Anda di halaman 1dari 2

Kendari Ekspres Sedunia orang membacanya

Tanggap Darurat dan Pengurangan Risiko Bencana Di Indonesia


Contributed by redaksi
Tuesday, 20 January 2009

Tanggap Darurat dan Pengurangan Risiko Bencana Di Indonesia Oleh Suriyanti H Salama (Dosen UMI Makassar)
Bencana alam yang terjadi di Indonesia satu dasawarsa belakangan ini menunjukkan frekuensi yang kian meningkat
dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 2003 hingga 2009, kejadian bencana banjir, banjir bandang dan longsor,
susul-menyusul hampir di seluruh wilayah. Pada tahun 2007 terjadi 221 kejadian alam yang dikategorikan bencana, baik
minor maupun major, termasuk 196 gempa bumi di dalamnya.
Banjir bandang terjadi pada 14 dari 33 provinsi di
Indonesia yang mengakibatkan puluhan ribu orang mengungsi. Selain itu Indonesia juga rentan akan kebakaran hutan
yang disebabkan oleh manusia ataupun secara alami. Dengan kondisi seperti ini Indonesia dapat dikategorikan sebagai
paradise of disaster (surga bencana).
Meskipun Indonesia terletak pada sabuk dunia yang kaya raya, indah menawan,
namun posisi wilayahnya sangat rawan terhadap bencana alam. Kondisi alam Indonesia berpotensi menyebabkan
terjadinya bencana. Seperti curah hujan yang tinggi berpotensi menyebabkan banjir dan longsor.
Selain itu, posisi
Indonesia yang terletak pada jalur subduksi lempeng tektonik menyebabkannya rawan gempa bumi. Hal itu diperparah
oleh banyaknya gunung berapi yang aktif, pola struktur geologi yang aktif,
serta kemungkinan interaksi akibat bencana
alam dan ulah manusia, yakni adanya degradasi lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang
tidak sistematik dan terencana.
Bencana (disaster) adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia
dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
sarana dan prasarana dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat.
Dengan kata lain bencana menimbulkan gangguan serius dari berfungsinya suatu masyarakat yang menyebabkan
kerugian yang besar terhadap lingkungan, material dan manusia yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang
terkena dampak untuk menanggulangi dengan hanya menggunakan sumber dari masyarakat itu sendiri.
Dari definisi
ini dapat diketahui bahwa bencana memiliki tiga factor, yaitu adanya gangguan, adanya kerugian yang besar, dan
melebihi kemampuan dari masyarakat yang terkena dampak.
Tanpa keberadaan ketiga faktor tersebut, maka
bukanlah suatu bencana. Jika suatu kejadian alam tidak sampai mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
apalagi kerugian harta benda dan kerusakan-kerusakan sarana/prasarana lain, maka kejadian alam itu hanya sebagai
fenomena alam biasa.
Meskipun fenomena alam dapat juga berubah menjadi bencana oleh beberapa faktor
penyebab. Kemiskinan misalnya,
merupakan faktor penyebab paling utama, karena kemiskinan ini pula yang
menyebabkan penduduk menempati daerah yang rawan bencana, di samping adanya degradasi lingkungan,
deforestasi, pembabatan mangrove, kekeringan dan sebagainya.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap potensi
bencana serta minimnya informasi dan sosialisai mengenai wilayah yang ditempatinya menjadikan mereka rentan
terhadap bencana.
Faktor pertumbuhan penduduk yang pesat, urbanisasi dan transisi kultural akan memaksa
masyarakat menempati wilayah yang tidak aman terhadap bencana. Para urban akan tersisih ke tempat yang tidak
aman dan sering menjadi penyebab bencana kemanusiaan serta perubahan kultur yang terjadi di seluruh lapisan
masyarakat akan menambah kerawanan terhadap bencana.
Oleh karena itu, mengingat kembali letak negara kita
dengan potensi bencana alam yang sangat besar di dalamnya serta kondisi lingkungan yang rawan akan bencana,
kegiatan kebencanaan pada pra-bencana, saat bencana, maupun pasca bencana, menjadi hal yang sangat penting
untuk dilakukan.
Seluruh pembangunan harus memperhatikan kaidah-kaidah risiko bencana sesuai konteks lokalnya.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang memuat
kewajiban pemerintah untuk memperhatikan pembangunan tata ruang sesuai dengan kajian risikonya dan penerapan
sanksi terhadap pelanggar.
Pada saat ini pemerintah dan pemerintah daerah semakin menyadari kondisi ini, sehingga
kegiatan kebencanaan menjadi esensial dan terintegrasi ke dalam pembangunan wilayah secara umum, khususnya bagi
beberapa daerah rawan bencana di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kejadian bencana alam di
Indonesia yang senantiasa menjadi permasalahan adalah tindakan penyelamatan yang lamban, kurangnya pasokan
bahan makanan, sarana air bersih dan sanitasi,
minimnya kemampuan dan koordinasi daerah dalam penanganan
bencana serta wabah penyakit pasca bencana. Oleh sebab itu, pemerintah saat ini perlu segera menyusun strategi
disaster awareness yang antisipatif dalam penanganan bencana alam.
Karena kebutuhan akan kegiatan tanggap
darurat bencana di Indonesia semakin tinggi dan linier dengan terjadinya bencana. Mulai dari bencana yang paling kecil
hingga yang besar dan bersifat bencana nasional, di mana seluruhnya membutuhkan pemulihan termasuk sektor air
minum dan sanitasi.
Dalam rangka memberi dukungan kepada Pemerintah Indonesia dalam hal tanggap darurat
bencana alam, United Nations Office for the Coordination of the Humanitarian Affairs (UNOCHA),
sebuah badan PBB
yang bergerak sebagai wadah koordinasi pelaksanaan kegiatan kemanusiaan, membentuk 10 unit Water, Sanitation,
and Hygiene (WASH) Cluster. Salah satunya adalah cluster yang bergerak pada kegiatan tanggap darurat air minum dan
penyehatan lingkungan (AMPL).
Dalam masa tanggap darurat mereka berperan aktif dalam penyediaan air bersih dan
sanitasi dasar,serta melakukan promosi kesehatan bagi penduduk yang terkena dampak dari bencana dengan konsep
pendekatan tanggap darurat.
Yaitu membangun fasilitas air bersih dan sanitasi yang bersifat massal dan bersifat
pemenuhan sementara bagi masyarakat yang kehilangan akses air bersih dan sanitasi akibat bencana yang terjadi.
Untuk masyarakat yang rawan akan bencana ,pada masa tanggap darurat mereka terutama anak-anak rentan terhadap
penyakit apabila tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Sehingga pasokan air bersih dan adanya
fasilitas sanitasi memegang peranan penting dalam mengurangi dampak dari bencana tersebut. Karena bencanabencana terutama banjir, tsunami dan gempa bumi, dapat mengakibatkan terkontaminasinya fasilitas air bersih serta
merusak fasilitas tersebut.
Negara rawan bencana seperti India, Bangladesh dan Afrika, upaya penyediaan air bersih
dan sanitasi yang tahan akan risiko bencana diusahakan melalui penanaman tanaman konservasi yang mampu
menyimpan air sehingga pasokan air terjaga pada masa kekeringan.
Efisiensi pemanfaatan air tanah juga dapat
http://kendariekspres.com

Powered by Joomla!

Generated: 1 October, 2009, 18:54

Kendari Ekspres Sedunia orang membacanya

menjaga pasokan air tanah yang berkelanjutan. Pada beberapa negara rawan banjir, masyarakat membangun sumur
dengan meninggikan bibir sumurnya sehingga air limpasan banjir tidak terkontaminasi air tanah walaupun terjadi banjir.
Begitupun penanaman mangrove sepanjang pantai senantiasa digalakkan untuk melindungi masyarakat pesisir dari
bencana topan dan badai. Seperti yang dilakukan Palang Merah di delapan provinsi di Vietnam.
Usaha ini
menghabiskan dana US$ 0,13 juta dolar/tahun dari tahun 1994 hingga 2001, namun dapat mengurangi biaya tahunan
perbaikan tanggul yang menelan biaya US$ 7,1 juta dolar.
Langkah-langkah antisipatif tanggap darurat dan risiko
bencana berbasis masyarakat menjadi penting dan merupakan cara terbaik bagaimana bertahan hidup di negara rawan
bencana.
Tentu saja langkah antisipatif membutuhkan intervensi kebijakan langsung pemerintah dan tidak bisa
diharapkan hanya tumbuh secara alamiah di tengah masyarakat. Kita bisa mencontoh Jepang sebagai negara paling
rawan bencana di dunia.
Setiap rumah tangga di sana dilengkapi panduan disaster awareness bagaimana melakukan
tindakan antisipatif secara terkoordinasi pada saat terjadi bencana, lokasi pengungsian dan pertolongan pertama
terdekat,
sarana informasi untuk monitoring perkembangan bencana termasuk sarana penyediaan ransel air minum
dan obat-obatan yang harus senantiasa diperbaharui. Dengan demikian, saat terjadi bencana alam masyarakat
mengetahui tempat di mana harus menyelamatkan diri serta kebutuhan apa yang diperlukan saat itu.
Koordinasi antar
pemerintah daerah yang berdekatan dengan daerah rawan bencana melalui perjanjian kerja sama dalam hal tanggap
darurat dan risiko bencana adalah langkah antisipatif yang perlu segera dilaksanakan.
Seperti penyediaan pusat
pengungsian yang dilengkapi sarana air bersih dan sanitasi siap pakai, tempat penampungan korban serta penyediaan
bahan bantuan berupa air, makanan, tenda darurat,
selimut dan toilet siap pakai (portable) dalam jumlah besar
sehingga bila terjadi bencana dapat segera disalurkan tanpa menunggu instruksi pemerintah pusat atau koordinasi
lembaga lainnya .
Hanya dengan belajar dari berbagai bencana di negeri ini, maka di setiap kejadian bencana alam,
penanganan korban bencana segera dapat teratasi tanpa bergantung kepada instruksi dari pusat. Begitupun
kemampuan daerah dalam menangani bencana dapat ditingkatkan serta tidak ada lagi bantuan bencana yang salah
sasaran.

http://kendariekspres.com

Powered by Joomla!

Generated: 1 October, 2009, 18:54

Anda mungkin juga menyukai