Neuroma akustik: Diturunkan dari lapisan pembungkus saraf akustik saraf optik
spongioblastoma polar.
d. Lesi Metastatik (tumor ekstradural):
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paruparu,
ginjal dan lambung.
e. Tumor Kelenjar Tanpa Duktus
1) Hipofisis
2) Pinealis
f. Tumor Pembuluh darah
1) Hemangioblastoma
2) Angioma
g. Tumor-tumor konginetal
1) Glioma
Kriteria:
a) Banyak terjadi pada neoplasma otak
b) Tumor menyebar dengan infiltrasi ke dalam sekitar jaringan saraf dan hal ini tidak di
pertimbangkan untuk melakukan reseksi tanpa menyebabkan kerusakan sekali pada
struktur vital
2) Adeno Hipofisis
Kriteria:
a) Menyebabkan gejala-gejala akibat tekanan pada struktur sekitar atau terjadi
perubahan hormon.
b) Pengaruh tekanan menyebabkan sakit kepala, gangguan fungsi penglihatan,gangguan
hipotalamus( gangguan tidur, nafsu makan, suhu, dan emosi)
c) Peningkatan TIK
d) Pembesaran serta erosi sella tursika
e) Akromegali
f) Syndrom chusing
3) Angioma
Kriteria:
a) Pembesaran pembuluh darah abnormal yang didapat di dalam atau di luar daerah
otak.
b) Beberapa angioma tanpa menyebabkan gejala
c) Terdengar suara bruit sampai di tengkorak.
d) Beresiko terhadap cedera vaskuler serebral(stroke)
4) Neuro Akustik
Kriteria:
a) Tumor pada saraf kranial kedelapan, saraf untuk pendengaran dan keseimbangan.
b) Tumbuh lambat dan dapat menjadi besar.
c) Pasien mengalami kehilangan pendengaran, tinnitus dan episode vertigo dan gaya
berjalan sempoyongan.
4. Etiologi
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa
beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut
meliputi faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi.
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas
yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan
embrional
berkembang
menjadi
bangunan-bangunan
yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian
dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah
dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma,
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan
Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan. Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat
terjadi. Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi utama dari
tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara. Meningioma sedikit lebih banyak pada
wanita. Neurofibroma, neurilema dan glioma sering berhubungan dengan neurofibromatosis.
Sementara itu neurofibromatosis tergolong pada kelainan perkembangan dari neuroektoderm dan
mesoderm yang disebut fakomatosa. Contoh fakomatosa lain misalnya tuberosklerosis yang
selalu disertai peningkatan insiden tumor otak.
Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan toksin belum
dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan industry tertentu seperti
nitrosourea adalah karsinogen yang poten, setidak-tidaknya pada kelinci percobaan. Limfoma
lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupresan seperti pada transplatasi ginjal,
sumsum tulang dan pada AIDS (Harsono, 2008).
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/ invasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentunya disfungsi yang paling besar
terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertambah
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya masa, karena tumor
akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan
edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan
selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi
2) Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai
pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan
mual. Muntah , kadang-kadang di pengaruhi oleh asupan makanan, yang selalu disebabkan
adanya iritasi pada pusat vagal di medula. Jika muntah dengan tipe yang kuat, ini disebut
sebagai muntah proyekti
3) Papiledema ( Edema pada saraf optik)
Ada sekitar 70% sampai 75 % dari pasien dan dihubungkan dengan gangguan penglihatan
seperti penurunan ketajaman penglihatan, diplopia ( pandangan ganda) dan penurunan lapang
pandangan
4) Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan
lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak.
b. Menyebabkan peningkatan tekanan TIK
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan
papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.
Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang
sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah
meduloblatoma,
spendimoma
dari
ventrikel
III,
haemangioblastoma
serebelum
dan
craniopharingioma
c. Gejala terlokalisasi:
1) Lobus frontal
a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang
fokal
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2) Lobus parietal
a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsihomonym
b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmanns
3) Lobus temporal
a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan
aura atau halusinasi
b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4) Lobus oksipital
a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi
hemianopsia, objeckagnosia
5) Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi
dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen
tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6) Tumor di cerebello pontin angie
a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan
fungsi pendengaran
c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7) Tumor Hipotalamus
a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil
pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
8) Tumor di cerebellum
a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai
dengan papil udem
b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot
servikal
9) Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
8. Pemeriksaan Penunjang
Kehilangan memory
Paralisis
Peningkatan ICP
Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
2)
3)
Perubahan pupil
4)
5)
Perubahan pernafasan
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya tumor intracranial pada generasi terdahulu.
e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien tumor intracranial meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan prilaku klien. Mekanisme koping yang digunakan oleh klien juga penting
untuk dikaji guna menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien, yaitu tmbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan, untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri
didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pada pengkajian pola penanganan stres, klien biasanaya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi.
SEdangkan pada pengkajian pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka keadaan ini member dampak pada status
ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Tumor intracranial memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan dapat mengacau keuangan keluarga sehingga factor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perspektif keperawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akn
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.
f. Pemeriksaan fisik
(1) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas motorik pada klien tumor intracranial
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
(2) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
(3) Lobus frontal : tumor lobus frontalis member gejala perubahan mental,
hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara. Perubahan mental bermanifestasi
sebagai perubahan ringan dalam kepribadian. Beberapa klien mengalami periode
depresi, bingung, atau periode dimana tingkah laku klien menjadi aneh. Perubahan
yang paling sering adalah perubahan dalam memberi argumentasi yang sulit dari
perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan buruk. Hemiparesis
disebabkan oleh tekanan pada daerah dan lintasan motorik di dekat tumor. Jika
daerah motorik terlibat, akan terjadi epilepsy Jackson dan kelelahan motorik yang
jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentralis menyebabkan
kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari sedangkan tumor pada lobulus
parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstremitas bawah. Tumor
pada lobulus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak mantap,
sering menyerupai ataksia serebellum. Bila lobus frontalis kiri atau yang dominan
terkena, akan terlihat adanya afasia dan apraksia.
(4) Keruskan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi
mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
c) Pemeriksaan Saraf Kranial
(1) Saraf I. Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
(2) Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual.
(3) Papiledema. Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan
pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi
tanda ini mengisyaratkan peningkatan tekanan intracranial. Sering kali sulit untuk
menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa
individu fundus tidak memperlihatkan edema meskipun tekanan intakranial amat
tinggi. Menyertai papiledema dapat terjadi gangguan penglihatan, termasuk
pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat-saat ketika penglihatan
berkurang)
(4) Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme.
(5) Saraf V. Pada keadaan tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang
mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.
(6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(7) Saraf VIII. Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin
diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
(8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
(9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(10)
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
d) Sistem Motorik
Lesi selebellum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan
koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor
dalam serebellum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi normal terhadap regangan
atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan cirri khas pada klien dengsn
tumor pada lobus temporalis.
(1) Gerakan involunter
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
tumor lobus oksipital. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
(2) Sistem sensorik
Nyeri kepala. Barangkali nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling
sering dijumpai pada klien tumor intracranial. Nyeri bersifat dalam, terusmenerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada pagi
hari dan menjadi lebih hebat lagi pada aktivitas yang meningkat tekanan
intracranial seperti membungkuk, batuk, atau mengejan pada BAB. Nyeri kepala
sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit.
Nyeri kepal yang dihubungkan dengan tumor intracranial disebabkan oleh traksi
dan pergeseran struktur peka-nyeri dalam rongga intracranial.
Lokasi nyeri kepala cukup bernilai karena sepertiga dari nyeri kepala ini
terjadi pada tempat tumor sedangkan dua pertiga lainnya terjadi di dekat atau di
atas tumor. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama pada tumor fosa
posterior. Kira-kira sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
Jika keluhan nyeri kepala yang terjadi menyeluruh maka nilai lokasinya kecil dan
pada umumnya menunjukkan pergeseran ekstensif kandungan intracranial yang
meningkatkan tekanan intracranial.
Tumor pada lobos parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan
hilangnya fungsi sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi
dua titik, grafestesia, kesan posisi, dan stereognosis.
4) B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanaya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akiabat rangsangan pusat muntah
pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan
dengan peningkatan tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat
terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
6) B6 (Bone)
muntah
f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan bicara tertanggu, berdesis, afasia
g. Perubahan sensori persepsi berhubungn dengan disfungsi persepsi visual dan penurunan
sensori
h. Deficit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan
dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik
i. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan ketajaman penglihatan,
kejang, dan gangguan kesadaran
3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan
di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan.
b.
c.
f.
Intervensi
e.
Rasionalisasi
Meningkatkan
inspirasi
maksimal,
biasanya dengan peninggian kepala meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
tempat tidur. Baik kesisi yang sakit. sisi yang tidak sakit.
Dukung klien untuk duduk klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
h.
catat frekuensi pernapasan , dispnea tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
atau perubahan TTV
j.
Pengetahuan
apa
mengurangi
yang
diharapkan
ansietas
dan
l.
Pengetahuan
apa
mengurangi
yang
diharapkan
ansietas
dan
n.
Membantu
klien
mengalami
efek
bantu klien untuk mengontrol diri fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan
dengan
menggunakan
samping tempat tidur dan manual sangat berguna untuk mempertahankan fungsi
ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat pernapasan jika terjadi gangguan pada alat
digunakan.
r.
Kolaborasi
kesehatan
lain
dengan
misalnya
tim s.
t.
b.
Kaji
situasi /
Intervensi
factor
penyebab
x.
dari z.
Rasionalisasi
ab.
dari
otoregulator
kebanyakan
darah
serebral.
Dengan
Adanya
bradikardi,
peningkatan
tekanan
distrimia,
dispnea
Evaluasi pupil
ad.
Monitor
temperature
dan af.
Panas
merupakan
hipotalamus.
ag.
Peningkatan
reflex
kebutuhan
dari
metabolism
Berikan
periode
istirahat ai.
Tindakan
terus-menerus
dapat
antara tindakan perawatan dan batasi meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
lamanya prosedur.
aj.
kumulatif.
Memberikan
suasana
yang
tenang
berikan rasa nyaman seperti massage dapat mengurangi respon psikologis dan
punggung, lingkungan , lingkungan memberikan istirahat untuk mempertahankan
yang tenang, sentuhan yang ramah, TIK yang rendah.
dan suasana yang tidk gaduh.
al.
valsava maneuver.
intraabdominal
sehingga
menghindarkan
peningkatan TIK
an.
ao.
Aktivitas
ini
intrathoraks/tekanan
dapat
dalam
meningkatkan
thoraks
dan
ar.
pelebaran
drainase
bladder
urine
digunakan
dan
secara
paten
juga
jika
monitor
terdapatnya konstipasi.
at.
Berikan
penjelasan
pada au.
Meningkatkan
perawatan
dalam
klien
dan
mengurangi kecemasan.
GCS
kerjasama
Perubahan
kesadaran
menunjukkan
ax.
Kolaborasi
pemberian
sesuai indikasi.
O ay.
az.
untuk
edema
serebral
contohnya
prednisolon.
dexametason,
bd.
Berikan
analgesic
narkotik be.
contoh kodein.
bf.
asetaminofen.
bh.
sesuai
Monitor
hasil
dengan
laboratorium bi.
indikasi
Membantu
memberikan
informasi
protombin, LED.
bj.
c.
Nyeri akut: berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial.
bk.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri dapat
bl.
berkurang / hilang
Kriteria hasil :secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
mengidentifikasikan aktivitas yang meningkat atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah, skala nyeri 0.
bm.Intervensi
bo. Jelaskan
dan
bn. Rasional
bantu bp.
nyeri
teknik br.
relaksasi masase
bs. Ajarkan
metode
akut
bu. Berikan
kesempatan
waktu
istirahat
bila
terasa
nyeri
dan
berikan
posisi
yang
meningkatkan kenyamanan
nyaman
bw.Tingkatkan
by. Pengetahuan
pengetahuan
penyebab
tentang
nyeri
dirasakan
dan
nyeri
akan
membantu
menghubungkan
berapa
yang
membantu
akan
mengembangkan
kepatuhan
berlangsung
klien
terhadap
rencana terapeutik
bx.
bz. Observasi
nyeri
dan ca.
Untuk
mencegah
kemungkinan
tepat
cc. Analgesik
nyeri
memblok
sehingga
lintasan
nyeri
akan
berkurang
cd.
d.
cj. Rasional
cl. Mengidentifikasi
secara
fungsional/luasnya
memberikan
mengenai pemulihan.
informasi
trauma/iskemia jaringan.
cp. Membantu
mempertahankan
cr. Meminimalkan
meningkatkan
membantu
kontraktur.
masuk.
cs. Sokong
ekstrimitas
dalam
posisi
fungsionalnya, gunakan
papan
kaki
periode
malakukan
otot,
sirkulasi,
mencegah
kontraktur
dan
selama
paralisis
flaksid.
cu. Tempatkan bantal di
bawah
ct. Mencegah
atropi
aksila
u/
abduksi
pada tangan.
cw. Tinggikan tangan dan
kepala.
cy. Bantu
u/
membantu
mencegah
terjadinya edema.
cz. Membantu
dalam
melatih
mengembangkan
keseimbangan duduk.
respons
da. Posisikan
lutut
dan
proprioseptik
motorik.
db. Mempertahankan
dan
posisi
fungsional.
ekstensi.
dc.
e.
di.
dg.
Intervensi
Evaluasi kemampuan makan dj.
klien
dh.
Rasionalisasi
Klien dengan tracheostomy
tube
dk.
kekurangan
intake
nutrisi
menunjang
pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang dn.
Menunjukkan indikasi
menurun
dan
kehilangan
kekurangan
subkutan
pernapasan.
do.
Catat pemasukan peroral jika dp.
Nafsu makan biasanya berkurang dan
diindikasikan. Anjurkan klien untuk nurisi yang masukpun berkurang. Anjurkan
makan.
dq.
lunak.
ds.
memudahkan
Kajilah
masuknya
kelelahan,
makanan,
dan
fungsi
Observasi
perubahan
pemberian
cairan dv.
2500 cc/hari selama tidak terjadi penggunan ventilator selama tidak sadar dan
gangguan jantung.
mencegah terjadinya konstipasi.
dw.Kolaborasi
dz.
a. Aturlah diet yang diberikan sesuai a. Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat
keadaan klien
dx.
mempertahankan
fungsi
otot-otot
dy.
respirasi.
b. Lakukan pemeriksaan laboratorium b. Memberikan informasi yang tepat tentang
yang diindikasikan seperti serum,
transferin,
BUN/Creatinin,
dan
glukosa
ea.
f.
metode
ee. Rasional
eg. Memenuhi
komunikasi,
komunikasi
setiap
secara
pelan
gunakan
pertanyaan
komunikasi.
atau tidak
em.
Anjurkan
dengan
dan
yang jawabannya ya
sesuai
kemampuan klien
kebutuhan
kecemasan
dan
pada
saat
el.
en. Mengurangi isolasi sosial dan
tetap
efektif
berkomunikasi
dengan klien
eo. Hargai
kemampuan
klien
dalam
berkomunikasi
eq. Kolaborasi
dengan
komunikasi
er. Melatih klien belajar bicara
fisioterapis
latihan wicara
untuk
es.
g.
kondisi
patologis klien
ev. Rasional
ez. Untuk mengetahui tipe dan
lokasi
ex.
yang
mengalami
membedakan
panas/
dingin,
tajam/tumpul,
posisi
rencana tindakan.
fc. Penurunan kesadaran terhadap
sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh
suaian
persendian
mengganggu
fb.
terhadap
dari
gerakan
yang
ambulasi,
fd. Berikan
stimulasi
trauma.
fe. Melatih kembali sensorik klien
untuk
seperti
memberikan
mengintegrasikan
Membantu
menyentuh,
mengorientasikan
Biarkan
menyentuh
atau
lainnya.
meraba.
klien
dinding
batas-batas
dirinya
dan
klien
kekuatan
untuk
bagian
dari
ff. Lindungi
klien
dari
dan
terjadinya trauma.
yang
menurunkan
resiko
berbahaya.
keluarga
untuk
melakukan
pemeriksaan
terhadap
h.
tingkat kemampuan
fl.
Intervensi
fn. Kaji kemampuan dan
tingkat
fm.
Rasionalisasi
fo. Membantu
dalam
penurunan
mengantisipasi
dan
merencanakan
pertemuan
kebutuhan individual
fq. Klien dalam keadaan cemas dan
ketergantungan,
dilakukan
fr. Menyadarkan
tingkah fs.
untuk
hal
ini
mencegah
kelemahan.
harga
diri,
memandirikan
klien,
dan
Pertahankan
balik
positif
untuk usahanya
ft. Rencanakan tindakan
untuk
menangani
memakan
defisit penglihatan
mampu
fu.
fw. Tempatkan
ke
dinding,
makanan,
akan
melihat
keluar
perabotan
jauhkan
dari jalan
menurunkan
fx.
tertimpa
perabotan
ga. Mengurangi ketergantungan
gb.
resiko
gc.
kemampuan
ge. Ketidakmampuan
berkomunikasi dengan perawat
dapat
menimbulkan
masalah
kebiasaan
meningkatkan
istirahat
gh. Pemberian supositoria
dan pelumas feses /
pencahar
gj. Konsul ke dokter terapi
okupasi
gi. Pertolongan
terhadap
gl.
utama
melengkapi
kebutuhan
i.
dari
gr. Rasional
benda-
gt.
penerangan
gv.
gx.
gz.
benda tajam
gu. Berikan
yang cukup
istirahat
ha. Anjurkan
pada
4. Implementasi
hd.
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
he. Dx 1 :
hf.
Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
hg.
Terjadi perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor faktor
penyebab.
hh. Dx 2:
hi.
Klien tidak gelisah.
hj.
hk.
hl.
ht.
ie.
sensori
if. Dx 8 :
ig. Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
ih. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan
ii. Dx 9:
ij. Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan
cidera.
ik. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
il.
EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/10/23/602/, diakses tanggal 11 Januari
2015
iu. Mahar, M., 2000. Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis
Dasar
iv.
edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat.
iw. Mayer.SA. 2002. Management of Increased intracranial Pressure In Wijdicks
ix.
EFM.Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology.
iy. Padmosantjojo, R.M. 2002. Keperawatan Bedah Saraf, Bagian Bedah Saraf.
Jakarta:
iz.
EGC
ja. Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
jb. Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.
jc.