Anda di halaman 1dari 9

I.

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat
terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien
tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu (1).
Angkakejadiantetanustinggidinegaranegaraberkembang,terutamadisebabkankontaminasitalipusat,
infeksi telingakronik,lukatusukpadaanakusiasekolah,sirkumsisipadalakilaki,kehamilandenganabortus.
Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka
kematian yang tinggi pula (2). Di

negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini

terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus
memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi
kesehatan rendah (4).
Batasan

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani,
dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran

(3)

. Gejala ini

bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman (1).
Etiologi

Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk
spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan
tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran
hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka (5).
Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik,
dapat larut dan O2 labil (6).
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan
imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran
ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.
3. OMP, caries gigi.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril (1).
Patogenesis
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila
ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat
membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin.
Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular
junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah
masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu
anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama
disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut
berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter
inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan
dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke
sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada
dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan
mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga
berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika,
hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan
irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom,
yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan
penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun
gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti (3).
GejalaKlinis

Masainkubasitetanusumumnyaantara312hari,namundapatsingkat12haridankadanglebihsatu
bulan;makinpendekmasainkubasimakinburukprognosis.Terdapathubunganantarajaraktempatmasukkuman
Clostridiumtetanidengansusunansarafpusat,denganintervalantaraterjadinyalukadenganpermulaanpenyakit;
makinjauhtempatinvasi,masainkubasimakinpanjang(2).

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga
21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul
gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
-Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal
penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami
kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
-Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala
tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup
dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot
wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan
dari otot-otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut
akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus).
Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit
bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah
dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan
dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
-Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.
Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi
spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya
cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung
singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan
sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi

akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini,
sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya
saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan (5).
Secaraklinis,tetanusdibedakanatas:
1)Tetanuslokal
Ditandaidenganrasanyeridanspasmusototdibagianproksimalluka;gejalainidapatterjadiselama
beberapaminggudanmenghilangtanpagejalasisa.Bentukinidapatberkembangmenjadibentukumum;kasusfatal
kirakira1%.
2)Tetanusumum
Merupakanbentuktetanusyangpalingbanyakdijumpai,dapattimbulmendadak,trismusmerupakangejala
awalyangpalingseringdijumpai.Spasmusototmaseterdapatterjadibersamaandengankekakuanototleherdan
kesukaranmenelan,biasanyadisertaikegelisahandaniritabilitas.Trismusyangmenetapmenyebabkanekspresi
wajahyangkarakteristikberupa risussardonicus.Kontraksiototmeluas,padaototototperut menyebabkanperut
papandankontraksiototpunggungyangmenetapmenyebabkanopistotonus;dapattimbulkejangtetanibermacam
grupotot,menimbulkanaduksilengandanekstensiekstremitasbawah.Selamaperiodeinipenderitaberadadalam
kesadaranpenuh.
3)Tetanussefalik
Jenisinijarangdijumpai;masainkubasi12hari,biasanyasetelahlukadikepala,wajahatauotitismedia;
banyakkasusberkembangmenjaditipeumum.Tetanustipeinimempunyaiprognosisburuk(2).

Komplikasi
1. Laserasi otot
2. Fraktur
3. Eksitasi syaraf simpatis
4. Infeksi sekunder oleh kuman lain
5. Dehidrasi
6. Aspirasi (6).
Langkah Diagnostik
Anamnesis

Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang
tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.

Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.

Pemeriksaan fisik

Adanya kekakuan lokal atau trismus.

Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit (3).

Diagnosis Banding
1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.
2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.
3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.
4. Gangguan psikiatri : histeria (6).
Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium


Eksotoksin
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum
Tulang Belakang

Otak

Saraf Otonom

Tonus otot

Menempel pada Cerebral


Gangliosides

Mengenai Saraf Simpatis

Menjadi kaku

Kekakuan dan kejang khas


pada tetanus

-Keringat berlebihan
-Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi

Hilangnya keseimbangan tonus otot


Kekakuan otot

Hipoksia berat
O2 di otak

Sistem

-Ggn. Eliminasi
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut)

Sistem Pernafasan

-Ketidakefektifan jalan
jalan nafas

Kesadaran
-PK. Hipoksemia
-Ggn. Perfusi Jaringan

-Gangguan Komunikasi
Verbal

-Ggn. Pertukaran Gas


-Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

Tatalaksana
Terapi dasar tetanus :
Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi

Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau

Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.


Imunisasi aktif-pasif

Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa
diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG)
3000-6000 IU i.m.

Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi
Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) :

Bila datang dengan kejang diberi diazepam :


-

neonatus bolus 5 mg iv

anak bolus 10 mg iv

Dosis rumatan maximal :


-

anak 240 mg/hari

neonatus 120 mg/hari

Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan
bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan
atau tanpa kurarisasi.

Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan
infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)

Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana
ada gangguan saraf otonom.

Perawatan luka atau port dentree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan
jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya dilakukan setelah
diberi antitoksin dan anti-konvulsi.
Terapi suportif

Bebaskan jalan nafas

Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi


pasien)

Pemberian oksigen

Perawatan dengan stimulasi minimal

Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak
memperkuat kejang

Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum

Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang


Diberikan pengobatan tetanus dasar
Tetanus sedang

Terapi dasar tetanus

Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)

Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

Tetanus berat/sangat berat

Terapi dasar seperti di atas

Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi

Balans cairan dimonitor secara ketat.

Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium
bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam.

Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan
b- blocker labetalol (3).

Pencegahan
1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya
jaringan mati dan nanah.
2. Pemberian ATS profilaksis.
3. Imunisasi aktif.
4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu
persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat.
5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan
serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan (1).
I. Imunisasi aktif
a. Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,
ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).
b. Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia
subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).
II. Pencegahan pada luka

Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang

Luka ringan dan bersih

Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin

Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.

Luka sedang/berat dan kotor


-

Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau tetanus imunoglobulin 250-500


U. Toksoid tetanus pada sisi lain.

Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U,
tetanus imunoglobulin 250-500 U (3).

Monitoring
I. Sekuele

Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih
lama.

Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.

Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama
1-2 minggu.

II. Tumbuh Kembang

Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak
mengganggu tumbuh kembang anak.

Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh
karena hipoksia yang berat (3).

Anda mungkin juga menyukai