PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tumor secara harfiah berarti pembengkakan atau pengerasan. Tumor
adalah semua jenis pembesaran atau pengerasan yang terbentuk dari neoplasma,
massa jaringan yang disebabkan oleh perkembangan abnormal sel-sel (neo = baru,
plasma = sel). Pertumbuhan sel-sel neoplasma melebihi dan tidak terkoordinasi
dengan jaringan normal di sekitarnya sehingga membentuk benjolan atau tumor.
Neoplasma dapat bersifat jinak atau ganas. Dikatakan ganas bila neoplasmanya
mempunyai kemampuan untuk mengadakan anak sebar (metastase) ke tempat atau
organ lain dan disebut juga dengan istilah kanker. Neoplasma jinak tidak dapat
mengadakan anak sebar ke tempat atau organ lain.
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa
jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi
dengan jaringan normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang
menimbulkan perubahan tersebut telah hilang. Pada umumnya penderita kanker
berakhir dengan kematian.
Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan pertama di
antara 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara berkembang
seperti Indonesia, kanker menempati urutan ke 7 sesudah penyakit-penyakit infeksi
saluran cerna, infeksi saluran nafas, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.
Menentukan stadium kanker (staging) merupakan salah satu langah yang
digunakan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dan penyebaran kanker.
Hal ini berguna dalam menetukan tatalaksana yang akan diberikan dan membuat
prognosis. Penetuan stadium kanker tidak bersifat universal, tergantung dari organ
yang terkena.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Karsinoma paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru. Sebagian besar
karsinoma paru berasal dari sel-sel di dalam paru; tetapi karsinoma paru bisa juga
berasal dari karsinoma di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru. Karsinoma
paru merupakan karsinoma yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita.
2.2 Etiologi
Etiologi sebenarnya dari karsinoma paru belum diketahui, tapi ada tiga faktor
yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insidensi penyakit ini :
merokok, bahaya industri, dan polusi udara. Dari faktor-faktor ini merokok
agaknya yang memegang peranan paling penting yaitu 35 % dari seluruh kasus.
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90 % kasus karsinoma paru
pada pria dan sekitar 70 % kasus pada wanita. Semakin banyak rokok yang di
hisap semakin besar resiko untuk menderita karsinoma paru, hanya sebagian kecil
karsinoma paru (sekitar 10-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan
oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes,
radiasi, arsen, kromat, nikel, eter, gas mustard, dan pancaran oven arang bisa
menyebabkan karsinoma paru meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang
juga merokok. Peranan polusi udara sebagai penyebab karsinoma paru masih
belum jelas. Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di
rumah tangga. Kadang karsinoma paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma
sel alveolar) terjadi pada orang yang parunya telah memiliki jaringan parut akibat
penyakit paru lainnya seperti tuberkulosis dan fibrosis
2.3 Klasifikasi
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan :
2
1.
2.
WHO(1999) membuat klasifikasi histologis untuk karsinoma paru dan pleura sebagai
berikut :
1.
Tumor epitelial :
a.
b.
c.
Ganas :
-
Adenokarsinoma
(i) Asinar
(iii) Papiler
(iv) Bronkoalveolar : nonmusinosa, musinosa, musinosa campuran
(v) Karsinoma padat dengan formasi musin
(vi) Adenokarsinoma dengan subtipe campuran
Karsinoma adenoskuamosa
Tumor karsinoid
2.
3.
Tumor mesotelial
4.
Penyakit limfoproliferatif
5.
Tumor sekunder
6.
Unclassified tumors
2.4. Patologi
1.
SCLC
Gambaran histologis SCLC yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang
hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali
tanpa nukleoli. Disebut juga oat cell carcinoma karena bentuknya mirip bentuk
biji gandum, sel kecil ini cenderung berkumpul disekeliling pembuluhdarah halus
menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu
juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap disekitar
pembuluh darah.
2.
NSCLC
Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan
bridge intra selular. Studi sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari
displasia skuamosa ke karsinoma in situ.
3.
Adenokarsinoma
Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan kearah
pembentukan konfigurasi papilar. Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari
bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA (carcinoma
embryonic antigen) karsinoma ini bias dibedakan dari mesotelioma.
4.
Karsinoma bronkoalveolar
Merupakan sub tipe adenokarsinoma, sel karsinoma bentuk ini mengikuti
permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru.
5.
2.
b.
Hemoptisis
c.
d.
e.
Atelektasis
Invasi lokal :
a.
Nyeri dada
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
4.
b.
b.
c.
Hipertrofi osteoartropati
d.
e.
Neuromiopati
f.
5.
g.
h.
Atelektasis
Gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang disebabkan
sumbatan bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara segmental, lobaris, atau
hemitoraks. Gambaran atelektasis secara radiologis tidak berbeda dengan
atelektasis yang disebabkan oleh penyumbatan bronkus lainnya.
2.
Massa hilus
Pembesaran hilus unilateral merupakan manifestasi dini secara radiologi
karsinoma paru. Hal ini terjadi akibat tumor primer pada hilus tersebut atau
pembesaran hilus. Pembesaran hilus oleh karena metastasis dari luar paru dapat
menyebabkan kelenjar menjadi lebih besar dan menyebar di sisi kiri dan kanan.
Karsinoma paru sentral manifestasinya bertambahnya opasitas pada region hilus.
3.
5.
6.
Efusi pleura
Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang cepat bertambah (progresif)
atau bersamaan ditemukan bayangan massa dalam paru perlu dipertimbangkan
sebagai keganasan paru yang sudah bermetastasis ke pleura. Biasanya cairan
pleura itu terdiri atas cairan darah.
7.
Elevasi diafragma
Letak tinggi diafragma sesisi dengan bayangan masa tumor yang diakibatkan
kelumpuhan nervus frenikus dapat diperlihatkan pada pemeriksaan fluoroskopi
dimana pergerakan diafragma berkurang atau tak ada sama sekali.
8.
9.
Metastasis paru
Paru merupakan salah satu alat tubuh yang sering dihinggapi anak sebar tumor
ganas asal tempat lain. Penyebaran dapat bersifat hematogen dan limfogen.
a.
Metastasis hematogen
Tumor ganas anak yang sering bermetastasi ke paru adalah tumor Wilms,
neuroblastoma, sarkoma osteogenik, sarkoma Ewing; sedangkan tumor
ganas dewasa adalah karsinoma payudara, tumor ganas saluran cerna, ginjal,
dan testis. Gambaran radiologis dapat bersifat tunggal (soliter) atau ganda
(multipel) dengan bayangan bulat berukuran beberapa milimeter hingga
sentimeter, batas tegas. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak
kalsifikasi, misalnya pada anak sebar sarkoma osteogenik dan kavitas dapat
terbentuk meskipun jarang (5%) yang disebabkan nekrosis iskemik.
b.
Metastasis limfogen
Anak
sebar
limfogen
sering
menyebabkan
pembesaran
kelenjar
Gambar 1. NSCLC dengan bronkoskopi. Sebuah lesi sentral besar didiagnosis NSCLC.
Gambar 2. NSCLC lobus paru kiri bawah dengan efusi pleura kiri.
Gambar 3. NSCLC dengan kolaps paru kiri atas e.c. karsinoma bronkogenik endobronkial.
Gambar 4. NSCLC. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.
Gambar 5. SCLC.
Gambar 7. SCLC dengan pneumonitis obstruktif dan atelektasis lobus paru kanan atas.
10
2.
3.
Sistem Stadium TNM Internasional untuk kanker paru yang sudah direvisi: 1997
American Joint Committee on cancer
Gambaran TNM
DEFINISI
STATUS TUMOR PRIMER
T0
Tidak terbukti adanya tumor primer
Tx
Ca yg tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
Tis
T1
T2
T3
T4
TX
TIS
T1,2
N0
N0
N0
12
M0
M0
MO
Stadium II
T1,2
N1
Stadium III A
T1-3
N2
Stadium III B
SEMUA T
SEMUA N
Stadium IV
SEMUA T
SEMUA N
Sumber: Price, S.A., Wilson, L.M. (2006)
M0
M0
M0
M1
Pada tahun 2009, International Union Against Cancer dan American Joint
Committee on Cancer menyusun sistem klasifikasi TNM terbaru yang mencakup
baik NSCLC, SCLC, dan karsinoid bronkopulmoner sebagaimana tercantum pada
tabel berikut ini.
Prior System
Tumor Designation
(Sixth
Edition)
New System
(Seventh Edition)
Five-Year
Survival
Rate (%)
Size
2 cm
T1
T1aa
77d
> 2 but 3 cm
T1
T1ba
71d
> 3 but 5 cm
T2
T2aa
58d
> 5 but 7 cm
T2
T2ba
49d
> 7 cm
T2
T3a
35d
Visceral pleura
T2
T2ab or T2bC
NAe
Parietal pleura
T3
T3
NAe
Mediastinal pleura
T3
T3
NAe
Parietal pericardium
T3
T3
NAe
T2
T2ab or T2bC
NAe
T3
T3
NAe
T4
T4
NAe
13
Lung atelectasis
T2
T2ab or T2bC
NAe
T3
T3
NAe
T3
T3
NAe
Diaphragm
T3
T3
NAe
Mediastinum
T4
T4
NAe
T4
T4
NAe
Trachea
T4
T4
NAe
Esophagus
T4
T4
NAe
Rib
T3
T3
NAe
Vertebral body
T4
T4
NAe
Phrenic nerve
T3
T3
NAe
T4
T4
NAe
Same lobe
T4
T3
28f
M1
T4
22f
Osseous invasion
Nerve invasion
Satellite nodules
56g
No lymphadenopathy
N0
N0
N1
N1
22g
N2
N2
6g
aorticopulmonary, lower, or
subcarinal zone involvement
Supraclavicular or
38g
N3
14
N3
contralateral upper,
3h
aorticopulmonary, lower,
2h
hilarinterlobar, or peripheral
1h
zone involvement
Metastatic disease designation
M1
M1a
T4
M1a
M1
M1b
Pleural or pericardial
dissemination
Distant metastases
NoteCells in bold indicate a change in the designation from the sixth edition. NA indicates
not applicable.
a
T designation is listed for tumors completely surrounded by lung. Designation can increase
depending on presence and extent of invasion.
Survival based on patients staged pathologically with complete resection of tumor (R0) and
no nodal or extranodal metastatic disease (N0M0).
Individual survival statistics not calculated due to limited information. As a group, 5-year
survival rate in patients pathologically staged with a T3 and T4 designation
(excluding those with tumors > 7 cm or satellite nodules), any R, any N, and M0 was 31%
and 22%, respectively.
Survival based on patients staged pathologically with any tumor designation (any T) and
M0.
Tabel 2: Seventh Edition of the TNM Classification of Lung Cancer Compared With the
Sixth Edition.
15
Stage in
Stage in
Seventh
Sixth
N0
N1
N2
N3
Edition
T1
IA
II A
III A
III B
T1b
T1
IA
II A
III A
III B
T2a
T2
IB
II A (II B)
III A
III B
T2b
T2
II A
II B
III A
III B
T3 (> 7 cm)
T2
II B (I B)
III A (II B)
III A
III B
T3 (invasion)
T3
II B
III A
III A
III B
T3 (satellite
T4
III B (III A)
III A (III B)
III A (III B)
III B
T4 (invasion)
T4
III A (III B)
III A (III B)
III B
III B
T4 (ipsilateral
M1
III A (IV)
III A (IV)
III B (IV)
III B (IV)
T4
IV (III B)
IV (III B)
IV (III B)
IV (III B)
M1
IV
IV
IV
IV
M1
IV
IV
IV
IV
Edition
T1a
nodule, same
lobe)
nodule,
different lobe)
M1a (pleural
or pericardial
dissemination
) M1a
(contralateral
lung nodules)
M1b (distant
metastatic
disease)
NoteCells in bold indicate a change in the stage from the sixth edition. Adjacent
stage in parentheses represents staging from the sixth edition.
16
17
18
19
20
Invasi lokal
Perikardium yang menyebabkan efusi pericardium yang bersifat ganas ;
kompresi atau obstruksi vena kava superior; paralisis nervus frenikus; tomor
Pancoast.
System skeletal : iga, tulang belakang torakal, bahu.
Deposit dapat bersifat litik, misalnya dari payudara, sklerotik dari pancoast,
atau gabungan keduanya.
Klasifikasi gambaran metastase
Limfangitis
Efusi pleura
Noduler
21
Metastasis Milier
22
Nodul soliter
Metastasis paru yang soliter jarang terjadi, kira kira hanya sebanyak 2 10%
dari seluruh nodul soliter. Lesi primer yang paling sering membuat nodul soliter yaitu
Ca kolon, osteosarkoma, Ca ginjal, testes, maupun Ca mammae. Dan juga melanoma
maligna. Ca kolon, khususnya pada area rectosigmoid, menghasilkan kira kira
sepertiga kasus yang berhubungan dengan metastasis paru yang soliter. Harus
dipikirkan bahwa banyak pasien yang menunjukkan suatu nodul soliter pada foto
polos dada, memiliki nodul nodul multiple saat diperiksa dengan CT, dengan 1
nodul dominan.
Biasanya sulit untuk menghilangkan pemikiran adanya nodul soliter
metastasis dari Ca paru primer pada foto thoraks, maupun CT Scan. Pada HRCT
Scan, kira kira 1,5 x dari nodul nodul metastasis memperlihatkan tepi yang tidak
23
rata. Nodul nodul tersebut dapat bulat maupun oval, atau dapat pula memiliki batas
yang berlobus lobus. Tepi yang ireguler dengan spikulasi dapat merupakan akibat
dari reaksi desmoplastik maupun infiltrasi tumor pada batas sekitar daerah limfatik
maupun bronkovaskular.
2.
Nodul multiple
Metastasis noduler biasanya terjadi multiple. biasanya nodul nodul ini
Metastasis limfangitis
24
25
Metastase alveolar/pneumonik
26
Limfangitis
payudara
karsinomatosa
dengan
Tension
27
dari
kanker
pneumotoraks
Unilateral
limphangitis
karsinomatosa
dari
Unilateral
limphangitis
Karsinoma Prostat
28
karsinomatosa
dari
29
menjalani
terapeutik
orkidektomi
bilateral.
Ada beberapa nodul di kedua bidang paru-paru.
Luas kehancuran mulai rusuk pertama yang tepat
dengan hilangnya beberapa korteks lateral.
30
31
Cavitating
metastasis
pada
post
total
32
.
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul soliter termasuk
lesi jinak seperti hamartoma, granuloma (misalnya pada tuberculosis, histoplasmosis,
granulomatosis Wegener), abses pulmonal, infark, fibrosis fokal, dan neoplasma
bronchial primer.
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul multiple hampir
sama seperti metastasis paru pada nodul soliter, yaitu abses granulomatosa, infark
multiple, dan sarkoidosis
33
COMPUTED TOMOGRAPHY
Temuan radiologis
CT Scan menjadi suatu modalitas pilihan untuk mendeteksi metastasis tumor
dan untuk perencanaan pembedahan dan follow up pasien dengan metastasis paru.
Sensitivitasnya lebih tinggi daripada foto thoraks biasa, maupun tomografi linear
(yang telah digantikan dengan CT) dihasilkan dari kurangnya superimposisi dari
strukturnya dan tingginya resolusi kontras dari nodul nodul jaringan lunak di
parenkim paru. Sebagian lesi pada apeks dan basal yang dekat dengan jantung,
mediastinum dan pleura dapat tidak terlihat hanya dengan foto thoraks biasa, namun
dengan CT Scan, gambaran tersebut dapat terlihat.
Teknik pemeriksaan
CT multisection adalah suatu teknik pilihan untuk mendeteksi adanya
metastasis paru. Lebih cepat dan lebih sensitive daripada CT Spiral yang terdahulu.
High Resolution CT (HRCT) marupakan teknik pilihan untuk mengevaluasi
limfangitis karsinomatosa. Dengan menggunakannya, diambil potongan setebal 1 2
mm tiap 10 mm pada seluruh lapangan dada. Resolusi spasial dimaksimalkan dengan
mempersempit kolimasi (1 2 mm) dan algoritma rekonstruksi resolusi tinggi.
34
Indikasi CT Scan
35
Indikasi untuk CT Scan tergantung kepada temuan foto polos, yaitu jika
dicurigai adanya neoplasma yang menyebar di paru, dan untuk melihat kemajuan
setelah dilakukan pengobatan.
Jika pada foto polos biasa memperlihatkan adanya gambaran metastasis,
maka CT Scan tidak diperlukan untuk menunjukkan adanya lesi tambahan. Jika pada
pemeriksaan foto polos tampak normal pada pasien dengan teratoma atau
osteosarkoma dan tanpa gejala metastasis dimanapun, maka penelusuran terhadap
metastasis paru dapat merubah pengobatan pasien. Jika foto polos mendeteksi adanya
metastasis yang soliter maupun jika ada rencana untuk pembedahan terhadap
metastasis paru, maka CT Scan menjadi indikasi.
Limfangitis karsinomatosa
Meskipun penyebaran disepanjang saluran limfe dapat diakibatkan oleh suatu
tumor ganas, namun paling sering berasal dari tumor yang mammae, abdomen, paru,
pancreas, maupun prostat. Penyebaran melalui saluran limfe juga dapat terjadi dari
Ca paru primer, khususnya small cell Ca dan adenokarsinoma, dan terdapat sekitar
35% dari autopsi yang dilakukan terhadap pasien dengan tumor yang padat.
HRCT merupakan alat pilihan untuk limfangitis karsinomatosis. Diagnosis
dengan foto polos biasa dapat sulit, karena dapat terlihat normal dalam 30 50%
kasus yang ada. Penebalan noduler maupun yang halus dari septum interlobularis dan
interstisial peribronkhovaskuler dapat muncul pada HRCT Scan, dan gambaran paru
normal pun terlihat dengan baik.
36
37
Cavitas metastasis (72 thn,pria) dengan karsinoma sel skuamosa di Bronkus utama
kiri. CT scan paru-paru diperoleh beberapa nodul metastasis di kedua paru-paru. Ada
beberapa cavitas nodul (anak panah) di kedua lobus bawah. Catatan : penebalan
dinding rongga yang tidak teratur.
38
39
Gambar A
Gambar B
Calcified metastasis (44 th,perempuan tua) yang telah menjalani eksisi luas paha kiri
massa, yang terbukti osteosarcoma, 7 tahun sebelumnya. (a) foto polos PA
menunjukkan beberapa pelemahan nodular area di kedua paru-paru. Sebuah fokus
kalsifikasi (panah) dicurigai dalam nodul di lobus atas kiri. (b) Transverse contrastenhanced CT scan diperoleh pada tingkat lengkungan aorta kalsifikasi dengan jelas
menunjukkan (tanda panah) di dalam nodul.
Gambar A
Gambar B
40
Gambar A
Gambar B
41
42
Menurut sebuah studi, turbo spin echo (TSE) konvensional lebih sensitif
dalam mendeteksi metastasis paru dibandingkan dengan single shot TSE, maupun
3D gradient echo sequences.
ULTRASONOGRAPHY
Temuan radiologis
Penggunaan ultrasonografi tidak membantu dalam mendiagnosis adanya suatu
metastasis paru.
NUCLEAR IMAGING
Temuan radiologis
Kedokteran nuklir biasanya tidak digunakan sebagai teknik imaging primer
untuk mendeteksi metastasis pulmonal.
Fluorodeoxyglucosepositron emission tomography (FDG-PET) memiliki
peranan penting dalam mengevaluasi dan mengatasi kelainan paru, termasuk
nodul soliter pada paru, Ca paru, dan penyakit pleura. Meskipun pemeriksaan
radiologis konvensional seperti foto polos dan CT Scan masih esensial untuk
mendeteksi metastasis paru, namun FDG-PET dapat memberikan informasi
baru dalam melihat adanya suatu kelainan. FDG-PET berguna untuk
membedakan nodul jinak pada paru dengan adanya keganasan paru.
Perkembangan terbaru dari bidang radiologi, seperti radiotracers dan delayed
imaging, dapat lebih jauh menggantikan peran FDG-PET Scan dalam
mendeteksi nodul paru dan kanker.
Kombinasi antara mesin PET-CT akan mempengaruhi perjalanan pengobatan
pasien kanker dan juga dapat digunakan untuk perencanaan radioterapi. Interpretasi
dari PET Scan terhadap korelasi anatomik perlu ditingkatkan. PET-CT Fusion
imaging dapat mempersatukan temuan dari 2 pemeriksaan radiologis dalam
43
pemeriksaan perbandingan. Temuan yang baik dari FDG-PET dapat juga disalah
artikan sebagai variasi fisiologis yang dapat menunjang suatu keganasan jika
dilanjutkan dengan pemeriksaan CT Scan. Begitu juga sebaliknya, temuan dari CT
Scan yang diperkirakan sebuah tumor, perubahan reaktif, maupun fibrosis juga dapat
diklarifikasi dengan menggunakan informasi yang didapat menggunakan FDG-PET.
Tingkat sensitivitas
Kebanyakan false negative dari FDG-PET disebabkan oleh mikrometastasis
dan lesi yang besarnya < 10 mm. jadi CT Scan dapat dikatakan lebih sensitif
daripada FDG-PET dalam mendeteksi lesi paru yang kecil.
False Positif / Negatif
Variasi fisiologis, tumor jinak, dan penyakit radang dapat meningkatkan
tingkat kesalahan yang pada FDG menyerupai keganasan.2
44
2.9 Tatalaksana
Rejimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan,
radiasi, dan kemoterapi. Tumor bronchial jinak biasanya diangkat melalui
pembedahan karena bisa menyumbat bronki dan lama-lama bisa menjadi ganas.
Kadang dilakukan pembedahan pada karsinoma selain karsinoma sel kecil yang
belum menyebar. Sekitar 10 - 35% karsinoma bisa diangkat melaui pembedahan,
tetapi pembedahan tidak selalu membawa kesembuhan.
Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru untuk menentukan apakah paruparu yang tersisa masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Jika
hasilnya jelek, maka tidak mungkin dilakukan pembedahan. Pembedahan tidak perlu
dilakukan jika :
1.
2.
3.
Penderita memiliki keadaan yang serius (penyakit jantung atau penyakit paruparu yang hebat
Terapi penyinaran dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani
pembedahan karena mereka memiliki penyakit lain yang serius. Tujuan dari
penyinaran
adalah
memperlambat
pertumbuhan
karsinoma,
bukan
untuk
penyembuhan. Terapi penyinaran bisa mengurangi nyeri otot, sindroma vena cava
superior, dan penekanan syaraf tulang belakang. Tetapi penyinaran bisa
menyebabkan peradangan paru (pneumonitis karena penyinaran) dengan gejala
berupa batuk, sesak nafas, dan demam. Gejala ini bisa dikurangi dengan
kortikosteroid (prednison).
Pada saat terdiagnosis, karsinoma sel kecil hampir selalu telah menyebar ke
bagian tubuh lainnya, sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Karsinoma ini
diobati dengan kemoterapi dan penyinaran. Penderita karsinoma paru banyak
45
Median Survival
(mo)
(%)
IA
95
66
IB
75
56
IIA
44
43
IIB
29
35
IIIA
19
23
Bronchoalveolar carcinoma
83
61
Adenocarcinoma
45
44
44
43
34
41
Factor
TNM stage
Cell type
46
Adenosquamous carcinoma
26
29
Female
66
52
Male
40
41
< 70
49
46
70
38
38
Sex
Age (y)
47
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru yang dapat berasal
dari sel-sel di dalam paru maupun dari karsinoma di bagian tubuh lainnya yang
menyebar ke paru.
Etiologi sebenarnya dari karsinoma paru belum diketahui, tetapi merokok
agaknya yang memegang peranan paling penting yaitu 35 % dari seluruh kasus.
Pembagian praktis karsinoma paru yaitu small cell lung cancer (SCLC) dan non
small cell lung cancer (NSCLC).
Gejala klinis dari karsinoma paru seperti batuk yang menetap, dahak bisa
mengandung darah, demam, nyeri dada, sesak nafas, hilangnya nafsu makan,
penurunan berat badan dan kelemahan.
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan antara lain bronkografi invasif, CT
Scan, serta pemeriksaan radiologik konvensional (toraks PA, lateral, fluoroskopi).
Diagnosis dari karsinoma paru dilakukan berdasarkan penggolongan (stadium)
TNM karsinoma terbaru dari International Union Against Cancer dan American
Joint Committee on Cancer.
Terapi yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan
kemoterapi dengan prognosis secara keseluruhan bagi pasien-pasien dengan
karsinoma paru adalah buruk dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun
terakhir ini.
48
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. (2007). Kanker Paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Irshad, A., Ravenel, J.G. (2009). Imaging In Small Cell Lung Cancer : Multimedia.
Diakses tanggal 17 Desember 2012 dari http://emedicine.medscape.com/
article/358274-media
Kligerman, S., Abbott, G. (2010). A Radiologic Review Of The New TNM
Classification Of Lung Cancer. Diakses tanggal 18 Desember 2012 dari
http://www.ajronline.orgcgireprint1943562.pdf
Diakses
tanggal
18
Desember
2012
dari
http://emedicine.medscape.com/article/358433-media
Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.
49
50