Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TUMOR OTAK


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial yang menempati ruang
di dalam tengkorak (Smeltzer, Suzane C. 2001).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor
primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut
tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti; kanker paru,
payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. (Mayer.SA, 2000)
2. Epidemiologi
Insidensi tumor intrakranial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000 penduduk. Pada semua
autopsi yang dilakukan oleh Bernat & Vincent (1987) dijumpai 2 % tumor otak. Pada anak di
bawah 16 tahun tumor otak adalah 2,4 per 100.000 anak. Tampaknya insidensi tumor cenderung
naik dengan bertambahnya umur. Tidak diketahui secara pasti perbedaan insidensi menurut ras,
tempat tinggal maupun iklim (Harsono, 2008)
3. Klasiifikasi
a. Tumor yang berasal dari jaringan otak (intramedular) :
1) Gliomas
2) Astrositoma
3) Glioblastoma
4) Ependimoma
5) Medulloblastoma
6) Oligodendroglioma
7) Kista Koloid
8) Hemangioblastoma
b. Tumor yang muncul dari pembungkus otak (ekstramedular):
1) Cleufibroma
2) Meningioma
Terbungkus dalam kapsul , dapat dipastikan dengan baik, pertumbuhan keluar jaringan
otak, menekan daripada menginvasi otak.
c. Tumor yang berkembang di dalam atau pada saraf kranial:

Neuroma akustik: Diturunkan dari lapisan pembungkus saraf akustik saraf optik
spongioblastoma polar.
d. Lesi Metastatik (tumor ekstradural):
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paruparu,
ginjal dan lambung.
e. Tumor Kelenjar Tanpa Duktus
1) Hipofisis
2) Pinealis
f. Tumor Pembuluh darah
1) Hemangioblastoma
2) Angioma
g. Tumor-tumor konginetal
1) Glioma
Kriteria:
a) Banyak terjadi pada neoplasma otak
b) Tumor menyebar dengan infiltrasi ke dalam sekitar jaringan saraf dan hal ini tidak di
pertimbangkan untuk melakukan reseksi tanpa menyebabkan kerusakan sekali pada
struktur vital
2) Adeno Hipofisis
Kriteria:
a) Menyebabkan gejala-gejala akibat tekanan pada struktur sekitar atau terjadi
perubahan hormon.
b) Pengaruh tekanan menyebabkan sakit kepala, gangguan fungsi penglihatan,gangguan
hipotalamus( gangguan tidur, nafsu makan, suhu, dan emosi)
c) Peningkatan TIK
d) Pembesaran serta erosi sella tursika
e) Akromegali
f) Syndrom chusing
3) Angioma
Kriteria:
a) Pembesaran pembuluh darah abnormal yang didapat di dalam atau di luar daerah
otak.
b) Beberapa angioma tanpa menyebabkan gejala
c) Terdengar suara bruit sampai di tengkorak.
d) Beresiko terhadap cedera vaskuler serebral(stroke)
4) Neuro Akustik
Kriteria:
a) Tumor pada saraf kranial kedelapan, saraf untuk pendengaran dan keseimbangan.
b) Tumbuh lambat dan dapat menjadi besar.
c) Pasien mengalami kehilangan pendengaran, tinnitus dan episode vertigo dan gaya
berjalan sempoyongan.
4. Etiologi

Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa
beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut
meliputi faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi.
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas
yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan

embrional

berkembang

menjadi

bangunan-bangunan

yang

mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian
dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah
dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma,
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan
Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan. Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat

terjadi. Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi utama dari
tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara. Meningioma sedikit lebih banyak pada
wanita. Neurofibroma, neurilema dan glioma sering berhubungan dengan neurofibromatosis.
Sementara itu neurofibromatosis tergolong pada kelainan perkembangan dari neuroektoderm dan
mesoderm yang disebut fakomatosa. Contoh fakomatosa lain misalnya tuberosklerosis yang
selalu disertai peningkatan insiden tumor otak.
Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan toksin belum
dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan industry tertentu seperti
nitrosourea adalah karsinogen yang poten, setidak-tidaknya pada kelinci percobaan. Limfoma
lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupresan seperti pada transplatasi ginjal,
sumsum tulang dan pada AIDS (Harsono, 2008).
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/ invasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentunya disfungsi yang paling besar
terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertambah
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya masa, karena tumor
akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan
edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan
selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi

sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruang subaralinoid menimbulkan


hidrochepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu
berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK
timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi inkus serebral. Herniasi
timbul bila girus medialis lobus temporal bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh masa
dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mensensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui
foramen magnum oleh suatu masa posterior kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi
dengan cepat, intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
6. Pathway
(terlampir)
7. Manifestasi Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya
menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya berjalan
progresif.
a. Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan
oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan
aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas
dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus
1) Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor
otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala
bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat
pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi
peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia
perlu dicurigai tumor otak.

2) Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai
pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan
mual. Muntah , kadang-kadang di pengaruhi oleh asupan makanan, yang selalu disebabkan
adanya iritasi pada pusat vagal di medula. Jika muntah dengan tipe yang kuat, ini disebut
sebagai muntah proyekti
3) Papiledema ( Edema pada saraf optik)
Ada sekitar 70% sampai 75 % dari pasien dan dihubungkan dengan gangguan penglihatan
seperti penurunan ketajaman penglihatan, diplopia ( pandangan ganda) dan penurunan lapang
pandangan

4) Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan
lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak.
b. Menyebabkan peningkatan tekanan TIK
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan
papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.
Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang
sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah
meduloblatoma,

spendimoma

dari

ventrikel

III,

haemangioblastoma

serebelum

dan

craniopharingioma
c. Gejala terlokalisasi:
1) Lobus frontal
a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang
fokal
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2) Lobus parietal
a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsihomonym
b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmanns
3) Lobus temporal
a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan
aura atau halusinasi
b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4) Lobus oksipital
a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi
hemianopsia, objeckagnosia
5) Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi
dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen
tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6) Tumor di cerebello pontin angie
a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan
fungsi pendengaran
c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7) Tumor Hipotalamus
a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil
pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
8) Tumor di cerebellum
a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai
dengan papil udem
b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot
servikal
9) Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pencitraan CT : Memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah, ukuran, dan


kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder, dan memberi informasi
tentang system ventrikuler.
b. MRI membantu dalam mendiagnosis tumor otak, mendeteksi jejas yang kecil, alat ini juga
umumnya untuk membantu dalam mendeteksi tumor-tumor di dalam batang otak dan daerah
hipofisis, dimana tulang mengganggu gambaran yang menggunakan CT.
c. Biopsi stereotaktik bantuan computer 3 dimensi dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan prognosis.
d. Angiografi serebral memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
e. Elektroensefalogram( EEG) dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang.
f. Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal ( CSF) dapat dilakukan untuk mendeteksi selsel ganas, karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel-sel ke dalam
cairan serebrospinal.
9. Penatalaksanaan
Tujuan: Mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatnya penurunan neurologik (paralis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan
mengankat sebagian (dekompresi)
a. Pendekatan Pengobatan:
Pengaturan kelainan kejang melalui pengaturan nutrisi
b. Pembedahan
c. Stereotaktik
d. Penggunaan pisau gamma
e. Kemoterapi
f. Terapi sinar radiasi eksternal
g. Transplantasi sum-sum tulang autolog intravena
h. Kortikosteroid
10. Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan
imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan intracranial.
Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area pembedahan dan
prosedur yang diberikan, misalnya:
a.
b.
c.
d.

Kehilangan memory
Paralisis
Peningkatan ICP
Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara

e. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus


f. Mental confusion
g. Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor
pembedahan intrakranial, memfestasi klinik :
1)

Perubahan visual dan verbal

2)

Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan


sakit kepala

3)

Perubahan pupil

4)

Kelemahan otot / paralysis

5)

Perubahan pernafasan

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan tumor intracranial meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (sering terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosis medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial dan adanya gangguan fokal
seperti nyeri kepala berat, muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive dan koma.

c. Riwayat penyakit dahulu

Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya tumor intracranial pada generasi terdahulu.
e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien tumor intracranial meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan prilaku klien. Mekanisme koping yang digunakan oleh klien juga penting
untuk dikaji guna menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien, yaitu tmbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan, untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri
didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pada pengkajian pola penanganan stres, klien biasanaya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi.
SEdangkan pada pengkajian pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka keadaan ini member dampak pada status
ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Tumor intracranial memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan dapat mengacau keuangan keluarga sehingga factor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perspektif keperawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akn
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.
f. Pemeriksaan fisik

Setelah menlakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan


fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesa. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per system (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
1) B1 (Breathing)
Inspeksi, pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pengkajian inspeksi pernapasan pada
klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidakada kelainan. Palsi thoraks
didaptkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
nafas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata
didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pengkajian pada pasien tanpa kompresi medulla
oblongata didapatkan tidak adanya kelainan. TD biasanya normal, tidak ada peningkatan
beart rate.
3) B3 (Brain)
Tumor intracranial sering menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung pada
gangguan fokal dan adanya peningkatan intracranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. Trias
klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah dan papiledema.
a) Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sisitem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sidah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan keperawatan.
b) Fungsi Serebri

(1) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas motorik pada klien tumor intracranial
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
(2) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
(3) Lobus frontal : tumor lobus frontalis member gejala perubahan mental,
hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara. Perubahan mental bermanifestasi
sebagai perubahan ringan dalam kepribadian. Beberapa klien mengalami periode
depresi, bingung, atau periode dimana tingkah laku klien menjadi aneh. Perubahan
yang paling sering adalah perubahan dalam memberi argumentasi yang sulit dari
perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan buruk. Hemiparesis
disebabkan oleh tekanan pada daerah dan lintasan motorik di dekat tumor. Jika
daerah motorik terlibat, akan terjadi epilepsy Jackson dan kelelahan motorik yang
jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentralis menyebabkan
kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari sedangkan tumor pada lobulus
parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstremitas bawah. Tumor
pada lobulus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang tidak mantap,
sering menyerupai ataksia serebellum. Bila lobus frontalis kiri atau yang dominan
terkena, akan terlihat adanya afasia dan apraksia.
(4) Keruskan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi
mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
c) Pemeriksaan Saraf Kranial
(1) Saraf I. Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.

(2) Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual.
(3) Papiledema. Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan
pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi
tanda ini mengisyaratkan peningkatan tekanan intracranial. Sering kali sulit untuk
menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa
individu fundus tidak memperlihatkan edema meskipun tekanan intakranial amat
tinggi. Menyertai papiledema dapat terjadi gangguan penglihatan, termasuk
pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat-saat ketika penglihatan
berkurang)
(4) Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme.
(5) Saraf V. Pada keadaan tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang
mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.
(6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(7) Saraf VIII. Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin
diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
(8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
(9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(10)
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
d) Sistem Motorik
Lesi selebellum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan
koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor
dalam serebellum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi normal terhadap regangan
atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan cirri khas pada klien dengsn
tumor pada lobus temporalis.
(1) Gerakan involunter

Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
tumor lobus oksipital. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
(2) Sistem sensorik
Nyeri kepala. Barangkali nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling
sering dijumpai pada klien tumor intracranial. Nyeri bersifat dalam, terusmenerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada pagi
hari dan menjadi lebih hebat lagi pada aktivitas yang meningkat tekanan
intracranial seperti membungkuk, batuk, atau mengejan pada BAB. Nyeri kepala
sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit.
Nyeri kepal yang dihubungkan dengan tumor intracranial disebabkan oleh traksi
dan pergeseran struktur peka-nyeri dalam rongga intracranial.
Lokasi nyeri kepala cukup bernilai karena sepertiga dari nyeri kepala ini
terjadi pada tempat tumor sedangkan dua pertiga lainnya terjadi di dekat atau di
atas tumor. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama pada tumor fosa
posterior. Kira-kira sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
Jika keluhan nyeri kepala yang terjadi menyeluruh maka nilai lokasinya kecil dan
pada umumnya menunjukkan pergeseran ekstensif kandungan intracranial yang
meningkatkan tekanan intracranial.
Tumor pada lobos parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan
hilangnya fungsi sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi
dua titik, grafestesia, kesan posisi, dan stereognosis.
4) B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanaya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akiabat rangsangan pusat muntah
pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan
dengan peningkatan tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat
terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
6) B6 (Bone)

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah


lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan kompresi pada pusat pernapasan di
b.
c.
d.
e.

medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan


Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia jaringan
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neurologis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah
f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan bicara tertanggu, berdesis, afasia
g. Perubahan sensori persepsi berhubungn dengan disfungsi persepsi visual dan penurunan
sensori
h. Deficit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/ kesulitan
dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan sensorik-motorik
i. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan ketajaman penglihatan,
kejang, dan gangguan kesadaran

3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kompresi pada pusat pernapasan
di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan.
b.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan adanya peningkatan

c.

pola napas kembali efektif.


Kriteria hasil : pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif,
mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi
factor-faktor penyebab.
d.

f.

Intervensi

e.

Berikan posisi yang nyaman , g.

Rasionalisasi

Meningkatkan

inspirasi

maksimal,

biasanya dengan peninggian kepala meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
tempat tidur. Baik kesisi yang sakit. sisi yang tidak sakit.
Dukung klien untuk duduk klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
h.

Observasi fungsi pernapasan , i.

Disters pernapasan dan perubahan pada

catat frekuensi pernapasan , dispnea tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
atau perubahan TTV

fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan


terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.

j.

Jelaskan pada klien bahwa k.

tindakan tersebut dilakukan untuk dapat


menjamin keamanan.

Pengetahuan

apa

mengurangi

yang

diharapkan

ansietas

dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap


rencana terapeutik.

l.

Jelaskan pada klien tentang m.

etiologi / factor pencetus adanya sesak dapat


atau kolaps paru-paru.

Pengetahuan

apa

mengurangi

yang

diharapkan

ansietas

dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap


rencana terapeutik

n.

Pertahankan prilaku tenang, o.

Membantu

klien

mengalami

efek

bantu klien untuk mengontrol diri fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan
dengan

menggunakan

pernapasan sebagai ketakutan / ansietas.

lebih lambat dan dalam.


p.

Taruhlah kantung resusitasi di q.

Kantung resusitasi / manual ventilasi

samping tempat tidur dan manual sangat berguna untuk mempertahankan fungsi
ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat pernapasan jika terjadi gangguan pada alat
digunakan.
r.

ventilator secara mendadak.

Kolaborasi

kesehatan

lain

dengan
misalnya

tim s.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

dokter, untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien

radiologi, dan fisioterapi.


Pemberian antibiotic
Pemberian analgesic
Fisioterapi dada
Konsul foto thoraks.

atas pengembangan parunya.

t.

b.

Risiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan desak ruang


oleh massa tumor intrakranial dan edema serebral.
u. Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
v.
Kriteria hasil :klien tidak gelisah , klien tidak mengeluh nyeri kepala,
mual-muntah, dan muntah GCS :4,5,6, tidak terdapat papilidema, TTV
dalam batas normal.
w.
y.

Kaji

situasi /

Intervensi
factor

penyebab

x.
dari z.

Rasionalisasi

Deteksi dini untuk memprioritaskan

keadaan dari individu / intervensi, mengkaji status neurologis / tanda-

penyebab koma / penurunan perfusi tanda kegagalan untuk menentukan perawatan


jaringan dan kemungkinan penyebab kegawatan atau tindakan pembedahan.
peningkatan TIK.
aa.

Monitor ttv tiap 4 jam

ab.

Suatui keadaan normal bila sirkulasi

serebral terpelihara dengan baik atau fluktasi


ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan

dari

otoregulator

kebanyakan

merupakan tanda penurunan difusi local


vaskularisasi

darah

serebral.

Dengan

peningkatan tekanan darah (diastolic) maka


dibarengi dengan peningkatan tekanan darah
intracranial.
darah,

Adanya

bradikardi,

peningkatan

tekanan

distrimia,

dispnea

merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK


ac.

Evaluasi pupil

ad.

Reaksi pupil dan pergerakan kembali

dari pergerakan bola mata merupakan tanda


dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak.
Keseeimbangan saraf antara simpatik dan
parasimpatik merupakan respons reflex saraf
cranial.
ae.

Monitor

temperature

dan af.

pengaturan suhu lingkungan.

Panas

merupakan

hipotalamus.
ag.
Peningkatan

reflex

kebutuhan

dari

metabolism

dan O akan menunjang peningkatan TIK


ah.

Berikan

periode

istirahat ai.

Tindakan

terus-menerus

dapat

antara tindakan perawatan dan batasi meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
lamanya prosedur.
aj.

kumulatif.

Kurangi rangsangan ekstra dan ak.

Memberikan

suasana

yang

tenang

berikan rasa nyaman seperti massage dapat mengurangi respon psikologis dan
punggung, lingkungan , lingkungan memberikan istirahat untuk mempertahankan
yang tenang, sentuhan yang ramah, TIK yang rendah.
dan suasana yang tidk gaduh.
al.

Cegah / hindarkan terjadinya am.

valsava maneuver.

Mengurangi tekanan intrathorakal dan

intraabdominal

sehingga

menghindarkan

peningkatan TIK
an.

Bantu klien jika batuk,muntah

ao.

Aktivitas

ini

intrathoraks/tekanan

dapat
dalam

meningkatkan
thoraks

dan

tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini


dapat meningkatkan tekanan TIK.
ap.

Kaji peningkatan istirahat dan aq.

tingkah laku pada pagi hari.

Tingkah nonverbal ini dapat merupakan

indikasi peningkatan TIK atau memberikan


repleks nyeri di mana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.

ar.

Palpasi pada pembesaran atau as.

pelebaran
drainase

bladder
urine

digunakan

dan

Dapat meningkatkan respon otomatis

pertahankan yang potensial menaikkan TIK.

secara

paten

juga

jika

monitor

terdapatnya konstipasi.
at.

Berikan

penjelasan

pada au.

Meningkatkan

pasien dan keluarga tentang sebab meningkatkan


akibat peningkatan TIK
av.

perawatan

dalam

klien

dan

mengurangi kecemasan.

Observasi tingkat kesadaran aw.

GCS

kerjasama

Perubahan

kesadaran

menunjukkan

peningkatan TIK dan berguna menentukan


lokasi dan perkembangan penyakit.

ax.

Kolaborasi

pemberian

sesuai indikasi.

O ay.

Mengurangi hipokemia, dimana dapat

meningkatkan vasodilatasi serebral , dan


volume darah serta menaikkan TIK.

az.

Berikan cairan intravena sesuai ba.

dengan yang diindikasikan.

untuk

Pemberian cairan mungkin diinginkan


mengurangi

edema

serebral

peningkatan minuman pada pembuluh darah ,


tekanan darah, dan TIK.
bb.

Berikan obat deuritik osmotic bc.

contohnya
prednisolon.

dexametason,

Deuretik mungkin digunakan pada fase

metal akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan


mengurangi edema serebral dan TIK.

bd.

Berikan

analgesic

narkotik be.

contoh kodein.
bf.

dan mengurangi edema jaringan.

Berikan antipiretik contohnya bg.

asetaminofen.
bh.
sesuai

Untuk menurunkan inflamasi (radang)

Mengurangi/ mengontrol hari dan pada

metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

Monitor

hasil

dengan

laboratorium bi.

indikasi

Membantu

memberikan

informasi

seperti tentang efektivitas pemberian obat.

protombin, LED.
bj.

c.

Nyeri akut: berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial.
bk.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri dapat
bl.

berkurang / hilang
Kriteria hasil :secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
mengidentifikasikan aktivitas yang meningkat atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah, skala nyeri 0.
bm.Intervensi
bo. Jelaskan

dan

bn. Rasional
bantu bp.

Pendekatan dengan menggunakan non

klien dengan tindakan farmakologi telah menunjukkan keefektifan


pereda

nyeri

non dalam mengurangi nyeri

farmakologi dan non


invasive
bq. Ajarkan

teknik br.

relaksasi masase

Dapat melancarkan peredaran darah

sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan


akan terpenuhi dan akan dapat mengurangi
nyerinya

bs. Ajarkan

metode

distraksi selama nyeri

bt. Mengalihkan perhatian ke halhal yang menyenangkan

akut
bu. Berikan

kesempatan

waktu

istirahat

bila

terasa

nyeri

dan

bv. Istirahat akan merelaksasikan


semua jaringan sehingga akan

berikan

posisi

yang

meningkatkan kenyamanan

nyaman
bw.Tingkatkan

by. Pengetahuan

pengetahuan
penyebab

tentang

nyeri

dirasakan

dan

nyeri

akan

membantu

mengurangi nyerinya, dan dapat

menghubungkan
berapa

yang

membantu
akan

mengembangkan

kepatuhan

berlangsung

klien

terhadap

rencana terapeutik

bx.
bz. Observasi

nyeri

dan ca.

Untuk

mencegah

kemungkinan

tingkat respon motorik komplikasi dan melakukan intervensi yang


klien
cb. Kolaborasi pemberian
analgesik

tepat
cc. Analgesik
nyeri

memblok

sehingga

lintasan

nyeri

akan

berkurang
cd.

d.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neurologis


ce.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Klien mampu

melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya


cf.
Kriteria hasil: Tidak terjadi kontraktur sendi
cg.
Bertambahnya kekuatan otot
ch.
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
ci. Intervensi
ck. Kaji
kemampuan

cj. Rasional
cl. Mengidentifikasi

secara

kekuatan/kelemahan dan dapat

fungsional/luasnya

memberikan

kerusakan awal dan dg

mengenai pemulihan.

informasi

cara yang teratur.


cm.
Ubah
posisi

cn. Menurunkan risiko terjadinya

minimal setiap 2 jam


co. Letakkan pada posisi

trauma/iskemia jaringan.
cp. Membantu
mempertahankan

telungkup satu atau dua

ekstensi pinggul fungsional.

kali sehari jika pasien


dapat mentoleransinya.
cq. Mulailah
melakukan

cr. Meminimalkan

laihan rentang gerak

meningkatkan

aktif dan pasif pada

membantu

semua ekstrimitas saat

kontraktur.

masuk.
cs. Sokong

ekstrimitas

dalam

posisi

fungsionalnya, gunakan
papan

kaki

periode

malakukan

otot,

sirkulasi,
mencegah

kontraktur

dan

memfasilitasi kegunaannya jika


berfungsi kembali.

selama
paralisis

flaksid.
cu. Tempatkan bantal di
bawah

ct. Mencegah

atropi

aksila

u/

cv. Mencegah adduksi bahu dan


fleksi siku.

abduksi

pada tangan.
cw. Tinggikan tangan dan
kepala.

cx. Meningkatkan aliran balik vena


dan

cy. Bantu

u/

membantu

mencegah

terjadinya edema.
cz. Membantu
dalam

melatih

mengembangkan

kembali saraf, meningkatkan

keseimbangan duduk.

respons

da. Posisikan

lutut

dan

panggul dalam posisi

proprioseptik

motorik.
db. Mempertahankan

dan
posisi

fungsional.

ekstensi.
dc.

e.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual muntah
dd. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi.
de. Kriteria hasil: Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh.
df.
Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboraturium.

di.

dg.
Intervensi
Evaluasi kemampuan makan dj.

klien

dh.
Rasionalisasi
Klien dengan tracheostomy

tube

mungkin sulit untuk makan, tetapi klien


dengan endotracheal tube dapat menggunakan

dk.

mag slang atau member makanan parenteral


Observasi atau timbang berat dl.
Tanda kehilangan berat badan dan

badan jika memungkinkan

kekurangan

intake

nutrisi

menunjang

terjadinya masalh katabolisme, kandungan


glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap
dm.

pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang dn.
Menunjukkan indikasi

menurun

dan

kehilangan

kekurangan

lemak energy otot dan mengurangi fungsi otot-otot

subkutan
pernapasan.
do.
Catat pemasukan peroral jika dp.
Nafsu makan biasanya berkurang dan
diindikasikan. Anjurkan klien untuk nurisi yang masukpun berkurang. Anjurkan
makan.
dq.

klien memilih makanan yang disenangi dapat


di makan (bila sesuai anjuran)
Berikan makanan kecil dan dr.
Mencegah
terjadinya

lunak.
ds.

memudahkan
Kajilah

masuknya

kelelahan,

makanan,

dan

mencegah ganggu.an pada lambung


system dt.
Fungsi system gastrointestinal sangat

fungsi

gastrointestinal yang meliputi suara penting untuk memasukan makanan. Ventilator


bising usus, catat terjadi perubahan di dapat menyebabkan kembung pada lambung
dalam lambung seperti mual dan dan perdarahan lambung.
muntah.

Observasi

perubahan

pergerakan usus misalnya diare ,


konstipasi.
du.
Anjurkan

pemberian

cairan dv.

Mencegah terjadinya dehidrasi akibat

2500 cc/hari selama tidak terjadi penggunan ventilator selama tidak sadar dan
gangguan jantung.
mencegah terjadinya konstipasi.
dw.Kolaborasi
dz.
a. Aturlah diet yang diberikan sesuai a. Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat
keadaan klien
dx.

diperlukan selama pemasangan ventilator


untuk

mempertahankan

fungsi

otot-otot

dy.
respirasi.
b. Lakukan pemeriksaan laboratorium b. Memberikan informasi yang tepat tentang
yang diindikasikan seperti serum,
transferin,

BUN/Creatinin,

keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien

dan

glukosa
ea.

f.

Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan bicara tertanggu, berdesis,


afasia
eb.
ec.
-

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan proses komunikasi klien dapat


berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil :
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
ed. Intervensi
ef. Berikan
alternatif

metode

ee. Rasional
eg. Memenuhi

komunikasi,

komunikasi

misal dengan bahasa


isarat
eh. Antisipasi

setiap

secara

pelan

gunakan

ketergantungan pada orang lain


ek. Mengurangi
kebingungan

pertanyaan

komunikasi.

atau tidak
em.
Anjurkan

dengan

ei. Mencegah rasa putus asa dan

dan

yang jawabannya ya

sesuai

kemampuan klien

kebutuhan klien saat


berkomunikasi
ej. Bicaralah dengan klien

kebutuhan

kecemasan

dan

pada

saat

el.
en. Mengurangi isolasi sosial dan

kepada keluarga untuk

meningkatkan komunikasi yang

tetap

efektif

berkomunikasi

dengan klien
eo. Hargai
kemampuan
klien

ep. Memberi semangat pada klien

dalam

agar lebih sering melakukan

berkomunikasi
eq. Kolaborasi
dengan

komunikasi
er. Melatih klien belajar bicara

fisioterapis
latihan wicara

untuk

secara mandiri dengan baik dan


benar.

es.
g.

Perubahan sensori persepsi berhubungn dengan disfungsi persepsi visual dan


penurunan sensori
et. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan meningkatnya persepsi sensorik
-

dengan kriteria hasil:


Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori
eu. Intervensi
ew. Tentukan

kondisi

patologis klien

ev. Rasional
ez. Untuk mengetahui tipe dan
lokasi

ex.

yang

mengalami

gangguan, sebagai penetapan


ey.
fa. Kaji kesadaran sensori,
seperti

membedakan

panas/

dingin,

tajam/tumpul,

posisi

rencana tindakan.
fc. Penurunan kesadaran terhadap
sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh

keseimbangan/posisi dan kese

bagian tubuh/otot, rasa

suaian

persendian

mengganggu

fb.

terhadap

dari

gerakan

yang

ambulasi,

meningkatkan resiko terjadinya

fd. Berikan

stimulasi

trauma.
fe. Melatih kembali sensorik klien

terhadap rasa sentuhan,

untuk

seperti

persepsi dan intepretasi diri.

memberikan

mengintegrasikan

klien suatu benda untuk

Membantu

menyentuh,

mengorientasikan

Biarkan
menyentuh
atau
lainnya.

meraba.
klien
dinding
batas-batas

dirinya

dan

klien
kekuatan

daerah yang terpengaruh.

untuk
bagian
dari

ff. Lindungi

klien

dari

fg. Meningkatkan keamanan klien

suhu yang berlebihan,

dan

kaji adanya lingkungan

terjadinya trauma.

yang

menurunkan

resiko

berbahaya.

Anjurkan pada klien


dan

keluarga

untuk

melakukan
pemeriksaan

terhadap

suhu air dengan tangan


yang normal
fh.

h.

Deficit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melakukan/


kesulitan dalam pelaksanaan aktivitas hidup sehari-hari sekunder akibat kerusakan
sensorik-motorik
fi. Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan personal hygiene
terpenuhi
fj. Kriteria hasil : Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri
fk.

Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan

tingkat kemampuan
fl.
Intervensi
fn. Kaji kemampuan dan
tingkat

fm.
Rasionalisasi
fo. Membantu

dalam

penurunan

mengantisipasi

dan

dalam melakukan ADL

merencanakan

pertemuan

kebutuhan individual
fq. Klien dalam keadaan cemas dan

fp. Hindari apa yang tidak


dapat dilakukan klien

ketergantungan,

dan bantu bila perlu

dilakukan

fr. Menyadarkan

tingkah fs.

untuk

hal

ini

mencegah

frustasi dan harga diri klien


Klien memerlukan empati, tetapi perlu

laku / sugesti tindakan mengetahui perawatan yang konsisten dalam


pada

penindungan menangani klien. Sekaligus meningkatkan

kelemahan.

harga

diri,

memandirikan

klien,

dan

Pertahankan

support menganjurkan klien untuk terus mencoba

pola pikir, izinkan klien


melakukan tugas, beri
umpan

balik

positif

untuk usahanya
ft. Rencanakan tindakan
untuk

fv. Klien akan mampu melihat dan

menangani

memakan

defisit penglihatan

mampu

fu.
fw. Tempatkan
ke

dinding,

makanan,

akan

melihat

keluar

perabotan

masuknya orang ke ruangan


fy. Menjaga
keamanan
klien

jauhkan

bergerak di sekitar tempat tidur

dari jalan

menurunkan

fx.

tertimpa

perabotan
ga. Mengurangi ketergantungan
gb.

fz. Beri kesempatan untuk


menolong diri seperti
ekstensi untuk berpijak

resiko

gc.

pada lantai atau ke


toilet
gd. Kaji

kemampuan

komunikasi untuk BAK

ge. Ketidakmampuan
berkomunikasi dengan perawat
dapat

menimbulkan

masalah

pengosongan kandung kemih


gf. Identifikasi

kebiasaan

BAB. Anjurkan minum


dan

menolong mencegah konstipasi

meningkatkan

istirahat
gh. Pemberian supositoria
dan pelumas feses /
pencahar
gj. Konsul ke dokter terapi
okupasi

oleh karena masalah neurogenik


gg. Meningkatkan
latihan
dan

gi. Pertolongan

terhadap

fungsi bowell atau BAB


gk. Untuk mengembangkan terapi
dan
khusus

gl.

utama

melengkapi

kebutuhan

i.

Risiko cedera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan ketajaman


penglihatan, kejang, dan gangguan kesadaran
gm.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
cedera.
gn.

Kriteria hasil : Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang


terlibat dalam kemungkinan cidera.
go. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
gp. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
gq. Intervensi
gs. Jauhkan

dari

gr. Rasional

benda-

gt.

Meminimalkan risiko cedera

penerangan

gv.

Meminimalkan terjadinya benturan

gw.Usahakan lantai tidak

gx.

Meminimalkan klien jatuh

gz.

Menghindari klien terjatuh pada saat

benda tajam
gu. Berikan
yang cukup

licin dan basah


gy. Pasang side rail

istirahat
ha. Anjurkan

pada

keluarga klien untuk

hb. Untuk meningkatkan menjaga


keamanan

selalu menemani klien


dalam beraktivitas.
hc.

4. Implementasi
hd.
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
he. Dx 1 :
hf.
Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
hg.
Terjadi perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi factor faktor
penyebab.
hh. Dx 2:
hi.
Klien tidak gelisah.

hj.
hk.
hl.

Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-muntah, dan muntah.


GCS :4,5,6, TTV dalam batas normal.
Tidak terdapat papilidema.
hm.
Dx 3:
hn.
Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan
cidera.
ho.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
hp.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
hq. Dx 4 :
hr.
hs.

Tidak terjadi kontraktur sendi


Bertambahnya kekuatan otot

ht.

Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas


hu. Dx 5 :
hv.
Pasien mengerti tentang pentingnya nurisi bagi tubuh.
hw. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboraturium.
hx.
hy. Dx 6 :
hz.
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
ia.
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
ib. Dx 7 :
ic.
id.

Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi


Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa

ie.

Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan

sensori
if. Dx 8 :
ig. Klien dapat menunjukkan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
ih. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan
ii. Dx 9:
ij. Pasien mampu menyatakan pemahaman faktor ang terlibat dalam kemungkinan
cidera.
ik. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
il.

Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan


im.

in. DAFTAR PUSTAKA


io.
ip. Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
iq.
ir.
is.
it.

EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/10/23/602/, diakses tanggal 11 Januari

2015
iu. Mahar, M., 2000. Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis
Dasar
iv.
edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat.
iw. Mayer.SA. 2002. Management of Increased intracranial Pressure In Wijdicks
ix.
EFM.Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology.
iy. Padmosantjojo, R.M. 2002. Keperawatan Bedah Saraf, Bagian Bedah Saraf.
Jakarta:
iz.
EGC
ja. Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
jb. Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.
jc.

Anda mungkin juga menyukai