Anda di halaman 1dari 16

Human Immunodeficienci Virus (HIV) / Acquired immune deficiency

syndrome (AIDS)
Nurul Ilmia
NIM : 102011382
Kelompok E3
shmiandy@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta

Pendahuluan
HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae, subfamili
Lentivirinae, genus Lentivirus, merupakan agen penyebab AIDS. Penyakit ini pertama kali
ditemukan tahun 1981 dan HIV-1 diisolasi pada akhir tahun 1983. Sejak itu, AIDS menjadi
epidemik di seluruh dunia, meluas jangkauannya, dan penting karena infeksi HIV telah
menyerang berbagai populasi serta daerah geografis yang berbeda.
Anamnesis
Pada kasus scenario 9, hasil anamnesa adalah sebagai berikut:

Keluhan utama:
o Batuk disertai sesak nafas
o Panas disertai nyeri menelan sejak 3 minggu
o Gatal-gatal diseluruh badan
o Diare sejak 2 bulan
o Berat badan turun 9 kg dalam 2 bulan terakhir
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
o Suhu 37,90 C, Nadi 96x/menit
o Pembesaran kelenjar limfe pada leher dan axilla
o Tampak bercak kemerahan pada badan dan tungkai
Hasil pemeriksaan lab:
o Hb 12,8 g/dL, Ht 38 vol%, leukosit 6200 L
o Trombosit 128000 /L

Pemeriksaan
Fisik
1. Suhu, demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada gejala lain.
Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit infeksi tertentu atau kanker
yang lebih umum pada orang yang mempunyai sistem kekebalan tubuh lemah.1
2. Berat, kehilangan 10% atau lebih dari berat badan akibat dari sindrom wasting yang
merupakan salah satu tanda-tanda AIDS. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika
Anda telah kehilangan berat badan.1
3. Mulut, infeksi jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang yang terinfeksi
HIV.1
4. Kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu
disebabkan oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang semakin membesar atau
jika ditemukan ukuran yang berbeda.1
5. Kulit, merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV. Pemeriksaan yang teratur dapat
mengungkapkan kondisi yang dapatdiobati mulai tingkat keparahan dari dermatitis hingga
dapat sarkoma Kaposi.1
Penunjang
1. ELISA (Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay), sensivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.2
2. Western blot, spesifitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksannya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.2
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat
pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat
kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah yang diturunkan pada
bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada
infeksi pada bayi tersebut.
b. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok beresiko tinggi.
c. Tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.2
Diagnosis

Working Diagnosis
HIV-AIDS
Gambaran klinisnya, gejala mirip flu, termasuk demam ringan, nyeri badan, menggigil,
dapat muncul beberapa minggu samapai bulan setelah infeksi. Gejala menghilang setelah respon
imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan pada sel-sel
lain yang terinfeksi.
Selama periode laten, orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak memperlihatkan gejala
atau pada sebagian kasus mengalami limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening)
persisten. Antara 2 sampai 10 tahun setelah infeksi HIV, sebagian besar pasien mulai mengalami
berbagai infeksi oportunistik, bila tidak ditangani. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan
munculnya AIDS dan berupa infeksi ragi pada vagina atau mulut dan berbagai infeksi virus
misalnya varicella zoster (cacar air atau cacar ular), sitomegalovirus, atau heerpes simpleks
persisten. Wanita dapat menderita infeksi ragi kronik atau penyakit radang panggul.
Setelah terbentuk AIDS, sering terjadi infeksi saluran nafas, oleh organisme oportunistik
Pneumocystis carinii. Dapat timbul tuberkulosis yang resisten bermacam-macam obat karena
pasien AIDS tidak mampu melakukan respon imun yang efektif untuk melawan bakteri,
walaupun dibantu antibiotik. Pasien AIDS yang mengidap tuberkulosis biasanya mengalami
perjalanan penyakit yang cepat memburuk yang menyebabkan kematian dalam beberapa bulan.
Penyakit biasanya cepat menyebar ke luar paru termasuk otak dan tulang.
Gejala pada susunan saraf pusat adalah sakit kepala, defek motorik, kejang, perubahan
kepribadian, dan demensia. Pasien dapat menjadi buta dan akhirnya koma. Banyak dari gejala
tersebut timbul karena infeksi bakteri dan virus oportunistik pada SSP, yang menyebabkan
peradangan otak. HIV juga dapat secara langsung merusak sel-sel otak.
Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada pasien AIDS. Diare terjadi
akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur dimulut dan esofagus menyebabkan nyeri hebat
sewaktu menelan dan mengunyah dan ikut berperan menyebabkan berkurangnya lemak dan
gangguan pertumbuhan.

Berbagai kanker muncul pada pasien AIDS akibat tidak adanya respon imun selular
terhadap sel-sel neoplastik. Kanker yang sebenarnya jarang dijumpai, sarkoma kaposi sering
terjadi pada pasien AIDS. Sarkoma kaposi adalah kanker sistem vaskular yang ditandai oleh lesi
kulit berwarna merah. Sebagian besar individu pengidap sarkoma kaposi terinfeksi melalui
hubungan homoseks. Hasil riset kini menunjukkan bahwa ko-infeksi disertai virus herpes yang
unik, human herpesvirus 8, memicu munculnya sarkoma kaposi. Human herpesvirus 8 jarang
terjadi kecuali di kalangan homoseks amerika serikat.3
Differential Diagnosis
1. Kanker Limfoma
Limfoma adalah semacam tumor ganas yang bersumber dari kelenjar getah bening
atau kelenjar organ lainnya, sampai sekarang limfoma yang telah diketahui mendekati 70
macam jenis patologi, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis yakni limfoma
Hodgkin dan limfoma non-hodgkin. Gejala klinis yang timbul adalah demam yang tidak
jelas penyebabnya, suhu badan di antara 38 40 derajat, bisa bertahan beberapa hari,
melewati pengobatan menunjukkan adanya perbaikan namun sering kambuh kembali,
pembengkakan kelenjar getah bening. Ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening
pada leher, bawah rahang, bawah telinga dan tempat lainnya, dapat juga menyebar sampai
ketiak dan panggul. Kelenjar getah bening bisa membesar dari sebesar kacang kedelai
sampai sebesar kurma, biasanya tidak terasa sakit. Gejala seluruh badan adalah kulit gatal,
badan kurus, sering berkeringat ketika tidur, lemas, dan kurang darah.4

2. Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang
dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan
nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada
manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu
gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis
sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari.4

Umumnya infeksi toxoplasmosis gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi lainnya
yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening (toxoplasmosis
limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa.Parasit yang masuk ke
dalam otot jantung menyebabkan peradangan. Lesi pada mata akan mengenai khorion dan
rentina menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta).4
Penatalaksanaan
Medica Mentosa
Penatalaksanaan khusus yaitu pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi
infeksi sekunder sesuai jenis infeksi yang ditemukan, dan terapi malignasi. Terapi ARV dapat
diberikan secara kombinasi. Pemberian kombinasi bertujuan mengoptimalkan efikasi ARV,
mengurangi potensi resistensi, juga teknik pemberiannya dan pemilihan obat. Terapi infeksi
sekunder dan malignasi disesuaikan dengan infeksi maupun malignasi yang ada. Obat ARV
merupakan terapi pilihan karena obat ini dapat memperlambat progestivitas penyakit dan
memperpanjang daya tahan tubuh. 2,5
Non Medica Mentosa
Penatalaksanaan umum yaitu memberikan nutrisi berbasis makronutrient dan
mikronutrient, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, dan membiasakan
gaya hidup sehat. Pada penderita HIV sering mengalami gangguan asupan nutrient yang
menyebabkan penurunan fungsi biologis tubuh. Hal ini disebabkan ARV hanya mampu
mengurangi kepadatan virus dalam tubuh penderita tetapi tidak mampu menanggulangi pengaruh
reactive oxygen spesies (ROS) yang banyak terbentuk pada tubuh penderita HIV & AIDS. Bila
situasi ini berlarut maka gangguan fungsi dan kematian sel berlangsung progresif sehingga bisa
menjadi lebih berat. Suplemen imunonutrient untuk mengatasi pengaruh ROS. Sumplemen ini
berisi karbohidrat, lemak, protein, dan juga mengandung 3 imunonutrient utama yaitu arginie,
glutamine, serta fish oil.5
Etiologi
HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus

mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS di seluruh dunia.6
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup
virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,
Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr.
Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam
serum dari pada perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1.6
Epidemiologi
HIV-2 lebih prevalen di banyak Negara di Afrika barat, tetapi HIV-1 merupakan virus
predominan di Afrika bagian tengah dan timur, dan bagian dunia lainnya. Menurut the Joint
United Nations Program on HIV / AIDS (2000), diperkirakan bahwa 36,1 juta orang terinfeksi
oleh HIV dan AIDS pada akhir tahun 2000. Dari 36,1 juta kasus, 16,4 juta adalah perempuan,
dan 600.000 adalah anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Infeksi HIV telah menyebabkan
kematian pada sekitar 21,8 juta orang sejak permulaan epidemi pada akhir tahun 1970an sampai
awal tahun 1980an. Belahan dunia yang paling parah terjangkit HIV dan AIDS adalah Afrika
Sub-Sahara; di daerah tersebut diperkirakan 25,3 juta orang dewasa dan anak-anak hidup dengan
infeksi dan penyakit pada akhir tahun 2000. Daerah lain di dunia yang mengkhawatirkan adalah
Asia Selatan dan Tenggara, diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIV dan AIDS pada
periode yang sama.6
Surveilans di seluruh dunia merupakan suatu tantangan karena saat ini belum ada definisi
kasus AIDS yang dapat digunakan secara global. Sejak tahun 1995, definisi kasus survelians
AIDS dari US Centers for Disease Control dan Prevention (CDC) telah direvisi tiga kali untuk
mencerminkan pemahaman baru tentang penyakit HIV dan perubahan dalam penanganan medis.
Pada tahun 1987, sindrom pengurusan dan keadaan lain ditambahkan ke daftar penyakit-penyakit
indikator yang didiagnosis secara definitive dengan bukti laboratorium infeksi HIV. Pada tahun
1993 ditekankan makna klinis hitung limfosit CD4+ dalam kategorisasi penyakit-penyakit terkait

HIV. Perluasan definisi kasus survelians untuk AIDS pada awalnya menyebabkan peningkatan
pesat kasus AIDS yang dilaporkan untuk tahun 1993. Peningkatan ini disebabkan oleh
disertakannya pasien-pasien yang didiagnosis mengidap imunosupresi berat, yang biasanya
terjadi sebelum awitan infeksi oportunistik yang berkaitan dengan AIDS. Pada tahun 1997, CDC
melaporkan penurunan pertama kali jumlah kasus baru AIDS yang disebabkan oleh penggunaan
terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) pada tahun 1996.6
Penyempurnaan definisi kasus survelians untuk infeksi HIV oleh CDC (1999), yang
efektif sejak Januari 2000, mengintegrasikan kriteria pelaporan untuk infeksi HIV dan AIDS
menjadi satu definisi kasus dan menyertakan uji-uji laboratorium baru ke dalam kriteria
laboratorium untuk pelaporan kasus HIV. Uji-uji baru ini adalah uji deteksi asam nukleat (DNA
atau RNA) HIV yang belum tersedia secara komersial saat definisi kasus AIDS direvisi pada
tahun 1993. Revisi tahun 2000 mempertimbangkan dampak kemajuan dalam terapi
antiretrovirus, implementasi petunjuk pengobatan HIV baru, dan meningkatnya kebutuhan akan
data epidemiologik tentang individu pada semua stadium penyakit HIV untuk memperkirakan
sumber daya dan layanan yang dibutuhkan secara lebih akurat.6
Dari tahun 1981 sampai 2000, di Amerika Serikat dilaporkan 774.467 kasus AIDS secara
kumulatif. Sekitar 58% dari kasus-kasus ini diketahui sudah meninggal. Pada bulan Desember
2000, CDC melaporkan 127.286 orang dewasa dan anak-anak (usia kurang dari 13 tahun) hidup
dengan infeksi HIV dan 322.865 dengan penyakit AIDS. Angka ini mencakup hanya individu
yang didiagnosis HIV di Negara-negara bagianyang memiliki sistem terpadu survelians HIV dan
AIDS dan mereka yang didiagnosis kasus AIDS di semua negara bagian dan daerah. Dari
322.865 kasus AIDS, 79% adalah laki-laki, 61% keturunan Spanyol atau Amerika Afrika, dan
41% terinfeksi melalui aktivitas seksual antar lakilaki. Pada awal tahun 1980an lebih banyak
kasus AIDS terjadi pada ras Caucasian. Pada tahun 1996 lebih banyak kasus terjadi pada orang
Amerika Afrika dibandingkan dengan kelompok ras-etnik lainnya. Selama epidemi, sekitar 85%
pasien didiagnosis AIDS berusia antara 20 sampai 49 tahun.6
Jumlah kumulatif kasus AIDS pediatric (anak berusia kurang dari 13 tahun) yang
dilaporkan ke CDC, sampai Desember 2000, adalah 8909. Karena AIDS pediatric terutama
mencerminkan infeksi prenatal atau perinatal (transmisi vertikal), maka seiring dengan
meningkatnya angka HIV pada perempuan, semakin banyak bayi yang terjangkit HIV. Jumlah

kasus AIDS yang ditularkan pada masa perinatal memuncak pada tahun 1992 dan kemudian
menurun sampai tahun 1999. Penurunan ini berkaitan dengan penerapan petunjuk-petunjuk dari
Pubkic Health Service untuk konseling universal dan uji HIV sukarela terhadap perempuan
hamil serta pemakaian zidovudin sebagai terapi untuk perempuan yang terinfeksi HIV dan
bayinya yang baru lahir. AIDS di antara perempuan terutama ditularkan melalui hubungan
heteroseks, diikuti oleh pemakain obat suntik.6
Komplikasi
Tabel 1. Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan infeksi HIV.7
Lokasi
Menyeluruh

Komplikasi dan

Keterangan

Etiologi
Limfadenopati

Terjadi

pada

50-70%

generalisata progresif

orang

setelah

infeksi

HIV

primer,

dibedakan

harus
dengan

banyak penyakit yang


dapat
Sistem saraf

Ensefalopati

menyebabkan

limfadenopati.
HIV, Hilangnya
memori

demensia AIDS.

jangka

pendek,

kesulitan

mengatur

aktivitas harian, kurang


Taksoplasmosis

perhatian.
Terkenanya

serebral,

multifokal

gondii.

toxoplasma

otak
sering

terjadi

dan

menyebabkan
spektrum luas penyakit
klinis

perubahan

status mental, kejang,


kelemahan

motorik,

Mata
Mulut

Sitomegalovirus
Kandidiasis
oral
Candida albicans.

kelainan

sensorik,

disfungsi

serebelum,

dll.
Retinitis
: Bercak merah

halus

pada palatum durum


ayau

molle,

dapat

membentuk
Saluran genital

Kandidiasis

vagina

Candida albicans.

pseudomembran.
: Sekret
abnormal
seperti dadih dengan
kemerahan pada uvula
dan gatal, sering pada
perempuan

yang

terinfeksi HIV.

Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien didiagnosis AIDS
meninggal 3 tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV yang
tetap sehat secara klinis dan imunologis.2
Patofisiologi Infeksi HIV
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,
horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistematik secara langsung dengan
diperantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak
langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual.
Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV
dapat dideteksi di dalam darah.5
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi
virus akut, seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah,
sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan seperti ini disebut sindrom retroviral akut. Pada

fase ini terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load. Viral load akan meningkat
dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai suatu titik tertentu. Dengan semakin
berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut
akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju
penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke
stadium AIDS.5
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi target
HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk bisa masuk ke sel target,
gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini terdapat pada permukaan
limfosit T, monosit makrofag, Langerhans, sel dendrit, astrosit, mikroglia. Selain itu, untuk
masuk ke sel HIV memerlukan chemokine receptor yaitu CXCR4 dan CCR5, beberapa reseptor
lain yang memiliki peran adalah CCR2b dan CCR3. intensitas ikatan gp120 HIV dengan reseptor
CD4 ditentukan melalui peran regio V terutama V3. Stabilitas dan potensi ikatan diperkuat oleh
ko-reseptor CCR5 dan CXCR4. Semakin kuat dan meningkatnya intensitas ikatan tersebut akan
diikuti oleh proses interaksi lebih lanjut yaitu terjadi fusi membran HIV dengan membran sel
target atas peran gp41 HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma HIV
termasuk enzim reverse transcriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah
masuk dalam sel target, HIV melepaskan single strand RNA (ssRNA). Enzim reverse
transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk mensintesiskan DNA. Kemudian
RNA dipindahkan oleh ribononuklease dan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis DNA
lagi sehingga menjadi double strand DNA yang disebut provirus. Provirus masuk ke dalam
nukleus, menyatu dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan
ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkipsi dan translasi. Kondisi
provirus yang tidak aktif ini disebut sebagai laten. Untuk mengaktifkan provirus dari keadaan
laten tersebut memerlukan proses aktivasi dari sel host. Bila sel host ini teraktivasi oleh induktor
seperti antigen, sitokin, atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor KB (NF- KB)
sehingga menjadi aktif dan berikatan pada 5 LTR (Long Terminal Repeats) yang mengapit gengen tersebut. LTR berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NF KB
menginduksi replikasi DNA. Induktor nuclear factor KB (NF- KB) sehinggs cepat memicu
replikasi HIV adalah intervensi mikroorganisme lain. Mikroorganisme lain yang memicu infeksi
sekunder dan mempengaruhi jalannya replikasi adalah bakteri, virus, jamur, maupun protozoa.

Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap
percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV, terutama adalah virus DNA.5
Enzim polimerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur berfungsi
sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA mengalami translasi
menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru. Inti
beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk tonjolan pada permukaan sel host,
kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim yang fungsional.
Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga
terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus yang sudah lengkap ini keluar dari sel, akan
mengingfeksi sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga
mencapai 109-1011 virus baru.5
Secara perlahan tetapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin menurun dari
waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4
melalui beberapa mekanisme sebagi berikut.5
1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya intregritas membran plasma akibat adanya
penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus yang tidak berintegrasi dengan
nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis makromolekul.
2. Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antarmembran sel yang terinfeksi HIV dengan
limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3. Respons imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel
yang terinfeksi virus. Namun proses ini bisa menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi
sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya (innocent-bystander).
4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan antibodi yang berperan untuk mengeliminasi sel
yang terinfeksi.
5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Pengikatan antara gp120 di regio V3 dengan
reseptor CD4 Limfosit T merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian
sel melalui apoptisis.
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70, sehingga fungsi sitoprotektif,
pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi
protein, jejas dan kematian sel.
Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah limfosit TCD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm 3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah

lagi. Semuamekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan


individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya
infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder menyebabkan
munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat
intervensi HIV. Manifestasi ini dapat berupa gejala dan tanda terinfeksi virus akut, keadaan
asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat. Manifestasi gejala dan tanda dari
HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.5
Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik.
Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri
otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran kelenjar getah bening. Dapat disertai meningtis
aseptik yang ditandai demam, nyeri kepala hebat, kelenjar kejang dan kelumpuhan saraf otak.5
Kedua merupakantahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap ini
berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi. Pada saat ini sedang
terjadi internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini aktivitas penderita masih merasa normal.5
Ketiga merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik
dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak sampai 10%, pada selaput
mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut, dapat juga ditemukan
infeksi bakteri pada saluran napas bagian atas namun penderita dapat melakukan aktivitas
meskipun terganggu. Penderita lebih banyak berada di tempat tidur meskipun kurang 12 jam per
hari dalam bulan terakhir.5
Keempat merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi
penurunan berat badan lebih dari 10%, diare yang lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui
sebabnya lebih dari satu bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru, dan
pneumonia bakteri. Penderita terbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari selama sebulan
terakhir. Penderita diserbu berbagai macam infeksi sekunder, misalnya pneumonia pneumokistik
karinii, toksoplasmosis otak, diare akibat kriptosporidiosis, penyakit virus sitomegalo, infeksi
virus herpes, kandidiasis pada esofagus, trakea, bronkus atau paru serta infeksi jamur yang lain
misalnya histoplamosis, koksidiodomikosis. Dapat juga ditemukan beberapa jenis malignansi,
termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi. Hiperaktivitas komplemen

menginduksi sekresi histamin. Histamin menimbulkan keluhan gatal pada kulit dengan diiringi
mikroorganisme di kulit memicu terjadinya dermatitis HIV.5
Tabel 2. Gejala mayor dan minor pada pasien HIV & AIDS5
Gejala
Mayor

Karakteristik
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

Minor

Ensefalopati HIV
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Herpes zoster multisegmental berulang
Kandidiasis orofaringeal
Herpes simpleks kronik progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Retinitis oleh virus sitomegalo

Cara Penularan
HIV bisa ditransmisikan melalui kontak seksual, melalui kontak darah dengan darah
korban dan dapat ditransmisi dari ibu ke anak (transmisi vertikal) dalam kandungan atau setelah
lahir melalui ASI. Selama 30 tahun pengawasan, tidak ditemukan kejadian HIV dapat
ditransmisikan melalui kontak biasa atau virus tersebut bisa ditularkan melalui serangga
misalnya nyamuk.5,8
Infeksi HIV tergolong sexually transmitted disease (STD) karena penyebaran infeksi HIV
yang paling dominan adalah transmisi melalui kontak seksual. Pada negara berkembang,
penularan HIV didominasi oleh transmisi heteroseksual. Oleh karena HIV ini terdapat di dalam
cairan semen pada pria, cairan vagina pada wanita, dan cairan serviks, hubungan seksual yang
dilakukan tanpa menggunakan kondom dapat menularkan HIV ini kepada pasangan seksualnya.
Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit

dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan
kelainan lain yang berkaitan dengan penyakit menular seksual. Sedangkan pada homoseksual,
penularan dapat terjadi pada saat mereka melakukan anal sex. Pada bagian anal, dinding-dinding
anal yang tipis sangat rentan terluka, dan apabila terjadi luka pada anal saat melakukan anal sex,
cairan semen yang telah terinfeksi HIV dari pasangan dapat mengkontaminasi pasangan
tersebut.5,8
HIV juga dapat ditransmisi ke individu lain melalui transfusi darah atau transplantasi
jaringan yang terinfeksi HIV. Penggunaan jarum suntik secara bergantian juga merupakan
transmisi HIV dalam kontak darah karena tidak sterilnya jarum sehingga menyebabkan
kemungkinan darah orang yang terinfeksi HIV dapat ditularkan ke pemakai jarum suntik
selanjutnya. HIV juga dapat menular ke fetus dari ibu yang terinfeksi HIV. Menyusui juga
termasuk cara penularan HIV ini.8
Upaya pencegahan dan penanggulangan
Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses di beberapa negara dan amat
diaanjurkan oleh badan kesehatan dunia, yakni WHO untuk melaksanakannya sekaligus yaitu : a)
pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda, b) program penyuluhan sebaya
untuk berbagai kelompok sasaran, c) program kerjasama dengan media cetak dan elektronik, d)
paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program pengadaan jarum
suntik steril, e) program pendidikan agama , f) program layanan pengobatan infeksi menular
seksual (IMS), g) program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat, h) pelatihaan
keterampilan hidup, iy program pengadaan tempat-tempat untuk tes hiv dan konseling, j)
dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak, k) integrasi program pencegahan
dengan program pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk odha, dan l) program pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian ARV.9
Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda, perlu
dipikirkan strategi penerapannya di sekekolah, universitas maupun diluar sekolah dan
universitas. Untuk program penyuluhan sebaya, cukup banyak Lembaga Swadaya Masyarakat
yang mempunyai pengalaman dengan sasaran yang berbeda-beda. Program kerjasama dengan
media cetak dan elektronik sudah terbina dengan baik, sehingga tinggal melanjutkan agar ada

kesinambungan. Setiap momentum yang terkait dengan HIV/AIDS perlu dimanfaatkan untuk
mendorong partisipasi media untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut.9
Kehidupan beragama yang berjalan baik tentu tidak lepas dari peran sekolah dan
dirumah, namun beberapa haal yang mungkin dapat diperbaiki diantaranya diperlukan strategi
belajar mengajar yang berpijak pada kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penggunaan bahasa
dan idiom-idiom yang di sesuaikan dengan peserta didik, misalnya istilah alkohol tidak
dikenalkaan dalam bahasa sehari-hari remaja demikian juga istilah heroin, metiletilendioksi
metaamfetamin, kokain mereka lebih mengenalnya dengan nama putauw, ekstasi, dan cimeng.9
Pelatihan keterampilan hidup amatlah diperlukan oleh remaja agar mengenal potensi diri,
dan tahu memanfaatkan sistem informasi, serta mengenal kesempatan, dan cara-cara
mengembangkan diri. Bila kehidupan ekonomi dan pendidikan membaik maka penularan
HIV/AIDS dapat ditekan.9
Pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan koseling yang mudah di capai dan suasana
akrab dengan klien akan menyebabkan orang-orang mempunyai risiko tinggi beringan kaki
mendatangi tempat-tempat tes dan koseling tersebut. Dengan koseling diharapkan orang yang
terinfeksi hiv akan menerapkan seks aman dan tidak menularkan HIV ke orang lain.9
Dukungan untuk anak jalanaan dan pengentasan prostitusi anak memang bukan kegiatan
yang mudah dikerjakan. Untuk menghasilkan kegiatan ini diperlukan kepedulian dan partisipasi
aktif berbagai lapisan masyarakat seperti LSM, ahli hukum, ahli ilmu sosial, media massa,
kepolisian dan departemen sosial serta kesehatan.9
Mengintegrasikan program pencegahan dan prograam pengobatan, perawatan, dan
dukungan untuk odha merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan program penanggulangan
HIV/AIDS. Bila melaksanakan program pencegahan saja kemungkinan hasil tidak akan baik jika
dilakukan bersama program pengobatan, layanan, dan dunkungan odha hasilnya akan lebih baik.
Masyarakat yang mendapatkan penyuluhaan saja kemudian merasa mempunyai prilaku risiko
tinggi tidak akan mau melakukan tes HIV bila ia melihat tidak ada yang mau merawat odha,
aatau bila ia mengetahui ada odha yang dipecat dari pekerjaan, dan dikucilkan dari keluarga serta
masyakrakat. Maka dari itu odha harus mendapatkan rangkulan daan motivasi dari sekitarnya.9

Kesimpulan
Hipotesis diterima. Pada kasus lelaki berusia 52 tahun dengan gejala batuk disertai sesak
nafas, panas disertai nyeri menelan, gatal-gatal lalu mengalami diare, berat badan menurun
sekitar 9 kg dalam 2 bulan dan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan
aksilla menderita HIV.
Daftar Pustaka
1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005.h.52.
2. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga; 2008.h.87
3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h. 176-8.
4. Evi Jayanti. Diagnosis HIV/AIDS. Diunduh dari www.digilib.ui.ac.id, 14 November
1012.
5. Nasronudin. HIV & AIDS pendekatan biologi molekuler, klinis, dan sosial. Surabaya:
Airlangga University Press; 2007.h.15-37
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.h.224-7
7. Brooks, Geo F, Janet S, Butel, Stephen A, Morse. Mikrobiologi kedokteran jawetz,
melnick & adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h. 776-7.
8. Longo DL,Kasper DL, Jameson JL, Fauciet al.Harrisons principles of internal
medicine.18th ed.United State; 2012.p.1510-6.
9. Djoerban Z, Djauzi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-6. Penerbit :
Interna Publishing; 2009.h.2867-8.

Anda mungkin juga menyukai