S311 Hidradenitis
S311 Hidradenitis
PENDAHULUAN
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi
kronis yang berasal dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi
kronis dan cenderung menimbulkan sikatriks.1 Penyakit ini
secara klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan
abses dengan jaringan parut hipertrofik dan supurasi yang
rekuren, menyakitkan dan dalam yang terjadi terutama pada
area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung rambut dan
kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis
dengan ekstensi subkutan yang mengarah pada pembentukan
jaringan parut hipertrofi, sinus, dan fistula.2,3
Daerah axillae, inguinal, dan perineal merupakan daerah
yang sering terkena, sementara bokong dan submamary
jarang terkena. Penyakit ini biasanya terjadi setelah pubertas
dan empat kali lebih banyak menyerang wanita daripada pria
serta lebih sering terjadi pada orang yang obesitas.2,3
Prevalensi dan insidensi HS di US masih belum diketahui
dengan pasti. Namun, sebuah studi di Denmark menyatakan
bahwa prevalensi hidradenitis suppurativa di dunia adalah
4%. Penyakit ini hanya menimbulkan kesakitan namun tidak
berakibat fatal, kecuali jika berkembang menjadi infeksi
sistemik yang luas pada pasien immunocompromised. Ada
peningkatan insidensi pada ras rambut keriting. Perbandingan
insidensi penyakit ini pada wanita dan pria adalah sekitar 4:1
sampai 5:1. HS tidak terjadi sebelum pubertas karena kelenjar
apokrin belum aktif hingga dipicu oleh hormon sex.4
diperoleh
pada
26%
pasien.
Beberapa
studi
tidak
ditemukan.
Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau
setelah pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu,
adanya peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum
yang berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada
periode premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga
memperlihatkan keuntungan terapetik pada beberapa studi.
Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat
ditemukan pada 66 wanita dengan hidradenitis suppurativa. Selain itu,
tidak seperti kelenjar sebacea, kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh
androgen. Karenanya, pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis
sel
polymorphonuclear.
Penghentian
merokok
dapat
merah dan nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak berbenjolbenjol dan saling bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang
tidak serentak, disebut abses multipel. Jika abses pecah keluar sekret tanpa
mata. Karena perlunakan tidak serentak dan kelenjar yang bertumpuk-tumpuk,
sekret yang keluar sedikit-sedikit menimbulkan sinus dan fistel.4
Hidradenitis suppurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran
0,5-2 cm) (gambar 2). Pustul juga dapat terlihat. (gambar 3). Nodul ini dapat
sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung dengan nodul
disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses inflamasi
nyeri yang besar. Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh atau
fuptur spontan, menghasilkan discharge purulen (gambar 4).5,7
Gambar 2. Bisul besar pada area genitalia wanita yang menderita hidradenitis
suppurativa5
Gambar 3. Pustul dan papul inflamasi yang terdapat pada area yang terkena
hidradenitis suppurativa pada pasien laki-laki5
Gambar 4. Abses yang ruptur mengeluarkan material purulen pada individu yang
menderita hidradenitis suppurativa5
Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena
inflamasi periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan.
Proses penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis (gambar 5),
kontraktur dan peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones
(gambar 6). Sinus juga dapat terbentuk (gambar 7). Sinus telah dilaporkan
6
melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses
kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang
mengandung kelenjar apokrin.5,7
Gambar 7. Pembentukan sinus pada daerah vulva seorang wanita yang menderita
hidradenitis suppurativa5
Perinanal hidradenitis suppurativa dapat disertai nyeri, edema,
discharge purulen, pruritus atau perdarahan dan dapat menyerupai penyakit
lain seperti furunculosis, fistula ani, penyakit pilonidal, abses perianal atau
penyakit Crohn. Fistula pada canalis analis dapat terjadi pada hidradenitis,
namun hanya akan terjadi pada bagian terbawah canalis analis, pada kulit yang
mengandung kelenjar apokrin.5
7
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang
khusus
untuk
hidradenitis
Karakteristik
Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.
II
III
B
A
Gambar 8. (A) dan (B) Tingkat I klasifikasi Hurley
A
B Hurley
Gambar 9. (A) dan (B) Tingkat II klasifikasi
Gambar 10. (A), (B), dan (C). Tingkat III klasifikasi Hurley
Sistem klasifikasi Hurley dinilai tidak dinamis dalam menjelaskan hasil
terapi. Sartorius Score yang menghitung skor keterlibatan regio, nodul, dan
sinus, kemudian dijadikan panduan untuk menilai keparahan penyakit.
sistemik
hanyalah
merupakan
bagian
dari
program
10
sembuh dengan cepat dengan pemberian terpai steroid intralesi, dan sebaiknya
dicoba untuk memulai kombinasi dengan cleocin topikal atau tetracycline atau
minocycline oral.2,5
Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan
triamcinolone (3-5 mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamcinolone (35 mg/mL) intralesi yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik
oral yang dapat digunakan adalah erythromycin (250-500 mg qid), tetracycline
(250-500 mg qid), atau minocycline (100 mg 2 kali sehari) hingga lesi
sembuh, atau kombinasi klindamisin 2 x 300 mg bid dengan rifampin (300 mg
2 kali perhari) selama beberapa minggu. Prednison dapat diberikan bila nyeri
dan inflamasi sangat berat dosisnya 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan
(tappered) selama 14 hari. Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada
penyakit yang kronis namun bermanfaat pada awal penyakit untuk mencegah
sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan eksisi lesi.8
Pencucian teratur tiap hari dengan sabun antibakteri dan pemberian
clindamycin topikal penting untuk pencegahan. Mengurangi gesekan dengan
menggunakan pakaian longgar dan penurunan berat badan bila diperlukan, dan
mencegah timbulnya keringat berlebih dengan menggunakan aluminium
klorida topikal. 2,5
Pada kondisi adanya draining sinus, kultur dari pus mungkin akan
menunjukkan S. Aureus atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik
harus didasarkan pada sensitivitas kultur organisme. Isotretinoin efektif pada
beberapa kasus. Pada suatu studi diberikan isoretinoin dengan dosis 0,56
mg/kg selama 4 sampai 6 bulan. 2,5
Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah
modalitas pengobatan. Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik
atau sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit
pada axilla atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan
fascia sehingga dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa
peneliti menyarankan penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan
11
primer, grafting, atau flaps telah digunakan secara luas, namun mungin
berhubungan dengan hasil yang tidak begitu baik.5,8
Radioterapi. Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi
dalam pengobatan HS. Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda.
Efek samping jangka panjang perlu diperhatikan. 5
I. PROGNOSIS
Keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya
mengalami gejala ringan yang rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak
berobat. Penyakit ini biasanya mengalami remisi spontan pada usia > 35
tahun. Pada beberapa individu, gejalanya dapat menjadi progresif, dengan
morbiditas nyata terkait pada penyakit kronis, pembentukan sinus, dan
sikatriks yang menimbulkan keterbatasan gerak.8
J. KOMPLIKASI
Komplikasi sistemik yang dapat terjadi antara lain disebabkan oleh
infeksi lokal yang dapat menimbulkan septikemia. Anemia atau leukositosis
dapat terjadi namun tidak signifikan. Komplikasi lokal dapat berupa sikatriks
yang membatasi mobilitas. Inflamasi genitofemoral dapat mengakibatkan
striktur anus, uretra, atau rektum. Fistula uretra juga dapat terjadi. Selain itu,
dapat juga terjadi kecacatan persisten pada penis dan skrotum, atau limfedema
vulva yang menyebabkan kerusakan fungsi yang signifikan. Limfedema ini
diduga terjadi karena fibrosis dan obstruksi saluran limfe. Squamous cell
carcinoma (SCC) dapat terjadi pada area yang mengalami inflamasi dan
sikatriks kronis. SCC dilaporkan terjadi pada 3,2% pasien dengan perianal HS
yang terjadi selama 20-30 tahun. SCC sering terjadi pada pria di regio
anogenital.4,5,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Burns T, Breathnach S, et al. [editor]. Rooks Textbook of Dermatology 7 th
edition. Blackwell Science. 2004.
12
2. James WD, Berger TG, and Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical
Dermatology, 10th edition. Philadelphia: saunders Elsevier. 2006.
3. Revuz J. Hidradenitis suppurativa. Orphanet Encyclopedia. March 2004.
Available from URL: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-hidradenitissuppurativa.pdf. Accesed on May 22nd, 2011.
4. Fite D. Hidradenitis Suppurativa in Emergency Medicine. May 2010.
Emedicine.
Available
from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/762444-overview. Accesed on may
22nd, 2011.
5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine, 7th edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2008.
6. Fimmel S and Zouboulrs CC. Cormobities of Hidradenitis Suppurativa (Acne
Inversa). Dermatoendocrinol.2010 Jan-Mar; 2(1): 9-16. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3084959/?tool=pmcentrez.
Accesed on May 22nd, 2011.
7. Parks RW and Parks TG. Pathogenesis, Clinical Features and Management of
Hidradenitis Suppurativa (Review). Ann R Coll Surg Engl 1997; 79: 83-89.
8. Wolf K and Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology 6th edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2009
9. Hidradenitis
suppurativa.
Wikipedia.
Available
from
URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hidradenitis_suppurativa. Accessed on May 22nd,
2011.
13