Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tidur
1. Pengertian
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan ketidaksadaran
yang bersifat sementara dan dapat dibangunkan dengan
memberikan rangsangan sensori atau rangsangan lain yang
tepat (Guyton, 2007).
Tidur diyakini dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik
setelah

seharian

beraktivitas.

Tidur

juga

diyakini

dapat

mengurangi stres dan menjaga keseimbangan mental serta


emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi
saat melakukan berbagai aktivitas (Saputra, 2012).
Dengan demikian, keadaan tidur yang sebenarnya adalah
saat pikiran dan tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni
ketika tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme
tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia
luar (Putra, 2011).
2. Fisiologis Tidur
Aktivitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral
yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak
agar dapat tidur dan bangun. Bagian otak yang mengendalikan

aktivitas tidur adalah batang otak, tepatnya pada sistem


pengaktifan retikularis atau Reticular Activating System (RAS)
dan Bulbular Synchonizing Regional (BSR). RAS terdapat di
batang otak bagian atas dan diyakini memiliki sel-sel khusus
yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran.
Sedangkan BRS berfungsi untuk memberikan rangsangan
visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat menerima
stimulus dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan
proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin
untuk

mempertahankan

kesadaran

dan

tetap

terjaga.

Pengeluaran serotonim dari BRS menimbulkan rasa kantuk yang


selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun atau terjaganya
seseorang tergantung pada keseimbangan implus yang diterima
di pusat otak dan sistem limbik (Saputra, 2012).
3. Ritme Sirkadian
Ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang
diatur oleh hipotalamus. Ritme ini termasuk bioritme atau jam
biologis. Ritme sirkadian mempengaruhi perilaku dan pola fungsi
biologis utama, misalnya suhu tubuh, siklus tidur-bangun, denyut
jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik
dan suasana hati. Pada manusia, ritme sirkadian dikendalikan
oleh tubuh dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya
cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksternal (misalnya

aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi


sinkron jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti
pola jam biologisnya, yaitu akan terjaga pada saat ritme fisiologis
dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada
saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Saputra,
2012).
4. Tahapan Tidur
Menurut Saputra (2012), tidur dapat dibagi menjadi dua
tahapan, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye
movement (REM).
a. Tidur NREM
Tidur NREM disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam
sistem pengaktifan retikularis. Tahapan tidur ini disebut juga
tidur gelombang lambat (slow wave sleep), karena gelombang
otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur NREM ditandai
dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh termasuk
juga metobolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang
terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata
melambat dan mimpi berkurang. Tidur NREM dibagi menjadi
empat tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahapan paling dangkal dari tidur dan
merupakan tahap transis antara bangun dan tidur. Tahap ini

ditandai dengan individu cenderung rileks, masih sadar


dengan lingkungan sekitarnya, merasa mengantuk, bola
mata bergerak, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun,
serta mudah dibangunkan. Tahap ini normalnya berlangsung
sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur.
2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap
tidur, tetapi masih dapat dengan mudah dibangunkan. Tahap
I dan tahap II termasuk dalam tahap tidur ringan (light sleep).
Pada tahap II, otot mulai relaksasi, mata pada umumnya
menetap, terjadi penurunan denyut jantung, frekuensi napas,
suhu

tubuh

dan

metabolisme.

Tahap

II

normalnya

berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50-55%


dari total tidur
3) Tahap III
Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur
nyenyak (deep sleep). Tahap ini dicirikan dengan relaksasi
otot menyeluruh serta pelambatan denyut nadi, frekuensi
napas, dan proses tubuh lainnya. Pelambatan tersebut
disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatetik.
Tahap III, individu cenderung sulit dibangunkan dan
normalnya berlangsung selama 25-30 menit dan merupakan
10% dari t0tal tidur.

10

4) Tahap IV
Tahap IV tidur semakin dalam (delta sleep) yang ditandai
dengan perubahan fisiologis, yaitu gelombang otak melemah
serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot,
metabolisme, dan suhu tubuh. Pada tahap ini individu sulit
dibangunkan dan normalnya berlangsung selama 15-30
menit dan merupakan 10% dari total tidur.
b. Tidur REM
Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini
biasanya terjadi rata-rata 90 menit dan berlangsung selama 520 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM karena pada
tahap ini biasanya terjadi mimpi. Tidur REM penting untuk
keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini
juga berperan dalam proses belajar, memori dan adaptasi.
Selama tidur individu mengalami siklus tidur yang berulang
antara tahap tidur NREM dan REM.
5. Pola Tidur
Pola tidur berubah seiring dengan berkembangnya usia.
Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu
tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua,
tidur seringkali terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi
lebih lama. Sedangkan pada orang muda, sekitar 15% waktu
tidurnya dihabiskan pada fase keempat. Fase keempat biasanya

11

tidak ditemukan pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa


tidur

menjadi

lebih

singkat

sehingga

menyebabkan

berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia (Putra,


2011).
Adapun

waktu

tidur

yang

dibutuhkan

oleh

manusia

berdasarkan usianya adalah sebagai berikut:


Tabel 1.1: Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Putra,
2011)
Umur

Tingkat
Perkembangan

Jumlah
Kebutuhan
Tidur

0-1 bulan

Bayi baru lahir

14-18 jam/hari

1-18 bulan

Masa bayi

12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun

Masa kanak-kanak

11-12 jam/hari

3-6 tahun

Masa prasekolah

11 jam/hari

6-12 tahun

Masa sekolah

10 jam/hari

12-18 tahun

Masa remaja

8,5 jam/hari

18-40 tahun

Masa dewasa muda

7-8 jam/hari

40-60 tahun

Masa dewasa tengah

7-8 jam/hari

60 tahun ke atas

Masa dewasa tua

6 jam/hari

6. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur.
kualitas tidur mencakup kuantitas dan kualitas tidur (Daniel et al,
1998; Buysse, 1998). Kualitas tidur yang baik adalah bagaimana
seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari

12

seperti

kedalaman

tidur,

kemampuan

tinggal

tidur,

dan

kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis (Lai (2001)


dalam Wavy (2008)). Sedangkan kualitas tidur yang buruk dapat
ditandai dengan tanda fisik dan psikologis, seperti dijelaskan di
bawah ini (Hidayat, 2006):
a) Tanda Fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di
kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat
cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak
mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat
tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan
pusing.
b) Tanda Psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak
enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang,
bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau
pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau
keputusan menurun.
Menurut Saputra (2012), kualitas dan kuantitas tidur
seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu sebagai
berikut:

13

a. Penyakit
Banyak penyakit dapat meningkatkan kebutuhan tidur,
misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi, terutama
infeksi limpa, yang mana penderita membutuhkan lebih
banyak tidur untuk mengatasi keletihan. Sebagian penyakit
juga dapat menyebabkan kesulitan tidur, misalnya penyakit
yang menyebabkan nyeri atau distres fisik.
b. Kelelahan
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Kelelahan

akibat

aktivitas

yang

tinggi

umumnya

memerlukan lebih banyak tidur untuk memulihkan kondisi


tubuh. Makin lelah seseorang, makin pendek siklus REM
yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya siklus REM
akan kembali memanjang.
c. Lingkungan
Lingkungan

dapat

berpengaruh

terhadap

pola

tidur

seseorang, misalnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi


yang buruk dan suara bising. Stimulus tersebut dapat
memperlambat proses tidur. Namun, seiring waktu individu
dapat beradapasi terhadap lingkungan sekitar.
d. Stres Psikologis
Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan
ansietas atau ketegangan dan depresi. Akibatnya, pola tidur

14

dapat terganggu. Ansietas dan depresi dapat meningkatkan


kadar norepinefrin pada darah melalui stimulus sistem saraf
simpatis. Akibatnya, terjadi pengurangan siklus tidur NREM
tahap IV dan tidur REM serta sering terjaga pada saat tidur.
e. Gaya Hidup
Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur.
contohnya individu yang sering berganti jam kerja harus
mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat
f.

Motivasi
Motivasi dapat mendorong seseorang untuk tidur sehingga
mempengaruhi proses tidur. Motivasi juga dapat mendorong
seseorang untuk tidak tidur, misalnya keinginan untuk tetap
terjaga.

g. Stimulan, Alkohol, dan Obat-obatan


Stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan
nikotin. Kedua zat tersebut dapat merangsang sistem saraf
pusat sehingga menyebabkan kesulitan tidur. Konsumsi
alkohol berlebihan juga dapat mengganggu siklus tidur
REM. Sedangkan untuk obat-obatan golangan diuretik,
antidepresan,

dan

golongan

beta

bloker

(misalnya

meperidin hidroklorida dan morfin) dapat menyebabkan


kesulitan tidur.
h. Diet dan Nutrisi

15

Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses


tidur, misalnya asupan protein. Asupan protein yang tinggi
dapat mempercepat proses tidur karena adanya triptofan
(asam amino) hasil pencernaan protein yang dapat
mempermudah proses tidur.
7. Manfaat Tidur
Tidur memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh. Manfaat
tidur bagi anak-anak dan orang dewasa adalah meregenerasi
sel-sel

tubuh

yang

memperlancar

rusak

produksi

menjadi
hormon

sel-sel

yang

pertumbuhan

baru,
tubuh,

mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian,


meningkatkan

kekebalan

tubuh

dari

serangan

penyakit,

menambah konsentrasi dan kemampuan fisik sehingga dapat


beraktivitas dengan baik (Siregar, 2011).

B. Gangguan Tidur
Gangguan tidur pada dasarnya beragam bentuknya dan
beragam pula penyebabnya. Gangguan tidur, secara langsung atau
tidak langsung telah mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Tidur
menjadi

tidak

nyenyak,

mudah

terjaga

(bangun),

hingga

menyebabkan seseorang menjadi kurang tidur. Itulah efek yang


disebabkan oleh gangguan tidur. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini

16

akan dijelaskan mengenai macam-macam gangguan tidur (Siregar,


2011).
1. Insomnia
Insomnia

adalah

kesukaran

tidur

dalam

memulai

dan

mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan


tidur yang adekuat, baik kuantitas maupun kualitas tidur. Keadaan
ini merupakan keluhan tidur paling sering dijumpai, baik yang
bersifat sementara maupun persisten. Insomnia yang bersifat
sementara umumnya berhubungan dengan kecemasan

dan

kegelisahan. Insomnia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu


(Saputra, 2012):
a. Insomina inisial: ketidakmampuan untuk memulai tidur
b. Insomnia intermiten: ketidakmampuan untuk tetap tertidur
karena terlalu sering terbangun
c. Insomnia terminal: ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah
terbangun pada malam hari
2. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia. Hipersomnia
adalah gangguan tidur yang ditandai dengan tidur berlebihan,
terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan tidur yang
cukup. Gangguan ini dapat disebabkan kondisi medis tertentu,
misalnya gangguan pada sistem saraf, hati, ginjal, gangguan
metabolisme, dan masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan,

17

dan mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada


siang hari (Saputra, 2012).
3. Parasomnia
Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur
atau perilaku yang muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini
umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia
antara lain adalah sering terjaga (misalnya tidur berjalan dan night
teror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya

mengigau),

parasomnia yang berkaitan dengan tidur REM (misalnya mimpi


buruk), dan lain-lainnya (misalnya bruksisme) (Saputra, 2012).
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan
yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut
juga serangan tidur (sleep attack). Narkolepsi diduga merupakan
suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan
genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya
periode tidur REM (Saputra 2012).
5. Apnea saat Tidur
Apnea saat tidur (sleep apnea) merupakan kondisi ketika napas
terhenti secara periodik pada saat tidur. Apnea saat tidur dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu apnea sentral, obstruktif, serta
campuran (sentral dan obstruktif). Apnea sentral melibatkan
disfungsi pusat pengendalian napas di otak. Sedangkan apnea

18

obstruktif terjadi ketika otot dan struktur rongga mulut relaks dan
jalan napas tersumbat. Apnea obstruktif dapat menyebabkan
mendengkur, mengatuk berlebihan pada siang hari, dan kematian
bayi secara mendadak. Apnea tipe ini dapat ditemukan pada
penderita penyakit kronis, misalnya penderita penyakit hati tahap
akhir (Saputra, 2012).
6. Somnabulisme
Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur,
tetapi melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita
seringkali duduk dan melakukan tindakan motorik, misalnya
berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, atau
mengemudikan kendaraan (Saputra, 2012).
7. Enuresa
Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil
yang tidak disengaja pada waktu tidur. Enuresa dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu noktural dan diurnal. Enuresa noktural
merupakan keadaan mengompol pada saat tidur dan umumnya
terjadi karena ada gangguan pada tidur NREM. Sedangkan
enuresa diurnal merupakan keadaan mengompol pada saat bangun
tidur (Saputra, 2012).
8. Gangguan Tidur Irama Sirkadian
Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola
menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam

19

biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun.


Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dapat mengeluh
insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur
berlebihan pada siang hari (Brooker, 2008).
Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu sementara (acut work shift, jet lag) dan menetap (shift
worker) (Klerman, 2006). Keduanya dapat mengganggu irama
sirkadian yang berakibat pada pemendekan waktu tidur dan
perubahan pada fase REM. Menurut The International Classification
Of Sleep Disorder (2001) gangguan tidur irama sirkadian terbagi
menjadi:
1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu
ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat dari yang
diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak
sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering
tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari
(insomnia sekunder).
2) Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak
tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian
melewati

lebih

dari

satu

zona

waktu.

Gambaran

tidur

menunjukkan sleep laten panjang dengan tidur yang terputusputus.

20

3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi


pada orang yang tidak secara teratur dan cepat mengubah
jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala
ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik
seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau
mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut, dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun
antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup waktu
untuk

tidurnya.

Gambaran

tidur

tampak

normal

tetapi

penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai.


5) Tipe bangun-tidur beraturan
6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam

C. Shift Kerja
1. Pengertian
Shift kerja sendiri dapat didefinisikan sebagai kerja yang
dilakukan di luar jam siang hari biasa dan dapat bervariasi dari
satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain, (Occupational
Health Clinics for Ontario Workers Inc, 2008).
Shift kerja berbeda dengan kerja reguler. Pada kerja reguler
pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah

21

ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan


lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari
(Nurmianto, 2004).
2. Karakteristik dan Pembagian Jadwal Shift
a. Karakteristik Jadwal Shift
Shift kerja terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Sistem rotasi adalah sistem shift yang dilakukan secara
bergilir dan jadwal shiftnya pun cenderung berubahubah. Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan
periode rotasi kerja 2-3 hari. Sistem ini lebih banyak
disukai

karena

Kerugiannya

mengurangi

menyebabkan

kebosanan

waktu

tidur

kerja.

terganggu

sehingga diperlukan 2-3 hari libur setelah kerja malam.


2) Jadwal shift permanen adalah biasanya setiap individu
bekerja hanya satu bagian dari tiga shift kerja setiap 8
jam.
b. Pembagian Jadwal Shift
Dalam pembagian shift yang perlu diperhatikan adalah
jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift,
waktu mulai dan berakhir dalam satu shift, distribusi waktu
istirahat dan arah transisi shift. Pembagian jadwal shift
tergantung dari masing-masing instansi pengguna sistem
shift (Kuswadji, 1997).

22

3. Dampak dari Shift Kerja


Shift kerja memberikan efek yang kurang baik bagi
kesehatan tubuh manusia. Beberapa dampak yang timbul akibat
dari shift kerja adalah sebagai berikut (Fish dalam Puteri, 2009):
a. Efek Fisiologis
1) Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam,
banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu
istirahat untuk menembus kurang tidur selama kerja
malam.
2) Menurunnya

kapasitas

fisik

untuk

bekerja

akibat

timbulnya rasa mengantuk dan kelelahan.


3) Kehilangan konsentrasi yang dapat berakibat terhadap
kesalahan dan kecelakaan kerja.
4) Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
b. Efek Psikososial
Efek ini menunjukkan masalah yang lebih besar dari pada
efek fisiologis, antara lain: waktu berkumpul dengan keluarga
sangat kurang dan kecil kesempatan untuk berinteraksi dan
mengikuti aktivitas kelompok dalam masyarakat.
c. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja malam yang diakibatkan oleh
efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat
mengakibatkan

kemampuan

mental

menurun

yang

23

berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti


kualitas kendali dan pemantauan.
d. Efek terhadap Kesehatan
Kerja malam menyebabkan gangguan kesehatan seperti:
gangguan ganstrointestinal yang cenderung terjadi pada usia
40-45 tahun, gangguan pada keseimbangan kadar gula dalam
darah bagi penderita diabetes, gangguan fungsi jantung,
hipertensi dan alergi serta kanker. Shift kerja juga dapat
menunurunkan kekebalan tubuh sehingga orang mudah
terkena penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya
(Rini, 2002).

D. Perawat
1. Pengertian
Perawat

adalah

tenaga

kesehatan

yang

memiliki

kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan


berdasarkan

ilmu

yang

diperoleh

melalui

pendidikan

keperawatan. (Hidayat dalam Puteri 2009). Profesi keperawatan


merupakan profesi yang kompleks dan beragam. Perawat
dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan dimana pun
mereka bekerja.

Seseorang dapat menjadi perawat ketika

mampu melalui berbagi jalur pendidikan keperawatan dan

24

berbagai kesempatan mengembangkan karier yang ada.


(Potter, 2005).
2. Fungsi dan Peran Perawat
Profil perawat profesional berarti tampilan perawat secara
utuh, dalam melakukan aktivitas keperawatan yang berdasarkan
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang
sesuai dengan kode etik keperawatan. Aktivitas keperawatan
mencakup perannya sebagai pelaksana, pengelola, pendidik,
dan peneliti dalam bidang keperawatan. Dari keempat peran di
atas, perawat diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan
kompetensinya. Fungsi dan kompetensi perawat profesional
sesuai dengan tingkat pendidikan yang diikutinya. Fungsi dan
kompetensi yang diharapkan adalah perawat berfungsi untuk
mengkaji kebutuhan perawatan pasien, keluarga, kelompok dan
masyarakat,

merencanakan

tindakan

keperawatan,

melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi tindakan


keperawatan

dan

mendokumentasikan

tindakan-tidakan

keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Ismani,


2001).
3. Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan
ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan
klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan yang

25

holistic (biologis, psikologis, sosial, dan spiritua) yang optimal,


melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis, penentuan
rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan,
serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli, 2009). Tujuan dari
penetapan proses keperawatan ini adalah untuk memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien,
sehingga tercapai mutu pelayanan keperawatan yang optimal.
(Ismani, 2009).

E. Kerangka Konseptual
Gambar 1. Kerangka konseptual gangguan tidur pada perawat
pekerja shift

Karakteristik
Perawat

Gangguan Tidur

Shift Kerja
Gangguan
Kesehatan
Kualitas Tidur
Keterangan:
: area yang diteliti
: variabel pendukung

26

Anda mungkin juga menyukai