Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

GEOLOGI KUARTER

DISUSUN OLEH:
RIVALDI FAUZI
(410012123)

TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2015

Tinjauan Geologi Bencana Tanah Longsor di


Banjarnegara

Bencana longsor di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah terjadi dua kali dalam kurun waktu
kurang dari 10 tahun--serupa berupa bencana gerakan tanah (longsoran)--meratakan kawasan
pedusunan di salah satu Desa Sampang wilayah Kecamatan Karangkobar.
Sebelumnya, pada tahun 2006 di awal bulan Januari, bencana tanah longsor menimpa kawasan
Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu yang menyebabkan 90 korban
meninggal tertimbun longsoran. Setelah itu, pertengahan Desember 2014, gerakan massa (mass
movement) bergerak meratakan kawasan pedusunan Sijemblung Desa Sampang, yang hingga
saat ini masih terus dilakukan evakuasi korban yang tertimbun longsoran tanah.
tinjauan Geologi bencana tanah longsor yang terjadi di Dusun Jemblung, Kabupaten
Banjarnegara Jumat (15/12/2014) lalu.
Gerakan tanah (landslide) didefinisikan secara sederhana sebagai pergerakan masa batuan,
debris atau tanah menuju bagian bawah lereng.
Gerakan tanah didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan,
bahan timbunan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng.
Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan
bencana dan kerugian material yang tidak sedikit.

Kondisi alam (geografis) dan aktivitas manusia merupakan salah satu faktor penyebab akan
terjadinya gerakan tanah tersebut. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah
antara lain yang paling mendasar adalah tingginya curah hujan, kondisi tanah, intensitas
pelapukan batuan (tinggi hingga sangat tinggi), vegetasi penutup, dan faktor kestabilan lereng,
selain faktor kegempaan sebagai pemicunya.
Disisi lain faktor aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah,
sebagai contoh misalnya penggunaan lahan yang tidak teratur dan tidak tepat peruntukannya,
seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu
curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya.
Gerakan tanah dapat juga terjadi karena adanya penurunan nilai faktor keamanan lereng.
Perubahan nilai faktor keamanan disebabkan oleh perubahan pada kekuatan gaya penahan
(resisting force) dan gaya pendorong (driving force).
Kejadian longsoran tanah (landslide) di Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang
mempunyai topografi bergelombang kuat hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara
dan Pegunungan Serayu Selatan, yang membujur barat-timur dan dipisahkan oleh Sungai Serayu
yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks.
Kestabilan wilayah Kabupaten Banjarnegara sangat dipengaruhi dan dikontrol oleh kondisi
geologi yang ada, yaitu batuan dan struktur geologi yang kompleks serta topografi yang berelief
kuat serta bervariasi.
Mengacu pada pembagian fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949), maka wilayah
Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Karangkobar termasuk dalam Zona Pegunungan Serayu
Utara bagian tengah. Secara bentukan bentang alam atau unit geomorfologi daerah sekitar
wilayah Banjarnegara. Menurut klasifikasi van Zuidam (1983) secara umum dapat dibagi
menjadi beberapa satuan geomorfologi, antara lain berupa: Satuan Geomorfik Fluvial dengan
Subsatuan Dataran Banjir, Satuan Geomorfik Bentukan Struktur, serta Satuan Geomorfik
Volkanik dengan Subsatuan Geomorfik Endapan Lahar.

Menyimak faktor kondisi geologi yang menyusun wilayah Banjarnegara berdasarkan Peta
Geologi di atas, maka terlihat wilayah zonasi bencana gerakan tanah (longsoran).
Tanah longsor dapat juga terjadi karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah
pelapukan yang bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi (sangat tinggi), sehingga
terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini
mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori, sehingga
tahanan geser menjadi berkurang.
Kemiringan lereng yang terjal (biasanya >45) semakin memperkuat untuk terjadinya
keruntuhan. Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan litologi batulempung tufan
bertindak sebagai bidang gelincir. Material longsoran bergerak mengikuti lembah dan
menggerus tebing lembah yang dilaluinya, sehingga semakin meningkatkan volume material
rombakan yang dibawa.
Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air sungai yang
dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat, sehingga aliran bahan rombakan ini
menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta menimbun sarana dan prasarana yang
dilaluinya. Faktor lain, kemungkinan dari faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan
tanah adalah sifat resapan air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.
Penyebab gerakan tanah yang terkait dengan faktor keairan ini antara lain sifat fisik-mekanik
tanah yang dipicu oleh air tanah, pengaturan air permukaan yang kurang baik, penambahan
kadar air yang berlebihan, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng, serta luapan air yang
berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera dapat dibuang. Disisi lain, longsor (landslide)
yang terjadi pada senja hari (awal ufuk Magrib) di Dusun Sijemblung Desa Sampang yang berada
pada wilayah pegunungan (elevasi sekitar 900 meter) telah mengagetkan semua pihak akan

terulangnya kembali bencana akibat tanah longsor yang kemungkinan besar disebabkan oleh
peningkatan kadar air dalam tanah akibat curah hujan yang sangat tinggi.
Sebagai salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki tingkat kerentanan gerakan
tanah cukup tinggi (umumnya berada pada lahan kritis dan labil) yang berada pada wilayah yang
rawan bencana geologi, seperti gerakan tanah tipe landslide, maka sudah sewajaranya harus
selalu memahami kondisi alam tempat kita berpijak dan selalu meningkatkan kewaspadaan
terhadap ancaman gerakan tanah yang dapat menimbulkan bencana harta dan jiwa. Pemahaman
mengenai petunjuk awal (precursor) terjadinya gerakan tanah merupakan hal yang penting
dalam mendukung keberhasilan mitigasi gerakan tanah dan akan sangat menguntungkan,
sehingga dapat menghindarkan diri sebelum bencana datang dan selalu siap siaga.

Gambar 1. menyajikan zona kerentanan gerakan tanah di Indonesia (Gatot M


Soedradjat, 2008).

Keterangan :

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena gerakan
tanah. Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik

gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak luas pada
tebing sungai.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah


Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan tanah.
Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami ganggunan
pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali.
Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah
(alur) sungai.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah


Zone of Moderate susceptibility to landslide Daerah yang mempunyai tingkat
kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan
tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan
atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat
curah hujan yang tinggi dan erosi kuat.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi


Daerah yang mempunyai tingkat keremanan tinggi untuk terkena gerakan
tanah. Pada zona sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah
lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang
tinggi dan erosi yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.berita.yahoo.com/tinjauan-geologi-bencana-tanah-longsor-dibanjarnegara-030202516.html

Anda mungkin juga menyukai