Anda di halaman 1dari 8

Kesiapan Dunia Bisnis Indonesia Untuk Menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)


BY : RAMADANIL
Belakangan ini dunia bisnis Indonesia digemparkan oleh istilah yang
disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bagaimana tidak, MEA itu sendiri
akan menentukan nasib para pebisnis dimasa depan. Lalu apa itu yang disebut
MEA?. MEA merupakan suatu kesepakatan sebagai bentuk penguatan di berbagai
sektor, terutama demi pertahanan guncangan global. Implementasi dari kebijakan
ini mirip seperti FTA yakni Free Trade Area, tetapi masih dalam kawasan
ASEAN. MEA 2015 hanyalah salah satu pilar dari 10 visi mewujudkan ASEAN
Community. Kesepuluh pilar visi ASEAN Community tersebut adalah outward
looking, economic integration, harmonious environment, prosperity, caring
societies, common regional identity, living in peace, stability, democratic, dan
shared cultural heritage (Kementerian Luar Negeri, 2014). Dengan kata lain,
keliru bila ada anggapan bahwa MEA 2015 adalah ambisi Indonesia dari
pemerintah yang tidak jelas arahnya.
MEA merupakan terobosan baru yang disetujui oleh kepala tiap negara di
ASEAN. Hal ini tentu saja dipilih karena sebagai pembangkit ekonomi yang
pernah ambruk pada tahun 1997 dan pernah juga krisis pada tahun 2009. Tentu
kita tak ingin sekadar bangkit saja, tetapi juga ingin mempercepat pertumbuhan
perekonomian. Oleh karena itu, krisis pada tahun 2009 hendaknya bukan hanya
dipendam dalam hati, tetapi juga dijadikan motivasi untuk segera bangkit untuk

siap bertarung di ajang AFTA 2020 nanti. Oleh karena itu, dalam percepatan
pembaharuan ekonomi sangat dibutuhkan sekali kebijakan MEA ini, agar kita tak
hanya sebagai loser dalam persaingan global.
Namun yang menjadi pertanyaan disini adalah kenapa harus ada MEA?.
Jawabannya adalah bahwa Indonesia adalah pasar terbesar karena jumlah
konsumsi yang besar. Tetapi dengan melihat data tingkat persaingan Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia masih terlihat di kelas
bawah. Artinya kita bisa saja diserang oleh produk-produk luar. Tidak hanya
produk luar, tetapi juga oleh serbuan Tenaga Kerja (Skilled Labour) yang bisa
menggeser mata pencaharian kita. Singapura adalah negara ASEAN yang dapat
dikatakan paling siap menghadapi MEA 2015. Meski bukan negara yang paling
tertinggal, Indonesia masih perlu kerja ekstra untuk menghadapi MEA 2015 ini.
Ini mengingat dalam beberapa hal strategis, Indonesia relatif tertinggal, seperti
daya saing dan infrastruktur.
Studi Bank Dunia (2013) menyebutkan, daya saing produk ekspor
Indonesia relatif tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lain, terutama
kaitannya dengan nilai tambah produk ekspor kita. Ekspor kita menjadi kurang
bersaing karena nilai tambahnya rendah. Di sisi lain, Indonesia akan menjadi
pasar barang dan jasa impor yang empuk, sementara nilai tambah dari barang dan
jasa impor tersebut bagi kita sangat kecil. Saat ini dampak dari rendahnya daya
saing kita tersebut sudah terasa. Sejak 2012 neraca perdagangan kita telah defisit.
Sementara neraca jasa kita sejak dulu tidak mengalami perbaikan, dalam arti
selalu defisit.

Tingginya pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia dalam satu


dekade ini menyebabkan demand masyarakat kita meningkat. Sayangnya, karena
lemahnya struktur industri, demand masyarakat tersebut tidak bisa dipenuhi oleh
industri domestik, melainkan harus diimpor. Ketika ekspor booming, kita juga
tidak bisa memaksimalkan nilai tambahnya. Ekspor komoditas dan barang primer
harus diangkut melalui pelabuhan dan menggunakan kapal. Sayangnya, karena
ketidaksiapan infrastruktur pelabuhan dan kapal Indonesia, terpaksa ekspor
tersebut harus dilakukan di pelabuhan negara tetangga dan diangkut dengan kapal
berbendera asing. Tidak hanya itu, asuransi angkutannya pun harus dengan
perusahaan asuransi asing sehingga neraca jasa kita mengalami defisit.
Dari sisi produksi, indeks daya saing Indonesia terus menurun. Menurut
data terbaru, Indeks Daya Saing Global Indonesia berada pada urutan ke-50, dari
posisi ke-46 tahun 2011. Faktor institusi, termasuk birokrasi yang korup,
inefisiensi, dan buruknya infrastruktur, masih menjadi penyebab. Dari indeks
tersebut, nilai rapor yang hijau hanyalah pasar yang besar. Jadi, Indonesia adalah
surga bagi produsen karena kekuatan kelas menengahnya. Peningkatan kelas
menengah Indonesia paling tinggi di antara negara Asia lainnya. Pola investasi
juga belum beranjak dan memegang dana tunai sehingga sangat mudah
membelanjakan uang untuk barang konsumsi. Akibatnya, meski kondisi ekonomi
makro baik, tetap ada korban dari integrasi pasar ini, yaitu impor yang meningkat
signifikan karena konsumsi terlalu banyak.

Melihat penjelasan mengenai kondisi negara kita diatas, tentu terlintas


dibenak kita pertanyaan, seberapa siapkah Indonesia dalam Menghadapi MEA
2015? Apa upaya yang telah dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia agar negara
Indonesia tidak menjadi loser pada era MEA 2015 nanti?.
Kesiapan pemerintah Indonesia sangat diperlukan dalam menghadapi
MEA karena jika Indonesia tidak siap, maka Indonesia hanya akan menjadi pasar
empuk dan budak negara ASEAN lainnya. Kesiapan pemerintah diperlukan tidak
hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga pada sisi tenaga kerja. MEA
merupakan kebijakan secara global, itu artinya batas antar negara di kawasan
ASEAN akan semakin kabur dan orang asing akan semakin gampang masuk ke
Indonesia. Oleh karena itu indonesia harus mempersiapkan tenaga kerja dengan
skill yang benar-benar dapat diandalkan, sehingga tenaga kerja Indonesia tidak
hanya menjadi budak pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti.
Mengenai persiapan pemerintah Indonesia, Ekonom yang menjabat
sebagai Direktur Executive Core Indonesia, Hendri Saparini menilai bahwa
persiapan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menghadapi MEA
2015 masih belum optimal. Menurutnya pemerintah baru melakukan sosialisasi
tentang "Apa Itu MEA" belum pada sosialisasi apa yang harus dilakukan untuk
memenangi MEA.
Mengacu pada pernyataan diatas, tentunya kita khawatir akan nasib
bangsa Indonesia beberapa tahun kedepan. Sebagian dari masyarakat kita masih
awam bahkan belum tahu tentang keberadaan MEA 2015 mendatang. Persiapan

yang dilakukan oleh pemerintah indonesia sudah 82 persen, namun itu hanya
persiapan sosialisasi mengenai apa itu MEA bukan persiapan strategi apa yang
akan dilakukan untuk menghadapi MEA nanti. Pemerintah harus memikirkan
matang-matang apa strategi yang harus dipersiapkan agar pada era MEA nanti
Indonesia bukan hanya sebagai pendonor SDA saja semntara SDM kita hanya
sebagai budak, namun Indonesia harus tampil sebagai penguasa bisnis dari
seluruh negara anggota ASEAN. Karena hanya ada dua pilihan bagi kita pada era
MEA nanti, yaitu menjadi loser atau winer, mnjadi penguasa atau menjadi budak,
itu semua tergantung seberapa jauh kita telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi MEA mendatang.
Agar Indonesia tidak hanya sebagai pasar empuk bagi produsen dari
negara ASEAN lainnya, maka Indonesia harus segera menyusun langkah strategis
yang dapat diimplementasikan secara target specific agar peluang pasar yang
terbuka dapat dimanfaatkan secara optimal. Langkah strategis tersebut disusun
secara terpadu diantara sektor mulai dari hulu hingga ke hilir dibawah koordinasi
suatu Badan Khusus atau Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Adapun langkah yang dapat diambil diantaranya adalah Peningkatan kualitas
sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun
professional,

penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada

umumnya, pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan


komoditi unggulan,

penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah

diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala, dan perbaikan infrastruktur fisik
melalui

pembangunan

atau

perbaikan

infrastruktur

seperti

transportasi,

telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi dan restrukturisasi industri, serta


peningkatan arus investasi kita yang masih lemah.
Selain itu, Indonesia juga butuh lebih banyak wirusahawan terutama
wirausahawan muda yang masih energic. Karena wirausahawan ini sangat
berpengaruh pada peluang kerja dan penyerapan tenaga kerja di indonesia. Jumlah
wirausahwan Indonesia saat ini baru mencapai angka 1.56 persen dari jumlah
penduduk Indonesia, sedangkan di negara regional ASEAN lainnya seperti
malaysia, dan singapura sudah mencapai lebih dari 4 persen. Sekitar 98-99 persen
wirausahawan Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Sehingga UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia. UMKM mampu menyumbangkan hingga 57 persen pada
GDP negara Indonesia, serta UMKM mampu menyerap hingga 98 persen tenaga
kerja di Indonesia. Sehingga UMKM merupakan senjata bagi Indonesia dalam
menghadapi MEA 2015, oleh karena itu UMKM harus mendapatkan perhatian
yang lebih dari pemerintah Indonesia, sehingga UMKM dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar lagi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan meningkatnya wirausahawan Indonesia, diharapkan dapat
meningkatkan daya saing Indonesia terhadap negara regional ASEAN lainnya.
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi daya saing Indonesia adalah faktor
internal di dalam perusahaan itu sendiri seperti sifat manajer, sifat pekerja, sistem
di dalam organisasi dan lainnya, serta faktor eksternal perusahaan seperti
infrasturktur dan logistik, lokasi dan geografi, kondisi pasar dan lainnya. Faktor
tersebut sangat mempengaruhi kepada daya saing Indonesia. Terlebih lagi dengan

adanya Liberalisasi. Liberalisasi akan berdampak sangat besar terhadap


perdagangan Internasional Indonesia. Bisa saja liberalisasi akan meningkatkan
persaingan internasional Indonesia, apabila UMKM di Indonesia sudah efisien
dan berdaya saing tinggi. Namun liberalisasi akan berdampak buruk bagi UMKM
yang berdaya saing rendah di Indonesia.
Jadi kesimpulannya adalah MEA merupakan tantangan sekaligus
kesempatan yang apabila dimanfaatkan dengan persiapan yang baik dan matang
maka akan menguntungkan bagi Indonesia terutama di bidang perekonomian.
Indonesia bisa menjadi penguasa pasar apabila strategi-strategi yang dijalankan
dapat tercapai dengan baik, mengingat begitu banyak sumber daya alam yang
sangat menguntungkan bagi Indonesia. Terlebih lagi jika didukung dengan
sumber daya manusia yang sangat kompeten. Oleh karena itu Pemerintah dan
masyarakat Indonesia harus melakukan persiapan yang ekstra keras dalm
menghadapi MEA 2015, terutama di bidang sumber daya manusia dan
pembangunan dalam segala sektor. Semoga MEA bisa menjadi wadah bagi
indonesia menuju kebangkitan dan kemajuan perekonomian yang pesat.

Policy paper. 2013. Masyarakat Ekkonomi ASEAN : Peluang dan Tantangan bagi
UMKM Indonesia. Jakarta : Kadin Indonesia.
Keliat, Makmur, dkk. 2013. Pemetaan Pekerja Terampil Indonesia dan
Liberalisasi Jasa ASEAN (Laporan Penelitian ASEAN Study Centre UI
Bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia).
http://ekspor-impor.net/news-update/strategi-dalam-menghadapi-masyarakatekonomi-asean-2015.html
http://jakartagreater.com/masyarakat-ekonomi-asean-2015/
http://www.beritasatu.com/ekonomi/147060-persiapan-indonesia-menghadapipasar-bebas-asean-masih-belum-optimal.html
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/11/20/mwjxrm-hadapi-meaindonesia-butuh-lebih-banyak-wirausahawan

Anda mungkin juga menyukai