Anda di halaman 1dari 20

UJIAN AKHIR SEMESTER .

TAHUN 2013
Mata Kuliah : Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan
Program Studi
: Teknologi Pendidikan
Fakultas
: PASCASARJANA UNIMED
Dosen
: l. Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd
2. Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd

Waktu/Tanggal
: Jawaban diserahkan paling lambat tanggal 20 Desember
2014, pukul 16.00 WIB
di Kantor Prodi TP
Soal.
Berdasarkan hasil observasi lapangan yang sudah anda lakukan terhadap
pelaksanaan pelatihan, tuliskanlah jawaban dari hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah perencanan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan?
Kalau ya bagaimana analisis kebutuhan pelatihan tersebut dilakukan. Kalau
tidak apa komentar anda.
2. Aspek-aspek apakah yang dilakukan berkaitan dengan perencanaan pelatihan?
Teknik perencanaan yang seperti apa yang diterapkan? Apa komentar anda
3. Berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan, aspek-aspek apakah yang perlu
dipantau (dimonitor) dan dengan teknik apa monitoring dilakukan. Apa
komentar anda.
4. Berkaitan dengan evalusi program pelatihan, aspek-aspek apakah yang perlu
dievaluasi dan bagaimana teknik evaluasi program dilakukan. Apa komentar
anda
5. Berkaitan dengan evalusi program pelatihan, untuk menilai aspek-aspek
yang diperlukan, model evaluasi apakah yang digunakan ?

SELAMAT BEKERJA

1. APAKAH PERENCANAAN PELATIHAN DIAWALI DENGAN ANALISIS


KEBUTUHAN PELATIHAN ? KALAU YA BAGAIMANA ANALISIS
KEBUTUHAN PELATIHAN TERSEBUT DILAKUKAN. KALAU TIDAK
APA KOMENTAR ANDA.
MENURUT PENDAPAT SAYA ADALAH
Ya, Perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan
ALASANNYA ADALAH ;
Mengelola program pelatihan, secara sepintas tampaknya sesuatu hal yang
sederhana.Namun bila dicermati, membutuhkan suatu penanganan dan
pengelolaan yang sangat serius.Dalam hal ini program pelatihan menjadi
tanggung jawab semua pihak yang ada di suatu lembaga atau instansi.Komitmen
dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat penjajakan dan
identifikasi kebutuhan pelatihan sampai dengan tindak lanjut pelatihan.Analisis
kebutuhan

pelatihan

bertujuan

untuk

menemukan

kesenjangan

antara

pengetahuan dan kemampuan karyawan dengan yang seharusnya di ketahui dan


dilakukan.
Analisa kebutuhan adalah menganalisis apa yang senyatanya dengan apa yang
seharusnya. Apa yang seharusnya merupakan persyaratan kompetensi yang
harus dipunyai oleh karyawan. Kesenjangan (gap) yang teridentifikasi dari
pembandingan itu merupakan ruang pengembangan kompetensi dengan
pelatihan atau yang lainnya.Idealnya pengembangan kompetensi tersebut
dilakukan secara seimbang antara dimensi mental, social, spiritual dan fisik
sehingga mampu menciptakan kekuatan sinergis.Ada 3 tipe analisa kebutuhan
pelatihan yaitu :
1. Organizational based need analysis,
2. Job competency based need analysis,
3. Person Competency need analysis.

Penjelasan 3 Tipe Analisa Kebutuhan, yaitu :


1. Organizational based need analysis
Merupakan analisa yang dilakukan berdasarkan pada kebutuhan strategis
organisasi dalam merespon bisnis masa depan. Kebutuhan strategis ini dirumuskan
dengan mengacu pada corporate strategy dan corporate value yang merupakan
faktor kunci efektifitas dan keberhasilan organisasi. Sebagai contoh hasil rumusan
dari corporate strategy dan corporate value yang merupakan faktor kunci
keberhasilan Perusahaant adalah Communication, Teamwork, Exelence service,
Learning , Leadership, Development. Dari faktor-faktor kunci tadi dilakukan
penilaian untuk mengidentifikasi pada faktor apaPerusahaan masih mengalami
kekurangan yang paling besar, dan karenanya perlu diprioritaskan pengembangan
pelatihannya. Misalnya dari hasil menilaian ternyata teamwork kurang dan
pelayanan belum excellence maka perlu dilakukan pelatihan tentang dua hal
tersebut di bagian-bagian yang terkait.
2. Job competency based need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang
didasarkan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap posisi/jabatan.
Dalam setiap jabatan dalam organisasi pasti ada persyaratan-persyaratan yang
menyertainya. Misalnya bagian pemasaran dipersyaratkan mampu melakukan
analisis pasar dan membuat program-program pemasaran, maka salah satu
pelatihan yang harus diikuti oleh pejabat tersebut adalah pelatihan tentang
pemasaran. Kepala bangsal dipersyaratkan mampu mengelola bangsal dengan baik,
maka perlu ada pelatihan manajemen kepala bangsal..
3. Person Competency need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang
didasarkan pada kesenjangan ( gap) antara level kompetensi yang dipersyaratkan
dengan level kompetensi aktual karyawan/individu. Misalnya untuk perawat di unit
gawat darurat dipersyaratkan mempunyai sertifikat PPGD, maka masing-masing
individu dinilai apakah sudah memenuhi syarat tersebut atau belum. Kalau belum,
maka perlu diberikan pelatihan tersebut. Dokter yang berada di unit gawat darurat
dipersyaratkan mempunyai sertifikat ATLS dan ACLS, maka bagi dokter yang
belum memenuhi perlu diikutkan pelatihan tersebut. Selain mengidentifikasi
kemampuan skill dan knowledge-nya, perlu juga di analisis kesenjangan perilaku
karyawan dari standar yang dipersyaratkan, misalnya kemampuan komunikasinya,
keberagamaannya dan lain-lain.

Hasil-hasil analisis identifikasi kesenjangan kompetensi tadi dirangkum sebagai


dasar dalam pembuatan perencanaan program pelatihan.Dengan analisis kebutuhan
pelatihan yang komprehensif ini maka diharapkan program pelatihan menjadi salah
satu program pengembangan karyawan yang terintegrasi sehingga mampu
menaikkan daya saing di suatu organisasi.
Berdasarkan Penelitian didapat pada setiap pengelolaan pelatihan diperlukan 10
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan memilih prioritas kebutuhan
tsb.
2. Menguji prioritas kebutuhan latihan dengan melihat kenyataan-kenyataan di
tempat
3. Menganalisa kegiatan di tempat
4. Mengadakan seleksi dan memilih orang-orang yang harus dilatih
5. Menyusun sasaran pelatihan
6. Menyusun silabus berdasarkan paket pelatihan
7. Menyusun program pelatihan
8. Melaksanakan program pelatihan
9. Mengevaluasi program pelatihan yang dilaksanakan
10. Mengadakan tindak lanjut setelah pelatihan

2. ASPEK-ASPEK APAKAH YANG DILAKUKAN BERKAITAN DENGAN


PERENCANAAN PELATIHAN ? TEKNIK PERENCANAAN YANG
SEPERTI APA YANG DITERAPKAN ? APA KOMENTAR ANDA
Menurut Pendapat saya, Aspek-aspek yang berkaiatan dengan perencanaan
pelatihan adalah sbb :
a. Mengindentifikasi kebutuhan pelatihan
Langkah penting dan kritis dalam mengelola sebuah program pelatihan adalah
mengenali permasalahan yang harus dipecahkan.Langkah ini disebut dengan
Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Penjajagan Kebutuhan Pelatihan (PKP).
Pelatihan merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah. Tidak semua
masalah dapat dilakukan dengan pelatihan.Dalam hal ini, secara spesifik, dapat
disebutkan permasalahan yang berkaitan dengan manusia atau pelaku
kegiatan.Namun, banyak hal yang dapat mempengaruhi manusia tersebut
dalam menjalankan fungsi sosialnya. Langkah ini akan menjadi dasar dan
fondasi untuk melangkah pada tahap sebelumnya dalam mengelola pelatihan.
Bilamana penjajakan kebutuhan pelatihan ini kurang tepat, atau bahkan tidak
dilakukan sama sekali, maka program kegiatan pelatihan tersebut hanya akan
membuang dana yang tidak ada manfaatnya. Langkah awal ini akan mewarnai
langkah-langkah selanjutnya bagi pengelola program pelatihan.
b. Menetapkan kriteria peserta
Dalam menyelenggarakan pelatihan, penentuan dan penetapan peserta pelatihan
seringkali diabaikan. Pada umumnya hanya disebutkan jumlah orang atau
jumlah peserta pelatihan tanpa menyebut kriteria qualifikasi ; baik latar
belakang pendidikan, jabatan atau posisi atau hal lain yang menyangkut peserta
pelatihan. Sehingga akibatnya, siapapun boleh ikut dalam program pelatihan
tertentu.

Padahal,

klasifikasi

dan

penentuan

peserta

pelatihan

akan

mempengaruhi design pelatihan, baik yang menyangkut tujuan, isi atau materi
dan metodologi pelatihan itu sendiri.Untuk itu maka, profil peserta perlu dibuat
dan diketahui jauh sebelum menyusun dan mengembangkan design (rancangan)
program pelatihan sehingga pelatihan yang dilakukan efektif.

c. Menetapkan tujuan pelatihan


Kegiatan apapun juga hendaknya mempunyai tujuan yang jelas, spesifik,
realistis dan terukur untuk mengetahui pencapaiannya. Tujuan tersebut akan
memberikan arahan dan batasan dan kejelasan bagi pelaku kegiatan tersebut.
Pada dasarnya tujuan dirumuskan berdasarkan adanya sesuatu yang dihadapi
untuk dicapai atau untuk dilakukan.Pada umumnya perumusan tujuan
didasarkan pada permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Bilamana
identifikasi permasalahan atau penjajagan kebutuhan pelatihan kurang tepat atau
bahkan tidak dilakukan, maka sudah dapat dipastikan pelatihan tersebut tidak
akan ada gunanya dan hanya membuang sumberdaya. Oleh karena itu tujuan
pelatihan perlu dirumuskan dengan benar dan tepat. Dalam dunia pendidikan
dan latihan, dikenal ada tiga (3) domain tujuan, yaitu; Domain Kognitif
(Pengetahuan),

Domain

Afektif

(Sikap)

dan

Domain

Psychomotoric

(Ketrampilan), yang masing-masing domain mempunyai jenjang tertentu.


d. Menyusun Materi Pelatihan
Langkah selanjutnya adalah penetapan materi sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan disepakati. Tujuan pelatihan akan menjadi dasar dalam
menentukan isi atau materi pelatihan. Dengan demikian maka, perumusan
tujuan harus bersifat Spesific (Spesifik), Measurable (Dapat diukur), Achievable
(Dapat dicapai), Realistic (Realistis) dan Time Bonding (Ada batasan waktu)
atau disingkat SMART.Disamping itu, penentuan materi pelatihan juga sangat
tergantung dari jenjang atau tingkat kedalaman tujuan yang hendak dicapai.
Dalam menyusun dan mengembangkan materi pelatihan, perlu ditemukan halhal yang sifatnya strategis dan prioritas, karena seringkali muncul gagasan
bahwa materi atau isi pelatihan ini baik untuk dipelajari, berguna untuk
dipelajari. Untuk itu perlu menemukan Hal-hal yang harus dipelajari.
Disamping itu, hendaknya dalam penyusunan materi pelatihan lebih ditekankan
pada hal-hal yang bersifat praktis untuk dapat segera diterapkan oleh peserta
pelatihan

Menentukan materi apa saja yang harus disampaikan dalam sebuah pelatihan
harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
1. Target-target sikap/kemampuan yang harus dimiliki (output)
Hal ini menjadi pedoman utama dalam pemilihan materi, namun paling
sering dilupakan.
2. Waktu pelatihan
Jika waktu pelatihan amat terbatas, maka tanpa meninggalkan pertimbangan
target sikap/kemampuan, maka materi dapat disusut dengan menyatukan
materi-materi yang sifatnya/misinya sama. Selain itu pengemasan materi
dengan mempertimbangkan waktu dapat menggunakan berbagai alternatif
metode pelatihan
e. Menentukan metode dan media pelatihan
Metode dan media merupakan cara dan alat bantu yang dipergunakan oleh
fasilitator dalam membahas dan mengkaji materi pelatihan sehingga mencapai
tujuan yang diharapkan. Banyak metoda dan media yang dapat dipergunakan,
mulai dari yang bersifat komunikasi satu arah, dua arah sampai ke berbagai
metoda yang berifat multi atau banyak arah.Namun demikian, hal yang perlu
diperhatikan bahwa dalam menetapkan dan menentukan metoda pelatihan, yaitu
prinsip pendekatan yang dipergunakan.Dalam hal ini adalah pendekatan
partisipatif dengan menggunakan Belajar Berdasarkan Pengalaman. Untuk
itu, maka diharapkan bahwa metoda dan media yang dipergunakan hendaknya
mampu mendorong keterlibatan aktif peserta dengan cara mengurangi dominasi
dan peranan fasilitator atau pelatih. Diharapkan metoda dan media yang ada
mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi peserta untuk
menyampaikan

gagasan,

pendapat

dan

dalam

suasana

yang

lebih

terbuka.Disamping itu, berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam


menentukan dan menetapkan metoda dan media adalah meliputi; tujuan
pelatihan, sifat atau isi materi dan profil atau latar belakang peserta.

f. Menyusun kurikulum dan silabus

Kurikulum Pelatihan merupakan garis besar rencana proses belajar secara


menyeluruh mulai dari awal akhir hingga akhir. Pada umumnya Kurikulum
Pelatihan ini berisikan unsur-unsur pokok yang terdiri dari; Tujuan Umum,
Tujuan Khusus, Tujuan Pokok Bahasan, Tujuan Sub Pokok Bahasan, Pokokpokok Materi/Isi Pelatihan, Metoda, Media, Alokasi Waktu dan Fasilitator.
Kurikulum Pelatihan ini bersifat tidak baku dan selalu dapat diubah sesuai
dengan kondisi yang ada pada saat pelatihan berlangsung. Kurikulum ini
dipergunakan sebagai dasar dalam menyusun silabi pelatihan maupun Modul
Pelatihan yang akan dipergunakan fasilitator dalam memproses kegiatan belajar.
Sedangkan Silabi Pelatihan adalah uraian terperinci dari bahan-bahan pokok
yang perlu dibahas selama pelatihan berlangsung.
Sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan sampai sejauh ini, secara
keseluruhan program pelatihan telah mulai terbentuk, karena sudah ada
Kurikulum Pelatihan yang jelas berdasarkan beberapa langkah kegiatan, yang
dimulai dari identifikasi atau penjajagan masalah atau kebutuhan pelatihan.
Langkah selanjutnya adalah bagaimana mempersiapkan penyelenggaraan
pelatihan termasuk pula menyusun dan mengembangkan anggaran atau
kebutuhan dana yang dibutuhkan. Dengan demikian maka kebutuhan dana
didasarkan pada adanya kebutuhan permasalahan yang dihadapi beserta
alternatif pemecahannya, yaitu melalui kegiatan pelatihan. Berdasarkan rencana
dasar inilah maka usulan pelatihan dapat dilakukan termasuk estimasi
perhitungan dana yang dibutuhkan.

Teknik perencanaan pelatihan beragam modelnya, diantaranya adalah :


Desain Pelatihan Model Diskrepansi
(Hickerson dan Middleton, 1975)

Kegiatan
lainnya

Tahap 1
Analisis
Jabatan/Pekerjaaa
n

Tahap 2
Keputusan
untuk Pelatihan

Diskrepansi/
Kesenjangan Kinerja

Tahap 3
Penetapan Tujuan
Pelatihan &
Prosedur Evaluasi
Formatif

Tahap 4
Desain Pelatihan

Tahap 6
Tindak Lanjut &
Evaluasi Sumatif

Tahap 5
Implementasi

3. BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PELATIHAN, ASPEK-ASPEK


APAKAH YANG PERLU DIPANTAU (DIMONITOR) DAN DENGAN
TEKNIK APA MONITORING DILAKUKAN. APA KOMENTAR ANDA.
Menurut Pendapat Saya adalah aspek-aspek perlu dipantau
(dimonitor) adalah MONITORING,
Karena Monitoring adalah sebuah usaha untuk memastikan berjalannya dan
proses sebuah aktivitas dicatat dengan baik. Hasil monitoring adalah serangkaian
data yang akan digunakan untuk evaluasi, penilaian ataupun pengembangan
aksiaksi perbaikan sebagaimana yang diminta. Monitoring dilakukan melalui
berbagai cara: dijalankan oleh setiap pihak yang melaksanakan proses aktivitas
tersebut ataupun oleh pihak di luar itu, dilakukan secara tetap pada waktuwaktu
tertentu ataupun secara random.
Monitoring dapat dilakukan pada setiap tahapan kegiatan, apakah dari perencanaan
ataupun setelah bagian pekerjaan tertentu diselesaikan. Untuk bagian di dalam
produksi yang pekerjaannya tidak boleh terputus, monitoring dapat dilakukan pada
setiap siklus secara terus menerus.Dan adapun aspek-aspek yang harus dimonitor
dalam pelaksanaan pelatihan adalah sbb :
1. Kebutuhan pelatihan
2. Sasaran Pelatihan
3. Peserta pelatihan
4. Metode pelatihan
5. Materi pelatihan
6. Pelatih
7. Sarana pelatihan
8. Waktu
9. Anggaran Biaya
10. Tindak lanjut

TEKNIK YANG DIGUNAKAN DALAM MONITORING ADALAH :


Berbagai teknik dan metode yang digunakan dalam Monitoring
pada dasarnya adalah cara dalam melaksanakan monitoring.
Teknik-teknik yang digunakan dalam monitoring mengacu pada
alat dan cara untuk melaksanakan. Sementara metode mengacu
pada seperangkat pendekatan yang bisa membuat penggunaan
teknik menjadi lebih efektif.
Teknik-teknik kunci dalam monitoring adalah pengumpulan data
primer dan sekunder, intra dan extrapolation dari data tersebut.
Ada dua jenis data primer: data keras dan data lunak. Data keras
bisa didapat melalui pengukuran langsung, sementara data lunak
berasal dari interpretasi fakta oleh mereka yang terlibat. Data
sekunder bisa dilihat pada data turunan yang dibuat oleh pihakpihak lain.
Metode monitoring dan evaluasi pada dasarnya ditentukan oleh
model penugasannya, yaitu :
1. Selfreporting. Pada jenis ini pihak yang menjadi objek monitoring
memberikan laporan secara tetap mengenai kegiatan yang
mereka lakukan, output yang dihasilkan ataupun data lain yang
diperlukan. Monitoring jenis self reporting akan baik untuk
mengumpulkan data keras sehari-hari yang dapat diverifikasi oleh
personel berkemampuan.
2. Auditing (Pengauditan). Pada kegiatan monitoring jenis ini satu
pihak

tertentu,

yaitu

auditor

ditunjuk

untuk

melaksanakan

monitoring. Auditor akan menetapkan standar untuk monitorin.


Monitoring dilakukan dengan keyakinan adanya transparansi dan
kredibilitas karena pihak yang melakukan audit tidak mempunyai
konflik kepentingan dengan hasil-hasilnya. Kegiatan ini baik untuk
mendapatkan hasil penilaian kinerja secara teratur. Hasilnya
dapat memberikan umpanbalik yang nyata kepada manajemen
mengenai kinerja unit manajemennya.

3. Penilaian partisipatif. Tipe ini memberikan penekanan pada


partisipasi semua pihak dalam melaksanakan monitoring juga
memerlukan fasilitator. Fasilitator akan bekerjasama dengan
semua pihak untuk menetapkan patokan-patokan/ milestones
apa saja yang ditetapkan oleh unit manajemen Monitoring
partisipatif baik untuk mengenalkan stndar-standar baru
kepada pihak yang dimonitor. Kegiatan ini mempunyai elemen
peningkatan kapasitas dan menciptakan kesadaran serta rasa
kepemilikan terhadap proses yang dijalankan.

4. BERKAITAN DENGAN EVALUSI PROGRAM PELATIHAN, ASPEKASPEK APAKAH YANG PERLU DIEVALUASI DAN BAGAIMANA
TEKNIK EVALUASI PROGRAM DILAKUKAN. APA KOMENTAR ANDA
Menurut Pendapat Saya adalah :
Banyak pimpinan perusahaan mengeluh, mengapa anak buah yang dikirim
untuk mengikuti pelatihan, seminar dsb nya, hasilnya tak signifikan dengan
peningkatan kinerjanya.Agak sulit memang, bagi seorang pembicara seminar
selain dituntut dapat menularkan ilmunya, juga harus bisa bertindak sebagai
entertainer. Apabila si pembicara tak dapat menarik minat peserta, nilai evaluasi
akan rendah, namun di satu sisi seminar yang dibawakan secara menarik belum
tentu sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan pada umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta
pelatihan, dengan cara mengisi kuestioner apakah pelatihan dimaksud sesuai
dengan bidang kerjanya, apakah penyajiannya baik, akomodasi bagus dsb nya.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh staf, berupa laporan hasil seminar yang
ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai baik, dengan harapan
staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau pelatihan berikutnya.
Pada dasarnya, evaluasi setiap program pelatihan dapat dilakukan, dengan
memperoleh feedback dari peserta, yang dapat dibagi menjadi 4 (empat)level,
sebagai berikut:
1. Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level). Pada evaluasi ini yang
diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam hal ini diukur tingkat
kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diselenggarakan, sehingga
dapat dilakukan perbaikan atas program tersebut.
Teknik Evaluasinya :Evaluasi di tingkat ini dilakukan dengan mengungkap
pendapat peserta tentang :
a. Pelatih
Pokok-pokok yang perlu dievaluasi; cara penyajian, penampilan, penguasaan materi, penguasaan metode.
b. Materi
Kegunaan materi yang disampaikan, apakah isi materi cukup menarik.
c. Peserta

Kesungguhan peserta mengikuti pelatihan, apakah peserta merasa senang


mengikuti pelatihan, daya serap peserta, keterbukaan, kerjasama dan motivasi terhadap tugas yang diberikan.
d . Proses Pelatihan
Hal-hal yang perlu dievaluasi :
- Pelaksanaan kurikulum sesuai jadwal yang telah disusun bersama antara
peserta dan pelatih
- Partisipasi peserta
- Interaksi antara peserta dengan peserta, dan antara peserta dengan pelatih.
- Kelancaran pelatihan
- Sarana pelatihan
Evaluasi ini sangat bermanfaat untuk "mengarahkan" serta untuk
memutuskan apa yang akan dibuat setelah pelatihan dan metode apa yang
akan dipakai. Evaluasi ini hanya bisa digunakan apabila program pelatihan
ini cukup fleksibel

untuk

berubah sesuai dengan informasi yang

diperoleh dari evaluasi tersebut. Evaluasi ini tidak dapat dilakukan kalau
hanya berdiri sendiri, melainkan harus selalu digunakan bersama dengan
bentuk evaluasi yang lain. Salah satu cara untuk mengadakan evaluasi
kegiatan adalah secara teratur menggunakan formulir penjajakan sesi yang
pengisiannya dilakukan setiap akhir sesi.
2. Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level).
Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa jauh
perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan berakhir,
sebelum mereka kembali bekerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada
tingkat ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan untuk
mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan (metode,
materi, dll).

Teknik

Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan informasi mengenai perkembangan pengetahuan, keterampilan


dan sikap para peserta pelatihan. Evaluasi semacam ini membutuhkan

pengukuran sesudah dan sebelum pelatihan, oleh karenanya perlu test awal dan
test akhir pelatihan. Keuntungan cara ini :
1. Test awal (pre test) memperlihatkan data dasar kepada pelatih mengenai
kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahan para peserta, sehingga
dia tahu apa-apa yang perlu ditekankan.
2. Test awal (pre test) membantu para peserta mengenal daerah kebutuhan
sendiri.
3. Test akhir (post test) membantu pelatih dalam melihat apa-apa yang sudah
dipelajari para peserta sehingga pelatih dapat memperbaiki program
pelatihan.
4. Test akhir (post test) membantu para peserta pelatihan melihat kemajuan
yang sudah dicapai, dan mengusahakan bagian-bagian lain yang masih perlu
dikembangkan.
3. Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the job behavioral
Level).
Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah pengaruh program pelatihan
terhadap penerapannya ditempat kerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi
pada tahap ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan

informasi

mengenai

apakah

peserta

pelatihan

sudah

menerapkan apa yang dipelajari dengan mengadakan perubahan dalam tingkah


kerjanya. Evaluasi tahap ini lebih sulit dalam membuat penentuan jika
dibandingkan dengan evaluasi tingkat menyerap pelajaran. Beberapa cara yang
dapat dipergunakan sebelum dan sesudah pelatihan dalam usaha untuk
menentukan perkembangan tingkah kerja.

a. Buku Harian Pribadi


Para peserta diminta untuk membuat rekaman kegiatannya selama jangka
waktu tertentu.Hal ini bisa membantu pelatih untuk mengetahui prosentase
waktu yang digunakan oleh para peserta untuk berbagai macam tugas dan
kegiatan.

b. Pengamatan pada kegiatan-kegiatan tertentu


Pelatih atau evaluator mengamati peserta sewaktu mereka melaku-kan
suatu kegiatan tertentu yang diajarkan selama program pela-tihan berlangsung.
Misalnya : mengamati peserta memimpin diskusi pemecahan ma-salah dalam
kelompok warga desa. Hal ini mirip dengan pengujian keterampilan yang
disebut terdahulu, hanya saja kali ini menyang-kut suatu kerja yang sedang
ditangani, dan bukan dalam rangka pelatihan.
c. Evaluasi oleh Pengawas (Supervisor)
Pengawas peserta pelatihan mengisi formulir yang berisi pernyataan
mengenai perkembangan dalam tingkah kerja para peserta. Hal ini hanya akan
berguna apabila dia diminta untuk memberi gambaran konkrit tentang tingkah
kerja para peserta.
Contoh : Ceritakan kejadian khusus yang memperlihatkan kemaju-an peserta
(dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
d. Evaluasi sendiri
Peserta pelatihan mengevaluasi sendiri perubahan - perubahan tingkah
kerjanya.
4. Evaluasi pada tingkat hasil (Result level). Evaluasi ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengukur seberapa jauh peningkatan produktivitas yang dicapai
pekerja, serta unit kerja, setelah mengikuti program pelatihan. Atau untuk
menentukan apakah manfaat pelatihan lebih tinggi dibanding dengan biaya
yang telah dikeluarkan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tingkat kegunaan mengamati perubahanperubahan yang terjadi pada organisasi peserta pelatihan sebagai akibat dari
keikutsertaan dalam program pelatihan yang diadakan.
Misalnya : apakah setelah mengikuti pelatihan kepengurusan organisasi, maka
keadaan kepengurusan organisasi tersebut menjadi lebih baik. Cukup sulit
untuk mengukur hasil-hasil jangka panjang untuk suatu program pelatihan,
salah satu kesulitannya adalah karena tidak mudah menentukan bahwa
terjadinya suatu perubahan merupakan pengaruh langsung dari program
pelatihan.Namun demikian evaluasi ini mutlak perlu dilakukan dengan melihat
langsung kegiatan yang dilakukan, atau mengirimkan formulir isian.

Pada umumnya kita baru bisa mengukur pada tahap 3, karena untuk menilai
sesuai tahap 4 dibutuhkan data base yang bagus, serta keterlibatan dengan
pimpinan unit kerja yang telah mengirimkan stafnya ke pelatihan tersebut.
Bagi yang ditempatkan di unit kerja yang profit oriented, mereka pada
umumnya telah disibukkan dengan target-target bisnis, sehingga tak
memungkinkan untuk melibatkan diri secara aktif, baik melalui kuestioner
ataupun melalui penilaian langsung, apakah hasil pelatihan dapat
diaplikasikan di bidang pekerjaannya.

5. BERKAITAN DENGAN EVALUSI PROGRAM PELATIHAN, UNTUK


MENILAI ASPEK-ASPEKYANG DIPERLUKAN, MODEL EVALUASI
APAKAH YANG DIGUNAKAN ?
Menurut Pendapat Saya adalah :
Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick
dalam buku karangan Eko Putro Widoko mencakup empat level evaluasi, yaitu:
level 1 reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result.
1. Evaluasi Reaksi (Reaction Level)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan
peserta. Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa
menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training, sehingga mereka tertarik
dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training
akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi
peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang
menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training.
Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan
oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu pelaksanaan
pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran dilaksanakan. Mengukur
reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga
lebih mudah dan lebih efektif.
2. Evaluasi belajar (Learning Level)
Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam prgram training, yaitu pengetahuan,
sikap maupun keterampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila
pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan
maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur
efektivitas prgram training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.
Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan atau keterampilan
pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.

Penilaian learning level ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output)
belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan
dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction
sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut
Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan
kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang
tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu
tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan
post-test, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
3. Evaluasi perilaku (Behaviour Level)
Evaluasi pada level ke-3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi
terhadap sikap pada level ke-2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2
difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran
dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai mengikuti
pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini
dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok
kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan
perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan mengadakan
survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training
setelah mereka kembali ketempat kerja.

4. Evaluasi hasil (Result Level)


Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program pembelajaran.
Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran
diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan
peningkatan keterampilan (skills).

Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun


membangun team work (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain
adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua
pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan
dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat
dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok
peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah
mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak.
Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki beberapa
kelebihan yaitu:
1. Lebih komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill.
2. Objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga mencakup
proses, output dan outcomes.
3. Mudah untuk diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai