Anda di halaman 1dari 8

Strategi dan Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya

Rumput Laut (E. Cottonii) Berbasis Cluster


Urif Syarifudin
Rumput laut adalah salah satu
sumberdaya hayati yang terdapat
di wilayah pesisir dan laut.
Sumberdaya ini biasanya dapat
ditemui
di
perairan
yang
berasiosiasi dengan keberadaan
ekosistem
terumbu
karang.
Secara
ekonomis,
kegiatan
budidaya rumput laut merupakan
usaha yang menguntungkan dan
layak untuk dikembangkan serta
dapat menyerap tenaga kerja 7
orang per hektar (KKP, 2011).
Kondisi
ini
mengakibatkan
semakin
tingginya
tingkat
pemanfaatan kawasan laut di
Kabupaten Pangkep dan apabila
tidak dilakukan pengaturan dan
pengendalian
maka
akan
berdampak terhadap konflik
pemanfaatan
wilayah
laut,
ancaman kelestarian lingkungan
dan
keberlanjutan
usaha
budidaya rumput laut itu sendiri.
Untuk itu dibutuhkan strategi
dan konsep pola pemanfaatan
kawasan
budidaya
rumput
(E.Cottonii) terpadu (integrated)
dan keberlanjutan (sustainable).

Pendahuluan
Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut dengan keunggulan komperatif
(comperative advantages) yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Salah
satu keunggulan komperatif tersebut adalah luas wilayah, dimana sejak dideklarasikannya
konsep Negara kepulauan (DEKLARASI DJUANDA, 1957) dan diratifikasinya hukum laut
internasional (UNCLOS, 1982), menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan
(archipelago state) terbesar didunia, dengan jumlah pulau mencapai 17.480 buah, garis
pantai sepanjang 95.181 km dan wilayah laut seluas 5,8 juta km 2. Selain luas wilayah,
keunggulan komperatif dari wilayah Indonesia adalah geosentris Indonesia dimana letaknya
yang sangat strategis yaitu berada dipusat perlintasan tataniaga perdagangan global. Dari
sudut pandang meteorology oseanografi dimana konstelasi, persebaran letak, ukuran, bentuk
fisik dan posisi geografis wilayah Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Australia,
dan antara samudera Pasifik dengan samudera Hindia, menjadikan terjadinya proses penting
meteorologi oseanografi dalam bentuk iklim monsoon yang berpengaruh terhadap pola iklim
dan cuaca dunia, dan proses penting hidrooseanografi dalam bentuk dinamika massa air
dalam evolusi ekologi Indonesia yang merupakan bagian penting dari system sirkulasi arus
dunia (warm water conveyer belt). Sedangkan jika ditinjau dari tatanan geologi dimana
kawasan Indonesia memiliki tatanan geologi yang unik sebagai akibat dari interaksi tiga
lempeng utama (triple junction), yaitu lempeng samudera pasifik yang bergerak kearah barat,
dan lempeng samudera india-benua Australia yang bergerak kearah utara, serta lempeng
benua Eurasia yang bergerak kearah timur-tenggara, menyebabkan terjadinya peristiwa
geologi yang spektakuler sehingga Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman geologi
(geological diversity) dengan keanekaragaman hayati yang paling tinggi di dunia
(megadiversity).
Potensi sumberdaya laut (marine resource), dan posisi
Indonesia yang sangat unik dan stratejik dipandang dari
berbagai segi, menjadikan Indonesia sebagai negara yang
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya
laut. Intensitas pemanfaatan sumberdaya laut yang tinggi
dan cendrung tidak terkendali merupakan ancaman
terhadap kelestarian sumberdaya laut. Selain itu, anggapan
bahwa sumberdaya laut merupakan Common property
resources berakibat pada pemanfaatan sumberdaya laut
sebagai open access, yang menyebabkan tragedy of the
commons. Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah,
bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan laut lebih
disebabkan paradigma dan praktek pemanfaatan
sumberdaya laut yang tidak terintegrasi dengan baik dan
belum sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan
(sustainable).

BPSPL MAKASSAR - 2011

Tujuan
Penulisan
Menurunnya produktifitas
kelautan sebagai akibat
dari degradasi lingkungan;
Adanya
konflik
pemanfaatan
ruang
wilayah pesisir dan laut;
Pengelolaan dan penataan
lingkungan pesisir yang
kurang
terintegrasi,
merupakan isu global
dalam
pengelolaan
sumberdaya
laut.
Permasalahan
tersebut
terjadi hampir di seluruh
wilayah pesisir dan laut
Indonesia, termasuk di
Kabupaten Pangkep
Sulawesi Selatan. Untuk
mengatasi
masalah
tersebut, pemerintah pusat
menyelaraskan kebijakan
nasional dan daerah dalam
pelaksanaan
otonomi
daerah di wilayah pesisir
dan mendorong peran pemda
dalam
pengelolaan
wilayah
pesisir
dan
laut
secara
berkelanjutan. Sebagai bahan
masukan bagi pemda Kabupaten
Pangkep, maka pada makalah ini,
disajikan
bahasan
tentang
Strategi dan Pola Pemanfaatan
Kawasan
Budidaya
Laut
(Marine
Culture)
Secara
Berkelanjutan.
Dengan
pengembangan pola pemanfaatan
yang
baik
dan
terarah,
keanekkaragaman hayati ini
dapat terjaga kelestariaannya dan
juga sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat
secara terus menerus serta
mensejahterakan
masyarakat
pesisir
dan
mendorong
pertumbuhan kawasan tersebut
dengan sendirinya.

Gambar 1. Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Pangkep

sumberdaya pesisir dan laut di Sulawesi yang


dipandu dengan kajian literatur. Studi literatur
digunakan untuk menelusuri berbagai konsep dan
teori maupun berbagai pengalaman empiris yang
dicermati dan ditulis dalam berbagai buku referensi,
laporan penelitian maupun artikel jurnal. Berbagai
pokok pikiran dan fakta yang diperoleh dari
pengalaman praktis dan studi literatur disusun secara
sistematis untuk mendukung kerangka penulisan
makalah ini. Dalam makalah ini, penulis mengambil
contoh lokasi studi yaitu kawasan pesisir kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan (selanjutnya ditulis Kab.
Pangkep), hal ini didasari atas fakta bahwa Kab.
Pangkep merupakan kabupaten yang secara
geomorfologis merupakan kabupaten kepulauan
(Archipelgo regency). Sehingga kerangka penulisan
makalah ini berupa kajian tentang alternatif Pola
Pemanfaatan Kawasan Budidaya Laut (Marine
Culture) Secara Berkelanjutan.

Pembahasan

Metode

Kharakteristik sumberdaya laut


kabupaten Pangkep.

Metode penulisan makalah ini


dilakukan berdasarkan pada
pengalaman
praktis
penulis
selama
melakukan
tugas
menyusun program pengelolaan

Kabupaten Pangkep (Gambar 1), merupakan daerah


yang memiliki eco-oceanogrphy yang unik yaitu
tersusun atas gugusan karang spermonde yang
terletak pada kawasan Coral Triangle dan terdapat
115 pulau-pulau kecil dalam wilayah administrasinya

dimana
80
buah
pulau
berpenghuni (DKP Pangkep,
2010). Kepulauan Spermonde
memiliki tingkat keragaman
karang yang cukup tinggi karena
terdapat 68 genera dan sub
genera dengan total spesies 262
(Moll,
1983).
Secara
administrasi,
luas
wilayah
Kabupaten
Pangkep
adalah
12.362,73 kilometer persegi
dimana luas daratan mencapai
898,29 kilometer persegi dan
luas wilayah perairan laut adalah
11.564,44 kilometer persegi.
Pada wilayah daratan Sulawesi,
panjang pantai yang dimilikinya
adalah 45 kilometer. Dari segi
geografis ini telah terlihat bahwa
Kab. Pangkep memiliki potensi
kewilayahan bidang kelautan dan
perikanan yang cukup besar.

2 | Page
Makalah Kelautan dan Perikanan

Dari segi geomorfologi lahan


(Gambar 2), Grup struktur lahan
di Kab. Pangkep terdiri dari
struktur Aluvial, Fluvio, Karst,
Marin,
Tektonik,
vulkanik,
struktur
lainnya.
Diantara
struktur lahan tersebut, struktur
lahan karst (31,9%) dan Fluvio
(30,9%) mendominasi struktur
wilayah kabupaten. Sedangkan
struktur lahan terkecil adalah
marin (1,3%). Untuk bentuk
lahan (land form), Kab. pangkep
terdiri dari dataran alluvial,
dataran antar perbukitan, dataran
estuarin, dataran illuvio-marin,
dataran karst, delta estuarin,
lahan koluvial, lereng curam,
lereng koluvial, pegunungan
karst, pegunungan vulkanik tua,
perbukitan intrusi, perbukitan
karst,
perbukitan
tektonik,
perbukitan vulkanik tua dan
bentuk lainnya. Landform Kab.
Pangkep didominasi oleh bentuk
perbukitan karst (23,3%) dan
dataran iluvio-marin (19,8%) dan
dataran aluvial (14,3%). Elevasi
Kab. Pangkep berkisar antara 0
hingga 1200 mdpl, dengan
elevasi dominan adalah pada
ketinggian <10 mdpl (27,3%).
Sedangkan bentuk relief kab.
Pangkep mulai dari datar hingga
bergunung.
Kab.
Pangkep
didominasi oleh bentuk relief
dataran datar dan agak datar
(50,2%)
dan
berbukit
(33,8%).Kelerengan lahan di
Kab.Pangkep berkisar antara 1
hingga lebih dari 40%, dimana
dominasi
kelerengan
lahan
adalah kurang dari 3%. Bahan
induk penyusun lahan kabupaten
Pangkep
terdiri
dari
aluvium/marin, basal dan ultra
basal, batu gamping, broksi, lava
dan tula, endapan liat dan pasir,
endapan undak, koluvium breksilava, kolovium-aluvium dan
trachit. Bahan induk utama
penyusun lahan di Kab. Pangkep
adalah aluvium/marin (33,5%)
dan batu gamping (31,9%).
Satuan tanah dari Kab. Pangkep
terdiri dari kompleks aquic
haplustaifs, kompleks dystric
haplustept,
kompleks
lthic
haplustalfs, kompleks lithic

3 | Page
Makalah Kelautan dan Perikanan

Pemerintah pusat (Kementerian


Kelautan dan Perikanan) telah
banyak melakukan upaya dalam
rangka mendorong pembangunan
di sektor kelautan. Berbagai
upaya telah dilaksanakan mulai
dari penguatan kelembagaan,
perbaikan
infrastruktur,
penyadaran masyarakat hingga
bantuan
langsung
kepada
masyarakat pesisir. pemerintah
daerah
telah
berupaya
semaksimal mungkin dalam
mengembangkan sektor kelautan
guna
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir
sekaligus
mengentaskan
kemiskina di wilayah pesisir.

Gambar 2. Peta Satuan Lahan (Landuse dan Landform) Kabupaten Pangkep.

haplustoils, komplek singkapan


batuan,
kompleks
typic
haplustefs,
kompleks
typic
sulfaquepts, kompleks sulfic
endoaquepts, kompleks aquic
haplustefs dan typic haplustefs.
Satuan tanah di Kab. Pangkep
didominasi oleh jenis kompleks
lithic haplustefs (19,8%) dan
kompleks sulfics endoaquefts
yang tesebar disepanjang pesisir
hingga 8 kilometer dari garis
pantai kearah daratan (17,3%).
Potensi lahan di Kab. Pangkep
tersebut
digunakan
untuk
berbagai kepentingan seperti;
hutan produksi, hutan lindung,
kebun
campuran,
kawasan
galian, sawah, permukiman,
tambak serta peruntukan lainnya.
Hasil analisis, menunjukkan
berdasarkan peta citra geotif alos
tahun 2010, bird-view tahun
2009 dan peta satuan lahan tahun
2006,
menunjukkan
bahwa
pemanfaatan lahan di Kab.
Pangkep
didominasi
untuk
keperluan
pertanian/sawah
(13,3%), tambak (19,0%), dan
untuk keperluan kebun campuran
(12,9%), peta satuan lahan
terlampir (BPSPL Makassar,
2010).
Berdasarkan
uraian
tersebut,
Kab.
Pangkep

merupakan wilayah dengan kondisi lahan yang cukup


subur dan telah dimanfaatkan untuk berbagai
aktivitas perekonomian.
Dari segi demografi, sebagian besar (225.700 jiwa)
atau sekitar 89,93% penduduk Kab. Pangkep
berdomisili di wilayah pesisir dengan tingkat
kepadatan rata-rata 4-5 orang/ha (BPS Pangkep
2010). Hal ini mengindikasikan bahwa, selain potensi
sumberdaya maritim yang besar dan dukungan
sumberdaya lahan yang subur, wilayah pesisir Kab.
Pangkep juga memiliki dukungan sumberdaya
manusia yang berdomisili di wilayah pesisir.
Dari segi sosial budaya, sebagian besar masyarakat
pesisir di Kab. Pangkep berasal dari suku bugismakassar. Mengutip cerita dari sebuah maha karya
satra tradisional yang sangat terkenal I La Galigo
menceritakan bahwa asal usul kerajaan bugismakassar bermula dari seorang dewi yang turun ke
bumi, yaitu To Manurunge yang menikah dengan
Karaeng Bayo dan memerintah kerajaan Gowa dan
beraliansi dengan kerajaan Tallo (F.W. Stappel, 1988).
Jika dilihat dari letak geografis dan bukti sejarah,
menunjukkan bahwa kerajaan Gowa merupakan
kerajaan maritim yang besar pada abad XVI Masehi.
Dari cerita mitos dan bukti sejarah menunjukkan
bahwa masyarakat pesisir yang berdomisili di Kab.
Pangkep merupakan masyarakat yang memiliki nilainilai budaya bangsa-maritim yang telah mengakar
sejak nenek moyang mereka.

Kebijakan pembangunan sektor


kelautan.
4 | Page
Makalah Kelautan dan Perikanan

PDRB Kab. Pangkep atas dasar pembuatan


dempond,
pembangunan
sarana memenuhi syarat untuk budidaya
harga berlaku pada tahun 2009 pengolahan dan perumahan nelayan hingga rumput laut, yaitu; salinitas
mencapai Rp. 3.826,203 Milyar peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan berkisar antara 29 32 dengan
akan tetapi kontribusi sektor bantuan sosial PNPM Mandiri (DKP Kab, Pangkep
salinitas
rata-rata
30,44,
pertanian dan kelautan hanya 2011). Semua upaya maksimal yang telah dilakukan kandungan oksigen rata-rata 4,04
mencapai 2,85%, sebuah angka oleh pemerintah belumlah cukup untuk menurunkan mg/l, jauh dari muara sungai,
yang
cukup
ironis
jika angka kemiskinan apalagi memberantas kemiskinan bebas
dari
pencemaran,
dibandingkan dengan
potensi dan mensejahterkan masyarakat pesisir. Kantung- kedalaman perairan 10-15 m
sumberdaya
pertanian
dan kantung kemiskinan masih banyak tersebar di dengan dasar perairan pasir,
kelautan yang dimiliki. Dari wilayah pesisir, data BPS Pangkep 2010 (Tabel 1) lumpur dan karang, secara alami
angka ini, dapat dikatakan bahwa menunjukkan bahwa sebanyak 47,632 jiwa atau ditumbuhi tanaman rumput laut
pembangunan sektor kelautan sekitar 19,86% dari total populasi penduduk Kab. jenis lainnya (BPSPL Makassar,
dan pertanian di Kab. Pangkep Pangkep masih tergolong miskin.
2011).
belum mampu menggerakkan
Secara lebih terinci (Gambar 3),
perekonomian daerah secara Pada tataran kebijakan, pemerintah Kab. Pangkep implementasi teknologi yang
signifikan.
telah menentukan strategi dan arah kebijakan diterapkan
oleh
para
Produksi kelautan dan perikanan pembangunan sektor kelautan dalam RPJMD 2011- pembudidaya rumput laut di
dari tahun 2007 hingga tahun 2015 untuk tujuan Meningkatkan efektivitas dan Kabupaten
Pangkep
adalah
2010 relatif kecil yaitu 76075 ton sinergi program penanggulangan kemiskinan, sebagai berikut : Untuk usaha
(tahun 2007) dan 81399 ton Meningkatkan efisiensi usaha perikanan dan budidaya rumput laut Eucheuma
(tahun 2010) atau rata-rata kelautan, perkebunan, dan pertanian Meningkatkan sp langkah awal yang harus
kenaikan produksi hanya 1,75% kualitas penataan ruang wilayah, Meningkatkan dilakukan
oleh
para
per tahun (DKP Kab. Pangkep
keterkaitan dengan kawasan terdekat dan kawasan pembudidaya adalah melakukan
2011). Akan tetapi tingkat pusat-pusat pertumbuhan baik lokal, regional maupun pemilihan Lokasi. Secara teknis
kerusakan ekosistem laut terus internasional
Meningkatkan
produksi
dan kondisi perairan di wilayah
meningkat
dimana
rata-rata produktivitas tanaman pangan, perkebunan, dan pesisir
Kabupaten
Pangkep
tingkat
kerusakan
terumbu perikanan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, memenuhi syarat untuk budidaya
karang di wilayah pesisir Kab. Meningkatkan kegiatan ekonomi lokal dan rumput laut, yaitu; salinitas
Pangkep mencapai angka
berkisar antara 29 32
Tabel 1. Administrasi dan demografi Kab. Pangkep
38,62% dan dari total
dengan salinitas rata-rata
angka kerusakan tersebut
30,44, kandungan oksigen
dimana 23,54% kematian
rata-rata 4,04 mg/l, jauh
terumbu adalah berupa
dari muara sungai, bebas
Dead Coral Alga (DCA)
dari
pencemaran,
yang disebabkan oleh
kedalaman perairan 10-15
sedimentasi (KKP, 2011).
m dengan dasar perairan
Hal ini mengindikasikan
pasir, lumpur dan karang,
semakin
menurunnya
secara alami ditumbuhi
produktifits lahan tambak
tanaman rumput laut jenis
akibat erosi dan kehilangan
lainnya (BPSPL Makassar,
unsur hara dalam tanah dan
2011).
Setelah
lokasi
Sumber : BPS Kab. Pangkep 2010.
tingginya arus tranformasi
ditentukan, maka tahapan
sedimentasi
yang
selanjunya
adalah
membawa partikel-partikel tanah keterkaitan kawasan strategis dengan pusat melakukan pemilihan bibit. Bibit
dari daratan menuju ke perairan pertumbuhan terdekat, Meningkatkan penegakan yang digunakan merupakan hasil
hukum dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
pesisir (Gambar 3).
budidaya dari wilayah setempat
Pengembangan
infrastruktur
maupun dari wilayah lain
telah banyak dilakukan oleh Eksisting Perikanan Budidaya Rumput
(seperti; bulukumba). Adapun
pemerintah, baik infrastruktur Laut (E.Cottonii)
ciri-ciri bibit yang digunakan
yang terkait dengan proses
yaitu merupakan thallus muda,
produksi maupun infrastruktur Kondisi wilayah perairan pesisir i Kabupaten bercabang banyak dan rimbun
penunjang produksi, seperti; Pangkep, merupakan wilayah laut dangkal dengan berujung runcing dan segar,
pembangunan Fasilitas PPI, kedalaman rata-rata 10-15 meter dengan dasar warnah cerah tidak pucat (coklatChilling Room, Solar Package perairan bervariasi mulai dari pasir, lumpur dan kecoklatan
atau
hijau).
Dealer Nelayan, Pengadaan karang yang secara alami ditumbuhi tanaman rumput Umumnya bibit yang digunakan
Kapal dan Mesin, Sampan Fiber, laut jenis lainnya, selain daripada itu terlindung oleh adalah bibit hasil pembudidaya
Jaring Ikan Hias, Pancing Rawai, arus dan gelombang karena banyak dikelilingi oleh lain dalam desa yang sama dan
Rumpon
Cumi
Atractor, pulau-pulau kecil dan gosong. Secara teknis kondisi ada juga yang didatangkan dari
Rehabilitasi jaringan tambak, perairan di wilayah pesisir Kabupaten Pangkep luar wilayah pesisir Kabupaten
5 | Page

Makalah Kelautan dan Perikanan

Pangkep maupun dari daerah luar berumur 40 hari, saat panen cuaca sangat perlu memanfaatkan perairan yang
yaitu berasal dari Kabupaten diperhatikan oleh pembudidaya, dalam satu longline relatif dangkal.
Bulukumba. Pengangkutan bibit (panjang tali ris 25 m) dengan jarak tanam antar Secara
ekonomis,
kegiatan
rumput
laut
dengan rumpun 25 cm, maka terdapat 100 titik/rumpun. budidaya rumput laut merupakan
menggunakan kendaraan roda 2 Setelah dipanen tanaman rumput laut dapat usaha yang menguntungkan dan
dan atau perahu. Harga bibit menghasilkan sekitar 8 kg basah dan apabila layak
untuk
dikembangkan
rumput laut yaitu Rp. 2000,-/kg. dikeringkan akan menghasilkan 1 kg rumput laut dengan nilai B/C ratio sebesar
Penanaman bibit rumput laut kering (Jana T. Anggadireja, 2005).
1,27 dan PBP sebesar 3,25 dan
dilakukan dengan metode long
dapat menyerap tenaga kerja
line, hal ini dikarenakan kedalam
rata-rata 7 orang per hektar
perairan 10-15 m. Kegiatan Strategi dan Pola Pemanfaatan Kawasan (BPSPL Makassar, 2011).
penanaman
rumput
laut
Kondisi ini mengakibatkan
dilakukan oleh pembudidaya dan Budidaya Rumput Laut (E.Cottonii) semakin
tingginya
tingkat
dengan dibantu oleh anggota Secara Berkelanjutan
pemanfaatan kawasan laut di
keluarganya. Jumlah bentangan
Kabupaten Pangkep dan apabila
yang
dimiliki
oleh
tidak
dilakukan
pembudidaya
rumput
pengaturan
dan
laut di desa pundata baji
pengendalian maka akan
yaitu 3000 bentangan,
berdampak
terhadap
tetapi yang digunakan
konflik
pemanfaatan
untuk kegiatan budidaya
wilayah laut, ancaman
hanya 500 bentangan
kelestarian
lingkungan
dimana dalam 1 bentang
dan tingkat keberlanjutan
memiliki panjang 25 m.
usaha budidaya rumput
Penanaman
dilakukan
laut.
langsung
di
lokasi
Strategi
yang
dapat
budidaya, berat bibit
dikembangkan
untuk
yang ditanam 8 gram
melakukan pengelolaan
untuk
masing-masing
kawasan
budidaya
titik
rumpun.
Pada
rumput laut, adalah :
metode ini jarak tanam
antar
rumpun
yang
1. Strategi alokasi ruang
digunakan
oleh
budidaya laut sesuai
pembudidaya yaitu 25
daya dukung dan daya
Gambar 3. Kegiatan Budidaya Rumput Laut di Kab. Pangkep.
cm dan jarak antar tali ris
tampung.
yaitu 1 m, sedangkan
Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati
jarak antara tali ris dari yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Alokasi ruang kawasan budidaya
permukaan air 3-5 cm. setelah Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan rumput laut yang sesuai dengan
bibit di tanam, maka para yang berasiosiasi dengan keberadaan ekosistem daya dukung dan daya tampung
pembudidaya
rumput
laut terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat akan memberikan jaminan bagi
tersebut malakukan pemeliharaan hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Kegiatan para pembudidaya rumput laut
yang meliputi pengontrolan yang budidaya rumput laut (E. Cotonii) telah diusahakan secara memadai dan aman untuk
dilakukan setiap hari oleh oleh para pembudidaya laut, hal ini dapat dilihat dari kepentingan
produksi
serta
pembudidaya
dengan
cara hamparan budidaya rumput laut sepanjang wilayah terkendali. Untuk itu, dalam
melakukan pembersihan rumput pesisir Kabupaten Pangkep mulai dari Kecamatan menentukan arahan pemanfaatan
laut dari lumpur, lumut dan Mandalle hingga Labakkang. Luas wilayah pesisir dan peruntukan sumberdaya laut
kotoran
yang
menempel, yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya perlu
dilakukan
analisis
mengikat kembali tanaman yang rumput laut mencapai angka kurang lebih 50,8 hektar kesesuaian peruntukan ruang laut
rusak atau yang terlepas dari yang tersebar pada wilayah perairan Kecamatan atau dengan istilah yang lebih
ikatan dan menjaga tanaman dari Mandale seluas 20 Ha, Segeri 2 Ha, Marang 7,5 Ha, lazim adalah kesesuaian lahan.
serangan predator seperti ikan Labakkang 5,7 Ha, Bungoro 2,5 Ha dan Pangkajene Kesesuaian lahan didefinisikan
dan juga serangan penyakit ice- 3,7 Ha (DKP Pangkep, 2010). Kegiatan usaha sebagai kecocokan sebidang
ice.
budidaya rumput laut telah dilakukan oleh nelayan lahan untuk penggunaan tertentu
sejak tahun 2009 dengan menggunakan metode rakit (FAO, 1976). Analisis kesesuaian
Pemanenan yang dilakukan para apung (floating raft method) dengan sistem tali peruntukan ruang laut merupakan
pembudidaya
adalah
panen panjang (long line), metode ini sangat tepat analisis yang melihat pada
secara total dengan mengangkat diterapkan pada areal perairan antara interdal dan potensi wilayah laut berdasarkan
seluruh
tanaman.
Panen subtidal dimana pada saat air surut terendah dasar kriteria-kriteria teknis kegiatan
dilakukan pada saat tanaman perairan masih terendam air serta lebih banyak pemanfaatan
ruang
yang

6 | Page
Makalah Kelautan dan Perikanan

3.
Strategi
berbasis
(Community
Management)

Gambar 4. Distribusi Nitrogen, Fosfor dan H2S pada budidaya rumput laut dan KJA.

direncanakan.
Analisis
ini
bertujuan untuk mewujudkan
pemanfaatan ruang laut untuk
pengembangan
kegiatan
kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan. Oleh karena itu,
pemanfaatan wilayah laut untuk
pengembangan
kegiatan
kelautan
dan
perikanan
hendaknya disesuaiakan dengan
hasil analisisi kesesuaian dan
daya dukung lingkungannya
(environmental
carrying
capacity) suatu kawasan agar
tidak
merusak
kualitas
lingkungan pesisir (Husni et al.
2002 dalam Kasnir, 2010).
2. Strategi pemaduserasian
antar unit kegiatan budidaya
laut.
Wilayah laut merupakan tatanan
ekosistem
yang
memiliki
hubungan sangat erat dengan
daerah lahan atas (upland) baik
melalui aliran air sungai, air
permukaan (run off) maupun air
tanah (ground water), dan
dengan
aktivitas manusia.
Keterkaitan
tersebut
menyebabkan
terbentuknya

kompleksitas dan kerentanan di wilayah laut.


Pengelolaan wilayah laut secara terpadu dinyatakan
sebagai proses pemanfaatan sumberdaya laut dengan
mengindahkan
aspek
konservasi
dan
keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan
meliputi
dimensi
sektor,
ekologis,
hirarki
pemerintahan, antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu
(Cicin-Sain and Knecht, 1998; Kay and Alder, 1999).
Wilayah laut yang tersusun dari berbagai macam
ekosistem itu satu sama lain saling terkait dan tidak
berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang
menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula
ekosistem lainnya. Selain itu wilayah laut, juga
dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun prosesproses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya
dan lahan atas (upland areas) maupun laut lepas
(oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini
mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan
lautan secara terpadu harus memperhatikan segenap
keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat
mempengaruhi suatu wilayah pesisir.
Konsep pemaduserasian antar unit kegiatan budidaya
laut yang dapat diterapkan dalam budidaya rumput
laut adalah dengan memadukan beberapa kegiatan
yang secara ekologis dapat memberikan keuntungan
antara unit usaha yang satu dengan yang lainnya
dalam satu kawasan. Sebagai contoh, adalah
memadukan budidaya rumput laut dengan budidaya
KJA. Metode ini akan memberikan keuntungan
biologis bagi komoditas yang dibudidayakan dan
dapat meningkatkan produktifitas (Gambar 4).

pengelolaan
komunitas
Based

Penzonasian wilayah pesisir dan


laut akan memunculkan klasterklaster perikanan yang memiliki
daya dukung dan daya tampung
dengan mengutamakan efisiensi
lahan dan proses produksi.
Konsep klaster mengacu pada
konsep yang dikemukakan oleh
Michael
Porter
mengenai
aglomerasi dalam suatu kawasan
industri, yang dikenal sebagai
Porterian Cluster dengan tujuan
untuk Efisiensi dan Daya Saing
(Porter, 1999).
Pola pendekatan dan sistem
manajemen kawasan berbasis
cluster didasarkan pada prinsipprinsip 1) integrasi, 2) efisiensi,
3) kualitas, dan akselerasi tinggi.
Faktor
kunci
dalam pola
klasterisasi adalah keterkaitan
hubungan
fungsi
dan
infrastruktur serta komponenkomponen yang ada di dalam
proses produksi. Porter, 1999,
menggambarkan
ketrkaitan
tersebut dalam suatu diagram
(Diagram Porter), sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 5.
Klasterisasi dapat dimaknakan
sebagai
pemberian
hak
kepemilikan sebagian (partial
property rights) kepada pelaku
perikanan sebagai alternatif
pengelolaan
yang
bersifat
terbuka (semi open access),
sehingga dapat mengenyahkan
anggapan bahwa sumberdaya
laut
merupakan
Common
property resources, akibatnya
pemanfaatan sumberdaya laut
menjadi tidak open access lagi,
sehingga
tragedy of the
commons dapat dihindari. Untuk
menjamin keberhasilan model
klasterisasi ini, maka konsep ini
dikembangkan
melalui
mekanisme Community Based
Management (CBM) dimana hak
pengelolaan
dan
hak
pemanfaatan berada dalam
komunitas.

7 | Page
Makalah Kelautan dan Perikanan

Gambar 5. Diamond Cluster


(Porter, 1999)

4. Strategi pengelolaan
wilayah
laut
secara
berkelanjutan
Pengelolaan wilayah laut secara
terpadu menghendaki adanya
kesamaan visi antar stakeholders.
Menyadari arti penting visi
pengelolaan itu, maka perlu
dipelopori
perumusan
visi
bersama seperti terwujudnya

pengelolaan sumberdaya laut yang berwawasan


dan alokasi ruang yang
lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh
disediakan oleh pemerintah
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan
Kab.
Pangkep
bagi
dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk
masyarakat dan stakeholder
terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat.
lainnya setelah memperoleh
Mengacu pada hal tersebut, maka strategi
izin.
pengelolaan wilayah laut terpadu dan berkelanjutan Mengembangkan
kawasan
harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia,
industri
kelautan
dan
hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama.
perikanan
berbasis
Strategi pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan
keunggulan
dan
potensi
untuk menangani isu utama yaitu konflik
wilayah
dalam
bentuk
klaster
Daftar Pustaka
pemanfaatan ruang laut, yang secara simultan juga
minapolitan
dengan
berkaitan dengan penanganan
isu E.yang
lain.
mengutamakan
lahan
Afrianto, E dan
Liviawaty,1993.
Budidaya
Laut danefisiensi
Cara Pengolahannya.
Pemikiran dasar dalam perumusan
strategi
Bharata. Jakarta. 60-64 hal. dan proses produksi.
pengelolaan
ini Albert
meliputi
keberlanjutan
Membentuk
lembaga
Kurniawan.2011.
Serba-Serbi Analisis
Statistika dengan Cepat
dan Mudah.
(sustainability), perlindungan Jasakom,
dan Jakarta,
pelestarian,
pengelolaan yang melibatkan
136 hlm.
pengembangan, pemerataan,
dan komunikasi.
serta
masyarakat.
Anggadiredja,
J.T., Zatmika, A., Purwoto,peran
H., &
Istini,
S. 2006. Rumput Laut :
Terkait dengan hal tersebut, langkah
nyata yang dapat
Memberikan
tindakan
insentif
Pembudidayaan,
Pengolahan
& Pemasaran
Komoditas
Perikanan
dilakukan adalah :
Potensial. Penerbit Penebar Swadaya,
dan Jakarta,
disinsentif
147 hlm. terhadap
Menyusun peraturan
daerah
tentang
Coakes,
S.J., Steed,
L., &rencana
Price, J. 2008. SPSS
: Analysis
Anguish:
pelaku
usaha without
perikanan
atau Version
zonasi wilayah pesisir dan laut,
merupakan
15.0yang
for Windows.
John Wileypemanfaat/pengguna
& Sons Australia, Ltd., Milton,
wilayahQld, 270
arahan pemanfaatan wilayah pesisir
dan laut.
pp.
pesisir dan laut.
Menyusun rencana Draper,
zonasiN.R.
rinci& Smith,
wilayah
pesisirApplied Regression Analiysis. Second edition. John
H. 1981.
dan laut, yang merupakan arahan
Wiley &pemanfaatan
Sons, New York, 709 pp.
Indriani dan Sumiarsih. 1991. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.
Penebar Swadaya. Jakarta
Kurniayu. 2007. Pengelolaan Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
dengan Metode Long line di Perairan Teluk Lasongko Kabupaten Buton
Sulawesi Tenggara. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta
Mustafa, A. & Ratnawaty, E.2005. Faktor pengelolaan yang berpengaruh terhadap
produksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak tanah sulfat masam
(Studi kasus di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan). J. Pen.
Perik. Indonesia, II (7): 67-77.
Nurdjana, M.L.2006. Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Dalam:
Handout Diseminasi Teknologi dan Temu Bisnis Rumput Laut. Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta, hlm.1-35.
Patadjai, R.S.2007. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii (Doty) Doty pada berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda.
Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar, 163
hlm.
Pong-Masak, P.R. & Pantjara, B.2009. Optimasi jarak botol pelampung tali bentangan
pada budidaya rumput laut metode long line di perairan Gorontalo Utara.
Dalam: Buku Panduan Seminar Nasional Perikanan 2009. Sekolah Tinggi
Perikanan, Jakarta, 1 hlm.
Pong-Masak, P.R,, Tjaronge, M., Rosmiati, Madeali, M.I., Suryati, E., &
Rachmansyah. 2009. Metode budidaya serta pencegahan hama dan
penyakit rumput laut, Kappaphycus alvarezii. Makalah disampaikan pada
acara Sarasehan dan Temu Konsultasi Teknologi Budidaya Kepiting dan
Rumput Laut, Hotel Grand Wisata, Kabupaten Bone, tanggal 29 Oktober
2009. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 20 hlm.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
Secara Berkelanjutan. Djambatan. Jakarta.
Sokal, R.R. & Rohlf, F.J. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in
Biological Research. Second edition: W.H. Freeman and Co., New York,
859 pp.
Sutika, N., 1989. Ilmu Air. Universitas Padjadjarang. BUNPAD Bandung. Bandung.
Tabachnick, B.G. & Fidell, L.S. 1996. Using Multivariate Statistics. Third edition.
Harper Collins College Publishers, New York, 880 pp.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengelolaan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 112 hlm.

8 | Page

Makalah Kelautan dan Perikanan

Anda mungkin juga menyukai