Anda di halaman 1dari 9

Bersifat publik; wewenang untuk mengatur ( wewenang regulasi ) dan bukan menguasai tanah

secara fisik dan mengunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang Hak Atas Tanah
yang lebih bersifat pribadi2.
Wewenang negara untuk mengatur hubungan antara orang-orang termasuk masyarakat
hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara tanah dengan negara. Hukum
yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut sangat di perlukan untuk memberi
jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak di langar oleh
siapapun. Oleh karna itu sangat tidak tepat jika melihat hubungan negara dengan tanah
terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayahnya dan
hubungan antara perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat di pisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat
tritunggal3.
Hubungan hukum antara negara dengan tanah melahirkan Hak Menguasai tanah oleh
negara, hubungan antara masyarakat dengan hukum adat dengan tanah wilayahnya melahirkan
hak ulayat, dan gabungan antara perorangan dengan tanah melahirkan hak-hak perorangan
atas tanah4.
Eksisitensi hak ulayat yang diakui oleh UUPA berdasarkan pasal 3 UUP merupaka suatu
kemajuan tentang kedudukan Hak ulayat ditinjau dari segi

Yuridis formal, sehingga akan dapat mengisi pembagunan nasional disatu pihak dan
kepentingan umum secara bersama dilain pihak. Namun demikian, Pasal 5 UUPA Yang
berbunyi;
hukum agraria yang erlaku atas bumi, air dan ruang angakasa ialah hukum adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan peraturan yag tercantum dalam
undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang berdasrkan pada hukum agama.
Dari bunyi pasal 5 uupa tersebut di atas memberikan pengertian bahwa belakunya hak wilayat
dibatasi dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan tas persatuan bangsa. Pasal
5 tersebut memberi batasan-batasan dimana hak ulayat tidak boleh bertentangan dengan
sosialisme indonesia, dengan negara dan kepentingan nasional yang berdasarkan persatuan
bangsa, dan negara peraturan perundang-undangan lainnya, serta harus mengindahkan unsurunsur yang berdasarkan pada agama. Meskipun begitu pasal 3 UUPA memberikan suatu
pengkuan yang tegas terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang tunduk pada hukum
adat.
d. Undang-undnag No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Di dalam undang-undang no. 5 tahun 1990 ini tidak ada pasal yang menyinggung
tentang eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat. Pasal 37 hanya menyinggung
peran serta rakyat dalam konservasi SDA hayati dan ekositemnya. Hal ini dapat diartikan
bahwa pemerintah memberi peluang pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam

konservasi SDA, tetapi hubungan negara dalam SDA juga tidak dfisebutkan jelas dalam
UU ini, apakah hak menguasai atau milik. Dalam penjelasan pasal 16 ayat (1)
menyatakan bahwa pengelolaan kawasan suaka alam merupakan kewajiban pemerintah
sebagai konsekuensi penguasaan oleh negara atas SDA sebagaimana dimaksud dalam
pasal 33 UU 1945.
e. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia
Meskipunh bukan termasuk peraturan perundangan tentang sumber daya alam,
undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan halk ulayat
masyarakat hukum adat tak dapat diabaikan. Hak ulayat masyarakat hukum adat
berkaitan erat dengan hak asasi manusia (HAM), mengingat hak ulayat merupakan hak
atas tanah masyarakat hukum adat untuk menunjang kehidupan, diberikan secara lisan
kepada masyarakat hukum adat dari generasi ke generasi secara turun menurun. Oleh
karena itu, tidak ada sertifikat untuk hak ulayat.
Dalam hal permasalahan mengenai hak ulayat masyarakat hukum adat yang beberapa
kasusnya sampai diangkat media baik elektronik maupun media cetak berupa konflik
yang terjadi antara hak ulayat masyarakat hukum adat dengan negara dan/atau pemilik
modal paling banyak terdapat pada sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan5.
Hal tersebut berkaitan dengan pengaturan tanah oleh pemerintah Indonesia.
Pengaturan tentang tanah sebagai

Sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dapat dilihat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, kesadaran akan arti pentingnya fungsi tanah terkait
hak asasi manusia (HAM) mulai dirasakan semenjak era reformasi, yakni diawali dengan
terbitnya undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, arti penting hak
untuk hidup mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupan6 itu
memerlukan ketersediaan tanah untuk pemernuhan hak atas kesejahteraan berupa
milik, yang dapat dipunyai bagi diri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
untuk pengembangan dirinya bersama-sama dengan masyarakat.
Permasalahan yang terjadi yakni dikarenakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara
sangat terbatas, diantara tanah negara terdapat tanah hak ulayat masyarakat hukum
adat yang masih luas. Penggeseran kebijakan pertanahan dari populasi menjadi
cenderung pro kapitalis disebabkan orientasi pembangunan ekonomi. Dari segi hak asasi
manusia (HAM), belum ada undang-undang yang melindungi masyarakat adat, karena
itu disiasati dengan membentuk peraturan daerah, dengan begitu, masyarakat bisa
terlindungi eksistensi dan haknya7.
Sebelumnya pada masa orde baru, persoalan ham menjadi salah satu persoalan kunci
yang banyak mendapat sorotan, termasuk persoalan hak-hak masyarakat adat. Pada
masa orde baru, masyarakat adat menjadi korban untuk memenuhi ambisi
pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Tanah dan sumber daya alam masyarakat
adat lainnya dirampas atas nama pembangunan dan mereka menjadi terusir dari
kampung. Diskriminasi dan pengingkaran terhadap

Eksitensi masyarakat adat ini merupakan persoalan yang tidak bias dilepaskan daripada
persoalan hak asasi manusia, terutama dengan hak atas pembangunan dan hak atas
lingkungan. Pada masa rerformasi, dimuai dengan amandemen pasal 28 UUD 1945 dan
lahirnya UU No. 19 tahun 1999 tentang hak asasi manusia (UU HAM). Hak ulayat
masyarakat hukum adat menjadi salah satu hak asasi yang harus dilindungi oleh Negara.
Salah satu contoh pelanggaran atas hak masyarakat hukum adat adalah perampasan
lahan atau tanah kerajaan dan keluarga yang dilakukan pemerintah atau perusahaan.
Dalam salah satu artikel di kompas.com8 menyebutkan : lahan milik keluarga kerajaan
di tebo ulu kabupaten tebo di dekat taman nasional ukip 30 seluas 7500 hayang kini
telah menjadi milik sebuah perusahaan log (kayu) semenjak 10 tahun lalu yang
merampas tanah tersebut dari masyarakat dengan berbekal surat ijin dari komenhut
dan gubernur serta bupati setempat, ungkap sultan jambi, Raden Abdurrahman Thah
Syaifuddin di Jambi.
Lahan milik keluarga kerajaan di tebop ulu kabuaten tebo, jambi tersebut berstatus
hutan konservasi semenjak pemerintahan penjajahan hindia Belanda, yang artinya sama
sekali tidak diganggu oleh pihak manapun aalagi oleh perusahaan Log. Menurut sultan,
pelaporan yang disampaikannya tersebut mendapat respon positif dari PBB dengan
mengutus perwakilan dari UNICEF untuk turun langsung ke lokasi guna mengecek
kondisi real atas perampasan lahan kerajaan dan masyarakat berstatus hutan lindung
konservasi tersebut. Kemudian PBB menilai hal itu merupakan pelanggaran HAM dan
terkait pula terhadap hokum kelestarian lingkungan berstatus taman nasional yang

harus diusut tuntas dan dikembalikan kepada masyaraat adat pemilik sah lahan
tersebut9.
Dalam banyak peraturan dan diskursus yang berkembang, rujukan tentang hak
konstitutional masyarakat adat peratama-pertama selalu merujuk kepada pasal 18 B
ayat (2) Undang-undang 1945. Padahal ketentuan tersebut disadari mengandung
problem normatif berupa sejumlah persyaratan dan kecenderungan untuk melihat
masyarakat adat sebagai bagian dalam rezim pemerintahan daerah. Padahal advokasi
dan diskursus masyarakat adat lebih banyak pada level hak asasi manusia yang lebih
sesuai dengan landasan onstitutional pasal 281 ayat (3) UUD 1945. Sama dengan pasal
18b ayat (2) UUD 1945. Ketentauan pasal 281 ayat (3) UUD 1945 juga merupaka hasil
dari amandemen kedua UUD 1945 tahun 2000. Pasal 281 ayat (3) berbunyi : identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman
dan peradaban.10
Sejumlah ketentuan yang dapat dikaitkan dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat
adat terlihat dalam pasal 5 ayat (3), pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU HAM yang berbynyi
:
a) Pasal 5 ayat (3) UU HAM
Setiap orang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
pengakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
b) Pasal 6 ayat (1) UU HAM

Dalam rangka menegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hokum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,
masyarakat dan pemerintah.
c) Pasal 6 ayat (2) UU HAM
Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman
Pada pasal 28 UUD 1945 merupakan pasal yang berisi tentang hak asasi manusia, HAM
menjadi hak constitutional ketika dituliskan sebagai norma-norma didalam konstitusi.
Sejalan dengan doktrin kontrak social, positivisasi, HAM itu banyak dipengauhi oleh
pandangan para pemikir klasik. John Locke yang paling banyak dikutif dalam sejarah HAM
menyatakan bahwa HAM merupakan hak alamiah (Natural Rights) yang seiring dengan
kelahiran Negara membutuhkan konversi-konversi agar hak alamiah (natural rights)
menjadi hukum alamiah (natural law) yang tertulis dalam hukum suatu Negara. Dan
hukum tertinggi dalam suatu Negara adalah konstitusi dalam logika pengembangan HAM
dari para pemikir tersebut, posisi hak ulayat menjadi dilematis. Pada satu sisi karena
membutuhkan positivisasi maka hak ulayat hanya akan diakui apabila diatur dalam hukum
tertulis yang dibuat oleh institusi Negara. Secara negative, dalm dikatakan bahwa, jika
tidak diakui secara hukum maka eksistensi masyarakat dianggap lenyap (excluded).
Padahal hak ulayat sebagaimana HAM yang lain adalah hak yang melekat pada diri
masyarakat hukum adat. Hak ulayat adalah hak yang otohton atau hak asal yang menjadi
penanda keberadaan suatu komunitas masyarakat hukum adat. Bukan hak berian. Tanpa
di tuliskan di dalam konstitusi maupun dalam bentuk hukum tertulis lainnya yang dibuat

oleh Negara, hak ulayat tetap menjadi lembaga yang hidup dalam masyarakat hukum
adat11.
Oleh karna itu, maka hak ulayat merupakan tangung jawab dari Negara sebagai bentuk
hak asal atau tradisional yang melekat oleh masyarakat hukum adat. Hal paling mendasar
bagi pemahaman yang realistis tentang kewajiban-kewajiban Negara ini adalah bahwa
individu merupakan subjek yang aktif bagi selurah perkembangan social dan ekonomi.
Setiap individu di harapkan kapan saja melalui usaha-usahanya sendiri dengan
menggunakan

sumber

dayanya,

berupaya

menjamin

pemeniuhan

kebutuhan-

kebutuhannya sendiri,baik secara individual maupun secara bersama-sama dengan orang


lain. Akan tetapi, penggunaan sumber daya berarti orang tersebut memiliki sumber daya
yang dapat di pergunakan (biasanya tanah atau modal lain) atau juga menjadi buruh. Ini
bias termasuk hak-hak bersama atas tanah-tanah komunal, dan hak atas tanah yang
dimiliki oleh masyarakat hukum adat.12
Pasal 5 ayat (3) UU HAM mengatur lebih luas bagi kelompok yang memiliki kekhususan,
masyarakat adat hanya salah satu kelompok yang memiliki kekhususan karena berbeda
dengan masyarakat pada umumnya. Perbedaan itu antara lain soal hubungan social,
politik dan ekologis dengan alam. Selain masyarakat adat, kelompok masyarakat rentan
memiliki kekhususan misalkan perempuan, anak-anak, kelompok tunarunggu dan lainlainnya. Kemudian pasal 6 ayat (1) UU HAM mulai masuk mengidentifikasi masyarakat
adat. Ketentuan ini menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan yang berbeda dari
masyarakat dan pemerintah. Terakhir pasal 6 ayat (2) UU HAM lebih spesifik

menyebutkan jenis hak-hak masyarakat adat yang harus dilindungai oleh Negara antara
lain identitas budaya dan atas hak atas tanah ulayat.13
Undang-undang HAM memberikan jaminan pelindungan kepada keberadaan dan hak-hak
masyarakat adat sebagai bagian dari hak asasi manusia yang ahrus dihormati, dilindungi
dan dipenuhi oleh Negara. Namun ketentuan didalam UU HAM mengikuti pola pengakuan
bersyarat yaitu sepanjang selaras dengan perkenbangan zaman. Persoalan lain dari UU
HAM ini adlah tida diaturnya instrument hukum lanjutan yang dapat digunakan sebagai
bentuk kongkret dalam pemenuhan hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam.14
Hak ulayat masyarakat hukum biasanya terdapat di dalam hutan adat, dan hutan adat
merupakan bagian dari hutan nefara sampai terbitnya putusan mahkamah konstituso
(MK) No. 35/PUU-X/2012 yang menetapkan bahwa hutan adat bukan lagi begian dari
hutan Negara. Untuk melindungi hak ulayat masyarakat hukum adat, dibutuhkan
pengakuan dari Negara dan/atau pemilik modal yang paling banyak terdapat pada sektor
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan5, hal tersebut berkaitan dengan pengaturan
oleh pemerintah Indonesia. Pengaturan tentang tanah sebagai

f.

Anda mungkin juga menyukai