Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN (ANALISIS PELAKSANAAN MUDHARABAH DI

BANK MUAMALAT KOTA SEMARANG)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang bersifat universal serta dapat


memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat manusia.
Kita dapat melihat peranan positif yang dibawa oleh Islam di masa
kejayaannya dahulu dengan melihat perkembangan peradaban umat
manusia. Sebagai suatu ajaran, Islam merupakan suatu sistem
kehidupan yang seharusnya dijalankan oleh manusia selaku khalifah
Allah Swt., dimuka bumi ini.[1]
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk paling sempurna
diantara yang lain, manuisa diberikan akal supaya manusia bisa
membedakan antara baik dan benar, antara khak dan batil. Sebagai
makhluk paling sempurna, Allah telah meberikan sebuah amanah
kepada

manusia

yaitu

sebagai

khalifah

Allah

di

muka

Sebagaimana firman-Nya dalam al-Quran surat al-Baqarah:30


Artinya:

bumi.

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka


bumi"(QS. al-Baqarah:30)[2]

Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang berarti mengganti.


Kata khalifah secara harfiah berarti pengganti. Akar katanya adalah

artinya sesuatu yang ada dibelakang. Khalifah diartikan

pengganti, karena ia menggantikan yang didepannya. Di dalam


bahasa Arab, kalimat Allah menjadi khalifah bagimu berarti Allah
menjadi pengganti bagimu dari orang tuamu yang meninggal. Allah
menjadikan

manusia

sebagai

khalifah

di

bumi

berarti

Allah

menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran bumi bukan secara


mutlak kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah
dengan arti ini dinyatakan Allah didalam surat al-Baqarah/2:30
dimana Allah menjadikan Bani Adam sebagai khalifah di bumi.[3]
Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan
amanah dari Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini
untuk digunakan bagi kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana
yang tertuang dalam al-Quran surat Hud ayat 61 sebagai berikut:
u
Artinya:
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu pemakmurnya.(Q.S. Hud 11:61)[4]

Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan


manusia sendirian, tetapi diberikannya petunjuk melalui para RasulNya. Dimana setiap Rasul itu telah membawa ajaran agama, mulai
dari Rasul pertama sampai terahir yaitu Rasulullah Muhammad saw;
dengan agama Islam, dimana agama Islam adalah agama yang
paling sempurana diantara yang lain. Kesempurnaan Islam bukan
merupakan klaim dari pemeluk agama Islam itu sendiri melainkan
dengan terang dan gamblang diproklamirkan oleh Tuhan sendiri
melalui wahyu yang terahir yaitu.[5]

Artinya:
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu Jadi agama bagimu (Q.S. al-Maidah 5:3).[6]
Islam

datang

untuk

menyempurnakan

agama-agama

yang

terdahulu. Sebgai agama yang semuprna Islam telah dibekali Allah


dengan kitab al-Quran yang di sucikan, selain al-Quran ada juga
as-Sunnah yang merupakan sumber tuntunan hidup bagi kaum
muslimin untuk menapaki kehidupan fana di dunia ini dalam rangka
menuju kehidupan yang kekal di akhirat nanti.[7]
Al-Quran dan as-Sunnah sebagai penuntun memiliki penjelas dan
daya jangkau serta daya atur yang universal. Artinya, meliputi
segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal untuk

masa lalu, kini, dan yang akan datang. Sebagaimana firman Allah
QS. an-Nahl :89

Artinya:
dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. (QS. an-Nahl :89).[8]
Dalam

petunjuk

ini

Allah

memberikan

segala

sesuatu

yang

dibutuhkan manusia, baik aqidah, akhlak, maupun syariat Islam.


Aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan
dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa
berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, di
mana seorang Rasul diutus.[9] Hal ini diungkapkan dalam al-Quran,

9e!
Artinya;
untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan
jalan yang terang(al-Maidah:48)[10]
Kenyataan ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam suatu
hadis yang maknanya: saya dan rasul-rasul yang lain tak ubahnya
bagaikan saudara sepupu, syariat mereka banyak tetapi agama
(aqidah)-nya satu (yaitu mentauhidkan Allah).[11]
Ajaran Islam tidak hanya dibatasi dengan kegiatan ritual belaka,
akan tetapi seluruh roda kehidupan umat manusia, termasuk dalam
menjalankan kegiatan muamalah haruslah sesuai dengan syariah

Islam. Seperti diketahui bahwa cakupan ajaran Islam itu pada


dasarnya meliputi:[12]
Akidah (dari bahasa Arab aqidah) berasal dari aqada secara
bahasa

punya

arti

mengikat,

membuhul,

mensimpulkan,

mengokohkan. Akidah adalah keyakinan keagamaan yang dianut


oleh sesorang dan menjadi landasan segala bentuk aktivitas, sikap,
pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah tersebut identik dengan
iman (kepercayaan, keyakinan).[13]
Akhlak, dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan
sebagai budi perketi atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil
dari bahasa Arab (yang yang biasa berartikan tabiat, perangai,
kebiasaan, bahkan agama), kata seperti itu tidak terdapat dalam alQuran.[14] Akhlak adalah tingkah laku manusia yang dilakukan
dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan.
[15] Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan
etika, karena akhlak mencakup berbagai aspek, dimulaai dari akhlak
terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk dimuka bumi.[16]
Syariah di Indonesia-kan menjadi syariat, dari segi bahasa berarti
jalan yang lurus, juga berarti sumber air yang mengalir. Dalam arti
terminology syariat adalah ketentuan yang ditetapkan Allah untuk
hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya agar diamalkan dengan

penuh keimanan. Baik ketentuan itu terpaut dengan akidah, amaliah


maupun akhlak.[17]
Syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual
(ibadah)

maupun

sosial

(muamalah).

Ibadah

diperlukan

untuk

menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan


khaliq-Nya.[18] Sedangkan muamalah adalah bagian ajaran Islam
yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain
dalam

kehidupan

bermasyarakat.[19]

Di

antaranya

politik,

pendidikan, ekonomi dan hal lain yang masih dalam ruang lingkup
interaksi antara masyarakat.
Dalam muamalah dapat kita temukan interaksi antara manusia
yang biasa kita sebut ekonomi. dalam bidang ekonomi terdapat dua
sistem yang sekarang menguasai dunia yaitu: ekonomi konvensional
dan ekonomi Islam.
Ekonomi konvensional kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
individu manusia biasanya diarahkan dalam rangka memenuhi
keinginan manusia yang tidak terbatas yang dihambat dengan
faktor-faktor produksi yang terbatas.
Ekonomi Islam secara garis besar dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Allah adalah pemilik mutlak sumber daya atau faktor produksi.

2.

Hak individu terhadap pemilikan kekayaan diakui namun bukan

bebas secara mutlak.


3. Tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
4.

merugikan orang lain atau merusak alam.


Motivasi pelaku ekonomi untuk mendapatkan laba bukan hanya

laba dunia, melainkan juga laba akhirat.


5. Aktivitas ekonomi dinilai sebagai kebajikan atau amal ibadah
kepada Allah[20]
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab I pasal 1 bahwa
yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah usaha atau kegiatan
yang dilakukan oleh orang perorang, badan usaha yang berbadan
hukum

atau

tidak

berbadan

hukum

dalam

rangka

memenuhi

kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut


prinsip syariah.[21]
Sedangkan menurut Zadjuli yang dikutip dari buku Didik Ahmad
Supadi menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah penerapan ilmu
ekonomi

dalam

praktik

kehidupan

sehari-hari

bagi

individu,

keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/ pengusaha


dalam

mengorganisir

pemanfaatan

barang

dalam
dan

jasa

faktor
yang

produksi,

distribusi

dihasilkan

tunduk

dan

dalam

peraturan perundangan Islam (sunnatullah).[22]


Dalam bidang ekonomi terdapat larangan-larangan yang sudah
tercantum dalam Al-Quran, seperti halnya larangan riba, larangan

memanipulasi

timbangan,

larangan

menimbun

harta

untuk

keuntungan pribadi, perjudian, dan transaksi yang bersifat tipuan


garar serta adanya prinsip transaksi sukarela.
Contohnya

larangan

riba,

dalam

al-Quran

larangan

riba

diturunkan secara bertahap, hal ini memang salah satu karakteristik


al-Quran

dalam

memberlakukan

hukum,

adalah

menggunakan

pendekatan berangsur-angsur atau bertahap (at-tadrij fi at-tasyri).


Ayat al-Quran tentang pelarangan riba dimaksud adalah surat arRum (30):39, surat an-Nisa (4):160-161, surat Ali Imran (3):130, dan
surat

al-Baqarah

(2):275-280.

Urutan

ayat

al-Quran

tetang

pelarangan riba tersebut mengacu tafsir al-Maragi dan as-sabuni.


(Shihab, 1992:260). Riba yang dibicarakan dalam surat ar-Rum,
pelarangannya belum sekeras larangan riba di ayat lain.[23]
Baru dalam surat al-Baqarah Allah melarang riba dengan jelas dan
gamblang yaitu pada ayat 278-279:

Aritnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang
beriman.(279).
Maka
jika
kamu
tidak
mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (al-Baqarah: 278-279).[24]

Dalam menjalankan perekonomian pasti tidak akan lepas dengan


lembaga

keuangan

yang

disebut

dengan

Bank.

Dalam

perkembangannya Bank juga bisa dibedakan menjadi dua yaitu


Bank konvensional dan Bank Islam (syariah).[25]
Bank konvensional yaitu sebuah
utamanya

menghimpun

memerlukan

dana,

dana

baik

lembaga
untuk

perorangan

keuangan

disalurkan
atau

yang

fungsi

kepada

yang

usaha

guna

badan

investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan


sistem bunga. Sistem bunga merupakan sistem yang di gunakan
oleh bank konvensional.[26]
Bank Islam, ialah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan
operasionalnya menurut hukum syariat Islam. Sudah tentu Bank
Islam tidak memakai sistem bunga, sebab bunga dilarang oleh
Islam.[27]
Sebagai lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem
ribawi, maka bank Islam mempunyai prinsip-prinsip yang luwes
(mugayyarat)

yaitu

instrument-instrumen

untuk

melaksanakan

prinsip yang tetap sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, yang
dimungkinkan

adanya

pengembangan

dan

teknik

penerapan.

Misalnya pembiayaan dengan model mudharabah yaitu bagi hasil


misalnya

menggunakan

nisbah

50%:50%

atau

60%:40%

atau

70%:30%, atau pembiayaan model musyarakah dengan kesepakan

nisbah 50%:50%, yang semua itu mendasarkan pada prinsip-prinsip


tidak mengandung riba serta prinsip transaksi saling rela (an
taradhin) yang merupakan prinsip permanen.[28]
Bank Muamalat merupakan bank syariah pertama di Indonesia,
dewasa

ini

penyusun

perkembangannya

akan

meneliti

sangatlah

bank

pesat

Muamalat

yang

maka
ada

dari
di

itu

Kota

Semarang. Sebagai bank yang oprasionalnya menggunakan sistem


syariah bank

Muamalat kota Semarang mempunyai

beberapa

produk yang menjadi cirri dari bank syariah dan di antaranya yaitu
akad Mudharabah.
Tidak dapat di pungkiri, bahwa akad pembiayaan mudharabah
adalah akad yang rentan akan resiko. Dimana sahibul mal, dalam
hal ini adalah pihak bank Muamalat kota Semarang, sebagai pihak
yang akan menanggung resiko yang mungkin terjadi. Karena produk
pembiayaan mudharabah memerlukan masyarakat yang jujur serta
amanah dalam menjalankan produk mudharabah.

B. Pokok Masalah

Dari latar belakang yang telah penyusun sampaikan kiranya


penyusun dapat merumuskan pokok maslah sebagai berikut:

1. Apakah pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang


sesuai dengan ketentuan syariah?
2.
Bagaimana ketentuan sebagai

mudharib

(pengelola)

dalam

pelaksanaan akad mudharabah di Bank Muamalat kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian

1.

Untuk mengetahui pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat

kota semarang
2. Guna memahami ketentuan sebagai pengelola (mudharib) dalam
pelaksanaan akad mudharabah di bank Muamalat kota Semarang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian pembiayaan

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh


suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah

direncanakan,

baik

dilakukan

sendiri

ataupun

lembaga.

Dengan kata lain , pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan


untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga
keungan bukan bank, atau lembaga lain. [29] Pengertian ini dapat di
artikan bahwa sesungguhnya yang dimaksud pembiayaan adalah
peminjaman modal untuk kegiatan usaha.

2. Bagi Hasil

Bagi hasil adalah bentuk retrun (perolehan aktivitas usaha)


dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak
tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil
usaha yang benar-benar diperoleh.

3. Pengertian Mudharabah

Mudharabah, dari kata daraba secara bahasa artinya memukul,


berjalan. Sedangakan menurut istilah mudharabah yaitu akad
kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha, yang mana
pemilik modal dinamakan sahibul mal dan pelaku usaha dinamakan
mudharib.[30]
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak.
Dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan dana seluruhnya
(100%),

sedangkan

pihak

lainnya

yang

menjadi

pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi sesuai kesepakatan


yang

dituangkan

dalam

kontrak,

sedangakan

apabila

rugi

ditanggung oleh pemilik modal (sahibul mal) selama kerugian itu


bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian diakibatkan
karena kecurangan pengelola, maka pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.[31]

Akad mudharabah menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan


akad yang dipergunakan oleh Bank Syariah, UUS, fsn BPRS tidak
hanya kegiatan untuk menghimpun dana dalam bentuk investasi
berupa deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu, tetapi juga untuk kegiatan menyalurkan pembiayaan
bagi hasil, proses membeli dan menjual atau menjamin atas resiko
sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi

nyata.

Khusus

bagi

BPRS,

mudharabah

dapat

juga

digunakan sebagai landasan akad untuk menempatkan dana pada


bank Syariah lain dalam bentuk Investasi.
Mudharabh

menurut

ketetapan

fatwa

DSN

MUI

ialah

akad

kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama


(malik,

shahibal-mal,LKS)

menyediakan

seluruh

modal,

sedang

pihak kedua (amil, mudhari, nasabah) berindak selaku pengelola


dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak.[32]
Dari beberapa devinisi di atas maka penyusun mengartikan
bahwa akad mudharabah adalah akad pembiayaan yang mana pihak
pertama yaitu dalam hal ini pihak bank syariah atau lembaga
keungan syariah menyalurkan dananya 100% untuk di kelola oleh
pihak kedua yaitu nasabah dengan keuntungan usaha di bagi atas
kesepakatan kedua belah pihak.

4. Rukun Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah


a.
b.
c.
d.

adalah:
Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Objek mudharabah (modal dan kerja)
Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Nisbah keuntungan[33]

5. Landasan Syariah

Para imam mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah boleh


berdasarkan

al-Quran

dan

as-sunnah

Landasan

syariah

dari

mudharabah ini lebih mencerminkan agar setiap ummat dianjurkan


melakukan

usaha,

seperti

tertera

dalam

Al-Quran

surat

al-

Muzammil ayat 20

Artinya
.dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah..(Q.S. al-Muzammil [73]:20)
Dalam

salah

satu

hadis

akad

mudharabah

memperoleh

keberkahan dari Allah SWT., sebagaimana hadis yang diriwayatkan


Salih bin Shuhaib:

Artinya:
Diriwayatkan dari Shalih bin Shuhaib dari ayahnya, berkata bahwa,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Ada tiga hal
yang memperoleh keberkahan; yaiut transaksi jual beli untuk masa
tertentu, muqadarah atau mudarabah (yaitu bagi hasil), dan
mencampur gandum jenis burr dengan gandum jenis syair untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual." (HR. Ibnu majah)

6. Fatwa MUI Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

Pertama : Ketentuan Pembiayaan:


1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut
serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5.

Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam

bentuk tunai dan bukan piutang.


6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari
7.

mudharabah

kecuali

jika

mudharib

(nasabah)

melakukan

kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.


Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak

ada

jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,


LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.
Jaminan

ini

hanya

dapat

dicairkan

apabila

mudharib

terbukti

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati


bersama dalam akad.
8.
Kriteria pengusaha,

prosedur

pembiayaan,

dan

mekanisme

pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan


fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.

Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus

cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
a.

dengan memperhatikan hal-hal berikut:


Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).

c.
3.

b.
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh
penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat

a.
b.

sebagai berikut:
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada

c.

waktu akad.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai

4.

dengan kesepakatan dalam akad.


Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai

a.

kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:


Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan

b.

hanya untuk satu pihak.


Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui
dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam
bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan.

c.

Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.


Penyedia dana menanggung semua kerugian

akibat

dari

mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian


apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
5.

atau pelanggaran kesepakatan.


Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil)

modal

yang

disediakan

memperhatikan hal-hal berikut:

oleh

penyedia

dana,

harus

a.

Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur


tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan

b.

pengawasan.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian

c.

rupa

yang

dapat

menghalangi

tercapainya

tujuan

mudharabah, yaitu keuntungan.


Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:

1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.


2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di
3.

masa depan yang belum tentu terjadi.


Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena
pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali
akibat

dari

kesalahan

disengaja,

kelalaian,

atau

pelanggaran

kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi

perselisihan

di

antara

kedua

belah

pihak,

maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah


tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[34]

B. Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penulis akan mengemukakan beberapa hasil penelitian yang


dikaji oleh penulis sebelumnya dengan kajian yang sama yaitu
pembiayaan mudarabah diantaranya:
Maulana

2011

dengan

judul

Pelaksanaan

Pembiayaan

Mudharabah (Studi Kasus Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah


Pada Koprasi BMT Bintoro Madani Demak). Dari penelitian tersebut
mempunyai kesimpulan:
1.

Dalam

mengajukan

memenuhi

pembiayaan

syarat-syarat

mudharabah,

kelayakan

dan

nasabah

syarat

harus

administratif.

Nasabah harus melakukan beberapa tahap yang harus dilalui.


Tahap-tahap tersebut merupakan prosedur baku yang harus dilalui
mudharib untuk mengajukan pembiayaan. Hal itu bertujuan untuk
menghindari praktek gharar dan wanprestasi dari pihak nasabah
serta untuk melindungi modal yang dikeluarkan pihak nasabah BMT.
2. Akad pembiayaan mudharabah pada koprasi BMT Bintaro Madani
telah memenuhi standar akad pembiayaan, karena pihak yang
berakad

jelas

disebutkan,

pembayarannya,

materi

disepakati

akad

yang

bersama
berkaitan

dan

ditentukan

dengna

modal,

kegiatan usaha atau kerja dan nisbah telah disepakati bersama saat
perjanjian, resiko usah yang timbul dari proses kerjasama jelas
tercantum dalam akad. Namun dalam praktek pelaksanaannya
pembiayaan mudharabah pada BMT Bintaro Madani tidak sesuai
dengan akad, dimana pihak pengelola belum sepenuhnya berani

mengambil resiko terhadap pembiayaan yang diberikan kepada


anggotanya dan juga penerapan proposi bagi hasil hanya sematamata mencari profit tetapi tidak berani untuk mengambil resiko
atau

loss

sharing,

sehingga

belum

sesuai

dengan

apa

yang

diamanatkan dalam konsep syariah. [35]

Miskiyatus

Sariroh,

2011

dengan

judul

Pelaksanaan

Mudharabah Di BNI Syariah Cabang Semarang Tahun 2009 (Studi


kasusu

Akad

pembiayaan

SMS/027/2009/Mudharabah

Mudharabah

Syariah),

penelitian

Nomor:
tersebut

memberikan kesimpulan sebagai berikut:


Pelaksanaan pembiayaan mudharabah di BNI Syariah Cabang
Semarang.

Nasabah

mengajukan

jumlah

pembiayaan

yang

dikehendaki. Menyebutkan kegunaan pembiayaan tersebut. Setelah


bank mengetahu tersebut, bank mulai menganalisa lapangan prihal
usaha yang hendak dijalankan. Jika usaha yang diajukan layak,
maka pembiayaan tersebut akan mendapatkan dana. Tentunya
dengan jaminan yang diaukan oleh pemohon pembiayaan. Dalam hal
ini bank bertindak sebagai sahibul mal dan nasabah sebagai
mudharib.

Nisbah

bagi

hasil

ditentukan

bersama-sama

antara

sahibul mal dan mudharib dengan prosentase 59% : 49% dimana

59% untuk bank dan 41% untuk nasabah. Sedangkan sistem


pengembaliaan modal dengan cara angsuran perbulannya.
Pada dasarnya pelaksanaan pembiayaan mudharabah kurang
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07 tentang
pembiayaan mudharabah (qiradh). Ada bagian-bagian yang masih
perlu ditinjau lebih lanjut. Seperti terdapat pada pasal 12 pada ayat
3 mengatakan jenis-jenis beban yang harus dibayar oleh nasabah.
Ketentuan tersebut tidak terdapat pada Fatwa Dewan Syariah
Nasional. Dan terdapat adanya tidak kesesuaian antara penentuan
mudharabah teersebut, antara nasabah dan bank terkait bagi hasil,
maka akad mudharabah tersebut menjadi kabur. Sehingga bagi hasil
yang menjadi hal yang penting menjadi tidak jelas.[36]

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Dalam

penelitian

ini,

penyusun

menggunakan

metode

berdasarkan tempat penelitian, lebih tepatnya menggunakan jenis


penelitian Field Reseach (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang
dilaksanakan langsung dilapangan di kancah kehidupan nyata.[37]
Obyeknya yaitu mengenai gejala-gejala, peristiwa dan fenomenafenomena yang terjadi di lingkungan sekitar, baik masyarakat,
organisasi lembaga dan bersifat non-pustaka.[38] Maka dari itu,
dalam pembahasan ini penyusun akan melakukan penelitian tentang
analisis pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota Semarang,
dengan respondennya yaitu pengelola, dan nasabah pembiayaan
mudharabah di bank Muamalat kota semarang.

B. Sumber Data

Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian


adalah kualitas data yang di kumpulkan.[39] Data adalah segala
informasi yang dijadikan dan diolah untuk suatu kegiatan penelitian

sehingga

dapat

dijadikan

sebagai

dasar

dalam

pengambilan

keputusan.[40] Dengan demikian, data penelitian haruslah data


yang baik, tidak semua informasi merupakan data karena data
hanya sebagian informasi yang berkaitan dengan masalah dan
tujuan penelitian.[41]
Data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variable
dalam

sampel

hakikatnya
menurut

(atau

populasi).

merupakan

cerminan

klasifikasinya.

diklasifikasikan

Semua
suatu

Dengan

berdasarkan

data

yang

variable

demikian,

berbagai

ada

yang
data

kriteria,

pada
diukur
dapat

misalnya

berdasarkan jenisnya, sifatnya, sumbernya, cara memperolehnya


dan

waktu

mengumpulkannya.[42]

menggunakan

metode

klasifikasi

Penyusun
data

dalam

meneliti

menurut

sumber

perolehannya (menurut drajat sumbernya), yaitu data primer dan


data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik
dari individu ataupun perseorangan yang merupakan sumber asli.
Dalam hal ini maka proses pengumpulan datanya perlu dilakukan
dengan memperhatikan siapa sumber utamanya[43]. Data primer

yang digunakan penyusun ialah melalui wawancara (interview)


dengan pengelola, dan nasabah pembiayaan mudharabah di bank
Muamalat kota Semarang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang duperoleh dari sumber yang bukan
asli, data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah
dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain.[44] Dalam hal ini penyusun
menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang berkaitan
dengan ekonomi syariah dan perbankan syariah serta artikelartikel baik dari internet maupun dari penyampaian secara lisan
(seminar).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta cirriciri yang telah ditetapkan.[45] Bisa juga di artikan dengan jumlah
keseluruhan subyek dan obyek yang diteliti, yang dapat terdiri dari
manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa.
[46] Dalam penelitian ini, maka yang disebut dengan populasi
adalah banyaknya pengelola dan nasabah pembiayaan mudharabah
di bank Muamalat kota Semarang. Jumlah pengelola bank Muamalat
yaitu 10 pengelola dan jumlah nasabah pembiayaan mudharabah
yaitu 40, jadi jumlah keseluruhan adalah 50 responden.

2. Besar sampel

Dalam menentukan besar sampel penyusun menggunakan rumusan


besar sampel menurut Krejice dan Morgan, ketika jumlah populasi
yang ingin diteliti itu berjumlah 50 responden maka yang di jadikan
sampel ialah 44 responden.

3. Teknik Penarikan sampel

Secara umum teknik penarikan sampel ada dua jenis yaitu: Random
sampling
penyusun

dan

Nonrandom

menggunakan

sampling.[47]

teknik

Dalam

penarikan

penelitian

sampel

ini

nonrandom

sampling lebih tepatnya menggunakan snowball sampling. Snowboll


sampling ialah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk
dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel
terus menjadi banyak.[48]

D. Pengukuran Variabel: Definisi Operasional & Skala


Pengukuran (1. Skala Pengukuran, 2. Pengujian
Validitas dan Reliabilitas)

1. Pengukuran variabel

Dalam penelitian pengukuran variabel sangatlah diperlukan karena


untuk menghubungkan antara konsep abstrak dengan realitas.[49]
Dalam penelitian ini, penyusun akan meneliti data yang mengenai
demografi pengelola dan nasabah pembiayaan mudharabah di bank
Muamalat kota Semarang.

2. Definisi oprasional

Definisi oprasional adalah suatu definisi yang mengungkapkan


secara akurat dan jelas

definisi yang didasarkan atas sifat-sifat

obyek yang didefinisikan dan dapat diamati.

3. Sekala pengukuran

a.

Sekala pengukuran adalah penentuan atau penetapan atas suatu

variabel berdasarkan jenis data yang melekat pada suatu penelitian.


b. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Validitas, Sejauhmana ketepatan dalam mengukur suatu penelitian
yang

telah

diteliti

oleh

penyusun. Dalam

hal

ini

penyusun

menggunakan jenis validitas konstruk untuk mengukur konsep yang


terdapat dalam penelitian ini.
Reliabilitas, yaitu konsistensi suatu penelitian dalam memberikan
hasil pada waktu dan tempat berbeda.[52]

E. Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang penyusun gunakan yaitu dengan


metode wawancara (interview), dan dokumentasi.

1. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan metode pengumpulan data

dengan tanya

jawab secara lisan dengan responden. Dalam hal ini penyusun akan
mengajukan pertanyaan kepada pengelola dan nasabah pembiayaan
mudharabah bank Muamalat kota Semarang, yang merupakan
responden dari penelitian. Model wawancara yan digunakan dengan
metode wawancara terstruktur dan wanwancara tidak terstruktur.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data melalui tulisan,


buku-buku dan penelitian sebelumnya.

F. Pengolahan data, Analisis data, Penafsiran data

Proses pengolahan data dilakukan dalam dua tahap, pertama


pada wawancara sebelum datanya di-entry untuk dianalisis dan
tahap kedua dilakukan sesudah di-entry. Editing data dimaksudkan
untuk

mengurangi

kesalahan

pada

data

secara

individual,

mengurangi sifat keaneka ragaman, sehingga pada ahirnya dapat


diolah secara mudah.
Analisis

data

dimulai

dengan

menelaah

seluruh

data

yang

tersedia. Dalam penelitian ini penyusun mengumpulkan data yang


sudah

digali

oleh

penyusun

selama

penelitian.

Berupa

hasil

wawancara dan dokumentasi penelitian.


Penafsiran data yaitu pencarian pengertian yang lebih dalam dan
luas

tentang

temuan-temuan

dalam

penelitian.

Penyusun

menafsirkan data yang telah di analisis dengan cara mendiskusikan


temuan-temuan selama penelitian. Dan kemudian penyususn akan
menarik kesimpulan yang bisa menjawab rumusan masalah.

Daftar Pustaka

Al-quran

Al-Karim

Dan

Terjemahnya

Departemen

Agama

RI,2012.

Bandung: Diponegoro
Abdul

Husain,A,

2003.

Ekonomi

Islam

prinsip

dasar

dan

tujuan.

Yogyakarta: Magistra Insania Press.


Akhmad Mujahidin, 2007, Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Juhaya S.Pradja, 2012. Ekonomi Syariah. Bandung: pustaka
setia.
Atang Abd, Hakim. 2011. Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Rafika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai