Hidradenitis SP
Hidradenitis SP
PENDAHULUAN
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang berasal
dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung menimbulkan
sikatriks.1 Penyakit ini secara klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan
abses dengan jaringan parut hipertrofik dan supurasi yang rekuren, menyakitkan
dan dalam yang terjadi terutama pada area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung
rambut dan kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis dengan ekstensi
subkutan yang mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan
fistula.2,3
Daerah axillae, inguinal, dan perineal merupakan daerah yang sering terkena,
sementara bokong dan submamary jarang terkena. Penyakit ini biasanya terjadi
setelah pubertas dan empat kali lebih banyak menyerang wanita daripada pria serta
lebih sering terjadi pada orang yang obesitas.2,3
Prevalensi dan insidensi HS di US masih belum diketahui dengan pasti.
Namun, sebuah studi di Denmark menyatakan bahwa prevalensi hidradenitis
suppurativa di dunia adalah 4%. Penyakit ini hanya menimbulkan kesakitan namun
tidak berakibat fatal, kecuali jika berkembang menjadi infeksi sistemik yang luas
pada pasien immunocompromised. Ada peningkatan insidensi pada ras rambut
keriting. Perbandingan insidensi penyakit ini pada wanita dan pria adalah sekitar 4:1
sampai 5:1. HS tidak terjadi sebelum pubertas karena kelenjar apokrin belum aktif
hingga dipicu oleh hormon sex.4
Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis
supurativa
diperoleh
pada
26%
pasien.
Beberapa
studi
tidak
Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau
setelah pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu,
adanya peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum
yang berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada
periode premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga
memperlihatkan keuntungan terapetik pada beberapa studi.
Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat
ditemukan pada 66 wanita dengan hidradenitis suppurativa. Selain itu,
tidak seperti kelenjar sebacea, kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh
androgen. Karenanya, pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis
suppurativa masih belum jelas.
Obesitas
Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis
suppurativa namun sering dianggap sebagai faktor yang memperberat
melalui peningkatan gaya gesek, oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi.
Obesitas juga memperberat penyakit ini dengan meningkatkan androgen.
Penurunan berat badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan
berlebih dan dapat membantu mengontrol penyakit.
Infeksi bateri
Merokok
Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis suppurativa
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan
bahwa 70% dari 43 pasien dengan hidradenitis suppurativa perineal
adalah perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat mempengaruhi
kemotaxis
sel
polymorphonuclear.
Penghentian
merokok
dapat
C. PATOGENESIS
Regio axilla dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering
terkena HS, regio lain yang juga biasa terkena HS adalah areola mammae,
regio submamary, periumbilicalis, scalp, fasialis, meatus ekternal auditori,
leher dan punggung.7
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambar 2. Bisul besar pada area genitalia wanita yang menderita hidradenitis
suppurativa5
Gambar 3. Pustul dan papul inflamasi yang terdapat pada area yang terkena
hidradenitis suppurativa pada pasien laki-laki5
Gambar 4. Abses yang ruptur mengeluarkan material purulen pada individu yang
menderita hidradenitis suppurativa5
Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena
inflamasi periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan.
Proses penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis (gambar 5),
kontraktur dan peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones
6
(gambar 6). Sinus juga dapat terbentuk (gambar 7). Sinus telah dilaporkan
melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses
kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang
mengandung kelenjar apokrin.5,7
Gambar 7. Pembentukan sinus pada daerah vulva seorang wanita yang menderita
hidradenitis suppurativa5
Perinanal hidradenitis suppurativa dapat disertai nyeri, edema,
discharge purulen, pruritus atau perdarahan dan dapat menyerupai penyakit
lain seperti furunculosis, fistula ani, penyakit pilonidal, abses perianal atau
penyakit Crohn. Fistula pada canalis analis dapat terjadi pada hidradenitis,
namun hanya akan terjadi pada bagian terbawah canalis analis, pada kulit yang
mengandung kelenjar apokrin.5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak
ada
pemeriksaan
penunjang
khusus
untuk
hidradenitis
F. DIAGNOSIS BANDING
Adanya papul, nodul, atau abses nyeri pada lipat paha dan axilla dapat
didiagnosis banding sebagai: furunkel, karbunkel, limfadenitis, cat-scratch
disease, limfogranuloma venerum, scrofuloderma. Adanya sinus dan fistula
dapat didiagnosis banding dengan colitis ulserativa dan enteritis regional.4,8
G. DIAGNOSIS
Diagnosis HS secara primer dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan
telah memenuhi kriteria yang diadopsi oleh 2nd International Conference on
Hidradenitis suppurativa. Kriteria hidradenitis supurativa tersebut antara lain:6
1. Lesi tipikal seperti nodul dalam yang nyeri: blind boils pada lesi awal;
abses, sinus, bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones pada lesi
sekunder.
2. Topografi tipikal seperti axillae, paha dan regio perianal, bokong, lipatan
infra dan inter mamary
3. Kronik dan rekuren
Keparahan penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkat untuk
masing-masing area berdasarkan klasifikasi Hurley, suatu sistem sederhana
namun statis dan tidak sesuai untuk penilaian keparahan secara global.
Sementara itu, Sartorius score dan versi modifikasinya mempertimbangkan
sejauh mana penyakit, jumlah, dan tingkat keparahan lesi secara individual.
Klasifikasi Hurley:9
Tingkat
I
II
III
Karakteristik
Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.
(sejumlah sisi minor dengan inflamasi yang jarang;
mungkin keliru untuk jerawat)
Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah
jauh, dengan sinus (inflamasi yang membatasi
pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor
seperti insisi dan drainase)
Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan
sinus dan abses yang saling berhubungan. (inflamasi
berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar
bola baseball; timbul sikatriks, termasuk infeksi
subkutan. Pasien pada tingkat ini mungking tidak
dapat berfungsi)
B
A
Gambar 8. (A) dan (B) Tingkat I klasifikasi Hurley
A
B
Gambar 9. (A) dan (B) Tingkat II klasifikasi Hurley
Gambar 10. (A), (B), dan (C). Tingkat III klasifikasi Hurley
10
H. PENATALAKSANAAN
Hidradenitis suppurativa bukanlah penyakit infeksi yang simpel, dan
antibiotik
sistemik
hanyalah
merupakan
bagian
dari
program
11
2 kali perhari) selama beberapa minggu. Prednison dapat diberikan bila nyeri
dan inflamasi sangat berat dosisnya 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan
(tappered) selama 14 hari. Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada
penyakit yang kronis namun bermanfaat pada awal penyakit untuk mencegah
sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan eksisi lesi.8
Pencucian teratur tiap hari dengan sabun antibakteri dan pemberian
clindamycin topikal penting untuk pencegahan. Mengurangi gesekan dengan
menggunakan pakaian longgar dan penurunan berat badan bila diperlukan, dan
mencegah timbulnya keringat berlebih dengan menggunakan aluminium
klorida topikal. 2,5
Pada kondisi adanya draining sinus, kultur dari pus mungkin akan
menunjukkan S. Aureus atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik
harus didasarkan pada sensitivitas kultur organisme. Isotretinoin efektif pada
beberapa kasus. Pada suatu studi diberikan isoretinoin dengan dosis 0,56
mg/kg selama 4 sampai 6 bulan. 2,5
Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah
modalitas pengobatan. Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik
atau sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit
pada axilla atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan
fascia sehingga dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa
peneliti menyarankan penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan
primer, grafting, atau flaps telah digunakan secara luas, namun mungin
berhubungan dengan hasil yang tidak begitu baik.5,8
Radioterapi. Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi
dalam pengobatan HS. Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda.
Efek samping jangka panjang perlu diperhatikan. 5
I. PROGNOSIS
Keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya
mengalami gejala ringan yang rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak
12
berobat. Penyakit ini biasanya mengalami remisi spontan pada usia > 35
tahun. Pada beberapa individu, gejalanya dapat menjadi progresif, dengan
morbiditas nyata terkait pada penyakit kronis, pembentukan sinus, dan
sikatriks yang menimbulkan keterbatasan gerak.8
J. KOMPLIKASI
Komplikasi sistemik yang dapat terjadi antara lain disebabkan oleh
infeksi lokal yang dapat menimbulkan septikemia. Anemia atau leukositosis
dapat terjadi namun tidak signifikan. Komplikasi lokal dapat berupa sikatriks
yang membatasi mobilitas. Inflamasi genitofemoral dapat mengakibatkan
striktur anus, uretra, atau rektum. Fistula uretra juga dapat terjadi. Selain itu,
dapat juga terjadi kecacatan persisten pada penis dan skrotum, atau limfedema
vulva yang menyebabkan kerusakan fungsi yang signifikan. Limfedema ini
diduga terjadi karena fibrosis dan obstruksi saluran limfe. Squamous cell
carcinoma (SCC) dapat terjadi pada area yang mengalami inflamasi dan
sikatriks kronis. SCC dilaporkan terjadi pada 3,2% pasien dengan perianal HS
yang terjadi selama 20-30 tahun. SCC sering terjadi pada pria di regio
anogenital.4,5,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Burns T, Breathnach S, et al. [editor]. Rooks Textbook of Dermatology 7th
edition. Blackwell Science. 2004.
2. James WD, Berger TG, and Elston DM. Andrews Disease of the Skin
Clinical Dermatology, 10th edition. Philadelphia: saunders Elsevier. 2006.
3. Revuz J. Hidradenitis suppurativa. Orphanet Encyclopedia. March 2004.
Available from URL: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-hidradenitissuppurativa.pdf. Accesed on May 22nd, 2011.
4. Fite D. Hidradenitis Suppurativa in Emergency Medicine. May 2010.
Emedicine.
Available
from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/762444-overview. Accesed on may
22nd, 2011.
13
14