Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mata Kuliah Geografi Transportasi

TINGGINYA RESIKO KECELAKAAN


BAGI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA
TERUTAMA PADA PERSIMPANGAN ANTARA
JALAN RAYA DENGAN JALUR JALAN REL KERETA API
(level crossing)
Dosen pembimbing :
Ibu Sri Rum Giyarsih, S.Sos.,M.Si.

Di susun oleh:
1. Sukma Roza D. 6. M Azwarland.
2. Rina Wijayanti. 7. Aditnya Wardana.
3. Ajeng.

8. David Firmansah.

4. Jemi Putra.

9. Ade Setia Budi.

5. Fakhrul Razi.

10. Kautsar. A

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS GEOGRAFI
YOGYAKARTA
2007

TINGGINYA RESIKO KECELAKAAN


BAGI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA
TERUTAMA PADA PERSIMPANGAN ANTARA
JALAN RAYA DENGAN JALUR JALAN REL KERETA API
(level crossing)
PENDAHULUAN
I.

SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API.


Sebelum tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah
tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari alam seperti angin. Pada masa
itu barang-barang yang dapat diangkut rata-rata dalam jumlah yang kecil dan
waktu yang ditempuh relatif lama. Namun setelah antara tahun 1800 hingga
tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan baik karena telah
mulai dimanfaatkannya sumber tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta
api, yang dimana mulai banyak dipergunakan dalam dunia perdagangan dan
dunai tranportasi. Dan kurang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860
sampai dengan tahun 1920 mulai diketemukannya alat tranportasi lainnya
seperti misalnya kendaraan bermotor dan pesawat terbang meskipun dengan
banyak keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat itu, namun pada masa
itu pula angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam
pengangkutan secara masal antar daerah pada suatu wilayah.
Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan
Belanda, oleh sebuah perusahaan swasta yang mempunyai singkatan NV atau
lebih dikenal dengan nama Nederlandsch Indische Spoorweg Mij (NISM),
berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah jalur kereta api
pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung,
Kabupaten Semarang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih sepanjang 26
Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele.
Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum

Semarang-Solo-Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia


Belanda mendirikan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama
singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian
tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara luar ini membuka jalur
Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang.
Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa
terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga
membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang
(Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera
Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar
(Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun
lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11
perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
II.

PENGERTIAN UMUM TRANSPORTASI.


Mobilitas manusia sudah dimulai sejak jaman dahulu kala, kegiatan
tersebut dilakukan dengan berbagai tujuan antara lain untuk mencari makan,
mencari tempat tinggal yang lebih baik, mengungsi dari serbuan orang lain
dan sebagainya. Dalam melakukan mobilitas tersebut sering membawa barang
ataupun tidak membawa barang. Oleh karenanya diperluhkan alat sebagai
sarana transportasi, menurut Abbas salim (1993:5). Transportasi adalah sarana
bagi manusia untuk memindahkan sesuatu, baik manusia atau benda dari satu
tempat ke tempat lain, dengan ataupun tanpa mempergunakan alat bantu. Alat
bantu tersebut dapat berupa tenaga manusia, binatang, alam ataupun benda
lain dengan mempergunakan mesin ataupun tidak bermesin.

III.

TUJUAN DI BANGUNNYA REL KERETA API.


Kereta Api merupakan moda (metode dasar) transportasi dengan multi
keunggulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal,
adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi,
potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga
mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa
domestik dipasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus
penumpang dan barang diatas jalur rel kereta api, maka ikut berperan
menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

BAB II
PERMASALAHAN KERETA API.
Belum hilang dari ingatan kita ketika lima belas nyawa melayang pada
16 Juni 2003 akibat terjadinya tabrakan antara kereta api (KA) dan bus pada
perlintasan KA di daerah Gemolong, Sragen. Pasca tragedi tersebut,
kecelakaan KA dengan kendaraan umum terus-menerus terjadi. Keselamatan
perkeretaapian merupakan aspek yang amat krusial dalam pengoperasian
kereta api (KA). Malfungsi terhadap pengoperasian perkeretaapian akan
mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan yang amat fatal dan potensial
merenggut nyawa manusia.
Persimpangan antara jalan raya dengan jalan rel KA merupakan
fenomena yang unik dalam dunia transportasi, sebab masing-masing moda
transportasi tersebut memiliki sistem prasarana yang berbeda, dioperasikan
dengan sistem sarana yang berbeda pula, penanggung jawab dan pengelolanya
juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan karakteristik yang berbeda
tersebut bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level crossing) sehingga
daerah tersebut memiliki risiko tinggi bagi semua perkeretaapian di dunia.
Potensi terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh perkeretaapian
yang operasinya tidak dapat dikontrol merupakan "sebagian permasalahan",
sedangkan "sebagian permasalahan" lainnya yaitu kendaraan jalan raya dapat
dikatakan tidak sepenuhnya mampu dikontrol oleh satu entitas. Meskipun
aturan-aturan lalu lintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah cukup
mapan, namun pergerakan pengguna jalan raya tidak diorganisasi dan
dipantau oleh satu entitas spesifik yang sangat ketat seperti halnya pergerakan
KA. Kecelakaan pada pintu perlintasan KA tidak hanya dapat mengakibatkan
tewas atau terluka serius bagi para pengguna jalan raya atau penumpang KA.

Tetapi juga memberikan beban finansial yang berat akibat kerusakan harta
benda dan armada serta terhentinya pelayanan KA dan kendaraan jalan raya.
Di Indonesia sepanjang tahun 2002, telah terjadi sejumlah 231 kali
kecelakaan KA, terdiri atas tabrakan antara KA dengan KA 6 kali, tabrakan
antara KA dengan kendaraan jalan raya di pintu perlintasan (58), KA
anjlok/terguling (69), kecelakaan KA akibat banjir/longsor (12), dan
kecelakaan lain-lain (86). Kecelakaan KA tersebut telah merenggut 76 nyawa
meninggal, 114 orang luka berat dan 58 orang luka ringan. Kecelakaan pada
pintu perlintasan mencapai 25,11% dari keseluruhan kecelakaan KA. Dari
sejumlah 8.370 pintu perlintasan di Jawa dan Sumatera, yang dijaga 1.128
(13,48%) dan tidak dijaga 7.242 (86,52%).
Survei yang dilakukan oleh sebuah badan di bawah naungan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa perkeretaapian
Indonesia bersama Vietnam, Thailand, dan Bangladesh memiliki kepadatan
pintu perlintasan yang tinggi, persentase proteksi pada pintu perlintasan masih
rendah, dan tingkat kecelakaan tinggi. Sementara perkeretaapian India dan
Iran memiliki proporsi tinggi pada pintu perlintasan yang dijaga, memiliki
kinerja yang baik pada aspek keselamatan di pintu perlintasan, tingkat
kecelakaan dan korban juga relatif rendah.
PT Kereta Api (PT KA) sebagai operator prasarana perkeretaapian
memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa operasi KA dapat
terlindungi dari pelanggaran oleh pengguna jalan raya pada pintu perlintasan.
Meskipun kenyataannya di Indonesia dan banyak negara lain, undang-undang
memberikan prioritas terlebih dahulu untuk melintas kepada KA daripada
pengguna jalan raya pada perlintasan sebidang. Pemerintah (cq Departemen
Perhubungan/Dephub) sebagai regulator dan pemilik prasarana pokok, selain
memikul beban finansial untuk menyediakan proteksi pada pintu perlintasan

dan bertanggung jawab dalam membuat regulasi. juga bersama instansi terkait
lainnya berkewajiban mendidik pengguna jalan raya untuk bertindak dan
menggunakan pintu perlintasan dengan aman.
II.1

PENYEBAB KECELAKAAN PADA PINTU PERLINTASAN.


Penyebab

utama

kecelakaan

pada

pintu

perlintasan,

dapat

diidentifikasi berupa:
1.

Disiplin masyarakat yang masih rendah sehingga kerap terjadi


pelanggaran masal oleh pengendara kendaraan terhadap aturan-aturan
yang terkait dengan tata cara penyeberangan melalui pintu perlintasan.

2.

Persepsi yang keliru dari pengendara kendaraan terhadap kondisi


jalan, mekanisme operasi KA yang mendekati pintu perlintasan (termasuk
kemampuan pengereman KA), serta kecepatan kendaraan dan kemampuan
pengeremannya.

3.

Malfungsi/kerusakan teknis pada kendaraan.

4.

Tidak dipenuhinya standar pemeliharaan jalan raya oleh pemegang


otoritas jalan raya pada daerah di sekitar pintu perlintasan.

5.

Buruknya pemeliharaan sistem proteksi dan sistem peringatan pada


pintu perlintasan.

6.

Human error yang dibuat oleh penjaga pintu perlintasan.


Kendala utama dalam menciptakan keselamatan di pintu perlintasan

adalah etos keselamatan yang berkembang dalam masyarakat kita secara


umum masih rendah. Kepedulian dalam komunitas yang lebih luas terhadap
pentingnya hidup aman masih belum mengakar. Faktor seperti inilah yang
merupakan kendala terbesar bagi perkeretaapian untuk mengurangi insiden

yang berakibat pada terjadinya kecelakaan pada pintu perlintasan. Etos


keselamatan ini perlu diupayakan agar menjangkau masyarakat luas melalui
program pendidikan keselamatan publik. Tingkat pendidikan yang rendah
mungkin

merupakan

kendala

bagi

efektivitas

program

pendidikan

keselamatan publik. Namun tidak ada bukti akurat yang menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan dan kepedulian terhadap keselamatan saling berkaitan.
Kendala

lainnya

adalah

ketidakmampuan

pemegang

otoritas

perkeretaapian untuk mencegah pembangunan pintu perlintasan ilegal oleh


masyarakat lokal.Lay-out fisik pada sebagian besar pintu perlintasan
(meskipun dijaga) masih buruk. Misalnya jarak pandang pengendara ke
sepanjang track KA sangat terbatas karena terhalang oleh bangunan atau
posisi track KA yang terlalu miring terhadap jalan raya. Akibatnya, mustahil
bagi pengendara untuk memiliki pandangan yang bebas terhadap lintasan
track KA, kecuali mereka harus berada dekat sekali dengan perlintasan.
Selain

itu,

penempatan

papan

tanda

peringatan

tentang

keberadaan/lokasi pintu perlintasan terlalu dekat dengan track KA. Bahkan


tidak sedikit papan tanda (sideboard) yang dipasang hanya pada salah satu sisi
track KA, dan lokasi pemasangannya hanya berjarak dua meter dari rel
terdekat. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut pada pintu perlintasan yang tak
terproteksi dapat mengakibatkan terjadinya situasi yang potensial mengancam
hidup.
II.2

TINDAKAN PERBAIKAN PADA PINTU PERLINTASAN.


Mengacu pada faktor-faktor penyebab primer kecelakaan pada pintu
perlintasan seperti tersebut di atas, maka prioritas tindakan perbaikan untuk
implementasi pada masa mendatang di seluruh jaringan perkeretaapian adalah
seperti berikut:

1.

Meningkatkan disiplin pengendara kendaraan dan kepatuhan terhadap


hukum pada pintu perlintasan.

2.

Modernisasi, penyempurnaan, dan peningkatan keandalan sistem


peralatan teknis yang dioperasikan pada pintu perlintasan.

3.

Menerapkan metode yang tepat dalam pemeliharaan pintu perlintasan.

4.

Pembentukan organisasi yang lebih baik dalam mengendalikan


keselamatan lalu lintas pada pintu perlintasan.

5.

Mempercepat pembangunan grade separation pada pintu perlintasan


yang memiliki klasifikasi kepadatan lalu lintas yang amat tinggi.

6.

Meningkatkan program pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan


kualifikasi bagi pengendara kendaraan dan penjaga pintu perlintasan.

7.

Memperbaiki sistem klasifikasi pintu perlintasan.

8.

Menyebarkan bahan-bahan informasi kepada publik tentang aturan


keselamatan pada pintu perlintasan. Terakhir,

9.

Memberikan prioritas yang tinggi pada anggaran penyempurnaan pintu


perlintasan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Melihat dari banyaknya berbagai macam kecelakan dalam dunia
teranportasi di Indonesia dewasa ini memerlukan adanya pengendalian
manajemen tranportasi terutama pada bagaimana cara peran control atau
pengawasan dari pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna tranportasi. Di
tambah lagi jika ditinjau dari beberapa informasi serta data-data nyata dilapangan
yang ada sekarang ini misalnya :
1. Kenyataan dilapangan ditemukannya penggunaan suku cadang pada kereta
api yang selama ini digunakan ternyata lebih banyak menggunakan
barang-barang bekas, dalam artian untuk proses penggantian suku cadang
komponen kereta api, hanya mampu sampai dengan menggunakan suku
cadanga yang sudah usang kemudian diperbaik lagi dan digunakan
kembali sebagai suku cadang pengganti. contohnya:
Data yang diperoleh dari PT KA menyebutkan bahwa untuk suku
cadang roda kereta api yang digunakan pada kereta api kelas ekonomi
dan kelas bisnis rata-rata menggunakan suku cadang roda kereta api
bekas, yang dimana suku cadang ini di perbaiki dari roda lama yang
hanya kuat untuk 8 tahun diperbaiki kembali untuk pergunakan hingga
puluhan tahun.
Kemudian beberapa gerbong kereta api yang ada sekarang ini, bahkan
merambak hingga kelas esekutif, ada beberapa gerbong kereta yang
dahulunya adalah gerbong kereta api lama yang sudah sangat usang
kemudian rombak kembali dibentuk sedemikian rupa hingga
berbentuk gerbong kelas esekutif dan pada akhirnya untuk di
pergunakan kembali dengan label gerbong kereta api yang baru.

2. Kenyataan dilapangan perlu adanya peningkatan sumber daya dan


peningkatan kapasitas tranportasi secara keseluruhan dalam artian bahwa
penigkatan sumber daya disini adalah dapat meningkatkan kebutuhan
transportasi dari segi jumlah armada yang ada, hingga sampai dengan
pemenuhan kapasitas suku cadang perbaikannya, dengan begitu armada
tranportasi yang digunakan merupakan armada yang paling terbaik untuk
digunakan sebagai alat transportasi dan ini akan berimbas pada penurunan
tingkat resiko kecelakaan yang ada pada alat tranportasi kereta api dan alat
transportasi yang lain.
Peningkatan sumber daya juga dapat diartikan sebagai peningkatan
sumber daya manusia, misalkan sebagai berikut : pemerintah sebagai
penentu kebijakan transportasi harus dapat mengetahui secara keseluruhan
bagaimana tingkat sumber daya manusia yang bekerja pada pengolahan
jasa transportasi apakah mampu bekerja dengan baik, tidak hanya sesuai
dengan prosedur pelayanan tranportasi tetapi juga mampu memahami
bagaimana cara pengendalian pencegahan timbulnya kecelakan ada
dengan mengurangi tingkat kesalahan yang di lakukan oleh manusia.
Dengan melakukan diklat-diklat untuk meningkatkan etos kerja dari para
pelaku pengelola jasa transportasi. Contoh perlunya peningkatan Sumber
Daya Manusia pada sektor pengelolaan transportasi di Indonesia :
KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi). Baru-bari ini
melakukan beberapa kesalahan yang sangat fatal, misalkan memberikan
izin ketempat yang berbahaya bagi para wartawan hanya untuk mencari
berita yang paling terbaru, maka dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa
KNKT memerlukan peningkatan kualitas kerja dengan tidak mengabaikan
keselamatan orang-orang yang bekerja untuk meningkatkan kualitas
transportasi serta para pengguna transportasi.

10

3. Keyataan di lapangan masih banyak terdapat pungli-pungli (pungutan liar)


pada sarana transportasi kereta api, misalkan pada stasiun kereta api
Rangkas Belitung, penggelola jasa PT. KA memberikan biaya tiket
jurusan Rangkas ke Belitung sebesar Rp 1500-Rp 2000, akan tetapi
kenyataan yang ada di lapangan ternyata terdapat punggutan-punggutan
liar selain biaya tiket tersebut, sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh
satu orang penumpang mencapai Rp 2000-Rp 4000. Hal ini menunjukkan
penggelolaan pada stasiun tersebut masih jauh dari kesempurnaan
peraturan yang ada.
Hal utama yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengolahan
transportasi kereta api serta mampu menguranggi tingkat kecelakaan adalah
dengan melakukan PERAN PENGAWASAN. Dalam hal ini peran pengawasan
dapat dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna jasa
transportasi tersebut. Akan tetapi sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku di negara Indonesia ini, maka proposi utama dalam proses pengawasan
dan penanggung jawab utama adalah pemerintah, maka oleh karena itu
pemerintahlah sebagai penentu kebijakan dalam pengawasan dan penggelolaan
transportasi.
Ditambah lagi untuk mempercepat perbaikan transportasi yang ada saat ini,
secara keseluruhan perlu adanya perombakkan pada manajemen dasar dari
penggelolaan trasportasi di Indonesia, atau perlu dilakukannya Reformasi
Regulasi dalam artian bahwa perlu adanya perbaikan manajemen yang sangat
buruk saat ini. Point utama yang dapat dilakukan dalam waktu dekat ini adalah :
perlu adanya evalusi yaitu bagaimana peran dari pemerintah, terutama dalam
menentukan arah kebijakan untuk memperbaiki kualitas Sumber Daya dan
kualitas sarana dan prasarana penunjang transportasi di Indonesia..

11

Anda mungkin juga menyukai