoritas
itu,
penempatan
papan
tanda
peringatan
tentang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Melihat dari banyaknya berbagai macam kecelakan dalam dunia
teranportasi di Indonesia dewasa ini memerlukan adanya pengendalian
manajemen tranportasi terutama pada bagaimana cara peran control atau
pengawasan dari pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna tranportasi. Di
tambah lagi jika ditinjau dari beberapa informasi serta data-data nyata dilapangan
yang ada sekarang ini misalnya :
1. Kenyataan dilapangan ditemukannya penggunaan suku cadang pada kereta
api yang selama ini digunakan ternyata lebih banyak menggunakan
barang-barang bekas, dalam artian untuk proses penggantian suku cadang
komponen kereta api, hanya mampu sampai dengan menggunakan suku
cadanga yang sudah usang kemudian diperbaik lagi dan digunakan
kembali sebagai suku cadang pengganti. contohnya:
Data yang diperoleh dari PT KA menyebutkan bahwa untuk suku
cadang roda kereta api yang digunakan pada kereta api kelas ekonomi
dan kelas bisnis rata-rata menggunakan suku cadang roda kereta api
bekas, yang dimana suku cadang ini di perbaiki dari roda lama yang
hanya kuat untuk 8 tahun diperbaiki kembali untuk pergunakan hingga
puluhan tahun.
Kemudian beberapa gerbong kereta api yang ada sekarang ini, bahkan
merambak hingga kelas esekutif, ada beberapa gerbong kereta yang
dahulunya adalah gerbong kereta api lama yang sudah sangat usang
kemudian rombak kembali dibentuk sedemikian rupa hingga
berbentuk gerbong kelas esekutif dan pada akhirnya untuk di
pergunakan kembali dengan label gerbong kereta api yang baru.
10
11