Anda di halaman 1dari 8

OUTLINE SKRIPSI

Analisis Ekspresi Protein p53 pada Preparat Histopatologi Ameloblastoma Tipe


Folikuler dan Tipe Pleksiform

Disusun oleh:
Derrida M. Pariputra

G1G010021

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
2013

A. Latar Belakang
B. Latar Belakang Masalah
Ameloblastoma adalah tumor odontogenik yang sering dijumpai
pada tulang rahang. Ameloblastoma menurut Reichart dkk. (1995) sekitar
3-19% dari semua tumor dan kista pada rahang dan Cawson (2001) sekitar
12% dari semua tumor odontogenik. Menurut Reichart dkk. (1995) sering
dijumpai pada usia 33-44 tahun, sekitar 85% dari ameloblastoma
konvensional terjadi pada mandibula, terutama di daerah body ramus
ascenden, dan 15% terjadi pada rahang atas terutama daerah posterior.
Ameloblastoma secara histopatologi bersifat jinak berasal dari
epitel odontogenik yang terlibat dalam proses pembentukan gigi. Tumbuh
lambat dan berpotensi agresif terlihat dari mekanisme ekspansi kedalam
tulang rahang dan dapat melewati lapisan terkeras dari struktur
tulang/korteks sampai menginfiltrasi jaringan lunak sekitarnya sehingga
berhubungan

dengan

tingginya

tingkat

rekurensi

terutama

pada

ameloblastoma soid/multikistik. Penatalaksanaan ameloblastoma masih


sering diperdebatkan, beberapa penulis menyarankan tindakan secara
konservatif, namun di pihak lain banyak pula yang lebih memilih tindakan
radikal yang tentunya dapat menimbulkan masalah dalam rehabilitasnya.
Penatalaksanaan

ameloblastoma

sampai

saat

ini

masih

menjadi

kontroversial karena perilaku biologis unik dari tumor yang tumbuh


lambat, lokal invasif, dan dengan tingkat rekurensi yang tinggi.
Di Indonesia penelitian mengenai kasus ameloblastoma masih
jarang. Hasil penelitian pendahuluan Yulvie dan Latief (2011) seara
histopatologi tipe terbanyak ameloblastoma tipe pleksiform (31,43%),
kemudian ameloblastoma tipe folikular (30,00%), dan ameloblastoma tipe
campuran antara folikular dengan tipe pleksiform (27,50%). Sedangkan
menurut

Reichart

dkk

(1995)

mendadpatkan

bahwa

terbanyak

ameloblastoma tipe folikular (33,9%), dan tipe pleksiform (30,2 %), dan
dari kedua tipe tersebut tipe folikular yang paling sering rekurensi.
Rekurensi pada ameloblastoma dilaporkan 10%-20% setelah
tindakan enukleasi dan kuretase pada tipe unikistik ameloblastoma, dan

sebesar 50% - 90 % setelah tindakan kuretase pada tipe padat/multikistik


ameloblastoma. Beberapa ahli menyarankan untuk perawatan secara
radikal pada ameloblastoma tipe padat /multikistik dengan mereseksi 1-2
cm dari tepi tumor.
Ameloblastoma adalah tumor sejati dari jaringan sejenis organ
email, tumbuh intermitten dan dapat mengadakan invasi lokal. Secara
histopatologik bersifat jinak, sering kambuh sehingga tumor ini disebut
bersifat locally malignant dan umumnya tidak bernetastasis. Ada 2 tipe
yaitu pleksiform dan folikular yang secara klinik sama dan secara
mikroskopik tidak berpengaruh pada perangai biologik tumor. Berbeda
dengan basalioma yang secara histopatologik ganas. Lesi odontogenik lain
yaitu odontogenik keratosis yang mempunyai sifat agresifitas yang tinggi
sehingga daya kambuhannya juga tinggi.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas maka
memberikan dasar pemikiran kepada peneliti untuk merumuskan
pertanyaan sebagai berikut:
1.

Mengetahui apakah ada perbedaan ekspresi protein p53 antara


ameloblastoma tipe folikular dengan tipe pleksiform.

D. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Menganalisis

ekspresi

protein

p53

antara

preparat

histopatologi ameloblastoma tipe folikuler dan pleksiform


2. Tujuan Khusus:
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Menganalisis

ekspresi

protein

p53

pada

preparat

ameloblastoma tipe folikular.


b. Menganalisis ekpresi protein p53 pada preparat ameloblastoma
tipe pleksiform
c. Menganalisis perbedaan ekspresi protein p53 antara preparat
ameloblastoma tipe folikular dan pleksiform

d. Untuk mengetahui ekspresi protein yang berhubungan dengan


keganasan ameloblastoma.
E. Landasan Teori
1.

Ameloblastoma
a. Gambaran umum
WHO

(1992)

mengklasifikasikan

ameloblastoma

merupakan tumor epitel odontogenik yang jinak tapi locally


invasive. Asal kata Ameloblastoma dikemukakan oleh Churchill
(1934)

untuk

menggantikan

kata

adamantinoma

yang

diperkenalkan oleh Malassez (1885) karena adamantinoma berarti


pembentukan jaringan keras namun kenyataannya tidak ditemukan
adanya jaringan keras di tumor ini. Menurut Shafer (1983)
menyatakan bahwa ameloblastoma adalah neoplasma sejati dari
suatu jaringan dengan tipe organ enamel yang tidak mengalami
diferensiasi sampai ke titik pembentukan enamel.
b. Klasifikasi
Menurut WHO 2005, klasifikasi ameloblastoma terbaagi 4:
ameloblastoma

multikistik,

ameloblastoma

ekstraosseus,

ameloblastoma desmoplastik, dan ameloblastoma unikistik.


Menurut Neville 2002, mengklasifikasikan ameloblastoma
berdasarkan tampilan klins dan radiologis menjadi tiga jenis.
1) Ameloblastoma

Konvensional

Padat

atau

Multikistik (intraosseus)
Terjadi pada 86% dari seluruh kasus
ameloblastoma. Tipe ini memiliki gambaran
histopatologik yang berbedabeda yaitu: Tipe
Folikular,

Tipe

Pleksiform,

Tipe

Akantomatosa, Tipe sel Granular, Tipe


Desmoplastik, dan Tipe Basaloid.
2) Ameloblastoma Unikistik:
Pertama kali dilaporkan pada Robinson dan
Martinez pada tahun 1977. Presentase

kejadian

13%

dari

Seluruh

kasus

amelobalstoma yang terjadi.. Gambaran


Histopatologiknya

adalah

ameloblastoma

luminal, ameloblastoma intraluminal, dan


ameloblastoma mural.
3) Ameloblastoma Peripheral (Ekstraosseus):
Pertama kali dilaporkan oleh Stanley dan
Krogh (1959). Hanya 1% yang kejadian
ditemukan

dari

ameloblastoma.

keseluruhan
Tumor

ini

kasus
mungkin

terbentuk dari sisa-sisa epitel odontogenik


dibawah mukosa oral atau dari sel basal
epitelial dari permukaan epitel atau dari sisa
epitel

Serres

pada

gingiva.

Secara

histopatologik memiliki gambaran yang


sama

dengan

bentuk

intraosseus

dari

ameloblastoma.
c. Protein Tumor Supressor p53
Protein p53 adalah gen penekan tumor pertama yang
diidentifikasi dalam sel kanker. Pada awalnya diyakini sebagai
suatu onkogen (pemercepat siklus sel) tetapi bukti-bukti genetik
yang ditemukan sesudahnya menunjukkan bahwa gen ini termasuk
gen penekan tumor. Jejaring kerja p53 secara normal berada dalam
keadaan off atau tidak aktif. Keadaan ini akan menjadi on
(aktif) jika sel mengalami stress atau terluka. Di samping itu
protein p53 tidak berfungsi dengan baik dalam berbagai macam
tumor manusia dimana separonya diakibatkan langsung oleh
mutasi. Sebagian gen yang lain menjadi tidak aktif secara tidak
langsung melalui peningkatan pada protein virus atau sebagai
akibat perubahan gen yang produknya berinteraksi dengan p53 atau
penerjemah informasi yang menuju ke atau berasal dari p53.

Protein tumor supressor p53 merupakan pusat sejumlah


jalur signal tranksaktivasi gen yang berfungsi sebagai guardian of
genome. (Efeyan, 2007) terhadap gangguan/kerusakan tingkat
DNA, dengan cara mentrsnaktivasi p21, menyebabkan penundaan
siklus sel untuk memberi kesempatan DNA repair bekerja (Zhou et
al., 2001). Pada sisi lain p53 juga mentransaktivasi PUMA dan
atau Bax, mentrigger kematian sel secara apoptosis (Cory dan
Adams, 2002), dengan demikian stabilitas genomik selalu terjaga.
Meskipun demikian p53 juga mempunyai aktivitas sitoplasmik
(Green and Kroemer, 2009) dan transkripsi-independent, yang juga
berhubungan dengan apoptosis. Sehubugnan dengan pentingnya
peranan p53, hampir separuh penyakit kanker manusia mengalami
mutasi p53 inaktif (Signal and Rotter, 2000). Sedangkan sebagian
lainnya terjadi deaktivasi jalur p53 baik dengan meningkatnya
inhibitor,

penurunan

aktivator

maupun

inaktivasi

target

downstreamnya (Green and Kroemer, 2009).


2.

Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan proses dalam mendeteksi
antigen pada sel dari jaringan dengan prinsip reaksi antibodi yang
berikatan terhadap antigen pada jaringan. Imunohistokimia
seringkali digunakan untuk mengukur dan mengidentifikasi
karakteristik

dari

proses

proliferasi

sel,

apoptosis

sel.

Imunohistokimia juga sering digunakan untuk penelitian dasar


dalam rangka mengetahui distribusi dan lokasi biomarker ataupun
protein terekspresi pada berbagai macam jaringan pada tubuh.
Untuk memvisualisasikan hasil interaksi antara antigen dan
antibodi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dimana
cara yang paling sering digunakan ialah dengan konjugasi antibodi
dengan enzim seperti peroksidase.

D. Metode Penelitian
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
1) Ameloblastoma tipe folikular dan pleksiform
b. Variabel terikat
1) Ekpresi protein p53
c. Variabel terkendali
1) Sampel
2) Pewarnaan imunohistokimia
2. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah studi Deskriptif Analitik
pada preparat ameloblastoma.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Departemen Patologi
Anatomi FKG UGM.
4. Sampel Penelitian
Sampel penelitian berupa 10 buah preparat ameloblastoma
tipe folikular dan tipe pleksiform dan dibagi menjadi 2 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 sampel (n=5):
a. Kelompok perlakuan I
Sampel 5 buah preparat ameloblastoma tipe pleksiform
b. Kelompok perlakuan II
Sampel 5 buah preparat ameloblastoma tipe folikular
5. Rencana Analisis
Analisis untuk mengetahui adanya perbedaan antara
variable menggunakan uji ANOVA satu arah. Anova merupakan
prosedur pengujian parametrik rata-rata lebih dari dua kelompok
data. Pada pengujian anova selain data harus terdistribusi normal,
variansi antar perlakuan harus homogen. Sebelum pengujian anova
dilakukan, maka perlu dilakukan explorasi data untuk melihat
apakah kedua asumsi dipenuhi.

6. Ringkasan Cara Kerja


a. Membuat sampel
b. Melakukan Perlakuan
c. Melakukan Uji

Anda mungkin juga menyukai