Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Filsafat Ilmu

Disusun Oleh:
Alfi Bisri M
130034022
2013B

JURUSAN PENDIDIKAN NON FORMAL


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiratTuhan yang Maha Esa yang telah memberikan, rahmat, tauhid serta
hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu.
Makalah ini selain disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu juga untuk
sedikit memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada pembaca. Sebagai sumber referensi
bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang Hakikat Sejarah dan Fenomenologi.
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai dukungan pihak-pihak terkait
yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penyusun. Sehingga penyusun mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang ikut membantu kelancaran makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga makalah ini memerlukan
penyempurnaan di masa yanga akan datang.
Harapan penyusun makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan
dapat mempermudah utuk keperluan tertentu.

Surabaya, 30 September 2014

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
1.3 TujuanPenulisan................................................................................................ 1
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Sejarah............................................................................................ 2
2.2 Hakikat Sejarah................................................................................................ 3
2.3 Macam macam Reduks Sejarah......................................................................... .....3
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................................4
3.2 Saran.................................................................................................................4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat merupakan ilmu yang radkal, menyeluruh dan unversal, bagai mana adanya
flsafat karena ada ragu ragulah muncul suatu pemkiran yang saling berhubung dengan sebab
dan akibat, salah satu adalah filsafat sejarah yang masih banyak misteri yang belum dketahui,
para sejarawan yang meneliti suatu kejadian atau gejala yang dakibatkan dar masa lampau, semua
di teliti dengan serius mengapa hal tersebut dapat terjadi, kurangnya bukti yang dapat mendukung
bahwa penemuan atau subjeknya diktakan peninggalan dari zaman dahulu, seorang filsafat akan
sangat memkirkan hal tersebut sampai ke akar akarnya, dmana dengan mengacu atau
berpedoman pada teori flsafat yang membenarkan akan terjadi suatu sinergis antara pendapat dan
penemuan, mereka tidak berfikir sendiri namun banyak yang dapat diperoleh dari berbagai pihak
untuk menemukan suatu bukti yang hampir mendekati kebenaran. Fenomenologia gajala juga
dapat dikatakan gejala yang dahulu dan yang sekarang, kejadian seperti proklamasi kemerdekaan
dan gejala pemerintah yang menaikan harga BBM juga dapat memberikan suatu pemikiran yang
spesifik untuk menemukan suatu kebenaran yang telah terjadi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uran latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah
terdapat pada fakta dan ideolog dari berbagai seseorang:
1. Bagaimana melihat suatu kejadian adalah hasil dari suatu gejala yang dapat kita pelajari?
2. Hakikat sejarah adalah hakikat yang mempunya banyak rincian yang dapat
menggambarkan begitu konkritnya suatu fenomene, bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
3. Menentukan Fenomenologi untuk pendidkan agar dapat individu atau kelompok dapat
berfilsafat?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan yang menjadi tujuan :
1. Memberikan gambaran umum tentang berfilsafat,
2. Mengetahui peranan sumber fenomenologi dalam kegiatan belajar berfilsafat,
3. Mengetahui hubungan penggunaan metode belajar kelompok dalam rangka kegiatan
belajar berfilsafat,
1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sejarah
Sejarah ialah kenangan dari tumpuan masa silam. Hal ini diungkapkan oleh Robert V.
Daniel. Kenangan yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang ditangkap oleh memori manusia
terhadap peritiwa yang ia lihat. Apa yang ia lihat dapat menjadi tumpuan dalam mengetahui
peristiwa masa lalu. Walaupun demikian, kenangan yang ditangkap tersebut mengalami
keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud adalah kemampuan manusia dalam mengingat.
Semakin lama peristiwa itu dikenang, biasanya semakin sukar manusia untuk mengingat kembali
apa yang ia lihat atau dialaminya. Peristiwa Tsunami yang terjadi di Aceh akan menjadi sejarah
tentang bencana di Indonesia. Bagi mereka yang mengalaminya, peristiwa Tsunami tersebut akan
menjadi kenangan dan kenangan tersebut akan menjadi tumpuan bagi orang yang akan menulis
sejarah bencana.Menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo, hakikat sejarah di batasi oleh dua
pengertian, yaitu sejarah objektif dan sejarah subjektif
a. Sejarah objektif, yaitu peristiwa atau kejadian masa lampau apa adanya
Objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi
manusia. Sikap objektifitas tidak akan dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau golongan didalam
mengambil keputusan. Jadi, objektivitas adalah usaha mendekatkan diri pada obyek atau dengan
kata lain berarti bertanggung jawab pada kebenaran objek. Seorang sejarawan dalam
merekonstruksi sejarah, harus mendekati objektivitas, karena akan didapat gambaran rekonstruksi
yang mendekati kebenaran.
b. Sejarah subjektif, yaitu hasil penafsiran (rekonstruksi) sejarawan atas peristiwa masa lampau.
Subjektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan
atau pikiran manusia. Jadi, subjektivitas adalah suatu sikap yang memihak dipengaruhi oleh
pendapat pribadi atau golongan, dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melingkupinya. Dalam
sejarah sukyektifitas banyak terdapat dalam proses interpretasi. Sejarah, dalam mengungkapkan
faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi melibatkan subyek. Dalam subjektivisme,
dimana objek tidak lagi dipandang sebagaimana seharusnya, tetapi dipandang sebagai kreasi dan
konstruksi akal budi.
2

subjektif diperbolehkan selama tidak mengandung subjektivistik yang diserahkan kepada


kesewenang-wenangan subjek, dan konsekuensinya tidak lagi real sebagai objektif.Untuk
mencapai objektivitas, sejarawan menggunakan metode ilmiah untuk menguji kesahihan buktibukti yang ada, mengecek kebenarannya, dan membandingkannya dengan temuan yang lain.

Ada tiga hal yang menghambat terwujudnya objektivitas sejarah.

Pertama, penelitian sejarah melibatkan kepentingan tertentu, misalnya kepentingan politik,


ekonomi, dan sosial budaya.
Kedua, peneliti memasukan perasaan, nilai, selera, atau ideologi pribadinya kedalam proses
penelitiannya.
Ketiga, peneliti tidak menguasai bidang yang di telitinya.
Selanjutnya, karena sejarah itu hasil penafsiran sejarawan, dapat dikatakan juga bahwa
kebenaran dalam sejarah itu tidak statis, tetapi dinamis. Artinya, penafsiran sejarawan masih
terbuka untuk di perdebatkan, digugat yang pada gilirannya akan melahirkan sudut pandang atau
penafsiran yang baru lagi.Agar penelitian sejarah dapat dipercaya dan diakui, peneliti harus
tunduk pada kewajiban etis untuk bersikap objektif dan menghindari kepentingan pribadi dalam
proses penelitinnya.

2.2 Hakikat Sejarah

Hakikat sejarah:

1. Sejarah sebagai peristiwa : peristiwa2 yang telah terjadi sejak masa lampau.
2. Sejarah sebagai kisah : peristiwa atau kejadian yang kejadian pada masa lampau kedalam suatu
tulisan sehingga dapat dibaca dengan lebih baik dan mudah dipahami.
3. sejarah sebagai ilmu : sejarah dikataka sebagai ilmu, karena memiliki syarat-syarat keilmuan.
syarat-syarat tersebut bersifat empiris, memiliki objek, teori, dan metode.
4. sejarah sebagai seni : sejarah dikatakan sebagai seni, karena seorang ahli sejarah membutuhkan
intuisi, imajinasi, dan emosi.

Ciri-ciri utama sejarah :

1. peristiwa abadi : peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, karena peristiwa
tersebut tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa. contoh : idul fitri
2. peristiwa unik : peristiwa sejarah merupakan peristiwa unik, karena hanya terjadi satu kali dan
tidak pernah terulang persis kedua kalinya. contoh : penculikan sukarno hatta
3. peristiwa penting : peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang penting dan dapat dijadikan
momentum, karena mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak. contoh :
proklamasi kemerdekaan RI

2.3 Macam macam Reduksi Sejarah


a.

Reduksi fenomenologis

Yaitu menyisihkan segala keputusan tentang realitas atau idealitas objek dan subjek.
Tidak mau diperhatikan apakah memang ada atau tidak; eksistensi
dikesampingkan.[20]Walaupun demikian, fenomen itu memang merupakan data, sebab sama
sekali tidak disangkal eksistensinya; hanya tidak diperhatikan. Namun obyek yang diteliti hanya
yang sejauh saya sadari. Dalam suasana kesadaran itu dengan tenang saya pandang objek
menurut relasinya dengan kesadaran. Tidak diberikan refleksi mengenai fakta-fakta; tidak pula
diberi statement tentang yang faktual.[21]
Hal yang dilakukan oleh Husserl dalam reduksi fenomenologis ini adalah :
1) Dengan mengurung atau meminggirkan keyakinan kita akan totalitas obyek-obyek dan
segala hal yang kita terlibat dengannya dari pendirian alamiah dan malah menemui pengalaman
kita tentangnya.
2)

Menjelaskan struktur dari apa yang tetap ada setelah dilakukan pengurungan.[22]

b.

Reduksi eidetis

Maksud reduksi ini ingin menemukan eidos, intisari; atau sampai kepada wesen-nya
(hakikat). Karena itu, reduksi ini juga disebut : wesenchau; artinya di sini juga kita melihat
hakikat sesuatu. Hakikat yang dimaksud Husserl bukan dalam arti umum, misalnya: manusia
adalah hakikatnya dapat mati; bukan suatu inti yang tersembunyi, misalnya: hakikat hidup;
bukan pula hakikat seperti yang dimaksud Aristoteles, seperti: manusia adalah binatang yang
berakal. Hakikat yang dimaksud Husserl adalah struktur dasariah, yang meliputi: isi
fundamental, ditambah semua sifat hakiki, ditambah semua relasi hakiki dengan kesadaran
dengan objek lain yang disadari.[23]

Tujuan sebenarnya dari reduksi adalah untuk mengungkap struktur dasar (esensi, eidos, atau
hakikat) dari suatu fenomena (gejala) murni atau yang telah dimurnikan. Oleh karena itu, dalam
reduksi eidetis yang harus dilakukan adalah jangan dulu mempertimbangkan atau mengindahkan
apa yang sifatnya aksidental atau eksistensial itu. Caranya adalah dengan menunda dalam tanda
kurung

BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Dalam berfilsafat sebaiknya kita tidak berfkir sendiri, mengajak teman atau guru
merupakan pilihan untuk menuju suatu kebenaran yang konkrit. Juga bantuan dari pihak kedua
atau dari sumber juga dapatmenambahh suatu ideologi atau persepsi kita.

3.1 Kesimpulan
Berfilsafat membantu kita menemukan kebenaran, bagaimana proses kita berfikir
mengolah informasi yang didapat, menerapkan dan membuktikan suatu yang konkrit, dengan
berfikir secara universal ajan dapat menemukan suatu kebenaran.

Pertanyaan
1. Bagaimana mengaitkan hikikat sejarah dan fenomenologi (Wahyu 046), Riski menambah (077)
2. Contoh dari Hakikat Subjektifitas dan Objektifitas (Lisa 039), Riski menambah (077), Ervita Sari
(070) Rinawati menambah ( 041)
3. Hubungan Sejarah, filsafat, fenomenologi dan letak intensionalitas pada fenomenologi (Ervita
Sari 070)
Jwb:
1.

Hakikat sejarah:

5. Sejarah sebagai peristiwa : peristiwa2 yang telah terjadi sejak masa lampau.
6. Sejarah sebagai kisah : peristiwa atau kejadian yang kejadian pada masa lampau kedalam suatu
tulisan sehingga dapat dibaca dengan lebih baik dan mudah dipahami.
7. sejarah sebagai ilmu : sejarah dikataka sebagai ilmu, karena memiliki syarat-syarat keilmuan.
syarat-syarat tersebut bersifat empiris, memiliki objek, teori, dan metode.
8. sejarah sebagai seni : sejarah dikatakan sebagai seni, karena seorang ahli sejarah membutuhkan
intuisi, imajinasi, dan emosi
letak fenomenologi tentunya terdapat pada sejarah dimana kita bisa saling menghubungkkan
dan mensinergisakannya

2.
Sejarah objektif, yaitu peristiwa atau kejadian masa lampau apa adanya
Objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia.
Sikap objektifitas tidak akan dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau golongan didalam
mengambil keputusan. Jadi, objektivitas adalah usaha mendekatkan diri pada obyek atau
dengan kata lain berarti bertanggung jawab pada kebenaran objek. Seorang sejarawan dalam
merekonstruksi sejarah, harus mendekati objektivitas, karena akan didapat gambaran
rekonstruksi yang mendekati kebenaran.
b. Sejarah subjektif, yaitu hasil penafsiran (rekonstruksi) sejarawan atas peristiwa masa lampau.
Subjektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau
pikiran manusia. Jadi, subjektivitas adalah suatu sikap yang memihak dipengaruhi oleh

pendapat pribadi atau golongan, dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melingkupinya. Dalam
sejarah

sukyektifitas

banyak

terdapat

dalam

proses

interpretasi.

Sejarah,

dalam

mengungkapkan faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi melibatkan subyek. Dalam


subjektivisme, dimana objek tidak lagi dipandang sebagaimana seharusnya, tetapi dipandang
sebagai kreasi dan konstruksi akal budi. subjektif diperbolehkan selama tidak mengandung
subjektivistik yang diserahkan kepada kesewenang-wenangan subjek, dan konsekuensinya
tidak lagi real sebagai objektif.
3.
Ada beberapa aspek yang penting dalam intensionalitas fenomenologi sejarah Husserl, yakni:
4. Lewat intensionalitas terjadi objektivikasi. Artinya bahwa unsur-unsur dalam arus kesadaran
menunjuk kepada suatu objek, terhimpun pada suatu objek tertentu.
5. Lewat intensionalitas terjadilah identifikasi. Hal ini merupakan akibat objektivikasi tadi dalam
arti bahwa berbagai data yang tampil pada peristiwa-peristiwa kemudian masih pula dapat
dihimpun pada objek sebagai hasil objektivikasi tadi.
6. Intensionalitas juga saling menghubungkan segi-segi suatu objek dengan segi-segi yang
mendampinginya.
Hubungannya saling mensinergisakan dimana saling mengisi satu sama lain

Anda mungkin juga menyukai