Anda di halaman 1dari 11

PENENTUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

Dalam astronomi penentuan dapat dinyatakan dalam meter (untuk persamaan-persamaan


fisika), kilometer, satuan astronomi (AU atau SA), tahun cahaya dan parsec. Satu satuan
astronomi didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari, yaitu sekitar 1,495
978 92 1011 m, sedangkan tahun cahaya (ly) didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
cahaya di ruang hampa selama satu tahun. Karena kelajuan cahaya di ruang hampa adalah
299.792.458 m/s, maka satu tahun cahaya setara dengan 9,46 1015 meter.

Jarak bintang biasanya diukur menggunakan metode paralaksis. Sederhananya coba pegang
pensil secara tegak sekitar 25 cm di tengah-tengah kedua mata Anda. Lihatlah pensil hanya
menggunakan mata kiri kemudian lihatlah pensil dengan menggunakan mata kanan. Berbeda
bukan? Ya, letak pensil pastinya akan berubah akibat berubahnya sudut pandang, begitu juga
posisi bintang dari Bumi. Jika kita mengamati bintang pada bulan Januari, lalu enam bulan
kemudian (Bumi telah berevolusi 180) kita amati lagi, posisi bintang (deklinasinya) akan
berubah. Setengah dari perubahan deklinasi ini disebut sudut paralaks (p), atau biasa disebut
paralaks saja.

Perhatikan posisi Matahari, Bumi dan bintang yang memberikan sudut p. sudut p dalam radian
dapat kita nyatakan dengan:

Jika p dinyatakan dalam detik busur() (ingat 1 rad = 180/, 1 = 60 dan 1 = 60) dan jarak
dinyatakan dalam AU (r tentunya 1 AU) maka:

Dari persamaan ini para astronom membuat satuan jarak baru yang disebut parsek (parsec)
yang didefinisikan sebagai jarak suatu objek yang memiliki paralaks satu detik busur. Jadi satu
parsek = 206265 AU, sehingga rumus baku jarak dalam parsek dan paralaks dalam detik busur
adalah:

SISTEM MAGNITUDO
Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo berbanding terbalik
dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu bintang makin kecil skala
magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling terang diberikan magnitudo 1 dan yang
cahayanya paling lemah yang masih dapat dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang
diberikan ketentuan bintang dengan beda magnitudo satu memiliki beda kecerlangan 2,512 kali,
jadi jika bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A
6,25 kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang dapat
menggunakan rumus Pogson berikut:

Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas disebut
magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang
sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan bintang yang lain
dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun akan nampak redup bila
jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat
kecerlangan bintang apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.
Dengan mengingat persamaan radiasi E = L /4r2, dengan E energi radiasi, L luminositas
(daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak
(absolut) adalah:

Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam satuan
parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut paralaks satu detik busur,
yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau 206265 satuan astronomi (AU). Jika yang
ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas dapat dibalik menjadi:

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung. Kuantitas m
M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara magnitudo mutlak dan luminositas
(daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan rumus Pogson.

Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka magnitudo mutlak
matahari, M ialah:

M = m + 5 5 log d.

mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 AU = 1/206265 parsec, maka

M = -26,83 + 5 5 log (1/206265)


M = 4,74

ORBIT (1)
Planet-planet mengelilingi Matahari dengan orbit elips, dan memang sebagian besar benda
langit memiliki orbit elips. Pada artikel ini hanya akan dibahas mengenai orbit elips. Sebelumnya
kita perlu memahami apa definisi dari elips, menurut saya, Elips adalah bangun dua dimensi
yang mempunyai dua titik fokus (dengan jarak kedua titik fokus adalah tetap) yang mana jumlah
jarak setiap titik yang terletak pada keliling elips terhadap kedua fokusnya adalah sama. Jadi
elips memiliki dua fokus yang tidak berimpit dengan pusatnya dan panjang/jarak dari fokus
pertama ke suatu titik di keliling elips ke fokus kedua adalah sama untuk sembarang titik (yang
jelas pada kelilig elips).

Besaran-besaran dalam orbit elips adalah sebagai berikut:


1. Apfokus (Q)
Pada sistem Bumi Matahari disebut aphelium, pada sistem Bumi Bulan disebut apogea,
pada sistem bintang ganda disebut apastron.
Q=a+c
Q = a(1 + e)
2. Perifokus (q)
Pada sistem Bumi Matahari disebut perihelium, pada sistem Bumi Bulan disebut perigea,
pada sistem bintang ganda disebut periastron.
q=ac
q = a(1 e)
3. Sumbu semi-mayor(a)
Sumbu semi-mayor adalah setengah sumbu panjang elips, seperti yang kita tahu elips memiliki
dua sumbu yang tidak sama panjang.

4. Sumbu semi-minor(b)
Sumbu semi-minor adalah setengah dari sumbu pendek elips.
Dengan dalil pythagoras kita dapatkan b2 = a2 c2

5. Panjang fokus (c)


Panjang fokus adalah jarak antara pusat elips terhadap fokusnya, setara dengan a q atau Q
a.

6. Lacus rectum (p)


Lacus rectum adalah setengah dari garis sejajar sumbu minor yang melalui fokus.

7. Eksentrisitas (e)
Eksentrisitas menyatakan tingkat kepepatan elips, yang dinyatakan dengan:

Jadi kita dapat menganggap lingkaran sebagai elips dengan eksentrisitas nol.

ORBIT (2)
Orbit suatu benda langit mengitari pusat orbitnya dinyatakan dalam Hukum III Kepler yaitu:

Dengan a sumbu semi-mayor orbit (dianggap jarak rata-rata), T periode orbit (periode revolusi),
G konstanta gravitasi universal = 6,668 . 10-11 N m2 kg-2, M massa benda pusat dan m massa
benda yang mengorbit. Karena massa benda yang mengorbit biasanya jauh lebih kecil dari
massa benda pusat, maka nilai G(M + m) biasa ditulis GM saja. Karena rumus ini rumus fisika,
maka semua besaran harus dalam satuan mks.
Adapun penyederhanaan rumus Kepler ini adalah

Dengan a dinyatakan dalam AU, T dalam tahun dan M dalam massa Matahari. Ingat, rumus
penyederhanaan ini tidak dapat digunakan jika besaran tidak sama dengan yang telah saya
tuliskan di atas.
Karena dalam orbit elips massa pusat berada pada salah satu fokus elips, bukan pada
pusatnya, perubahan jarak yang terjadi akibat revolusi planet juga semakin signifikan. Jarak
benda yang mengorbit dari benda pusat (r) dapat dinyatakan dengan persamaan:

Dengan (baca: nu) adalah sudut dari perifokus ke arah radius benda yang mengorbit
berlawanan arah jarum jam. Adapun kelajuan orbit benda tadi (disebut kelajuan sirkular)
dinyatakan dalam:

Sehingga untuk orbit yang mendekati lingkaran berlaku pendekatan:

Kelajuan yang dibutuhkan oleh benda yang mengorbit untuk bisa lepas dari pengaruh gravitasi
benda pusatnya harus lebih besar dari suatu nilai batas sehingga percepatan sentripetalnya
lebih besar dari percepatan gravitasi yang dialami benda tadi. Kelajuan minimal untuk lepas dari
orbit ini disebut kelajuan lepas, vesc (escape velocity). Dengan menyetarakan energi gravitasi
dan energi kinetik benda didapatkan vesc = vr 2.

TATA KOORDINAT BOLA LANGIT


Berikut saya membahas mengenai tata koordinat horizon dan ekuator, yang juga merupakan
perbaikan dari buku saya. Tata koordinat horizon dan ekuator sangat penting karena sangat
sering digunakan untuk menyatakan letak benda langit. Oke, langsung saja disimak..

Tata Koordinat Horizon


Pada tata koordinat horizon, letak bintang ditentukan hanya berdasarkan pandangan pengamat
saja. Tata koordinat horizon tidak dapat menggambarkan lintasan peredaran semu bintang, dan
letak bintang selalu berubah sejalan dengan waktu. Namun, tata koordinat horizon penting
dalam hal pengukuran adsorbsi cahaya bintang.

Ordinat-ordinat dalam tata koordinat horizon adalah:


1.
Bujur suatu bintang dinyatakan dengan azimut (Az). Azimut umumnya diukur dari selatan
ke arah barat sampai pada proyeksi bintang itu di horizon, seperti pada gambar azimut bintang
adalak 220. Namun ada pula azimut yang diukur dari Utara ke arah timur, oleh karena itu
sebaiknya Anda menuliskan keterangan tentang ketentuan mana yang Anda gunakan.
2.
Lintang suatu bintang dinyatakan dengan tinggi bintang (a), yang diukur dari proyeksi
bintang di horizon ke arah bintang itu menuju ke zenit. Tinggi bintang diukur 0 90 jika
arahnya ke atas (menuju zenit) dan 0 -90 jika arahnya ke bawah.
Letak bintang dinyatakan dalam (Az, a). Setelah menentukan letak bintang, lukislah lingkaran
almukantaratnya, yaitu lingkaran kecil yang dilalui bintang yang sejajar dengan horizon
(lingkaran PQRS).
Tata Koordinat Ekuator
Tata koordinat ekuator merupakan sistem koordinat yang paling penting dalam astronomi. Letak
bintang-bintang, nebula, galaksi dan lainnya umumnya dinyatakan dalam tata koordinat ekuator.
Pada tata koordinat ekuator, lintasan bintang di langit dapat ditentukan dengan tepat karena
faktor lintang geografis pengamat () diperhitungkan, sehingga lintasan edar bintang-bintang di
langit (ekuator Bumi) dapat dikoreksi terhadap pengamat. Sebelum menentukan letak bintang
pada tata koordinat ekuator, sebaiknya kita mempelajari terlebih dahulu sikap bola langit, yaitu
posisi bola langit menurut pengamat pada lintang tertentu.

Sudut antara kutub Bumi (poros rotasi Bumi) dan horizon disebut tinggi kutub () . Jika
diperhatikan lebih lanjut, ternyata nilai = , dengan diukur dari Selatan ke KLS jika
pengamat berada di lintang selatan dan diukur dari Utara ke KLU jika pengamat berada di
lintang utara. Jadi untuk pengamat pada = 90 LU lingkaran ekliptika akan berimpit dengan

lingkaran horizon, dan kutub lintang utara berimpit dengan zenit, sedangkan pada = 90 LS
lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran horizon, dan kutub lintang selatan berimpit
dengan zenit
<br>
Ordinat-ordinat dalam tata koordinat ekuator adalah:
1.
Bujur suatu bintang dinyatakan dengan sudut jam atau Hour Angle (HA). Sudut jam
menunjukkan letak suatu bintang dari titik kulminasinya, yang diukur dengan satuan jam
(ingat,1h = 15). Sudut jam diukur dari titik kulminasi atas bintang (A) ke arah barat (positif, yang
berarti bintang telah lewat kulminasi sekian jam) ataupun ke arah timur (negatif, yang berarti
tinggal sekian jam lagi bintang akan berkulminasi). Dapat juga diukur dari 0 360 dari titik A ke
arah barat.
2.
Lintang suatu bintang dinyatakan dengan deklinasi (), yang diukur dari proyeksi bintang
di ekuator ke arah bintang itu menuju ke kutub Bumi. Tinggi bintang diukur 0 90 jika arahnya
menuju KLU dan 0 -90 jika arahnya menuju KLS.
Dapat kita lihat bahwa deklinasi suatu bintang nyaris tidak berubah dalam kurun waktu yang
panjang, walaupun variasi dalam skala kecil tetap terjadi akibat presesi orbit Bumi. Namun sudut
jam suatu bintang tentunya berubah tiap jam akibat rotasi Bumi dan tiap hari akibat revolusi
Bumi. Oleh karena itu, ditentukanlah suatu ordinat baku yang bersifat tetap yang menunjukkan
bujur suatu bintang pada tanggal 23 September pukul 00.00, yaitu ketika titik Aries ^ tepat
berkulminasi atas pada pukul 00.00 waktu lokal (vernal equinox). Ordinat inilah yang disebut
asensiorekta (ascencio recta) atau kenaikan lurus, yang umumnya dinyatakan dalam jam.
Faktor gerak semu harian bintang dikoreksi terhadap waktu lokal (t) dan faktor gerak semu
tahunan bintang dikoreksi terhadap Local Siderial Time (LST) atau waktu bintang, yaitu letak titik
Aries pada hari itu. Pada tanggal 23 September LST-nya adalah pukul 00 h, dan kembali ke pukul
00h pada 23 September berikutnya sehingga pada tanggal 21 Maret, 21 Juni, dan 22 Desember
LST-nya berturut-turut adalah 12h, 18h, dan 06h. Jadi LST dapat dicari dengan rumus :

Adapun hubungan LST, HA00 dan asensiorekta ()


LST = + HA00
Dengan t adalah waktu lokal. Misal jika HA 00 = +3h, maka sudut jam bintang pada pukul 03.00
adalah +6h (sedang terbenam). Ingat, saat kulminasi atas maka HA = 00 h. Dengan demikian
didapatkan hubungan komplit bujur pada tata koordinat ekuator
LST + t = + HAt
Patut diingat bahwa HA00 ialah posisi bintang pada pukul 00.00 waktu lokal, sehingga posisi
bintang pada sembarang waktu ialah:
HAt = HA00 + t
Dengan ordinat tetap, HAt ordinat tampak, LST koreksi tahunan, dan t koreksi waktu harian.
Contoh pada gambar di bawah. Pada tanggal 21 Maret, LST-nya adalah 12 h. Jadi letak bintang
R dengan koordinat (, ) sebesar (16h,-50)akan nampak di titik R pada pukul 00.00 waktu
lokal. Perhatikan bahwa LST diukur dari titik A kearah barat sampai pada titik Aries ^. Tampak
bintang R berada pada bujur (HA00) -60 atau -4 jam. Jadi, bintang R akan berkulminasi atas di
titik Ka pada pukul 04.00 dan terbenam di horizon pada pukul 10.00. Asensiorekta diukur dari
titik Aries berlawanan pengukuran LST sampai pada proyeksi bintang di ekuator. Jadi telah jelas
bahwa.
HA = LST
Dengan -xh = 24h xh

Lingkaran kecil KaKb merupakan lintasan gerak bintang, yang sifatnya nyaris tetap. Untuk
bintang R, yang diamati dari = 40 LS akan lebih sering berada pada di atas horizon daripada
di bawah horizon. Pembahasan lebih lanjut pada bagian bintang sirkumpolar.
Tinggi bintang atau altitude, yaitu sudut kedudukan suatu bintang dari horizon dapat dicari
dengan aturan cosinus segitiga bola. Tinggi bintang, a, yaitu
a = 90
Dimana jarak zenit () dirumuskan dengan
cos = cos(90 ) cos(90 ) + sin(90 ) sin(90 ) cosHA

RADIASI BENDA HITAM


Menurut hukum Stefan-Boltzmann, jumlah energi yang dipancarkan tiap detik oleh sebuah
benda hitam sempurna berbanding lurus dengan luas permukaan benda dan pangkat empat
suhu mutlaknya. Secara matematis dapat dituliis dengan
E = T4
Di mana = konstanta Stefan-Boltzmann (5,67.10-8 W/m4 K4) dan T = temperatur efektif dalam
Kelvin. Jika benda tersebut bukan benda hitam, maka ditambahkan koefisien pembanding
emitivitas bahan, e di ruas kanan. Nilai e berkisar dari 0 sampai satu, jelas benda hitam
sempurna memiliki koefisien e = 1. Bintang umumnya memiliki sifat mendekati benda hitam,
terutama bintang biru yang memiliki nilai emitivitas benda itu.
Adapun daya (luminositas) bintang, L merupakan takaran kemampuan suatu bintang
memancarkan energi dalam luasan 4 steradian (segala arah), dinyatakan dengan
L = 4 d e T4
Atau
L=EA
Dari penghitungan satelit, Energi matahari yang sampai ke Bumi dalam luasan satu meter
persegi tiap detiknya ialah 1368 W. Nilai 1368 W m -2 s-1 ini disebut konstanta Matahari. Karena
jarak Bumi-Matahari, d = 1,496 . 1011 m, maka Luminositas matahari:

L = (1368)(4)( 1,496 . 1011)


L = 3,86 . 1026 W
Temperatur efektif (permukaan) Matahari dapat dihitung dengan persamaan pertama, yaitu:
T4 = L/ (4 d)
Karena yang akan dihitung temperatur permukaan Matahari, makan gunakan d = radius
Matahari = 6,9 . 108 m, maka didapatkan:
T = 5800 K
Perhitungan modern memberikan nilai sekitar 5778 K.
Adapun dalam kaitannya dengan panjang gelombang (frekuensi), dinyatakan dalam persamaan
Wien
= C/T
Dengan panjang gelombang efektif (sebagian besar energy radiasi dipancarkan pada panjang
gelombang ini), C konstanta Wien (2,898 . 10-3 m K) dan T temperatur. Dengan memasukkan
nilai T = 5778 K, didapatkan panjang gelombang efektif, = 5,01 . 10-7 meter = 5010 Angstrom.
Jika dinyatakan dalam frekuensi, gunakan hubungan
f=c
dengan c kelajuan cahaya dalam hampa, 299 795 458 m/s dan f dalam Hz.

GERAK SEJATI BINTANG


Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat
pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang
sebenarnya benar-benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun
pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan berabad-abad.
Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang.
Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu:
1.
Kecepatan radial
garis pandang).

: kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar

2.
Kecepatan tangensial : kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang
pandang).
Sedangkan kecepatan total adalah kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua
komponen).

KECEPATAN RADIAL
Kecepatan radial, seperti telah dijelaskan sebelumnya, adalah kecepatan bintang menjauhi atau
mendekati pengamat. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi peristiwa
pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan metode Efek
Doppler.

atau dengan pendekatan untuk vr<<c dapat digunakan versi nonrelativistik yaitu:

Kebanyakan gerak bintang-bintang yang dapat diaamati geraknya memiliki kelajuan yang jauh di
bawah kelajuan cahaya, sehinggi kita gunakan saja persamaan yang kedua. Penting untuk
mengetahui kecepatan bintang dan galaksi umumnya dinyatakan dalam km/s.

KECEPATAN TANGENSIAL
Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola langit. Misalkan pada suatu
tahun, bintang tersebut berada pada , sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya
berubah. Perubahan koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion () yang merupakan
kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan liniernya
dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Kecepatan linier inilah yang dikatakan kecepatan
tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling lingkaran. Misal perubahan
posisi bintang dari x ke x, yaitu sebesar (detik busur) setiap tahunnya.
Perhatikan gambar:

gerak tangensial bintang


d (parsec) dan ()
kita juga memiliki hubungan d = 1/p untuk d dalam parsec dan p dalam detik busur
Keliling = 360 = 1296000
Keliling = 2d = 2/p

dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = d, maka:

KECEPATAN TOTAL
Di atas kita telah membahas kecepatan bintang dalam arah radial dan tangensial, sekarang kita
akan mencari kecepatan total bintang, v. Karena arah sumbu radial dan tangensial tegak lurus,
maka dengan mudah kita dapat menyelesaikannya menggunakan dalil Pythagoras atau
trigonometri. Ingatlah sudut yang dibentuk antara sumbu radial dan vektor kecepatan bintang
disebut sudut .

diagram kecepatan total


v2 = vr2 + vt2
vr = v cos
vt = v sin

CONTOH:
1. Diketahui proper motion sebuah bintang 0,348 dan paralaksnya 0,214. Jika spektrum H
deret Balmer bintang tersebut teramati pada panjang gelombang 6564 (1 angstrom, = 10-10
m). Tentukanlah kecepatan total bintang itu,
Penyeleaian:
Cari terlebih dahulu 0 menggunakan formula Rydberg, untuk deret Balmer m = 2 dan alfanya n
=3

Didapatkan = 1 , dengan menggunakan persamaan doppler menggunakan c = 300000


km/s,
vr = 45,7 km/s
Dengan memasukkan nilai dan p didapatkan kecepatan tangensial, vt = 7,71 km/s
Kecepatan totalnya dapat dicari dengan dalil Pythagoras, didapatkan
v = 46,35 km/s

Anda mungkin juga menyukai