Anda di halaman 1dari 18

Makalah Filsafat Ilmu

Begitu pentingnya pemahaman akan adanya kesadaran


sejarah dalam kehidupan manusia

Disusun :

Masrifah (13010034038)
Kelas 2013 B

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014

Kata pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW, Tauladan sejati sampai akhir zaman sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas
Makalah Andragogi yang Berjudul Kesadaran Manusia terhadap wawasan sejarah
ditinjau secara fenomenologi kefilsafatan
dengan tema Filsafat Ilmu. Penulisan tugas Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
dalam Mata Filsafat Ilmu. Pada kesempatan ini tidak lupa saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan anugrah kesehatan dalam menyelesaikan Tugas
Makalah ini.
2. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan motivasi dan kasih sayang yang tidak
ternilai, serta Doa yang selalu dipanjatkan untuk saya.
3. Bapak Drs. FX. Mas Subagio. selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu,
Serta semua pihak yang turut membantu terselesaikan nya penulisan Makalah Ilmiah
ini dan kakak-kakak angkatan yang telah memberi semangat dan masukan kepada kami
hingga penulisan tugas Makalah ini selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan
sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan dosa sehingga masih banyak kekurangan
dalam penulisan Makalah ini, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas Makalah ini .Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu Filsafat dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya bagi penulis dan
pembaca.
Hormat kami

Penulis

Daftar isi
Halaman.i
Halaman judulii
Kata pengantar....iii
Daftar isi..iv
Ringkasan....v
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar belakang..2
Tujuan penulisan......5
Rumusan Masalah....6
Manfaat penulisan....7

BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Hakikat Sejarah . 8
Kesadaran atas Manusia , Waktu, dan Ruang .9
Kesadaran Sejarah .10
Wawasan Sejarah11

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN..12
B. SARAN..13

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Manusia dan sejarah tidak ekuivalen dengan sejarah dan manusia. Yang
pertama lebih bertendensi filosofis sehingga daripanya dapat dirumuskan statemen
sarat makna yakni manusia sebagai makhluk sejarah, adapun yang disebut terakhir
lebih bertendensi dan boleh jadi menjadi sejarah manusia. Bahwa dalam setiap upaya
membahas manusia dalam perspektif sejarah senantiasa dapat ditemukan semangat
filosofis, memang tidak perlu diragukan. Akan tetapi, bagaimanapun juga perspektif itu
hanya menajdikan telaah filosofis sebagai variable tambahan. Sementara penekanan
yang mesti menjadi sasaran nuansa filosofis mewarnai semua uraian tentang manusia
sebagai makhluk sejarah.
Manusia sejarah tentu saja sangat jauh perbedaannya dengan sejarah manusia.
Manusia sejarah bermaknakan manusia sebagai makhluk sejarah. Sebagai analog meski
berbeda dalam makna, istilah manusia sejarah menjadi parallel dengan istilah manusia
social, manusia moral, manusia ekonomi dll. Sedangkan analog sejarah manusia walau
berbeda dalam makna paralel dengan istilah sejarah dengan berbagai objek lain.
Dan secara etimilogis sejarah berarti pohon, yang berarti pula silsilah, asal usul.
Memang, sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terusmenerus. Namun penegrtian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena
itu, secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekedar sebuah istilah, asal usul
(pohon).

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada
pembaca tentang filsafat ilmu yang membahas tentang kesadaran manusia terhadap
wawasan sejarah di tinjauh secara fenomenologi kefilsafatan. Dengan pengetahuan
yang ada didalam makalah ini, kita bisa belajar dan mengetahui tentang kesadaran
manusia terhadap wawasan sejarah. Sehingga kita dapat mengetahui hakikat sejarah
dan manusia itu seperti apa. Selain itu juga tujuan penulisan ini sebagai kewajiban kami
dalam mengerjakan tugas filsafat ilmu

C. Rumusan Masalah
1. Apakah hakikat dari sejarah ?
2. Apa yang dimaksud dengan kesadaran atas manusia, waktu, dan ruang ?

3. Perlukah generasi bangsa untuk memupuk kesadaran sejarah, adakah manfaat dari
memahami kesadaran sejarah ?
4. Apa yang dimaksud dengan wawasan sejarah, dan jelaskan!

D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini sangat bermanfaat sekali bagi penulis dan khususnya bagi pembaca,
karena:
a. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempelajari dan mengkaji
tentang ilmu kefilsafatan yang membahas tentang kesadaran manusia terhadap
wawasan sejarah di tinjauh secara fenomenologi kefilsafatan. sehingga kita bisa
mengetahui tentang hakikat manusia, hakikat sejarah dan lain sebagainya.
b. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa maupun penulis untuk lebih
mengkaji lebih dalam tentang hubungan atas kesadaran atas manusia, waktu dan
ruang.
c. Tidak hanya bagi penulis, makalah ini juga bermanfaat bagi pembaca, karena
kita bisa mengetahui dan memahami tentang ilmu kefilsafatan. Yang dimana
filsafat itu berfikir. Sehingga dapat mengajak penulis maupun pembaca untuk
berfikir lebih dalam lagi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT SEJARAH
Hakikat sejarah dapat dipahami dengan membuka pengertian-pengertian
peristilahan (etimologis) dan terminologis. Dengan cara demikian, pengertian yang
sistematis dengan mula-mula bertolak dari pemahaman sederhana secara etimologis
mengenai sejarah, untuk kemudian masuk pada pendalaman terminologis, dan akhirnya
sampai juga pada subtansi yang mendasar tentang sejarah dimaksud, benar-benar
merupakan sebuah langka holistic dan universal perihal pemahaman sejarah.
Berdasarkan pelacakan akar kata sejarah secara historis, ditemukan bahwa kata
sejarah sesungguhnya berasal dari bahasa arab, yaitu SYAJARATUN yang dapat
dibaca syajarah yang berarti pohon kayu (Helius Syamsuddin dan Ismaun, 1996:2).
Seperti dapat diamati bersama, sebuah pohon senantiasa mendeskripsikan proses
bertumbuh dan berkembang dari bumi ke udara. Dalam proses tumbuh dan berkembang
tersebut, kemudian memunculkan cabang, dahan atau ranting, daun, bunga dan buah.
Istilah sejarah secara etimologis yang berarti pohon, yang berarti pula silsilah,
asal usul. Sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terus
menerus. Namun, pengertian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena
secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekadar sebuah istilah, asal usul (pohon).
Pengertian sejarah secara terminologis. Artinya, sejarah dipahami secara
definisi. Definisi itu sendiri seperti dikatakan oleh Helius Syamsudin dan Ismaun
sebagai pernyataan secara eksplisit tentang konotasi suatu istilah. Konotasi itu terdiri
atas atribut-atribut pokok dari istilah itu (1996:5).
Sehubungan denga pemikiran Sidi Gazalba yang mendefinisikan sejarah
sebagai: gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk social
yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan
tafsiran dan penjelasan, yang memberi pengertian tentang apa yang telah berlalu.
(1986:13).
Sejarah selalu berkaitan dengan masa lalu, dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk social, dan disajikan secara ilmiah. Dengan menekankan pada elemenyang
disebut terakhir sesungghnya Sidi Gazalba secara ekzplisit sudah menekankan pula
sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu. Menurut pandangan Roeslan Abdul Gani,
mengatakan bahwa sejarah adalah salah satu bidang ilmu yang menelitih dan
menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat dan kemanusiaan
dimasa lampau beserta segala kejadiannya dengan maksud untu menelitih secara kritis
seluruh hasil penelitihan dan penyelidikan tersebut untuk dijadikan suatu
perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah
program masa depan. (1986:74).

Ada dua hal paling penting dalam sejarah, yaitu sejarah mempunyai nilai dan
kegunaan terkait dengan waktu, baik masa lalu, sekarang, maupun akan datang. Sejarah
memang tidak bisa melepaskan diri dari kerangkah tridimensi waktu: masa lalu, masa
sekarang dan masa depan.
Secara praktis sejarah telah menempuh perjalanan yang amat panjang.
Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, sejarah telah ada sejak manusia mulai
bereksistensi di permukaan bumi ini. Sejarah sama kuatnya dengan usia umat manusia
itu sendiri, akan tetapi dilihat dari sudut pandang teori yaitu, memandang sejarah dari
sudut ilmiah seperti dikemukakan diatas, sejarah merupakan ilmu yang tentu saja masih
relative muda dibandingkan dengan peristiwa yang dibahasnya.
Berdasarkan kategori tersebut, ternyata hakikat sejarah meliputi beberapa unsur,
yaitu manusia, waktu, dan ruang. Tidak ada satu pun peristiwa sejarah yang tidak
mencakup ketiga unsur diatas. Dengan tegas dinyatakan bahwa sejarah sebagai suatu
proses dan peristiwa mesti melibatkan ketiga unsur tersebut. Hanya dengan adanya
manusia, waktu, dan ruang, maka proses sejarah dapat berjalan. Tanpa itu, tidak ada
sejarah. Karena ketiga unsur manusia, waktu, dan ruang menentukan eksistensi sejarah,
ini berarti ketiganya menjadi hakikat sejarah, sebab secara negative dapat dikatakan,
kalau ketiga aspek itu tidak hadir, maka mustahil sejarah dapat berproses. Jadi tema
sejarah merupakan pemersatu elemen manusia, waktu, dan ruang. Akan tetapi, tema itu
sendiri baru tercipta kalau manusia melakukan melakukan aktivitas didalam ruang dan
dimensi waktu.
Secara implisit sejarah dapat diungkapkan bahwa sesungguhnya hakikat sejarah
tidak hanya meliputi manusia, ruang dan waktu. Tetapi integrasi ketiga unsur itu yang
kemudian melahirkan tema sejarah adalah juga merupakan hakikat sejarah. Ini dapat
dibenarkan sejauh itu menyangkut kategori sejarah bukan lagi sebagai peristiwa
melainkan peristiwa yang perlu diceritakan dengan kaida-kaidah yang berlaku. Artinya,
ketika sejarah sebagai sesuatu yang terjadi, ,maka unsur manusia, ruang, dan waktu
merupakan esensi atau hakikat sejarah. Selanjutnya ketika peristiwa tersebut hendak
digarap sebagai cerita sejarah secara ilmiah, maka tema sejarah menjadi sesuatu yang
harus ada. Ini misalnya tercermin pada pertanyaan tentang apa peristiwanya? Bahkan,
bukan hanya itu saja. Dalam kerangka sebagai peristiwa yang dikisahkan, beberapa
aspek lain dapat dinilai sebagai esensi sejarah sebagai sebuah kisah. Aspek-aspek
dimaksud, misalnya terlihat dalam makna pertanyaan, bagaimana dan mengapa
peristiwa itu demikian?
Akan tetapi focus hakikat sejarah yang dijelaskan pada tulisan ini lebi pada
manusia, ruang, dan waktu, termasuk peristiwa (tema) sebagaimana terlihat pada skema
hakikat sejarah terdahulu. Dengan indicator itulah, kemudian uraian dalam tulisan ini
dikembangkan dengan mengeksplanasi lebih lanjud anasir-anasir hakikat sejarah
kedalam struktur kesadaran, sehingga secara sistematis dijelaskan mengenai kesadaran
atas manusia sebagai pelaku sejarah (peristiwa), kesadaran atas ruang dan kesadaran
atas waktu.

B. KESADARAN ATAS MANUSIA, WAKTU, DAN RUANG


Kesadaran atas manusia dimaksudkan sebagai suatu pernyataan bahwa manusia
adalah salah satu esensi hakikat sejarah. Sejarah tidak ada tanpa manusia karena hanya
manusia yang disebut sebagai makhluk sejarah atau zoon historicon. Manusia
mempunyai kesadaran yang mendalam terhadap sejarahnya. Ini merupakan sebuah
kenyataan yang tidak dapat ditemukan pada diri makhluk lain selain manusia. Oleh
sebab itu, kesadaran yang sesungguhnya dari manusia adalah termasuk menyadari
bahwa ia merupakan makhluk sejarah. . sejarah merupakan milik tunggal manusia.
Disiini manusia pun dikategorikan sebagai pewaris sah dan pewaris tunggal sejarah.
Sebagai pemilik sejarah, peritiwa sejarah yang kemudian dituangkan dalam
cerita sejarah mempertegas posisi manusia dalam sejarah. Setiap cerita sejarah selalu
menjelaskan tentang siapa maupun perilaku kolektif manusia. Bahwa manusia dalam
lingkup ini buka hanya merupakan uraian tentang perilaku personal melainkan dapat
berupa perilaku kolektif. Sejarah sebagai peristiwa tidak perlu diragukan signifikasi
posisi sentral manusia. Demikian peristiwa sejarah yang dituangkan dalam rangkaian
kisah, cerita sejarah setelah melalui penelahan secara metodik, juga mengeksplisitkan
peran penting manusia, meskipun itu tema sejarah yang dikisahkan meliputi tema
majemuk, manusia senantiasa hadir dalam keseluruhan tema sejarah.
Meskipun hanya manusia yang sadar akan waktu, tetapi harus diakui bahwa
menyangkut kesadaran atas waktu dalam sejarah, penjelasannya tidak terlalu gampang.
Waktu dikaitkan dengan profesi, keadaan tertentu. Mereka yang tengah sibuk mencari
nafkah menyatakan waktu adalah uang atau tiada waktu tanpa bekerja. Mereka yang
sedang menuntut ilmu lebih suka menyatakan waktu adalah ilmu atau tiada waktu tanpa
belajar. Begitu pula bagi sepasang muda-mudi yang sedang memadu cinta, waktu
disimbolkan sebagai cinta. Secara subtansial, pernyataan-pernyataan tersebut maupun
pernyataan lain yang semakna dan sesemangat denga itu menunjukkan bahwa konsep
waktu sangat penting. Karna waktu adalah isi, kreativitas, dinamika, perubahan. Oleh
sebab itu, waktu merupakan harapan kontinuitas. Waktu berproses terus menerus.
Dengan demikian, tidak ada eksistensi yang eksak. Semua keberadaan dalam ruang
terekam dalam waktu pantharei, semua berubah kata Herakleitos. Perubahan selalu
bersenyawa dalam dimensi temporal. Didalam ruang ada gerak. Perpindahan dari satu
titik ke titik yang lain (perubahan) adalah gerak. Waktu pun terimplementasi didalam
ruang.
Sejarah membutuhkan waktu (dimensi temporal). Tanpa waktu, sejarah menjadi
diam bahkan tidak ada. Dengan waktu itulah, sejarah menjadi dinamis, berkembang.
Konsepsi sejarah tentang dimensi temporal meliputi tiga aspek yaitu, masa lalu/ masa
lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Memang sejarah ebertumpuh pada
masa lalu. Sebab masalalu itulah yang merupakan bahan untuk menyusun cerita sejarah.

Akan tetapi dengan bertumpu pada masa lalu bukalah berarti bahwa sejarah hanya
untuk masa lalu semata.
Pengetahuan tentang masa lalu Pada dasarnya penegtahuan manusia yang
benar-benar telah dimiliki hanya sejauh apa yang sudah terjadi, akan tetapi ini tidak
berarti bahwa masa lalu hanya mengabdi pada masa lalu an sich. Pengetahuan masa
lalu itu hendaknya dapat membekali manusia pada penemuan kesadaran kekinian. Yang
pada akhirnya menjadi modal untuk suatu proyeksi abstrak keakanan. Sejarah sebagai
disiplin ilmu mempunyai karakteristik berbeda dengan disiplin ilmu lain, karena
perlakuan sejarah terhadap waktu sangat mendasar. Dalam sejarah terutama ditinjauh
dari sudut eksplanasi dan metodologi, sebuah karya sejarah sering lebih banyak
menimbulkan gugatan kritis yang boleh jadi sampai pada tingkat diragukan jika aspek
temporal ini tidak tergarap secara eksplisit. Di sisi lain, pentingnya waktu dalam sejarah
juga tampak pada periodisasi atau pembabakan dalam sejarah. Jika sejarah tidak bisa
dilepaskan dari aspek manusia dan waktu, maka demikian pula halnya denga ruang.
Semua sejarah membutuhkan ruang untuk mementaskan sejarah. Berarti tanpa ruang,
sejarah tidak mungkin ada. Oleh sebab itu, dalam cerita sejarah pertanyaan yang
mengarah pada aspek spasial (ruang) adalah dimanakah peristiwa itu terjadi?
Ruang merupakan integritas panjang, lebar dan tinggi. Pada ruanglah manusia
menyejarah atau membuat sejarah, jadi sejarah eksis didalam ruang seiring dengan
beradanya manusai didalam ruang. Ruang memberikan kemungkinan konkretisasi
sesuatu. Segala sesuatu berada dalam ruang. Sesuatu disiini dimaksudkan sebagai yang
factual. Sebab jika tidak, maka pertanyaannya adalah, apakah segala sesuatu (zat)
berada dalam ruang?
Gambar nyata terhadap pentingnya ruang dalam sejarah bisa dilihat dari adanya
kategorisasi sejarah berdasarkan ruang. Kategorisasi itu, misalnya sejarah local, sejarah
daerah,s ejarah nasional, dan sejarah dunia atau sejarah global. Ini menunjukkan sejarah
tidak bisa dipisahkan dari ruang. Dalam kerangka ini pula dapat dikemukakan integritas
elemen manusia, waktu, dan ruang sebagai pembentuk sejarah.
Permasalahannya adalah jika ruang dipahami sebagai bumi, sementara bumi
ditempatkan sebagai sala satu planet, maka begaimana menjelaskan peristiwa adam dan
hawa yang pada awalnya tidak berada dalam ruang yang disebut bumi tapi kisah adam
dan hawa telah diketahui termasuk episode diluar bumi.
Ada beberapa argumentasi yang dapat diajukan untuk menjelaskan persoalan di
atas. Pertama, jika alam dengan bumi dipisahka dalam arti yang ditunjuk oleh alam
bukan bumi (lebih luas) daripada bumi, lalu sejarah hanya terpentaskan pada ruang
bumi, maka fenomena sejarah yang dikemukakan diatas memang buka kategori
peritiwa sejarah. Itu merupakan peristiwa Supra sejarah, melaumpau dimensi ruang
sejarah. Artinya, sebagai perisitiwa yang didistribusikan dari agama. Kedua, walau
kedua peristiwa tersebut dan barangkali berbagai peristiwa lain yang senapas dengan

itu, terjadi tidak didalam ruang bumi tetapi tetap dikategorikan sebagai peristiwa
sejarah. Kerana pelaku sejaarah (hakikat sejarah), yaitu manusia yang memerankan
peristiwa itu di luar ruang bumi, namun pada akhirnya manusia sebagai pelau sejarah
kembali ke ruang bumi. Proses kembali ke ruang bumi itulah yang kemudian
memperkenalkan kita kepada peristiwa yang terjadi diluar bumi.
Argumentasi ketiga yang dapat dikemukakan untuk mejelaskan fenomena
sejarah tersebut bahwa baik alam maupun bumi adalah ruang. Bumi dengan alam tidak
penting untuk dipisahkan sedemikian rupa. Yang jelas sejarah selalu meruang. Ruang
bumi atau ruang alam lain, disitulah sejarah terpentaskan. Dengan demikian, peristiwa
adam dan hawa yang pada tahap awal (sebelum diturunkan di bumi) dan pada peristiwa
Miraj, maupun peristiwa lain seperti penjelajahan di bulan bahkan bila mungin untuk
hidup di alam lain seperti planet Mars, juga adalah sejarah. Sepanjang peristiwa itu
dilakuan oleh manusia, meruang, dan terekam dalam waktu.
Dengan demikian sejarah dapat terjadi bukan saja pada ruang bumi. Pada bulan,
maupun pada planet lain atau pada alam lain yang kesemuanya itu menunjukkan ruang,
sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Dengan syarat bahwa
manusia sebagai pelaku sejarah masih tetap berada dalam kesadaran hidup. Kalau
kesadaran hidup sudah meninggalkan dan tidak dimiliki lagi, sejarahpun berhenti,
sehingga hidup di alam lain sesudah alam dalam ketiadaan kesadaran hidup, bukan lagi
termasuk sejarah. Didalam kesadaran atas waktu, ruang terdapat kearifan yang mesti
ditangkap secara kontinuitas. Kearifan itu adalah kesadaran yang mendalam untuk
senantiasa mengakui, menghayati bahwa dalam sejarah elemen ruang dan waktu
menjadi barometer utama untuk menyatakan peristiwa sejarah yang satu dengan yang
lain tidak dapat disamakan.
Kesadaran ini penting sehingga pada akhirnya dapat diyakini sepenuhnya
bahwa apa yang terjadi ditempat lain misalnya dinegara lain seperti Amerika meski hal
ini menyangkut sesuatu yang ideal, belum tentu sesuai dengan konteks Indonesia.
Mengapa? Kesadaran ruang dan waktu adalah jawabanya. Demokrasi ala Amerika
misalnya, sangat cocok untuk konteks Amerika, sebaliknya belum tentu cocok
sepenuhnya untuk Indonesia karena ruang antara Amerika dengan Indonesia berbeda.
Demikian pula apa yang baik malahan terbaik saat ini belum tentu ideal untuk
seterusnya. System kepemimpinan Soekarno hanya cocok untuk zamanya, system
kepemimpinan Soeharto hanya cocok untuk zamanya. Sesuatu yang baik pada mas
silam tidak dengan serta merta relevan untuk konteks kekinian. Demikian pula sesuatu
yang baik pada tataran kinibelum tentu baik pula pada masa dean. Disinilah dimensi
temporal maupun spasial perlu dimaknai dalam menerjemahkan berbagai peristiwa
sejarah sehingga dapat menghindarkan diri dari generalisasi yang tidak pas.
Kesadaran atas ruang dan waktu ini menuntut pula kearifan lain. bahwa
penilaian komparatif terhadap peristiwa sejarah yang berbeda dimensi spasial maupun

temporalnya tidak bisa bersifat general. Oleh karena itu, tidak tepat untuk memaksakan
dan menyatakan ssisi pisitif zaman tertentu relevan untuk zaman lain dan ruang lain.
peristiwa sejarah sagat terikat dengan semangat spasial dan temporal yang
melingkupinya.
C. KESADARAN SEJARAH.
Kesadaran sejarah sebagai suatu idiom sesungguhnya merupakan istilah yang
dapat dikatakan masih asing bagi masyarakat pada umumnya. Akan tetapi dikalangan
tertentu, istilah ini terasa lebih akrab adanya. Kalangan tertentu yang dimaksud antara
lain: ilmuwan sejarah, penelitih sejarah, pendidikan sejarah, pemerhati sejarah dan
kebudayaan atau para praktisi sejarah, para birokrat atau pejabat yang karena tugas dan
tanggung jawabnya, mereka bersentuhan langsung dengan masalah sejarah dan
kebudayaan (daerah) hingga mereka ini sudah terbiasa dengan bukan saja istilah
kesadaran melainkan dalam hal yang lebih luas lagi, yaitu mengupayakan pelestarian
sejarah dan kebudayaan. Bagaimanapun juga memahami kesadaran sejarah niscaya
bermula dari pemahaman tentang sejarah itu sendiri. Jadi, secara terbalik bisa
dilukiskan begini: kesadaran Negara suatu bangsa, masyarakat hanya mungkin timbul
oleh karena adanya sejarah atau peristiwa sejarah yang telah dialami oleh masyarakat
dan bangsa bersangkutan. Kesadaran tentang sejarah pada sejarah masyarakat itu
sendiri.
Sejarah dalam kerangka keilmuan (ilmu sejarah) memiliki watak
tridimensional, yaitu kesinambungan antara hari kemaren, hari sekarang, dan hari
depan. Tidak dapat disangkal bahwa tekanan penyelidikan sejarah adalah the past
atau hari kemaren. Akan tetapi, ini bukan berarti menafikkan pentingnya
mempertautkan hari kemaren dengan hari sekarang dan hari depan. Ketiga komponen
waktu tersebut bertaut erat, tidak terpisah dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain. masa lampau adalah pijakan bagi kehadiran masa kini dan masa kini adalah
kerangka pematangan menuju masa depan. Serta masa depan adalah sesuatu yang
belum, namun pasti akan terwujud. Atas dasar pemikiran ini, sejarah dapat dipahami
sebagai masa lampau yang belum berakhir, belum selesai. Dan perlu digarisbawahi
lebih awal, sebab dalam beberapa hal pengertian tentang kesadaran sejarah bertaut erat
dengan peristiwa sejarah, fakta sejarah. Dan menurut pandangan Ismail yang
berpendapat bahwa, kesadaran sejarah memang harus dimulai dengan mengetahui
fakta-fakta sejarah. Malahan adakalanya pula harus pandai menghafalkan kronologi
tahun-tahun kejadian dalam sejarah itu, plus pengetahuan tentang sebab musababnya
antara fakta-fakta itu (Anhar Gonggong,1990:27). Dalam batas-batas tertentu,
pembinaan kesadaran sejarah yang mula-mula harus bertumpuh pada pengetahuan
tentang fakta sejarah, mengandung kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akan tetapi fakta sejarah belumlah cukup, dan ini diakui pula oleh ismail.

Apabila fakta sejarah menjadi barometer utama membina kesadaran sejarah,


secara tegas saya mengajak kita sekalian untuk meragukan intensitas kesadaran sejarah
yang telah kita semaikan selama ini didalam sanubari masing-masing. Sebab bila hanya
fakta sejarah yang menjadi ukuran dalam kesadaran sejarah, niscahya banyak diantara
kita yang dikategorikan tidak atau kurang memiliki kesadaran sejarah. Argumentasinya
sederhana, fakta sejarah berhubungan dengan peristiwa sejarah. Jadi kalau fakta sejarah
merupakan pintu masuk paling awal untuk memupuk kesadaran sejarah suatu
masyarakat, dan berdasarkan kenyataan yang hampir dapat dipastikan berlaku umum.
Tentang keringnya pengetahuan fakta sejarah yang dimiliki oleh masyarakat, sudah
dapat diprediksikan masyarakat yang senantiasa berada di luar kamar kesadaran
sejarah. Tentunya, fakta sejarah dan seperti sudah disinggung di atas bukan merupakan
unsur satu-satunya dalam membina kesadaran sejarah. Yang terpenting mengapresiasi
secara cerdas kausalitas peristiwa dalam konteks kekinian untuk tujuan yang lebih
kedepan, maka hakikatnya kita telah berupaya memaksimalkan kesadaran sejarah.
Dengan kata lain yang terpenting bagaimana belajar sejarah. Akan tetapi, bagaimana
pun juga peristiwa sejarah tetap harus menjadi elemen yang perlu diperhatikan dalam
pembinaan kesadaran sejarah khususnya didaerah mengingat masih sangat banyak
peristiwa sejarah didaerah yang belum tergali secara optimal terlebih lagi belum banyak
ditekuni oleh masyarakat, bahkan ada kesan bahwa terjadi semacam gerakan untuk
menjauh dari ingatan masa lampau.
Dengan demikian kesadaran sejarah tidak lain sikap mental, jiwa pemikiran
yang dapat membawa untuk tetap berada dalam rotasi sejarah. Artinya, dengan adanya
kesadaran sejarah, kita seharusnya menjadi semakin arif dan bijaksana dalam
memaknai kehidupan ini. . dalam mengahdapi segenab peristiwa sejarah, yang
terpenting bukanlah bagaimana belajar sejarah, melainkan bagaimana belajar dari
sejarah. Prinsip pertama akan membawa kita pada setumpuk data tentang peristiwa
masa lampau, sedangkan prinsip kedua akan mengisi jiwa kita dengan sikap yang lebih
arif dan bijaksana, sebagai inti dari kesadaran sejarah. Apa gunanya membina
kesadaran sejarah atau apa keuntungan praktis dari pembinaan kesadaran sejarah.
Adalah benar pembinaan kesadaran sejarah tidak menjanjikan dan tidak aka
memberikan keuntungan materi, tetapi tidak berarti bahwa kesadaran sejarah jauh dari
manfaat, jauh dari nilai guna. Sebagai bangsa besar yang mempunyai pengalaman
sejarah yang unik dan penuh dinamika, maka kesadaran sejarah tetap dapat diharapkan
memberi spirit bagi kehidupan bangsa dan Negara di masa kini dan di masa mendatang.
Lagipula nilai guna atau manfaat sesuatu tidak selalu harus berwujud dalam bentuk
materi. Dalam banyak halternyata manfaat sesuatu tidak selamanya berwujud materi.
Dalam konteks inilah hendaknya kita memposisikan manfaat kesadaran sejarah.
Justru agak terasa aneh dan mengada-ada apabila keasadaran sejarah sebuah bangsa
mengharap manfaat material. Sebab karakteristik kesadaran sejarah sebenarnya lebih
berorientasi pada sikap mental, semangat jiwa etis dan muatan moral. Maknanya
dengan adanya kesadaran sejarah sebuah bangsa tidak akan kehilangan nilai-nilai

elementar yang sangat dibutuhkan dimanapun juga. nilai-nilai tersebut antara lain:
nasionalisme, patrionalisme, demokratisme, cinta damai dan kejujuran dan keadilan.
Keasadarn sejarah dibutuhkan untuk membuat masyarakat lebih arif dan bijaksana
dalam melakoni masa yang belum pasti, paling tidak kesadaran sejarah akan mengantar
kita untuk tidak akan berbuat salah untuk kesalahan yang sama di masa depan.
Jadi sebenarnya, kesadaran sejarah yang tinggi yang dimiliki suatu bangsa dapat
berperan serta dalam kehidupan yang semakin didominasi oleh teknologi. Memang
kesadaran sejarah tidak mengajarkan cara membuat teknologi pesawat, kapal, dll, akan
tetapi kesadaran sejarah dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan motivasi yang
lebih tinggi dalam berteknologi. Disamping dengan adanya kesadaran sejarah, maka
laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering terkesan meleset
secara liar, sesungguhnya dengan adanya kesadaran sejarah maka semua itu dapat
dimbangi atau paling tidak, kemajuan pembangunan bangsa dan Negara tidak sematamata mengandung muatan material. Sebab sebagaimana telah menjadi komitmen
bersama pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara hekdaknya mengeimbangkan
antara material dan spiritual. Kesadaran sejarah dapat mempertinggi, memicu semangat
untuk teknologi. Hal ini beralasan sebab motivasi tidak hanya dapat tumbuh dengan
baik dari dalam teknologi. Sebaliknya teknologi dapat di dorong antara lain dengan
motivasi yang diinspirasi dari kesadaran sejarah. Dengan perkataan lain, motivasi
dalam melaksanakan pembangunan dapat dipertinggi melalui pembinaan kesadaran
sejarh. Maka dari itu perlu ditegaskan , pembinaan kesadaran sejarah bukan hanya
menjadi tugas kelompok orang yang terlibat dalam masalah-msalah kesejarahan seperti
pendidik sejarah, penulis dan penelitih sejarah, dan peminat sejarah. Melainkan
sebagimana dikatakan oleh Soedjadmoko bahwa kesadaran sejarah adalah urusan kita
semua, seluruh bangsa Indonesia (Soedjadmoko, 1976:15). Selain urgensi kedasaran
sejarah yang mencakup sebagai sarana motivasi dalam melaksanakan pembangunan
bangsa dan Negara, sebagai alat untuk memperkokoh semangat dan nilai-nilai
nasionalisme, kejuangan dan lain sebagainya. Reiner yang mengatakan bahwa tanpa
sejarah (kesadaran sejarah) orang tidak akan mampu mengembangkan ide tentang
konsekuensi dari apa yang dia lakukan (I Gde Widja, 1989:8). Pemikiran Reiner ini
secara kontradiktif dapat ditegaskan bahwa dengan adanya kesadaran sejarah, kita dapat
mengetahui tentang akibat dari apa yang akan kita lakukan. Artinya, kesadaran sejarah
akan memberi sikap tanggap terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi dari apa
yang tengah dilakukan.
Adapun Rowse yang seide dengan Reiner, berpendapat bahwa tanpa sejarah
(kesadaran sejarah), kehidupan manusia seperti kita ketahui adalah sesuatu yang sulit
dibanyangkan. Kesadaran sejarah hakikatnya sama mendasarnya dengan kehidupan
kita sendiri (I Gde Widja, 1989:9). Meskipun gagasan Rawse terkesan ekstrim, yaitu
kesadaran sejarah dianggap sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, akan tetapi semangat yang disampaikan tidaklah berlebihan.

D. WAWASAN SEJARAH
Wawasan, pandangan, atau perspektif bagi suatu disiplin ilmu dapat dinilai
sebagai sesuatu yang sangat mendasar dalam memberikan karakter tersendiri ilmu itu.
Oleh karena itulah setiap disiplin ilmiah mempunyai pula wawasan tersendiri dalam
mengekplanasi berbagai persoalan yang menjadi titik perhatian maupun dalam
memahami fenomena yang berkembang. Tanpa wawasan yang jelas dan kuat, suatu
disiplin ilmiah akan sangat sulit memposisikan signifikansi pragmatisnya. Sejarah
sebagai disiplin ilmiah jelas mempunyai perspektif tersendiri yang tidak sama dengan
disiplin-disiplin lainya. Wawasan, pandangan, atau perspektif sejarah dimaksudkan
sebagai kerangka referensi dalam menjelaskan objek telaan maupun memberikan
gambaran yang tegas terhadap fenomena yang berkembang. Dibanding dengan ilmu
social lain, sejarah mengandung perspektif yang bersifat diakronis.
Perspektif sinkronis memang mempunyai kekuatan tersendiri dalam
menjelaskan realitas yang ada karena melalui pedekatan sonkronis dapat diungkap
secara analitis, interdependensi, fungsi berbagai elemen sehingga fenomena dan realitas
yang ditelaah dapat teridentifisakasi secara relative tepat. Namun, bagaimanapun juga
dengan tidak masuknya unsur temporal maka hal itu dapat mengakibatkan tidak
komprehensifnya pengungkapan realitas.
Realitas kontemporer menyangkut kondisi geografis wilayah Indonesia,
misalnya tidak bisa hanya dipahami dengan menggunkan pespektif geografis, politik,
ekonomi untuk menggambarkan mengapa Indonesia mesti dari sabang sampai
merauke. Atau mengapa timur-timur akhirnya melepaskan diri Indonesia. Mejelaskan
semua itu sangat membutuhkan wawasan, pandangan, dan perspektif yang dinamakan
perspektif diagronis yang notaben merupakan perspektif historis karena menekankan
pada dimensi temporal. Pespektif sejarah sangat dibutuhkan untuk mengetahu secara
mendasar akar permasalahan, sebab hanya perspektif historis yang dapat
menggambarkan secara utuh, awal, proses, hingga akhir terjadinya suatu peristiwa.
Dengan demikian jelas sekali pentingnya perspektif sejarah ini, termasuk didalamnya
dalam mendalami identitas kebangsaan kita. Pemahaman tersebut buka saja menjadi
realitas yang terpetakan secara geografis, melainkan dalam cakupan konsep kebangsaan
pun elemen perspektif historis ini yang sangat penting untuk dimasukkan. Maka tidak
mengherankan ketika pemikir besar Prancis, Ernet Renon sebagai pemikir yang
termasuk paling awal mempertanyakan secara akademis tentang apa itu bangsa? Dalam
eraborasinya ternyata tidak hanya teridentifikasi aspek seperti: wilayah, bahasa, kultur,
agama, dan lain-lain. melainkan unsur sejarahlah yang paling mendasar bagi sebuah
nation (bangsa).
Jadi, nyata sekali bahwa wawasan kesejarahan tetap relevan dan penting dalam
kehidupan kebangsaan terutama ketika bangsa ini sedang giat melaksanakan berbagai
pemberdayaan hidup. Wawasan kesejahteraan tetap relevan dan penting dalam

kegidupan kebangsaan terutama ketika bangsa ini sedang giat melaksanakan berbagai
pemberdayaan hidup. Wawasan kesejahteraan dapat memberikan kontribusi yang tidak
kecil dalam mempertegas identitas kebangsaan, dalam memformasikan apa yang mesti
dan tidak mesti dilakukan untuk menata kehidupan kebangsaan itu sendiri secara
kreatif.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata sejarah secara historis, ditemukan bahwa kata sejarah sesungguhnya
berasal dari bahasa arab, yaitu SYAJARATUN yang dapat dibaca syajarah yang
berarti pohon kayu (Helius Syamsuddin dan Ismaun, 1996:2). Seperti dapat diamati
bersama, sebuah pohon senantiasa mendeskripsikan proses bertumbuh dan berkembang
dari bumi ke udara. Dalam proses tumbuh dan berkembang tersebut, kemudian
memunculkan cabang, dahan atau ranting, daun, bunga dan buah.
Istilah sejarah secara etimologis yang berarti pohon, yang berarti pula silsilah,
asal usul. Sejarah selalu menggambarkan proses tumbuh, hidup, dan berkembang terus
menerus. Namun, pengertian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Karena
secara etimologis pengertian sejarah lebih dari sekadar sebuah istilah, asal usul (pohon).
Kesadaran atas manusia dimaksudkan sebagai suatu pernyataan bahwa manusia
adalah salah satu esensi hakikat sejarah. Sejarah tidak ada tanpa manusia karena hanya
manusia yang disebut sebagai makhluk sejarah atau zoon historicon. Manusia
mempunyai kesadaran yang mendalam terhadap sejarahnya. Ini merupakan sebuah
kenyataan yang tidak dapat ditemukan pada diri makhluk lain selain manusia.
Sejarah dalam kerangka keilmuan (ilmu sejarah) memiliki watak
tridimensional, yaitu kesinambungan antara hari kemaren, hari sekarang, dan hari
depan. Tidak dapat disangkal bahwa tekanan penyelidikan sejarah adalah the past
atau hari kemaren. Akan tetapi, ini bukan berarti menafikkan pentingnya
mempertautkan hari kemaren dengan hari sekarang dan hari depan.
Wawasan, pandangan, atau perspektif bagi suatu disiplin ilmu dapat dinilai
sebagai sesuatu yang sangat mendasar dalam memberikan karakter tersendiri ilmu itu.
Oleh karena itulah setiap disiplin ilmiah mempunyai pula wawasan tersendiri dalam
mengekplanasi berbagai persoalan yang menjadi titik perhatian maupun dalam
memahami fenomena yang berkembang. Tanpa wawasan yang jelas dan kuat, suatu
disiplin ilmiah akan sangat sulit memposisikan signifikansi pragmatisnya.
B. SARAN
Kesadaran sejarah sangatlah penting bagi kehidupan bang dan Negara karena,
dengan kita mempunyai rasa kesadaram sejarah maka akan menumbuhkan sikap
mental, jiwa pemikiran, yang dapat membawa untuk tetap berada dalam rotasi sejarah.
Artinya dengan adanya kesadaram sejarah, kita dapat menjadi semakin arif dan
bijaksana dalam memaknai kehidupan ini. Sehingga kita sebagai generasi penerus
bangsa alangkah baiknya jika kita mempunyai kesadaran sejarah, sebab karakteristik

kesadaran sejarah sebenarnya lebih berorientasi pada sikap mental, semangat juang etis
dan muatan moral.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan tugas Laporan Observasi ini.
Kami menyadari bahwa laporan observasi yang kami susun jauh dari sempurna Untuk itu
saya minta kritik dan saran demi kesempurnaan Makalah ini .

Daftar Pustaka

Prof. Konrad Kebung, ph. D. Filsafat ilmu pengetahuan. 2011. Penerbit: PT.Prestasi
Pustakaraya.Jakarta-Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai