Anda di halaman 1dari 41

Laporan Problem Based Learning (PBL) 1

BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSE SYSTEMS (NSS)


Stroke Non Hemoragic

Tutor
dr. Miko Ferine
Kelompok 9:
G1A008027

Tini Rohmantini

G1A008028

Nikita Rachel Ajani

G1A008029

Erli Nur Ramdhan

G1A008074

Aniek Marsetyowati

G1A008075

Novita Widia Aryani

G1A008076

Dian Kristiani Ika O

G1A008117

Novania Indriasari

G1A008118

Hamidatul Ulfah

G1A008119

Rijal Maulana M

G1A007109

Winda Astuti

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2011

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN

Informasi I
Ny. Kara berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh suaminya dengan keluhan
kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Ny. Kara mengatakan bahwa saat ia bangun pagi 1
hari yang lalu, tiba-tiba dia merasa tangan dan kaki kirinya terasa lemah. Dia masih bisa berjalan
dan makan sendiri. Sore harinya ia merasakan bahwa tangan dan kaki kirinya semakin lemah. Ny.
Kara bahkan tidak dapat mengangkat gelas. Pada malam hari saat Ny. Kara berusaha bangun dari
tempat tidurnya untuk buang air kecil, ia merasa kelemahannya semakin berat. Ia tidak bisa
berjalan tanpa bantuan. Selama terjadi serangan Ny. Kara tidak mengeluh nyeri kepala, tidak
muntah maupun pusing berputar.
Suaminya mengatakan bahwa wajah Ny. Kara tidak simetris. Mulutnya menceng ke kanan
dan bicaranya menjadi tidak jelas (pelo). Keluarganya baru memanggil dokter untuk memeriksakan
Ny. Kara keesokan harinya, kemudian dokter merujuknya ke rumah sakit.
Klarifikasi Istilah
Hemiparesis

: kelemahan otot atau paralisis parsial mengenai satu sisi tubuh

Hemiplegia

: paralisis satu sisi tubuh termasuk ekstrimitas atas, satu sisi badan, ekstrimitas
bawah yang lebih berat (Mardjono & Sidharta, 2009).

Batasan Masalah
Identitas

: Ny. Kara

Umur

: 65 tahun

Keluhan utama

: Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri

Onset

: Satu hari yang lalu

Lokasi

: Tangan dan kaki kiri

Kualitas

: Semakin memberat

Progress

: Tangan dan kaki kirinya semakin melemah

Tanda dan gejala penyerta

: Wajahnya tidak simetris, mulut menceng ke kanan dan bicaranya


menjadi tidak jelas (pelo)

Identifikasi Masalah
1. Anatomi dan fisiologi Sistem Saraf Pusat!
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon') dan sumsum tulang
belakang (bahasa Latin: medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak,
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas
tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis (Mardjono & Sidharta, 2009).
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai
endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala.
Diantara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural (Snell, 2007).
2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di
dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang
mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan
untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik (Snell, 2007).
3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan
permukaan otak (Snell, 2007).
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem
saraf pusat (Snell, 2007).
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian
putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih (Martini, 2006).
Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan
pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,
arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak (Snell, 2007).

Gambar 1 Otak terdiri dari tiga bagian: Batang otak, Cerebellum, dan Cerebrum.
Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal, dan oksipital
Otak dibagi menjadi 6 divisi utama:
1. Serebrum, forebrain/prosensefalon
Terdapat 2 hemisfer, yaitu hemisfer kanan (mengontrol tangan kiri, pengenalan terhadap
musik dan artistik, ruang dan pola persepsi, pandangan dan imajinasi) dan hemisfer kiri
(mengontrol tangan kanan, bahasa lisan dan tulisan, ketrampilan numerik, sintifik, dan
penalaran) (Snell, 2007).

Gambar 2 Cerebrum dan bagian bagiannya


Hemisfer serebri dibagi menjadi empat lobus yang masing-masing lobus memiliki fungsi
masing-masing yaitu :

a. Lobus frontalis
Lobus frontalis merupakan pusat intelegensia, terdapat daerah motorik di bagian
anterior sulcus centralis dan dibagian posterior sulcus centralis merupakan area
sensorik. Adanya

suatu

kelainan

yang

menetap

pada

lobus frontalis dapat

menyebabkan gangguan intelektual, hemiparese kontralateral, perubahan personalitas


(Snell, 2007).
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis merupakan area bicara yang berjalan dari bagian bawah lobus parietal
sampai ke lobus temporalis itu sendiri. Area auditori terletak di lobus temporalis yang
menginterpretasikan impuls yang dijalarkan dari nervus cochlear. Sedangkan area
olfactorius yang mengantarkan impuls dari hidung dan diinterpretasikan pada lobus
temporalis yang bagian dalam. Kelainan pada lobus temporalis dapat menyebabkan
disfasia, gangguan pendengaran, gangguan emosi dan memori (Snell, 2007).
c. Lobus parietalis
Lobus parietalis termasuk daerah postcentralis yang mempersepsikan sensorik. Daerah
ini juga digunakan untuk mempersepsikan memori. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan gangguan sensorik, agrafia, apraksia (Snell, 2007).
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis merupakan pusat penglihatan. Nervus opticus berjalan melalui jaras
penglihatan sehingga akan di interpretasikan di lobus oksipitalis. Kelainan didaerah ini
dapat menyebabkan defek medan penglihatan, disleksia dan gangguan optomotor
(Snell, 2007).
Ganglia Basal
a. Merupakan kumpulan dari badan-badan sel saraf (nukleus).
b. Berperan dalam mengontrol gerakan dengan cara :
1) menghambat tonus otot
2) memilih & mempertahankan aktivitas motorik bertujuan,
3) memantau & mengkoordinasikan kontraksi menetap yang lambat
c. Penyakit Parkinson terjadi gangguan pada ganglia basal, terutama karena defisiensi
neurotransmiter dopamin yang mengakibatkan peningkatan tonus (kekakuan), tremor
istirahat, dan perlambatan inisiasi dan pelaksanaan gerakan yang berbeda.
(Snell, 2007)

Sistem Limbik
a. Menerima informasi dari berbagai area asosiasi di korteks serebri dan sinyal ini melalui
nukleus accumbens (NA).
b. Terdiri dari:
1) Hipokampus, bagian yg berperan dalam waktu lama proses

belajar dan

pembentukan memori jangka waktu yang panjang.


2) Amygdala merupakan pusat emosi, mengirim sinyal ke hipotalamus & medula
oblongata yangg kemudian mengaktifkan respons flight or fight dari sistem saraf
otonom; menerima sinyal dari sistem penghidu dan menentukan pengaruh bau
terhadap emosi.
(Snell, 2007)
Thalamus
Fungsi:
a. Sebagai stasiun relay dan pusat integrasi sinaps untuk pengolahan awal semua input
sensori menuju korteks.
b. Menyaring sinyal-sinyal tak bermakna.
c. Bersama batang otak dan area asosiasi mengarahkan perhatian kita ke rangsangan
yang menarik.
d. Menentukan kesadaran kasar berbagai sensasi tetap tidak dapat membedakan lokasi
dan intensitas.
e. Memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai oleh korteks.
(Snell, 2007)
Hipothalamus
1. Merupakan area terpenting dalam pengaturan lingkungan internal tubuh (homeostasis).
2. Mengontrol suhu tubuh, rasa haus dan pengeluaran urin, lapar dan kenyang, sekresi
hormon-hormon hipofisis anterior, menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior,
kontraksi uterus dan pengeluaran ASI.
3. Merupakan pusat koordinasi sistem saraf otonom utama.
4. Berperan dalam pola perilaku dan emosi (respons takut dan berani; perilaku seksual).
(Snell, 2007)

2. Serebelum

Serebelum membandingkan antara informasi yang diterima dari pusat pengontrolan yang
lebih tinggi tentang apa yang sebaiknya otot lakukan dan sistem saraf perifer tentang apa
yg otot lakukan memberi sinyal umpan balik untuk mengoreksi gerakan dikirim ke
serebrum melalui thalamus gerakan yang lebih halus, cepat, terkoordinasi, dan terampil;
mempertahankan posisi dan keseimbangan (Snell, 2007).
3. Midbrain (Mesensephalon)
a. Superior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan bola mata ketika berespons
terhadap rangsang visual
b. Inferior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan tubuh ketika berepons terhadap
rangsang suara
Formasio Retikular: bagian inti dari substansia grisea yang terbentang dari medula
oblongata ke midbrain dan terbentuk dari ribuan neuron kecil yang tersusun seperti jaring
(reticular=net). RAS (Reticular Activating System) jalur polisinaps yang terdapat dalam
formasio retikular; menentukan tingkat kesadaran dan jaga yang memungkinkan
terbentuknya persepsi (Snell, 2007).
4. Pons
Pusat pernapasan:
a. Pusat apneustik, mengontrol kontraksi otot inspirasi.
b. Pusat pneumotaksik mengontrol relaksasi otot pernapasan sehingga terjadi ekspirasi.
(Martini, 2006)
5. Medula Oblongata
a. Pusat pernafasan:
1) Dorsal group, kelompok neuron yang membentuk pernapasan otomatis.
2) Ventral group, kelompok neuron yang mempersarafi otot-otot pernapasan. Terdapat
kemoreseptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion H + & konsentrasi
CO2.
b. Pusat pengaturan jantung :
Cardioaccelerator center meningkatkan denyut dan kekuatan kontraksi jantung (mll
saraf simpatis) dan cardioinhibitori center menurunkan denyut jantung ke pacemaker
N.vagus (saraf parasimpatis).
c. Pusat vasomotor mengontrol diameter pembuluh darah melalui saraf simpatis dalam
pengaturan tekanan darah
d. Pusat refleks nonvital refleks menelan, muntah, batuk, bersin, dan tersedak
(Martini, 2006)
2. Menjelaskan anatomi dan fungsi saraf cranialis!
a. Anatomi N. Cranial

Ada 12 N. Cranialis yang meninggalkan otak melalui fissura dan foramina di otak, yaitu:
1. Nervus Olfactorius (N. I)
N. olfactorius berasal dari sel-sel reseptor olfactorius pada mucosa olfactorius. Mukosa ini
terletak pada bagian atas cavum nasi di atas concha nasalis superior. Berkas serabutserabut n. olfactorius ini berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribrosa ossis
ethmoidalis untuk masuk ke dalam bulbus olfactorius di dalam rongga cranium. bulbus
olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebri oleh tractus olfactorius
(Snell, 2006).
2. Nervus Opticus (N. II)
N. opticus merupakan kumpulan axon sel-sel lapisan ganglionik retina. N. opticus muncul
dari bagian belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus
untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n. opticus sisi
lainnya membentuk chiasma opticum (Snell, 2006).
3. Nervus Oculomotorius (N. III)
N. Oculomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini berjalan ke
depan di antara a. cerebri posterior dan a. cerebelli superior. Kemudian berjalan terus ke
depan di dalam fossa cranii anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Di sini, saraf
ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke rongga
orbita melalui fissura orbitalis superior (Snell, 2006).
4. Nervus Trochlearis (N. IV)
N. trochlearis adalah saraf cranial yang paling langsing, meninggalkan permukaan
posterior mesencephalon dan segera menyilang saraf sisi lainnya. N. trochlearis berjalan
ke depan melalui fossa cranii media pada dinding lateral sinus cavernosus (Snell, 2006).
5. Nervus Trigemius (N. V)
N. trigeminus merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior pons
sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar. Saraf ini berjalan ke
depan dari fossa cranii posterior untuk mencapai apex pars petrosa ossis temporalis di
dalam fossa cranii media. Di sini, radix sensorik membesar membentuk ganglion
trigeminus. Radix motorik n. trigeminus terletak di bawah ganglion sensorik dan tidak
mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. ophthalamicus (N. V1), n. maxillaris (N.
V2), dan n. mandibularis (N. V3) berasal dari pinggir anterior ganglion (Snell, 2006).
6.

Nervus Abducen (N. VI)


Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan
medulla oblongata dan berjalan ke depan bersama a. carotis interna melalui sinus

cavernosus di dalam fossa cranii media dan masuk orbita melalui fissura orbitalis superior
(Snell, 2006).
7. Nervus Facialis (N. VII)
N. facialis muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior otak belakang di antara
pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior
bersama n. vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars
petrosa ossis temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis
yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada
telinga tengah dan aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui
foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui glandula parotis
ke daerah distribusinya (Snell, 2006).
8. Nervus Vestibulocochlearis (N. VIII)
N. vestibulocochlearis terdiri atas dua berkas saraf sensorik, yaitu vestibularis dan
cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan permukaan anterior otak antara pons dan
medulla oblongata, dan melewati fossa cranii posterior kemudian masuk ke meatus
acusticus internus bersama n. facialis (Snell, 2006).
9.

Nervus Glossopharyngeus (N. IX)


N. Glossopharyngeus adalah saraf motorik dan sensorik. Saraf ini keluar dari permukaan
anterior medulla oblongata, di antara oliva dan pendiculus cerebelli inferior. N.
glossopharyngeus berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior dan meninggalkan
cranium melalui foramen jugulare. kemudian n. glossopharyngeus berjalan turun melalui
bagian atas leher ke bagian posterior lidah (Snell, 2006).

10. Nervus Vagus (N. X)


N. Vagus tersusun atas serabut motorik dan sensorik. Berasal dari medula oblongata dan
meninggalkan tengkorak melalui bagian tengah foramen jugulare bersama dengan nn.
Craniales IX dan XI. N. Vagus mempunyai dua buah ganglion sensorik: Ganglion superius
yang terletak didalam foramen jugulare, dan ganglion inferius yang terletak tepat distal
dari foramen (Snell, 2006).
11. Nervus Acessorius (N. XI)
N. acessorius tersusun atas serabut-serabut motorik. Saraf ini dibentuk dari gabungan
radix cranialis dan spinalis. Radix cranialis lebih kecil dan berasal dari medula oblongata.
Radix spinalis berasal dari lima segmen cervicalis medulla spinalis bagian atas. Radix
spinalis bersatu membentuk truncus yang berjalan ke atas di dalam canalis vertebralis

dan masuk ke cranium melalui foramen magnum. Radix spinalis maupun radix cranialis
bertemu dan berjalan bersama melalui bagian tengah foramen jugulare (Snell, 2006).
12. Nervus Hypoglossus (N. XII)
N. hypoglossus adalah saraf motorik untuk otot-otot lidah. Berasal dari medulla oblongata
dan meninggalkan tengkorak melalui canalis nervi hypoglossi os occipitale. Kemudian
berjalan berdekatan dengan N. IX, X, XI, a. carotis interna, dan v. jugularis interna. Saraf
ini berjalan di antara a. carotis interna, dan v. jugularis interna sampai mencapai pinggir
bawah venter posterior m. digastricus, disini n. Hypoglossus akan membelok ke depan
dan medial. Saraf ini kemudian menyilang a. carotis interna dan externa serta mengait a.
lingualis. Kemudian berjalan kedepan dan atas, profunda terhadap m. mylohyideus (Snell,
2006).
b. Fungsi N. Cranial
Saraf

Jenis

Fungsi

Olfaktorius
Optikus
Okulomotoris
Troklearis

I
II
III
IV

Membau
Penglihatan
Pergerakan mata kedalam, keatas, elevasi alis, mata, konstriksi

Abducens

VI

Trigeminus

Pergerakan mata bawah keluar


Sensorik wajah dan motorik rahang bawah, mengunyah,

pupil, konvergensi, reaksi bersamaan

kulit kepala dan gigi


Fasialis
VII Ekspresi wajah.Pengecapan (2/3) lidah anteriol, salivasi
Vestibulocochlearis
VIII Pendengaran, keseimbangan
Glosofaringeus
IX
Sensasi tenggorokan, tonsil, pengecapan (1/3) lidah posterior
Vagus
X
Parasimpatis organ visera (gastrointestinal)
Asesorius
XI
Motorik muskulus trapezius dan sternocleidomastoideus
Hipoglosus
XII Menelan, bicara, denyut jantung, peristaltic, pergerakan lidah
Tabel 1 Nervus Cranialis, Sifat dan Fungsinya (Sherwood, 2001)

Gambar 3 Anatomi dan fisiologi N. Cranial

3. Menjelaskan jaras piramidalis


Sel piramidal
(area 4 korteks motorik primer, area 6 korteks premotorik, berbagai bagian lobus parietalis)
Kapsula interna
Tractus Corticospinal

Tractus Corticobulbar

Basis pedunkuli di mesencephalon Corticomesencephalic


Pons

N. III, N. IV, N. VI

Corticonuclear

N. V, N. VII, N.VIII, N. IX, N. X, N. XI, N. XII

Medula oblongata (Decusatio piramidalis)


85 % menyilang

15% tidak menyilang

Tractus Corticospinal lateral

Tractus Corticospinalis anterior

Bagan 1 Jaras Pyramidalis (Hartwig & Wilson, 2005) (Martini, 2006)


4. Vaskularisasi Encephalon
Arkus aorta
Trunkus brachiocephalicus

A. Carotis Communis Sinistra

A. Carotis Communis Dextra


A. Carotis Externa
A. Meningea Media
A. Ophtalmica

A. Subklavia Sinistra
A. Subklavia Dextra

A. Carotis Interna
A. Cerebri Anterior
A. Communicans Anterior
A. Cerebri Anterior

A. Vertebralis
A. Cerebri Media

A. Basilaris

A. Cerebri Posterior
A. Calcarina
A. Communicans Posterior

Bagan 2 Vaskularisasi Encephalon (Hartwig & Wilson, 2005)


Daerah yang divaskularisasi oleh A. Cerebri Anterior :
1. Nukleus kaudatus
2. Putamen ganglia basalis
3. Kapsula interna dan corpus callosum
4. Lobus frontalis dan parietal cerebri
5. Korteks somestetik dan korteks motorik
(Hartwig & Wilson, 2005)
Daerah yang divaskularisasi oleh A. Cerebri Media :
1. Lobus temporalis
2. Lobus perietalis
3. Lobus frontalis
4. Girus presentralis
5. Girus postsentralis
6. Korteks auditorius
7. Korteks somestetik
8. Korteks motorik
9. Korteks pramotorik
10.Korteks asosiasi
(Hartwig & Wilson, 2005)
Daerah yang divaskularisasi oleh sistem vertebrobasilaris :
1. Medula oblongata
2. Pons
3. Cerebellum
4. Mesencephalon
5. Sebagian diencephalon
(Hartwig & Wilson, 2005)
Daerah yang divaskularisasi oleh A. Cerebri Posterior dan cabang-cabangnya:
1. Sebagian diecephalon
2. Sebagian lobus occipitalis
3. Sebagian lobus temporalis
4. Aparatus koklearis
5. Organ-organ vestibular
(Hartwig & Wilson, 2005)
Daerah yang divaskularisasi oleh A. Calcarina korteks penglihatan pada lobus occipitalis
(Hartwig & Wilson, 2005).
5.

Perbedaan hemiparesis dan hemiplegia


Hemiparesis merupakan kelumpuhan sesisi badan yang ringan. Sedangkan hemiplegia berarti
kelumpuhan yang berat atau disebut juga hemiparalisis (Mahar & Priguna, 2009).

6.

Penyebab hemiparesis?
Penyebab hemiparesis terjadi karena ada penyakit yang menyerang penderita, jadi hemiparesis
merupakan suatu gejala dari sebuah penyakit bukanlah sebuah penyakit. Hemiparesis biasanya

disebabkan karena trauma, lesi, tumor, dll. Trauma/lesi/tumor tersebut menekan atau mendesak
saraf upper motor neuron sehingga menyebabkan hemiparesis (Mahar & Priguna, 2009).
7.

Kenapa wajahnya tidak simetris dan pelo


Penyebab wajah tidak simetris dan pelo disebabkan karena ada gangguan pada N.VII yaitu
facialis dan N.XII yaitu hypoglossus. Gangguan tersebut bisa berupa lesi. Lesi bisa dikarenakan
adanya trombus pada batang otak, karena ada lesi maka N.VII yang fungsinya ekspresi wajah.
Pengecapan (2/3) lidah anteriol, salivasi dan N.XII yang fungsinya menelan, bicara, denyut
jantung, peristaltic, pergerakan lidah terganggu. Selain itu adanya trobus pada batang otak juga
dapat menyebabkan emboli yang akan menyebabkan oklusi pembuluh darah otak terutama di
arteri cerebri posterior yang menyebabkan ketidaksimetrisan wajah dan pelo (Sherwood, 2001).

8.

Keluhan muncul setelah bangun tidur?


Dehidrasi dan penurunan dinamika sirkulasi (relative terjadi pada orang yang tidur)
Reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik (Gangguan status aliran darah)
Syok ataupun Hiperviskositas
Berkurangnya perfusi

Sumbatan parsial pada vaskuler

Penurunan generalisata CBF


Iskemia otak
Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat
Bagan 3 Hubungan Hiperviskositas dan Kejadian Stroke
(Hartwig & Wilson, 2005)
9.

Kenapa keluhannya bertahap dan semakin memperparah?


Gejala yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Keluhan datang perlahan disebabkan oleh gangguan, misalnya ada sumbatan pembuluh darah
yang menghambat suplai darah dan O2 ke otak, akan tapi sumbatan itu masih dalam ukuran
yang kecil sehingga masih ada celah untuk darah dapat mengalir ke otak, dan mengingat onset
penyakit stroke itu cepat, sumbatan tadi perlahan membesar sampai akhirnya menutupi aliran
darah ke otak dan menyebabkan kematian sel saraf dengan gejala kelemahan otot dan lain-lain
(Mahar & Priguna, 2009).

Informasi II
Riwaya kesehatan
Ny. Kara menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak teratur kontrol. Tidak ada
riwayat DM maupun penyakit jantung, tetapi Ny. Kara merupakan seorang perokok berat. Tidak ada
riwayat sakit seperti ini dalam keluarga.
Adapun informasi tambahan diatas menambahkan referensi hipotesis sementara kasus Ny. Kara
dilihat dari berbagai gejala dan tanda yang dialaminya, hipotesisnya antara lain:
1. Stroke Non Hemoragic
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskuar
Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam
otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu
(Harsono,1996).
2. Stroke Hemoragic
Stroke Hemoragic adalah stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh darar otak, baik
intrakarnial maupun subaraknoid.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1.

Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

2.

Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Tanda Gejala

Stroke hemoragik

Onset
Saat onset
Peringatan
Nyeri kepala
Kejang-kejang
Muntah
Kesadaran menurun
Bradikardi
Udem pupil

Mendadak
Sedang aktif
-+++
+
+
+++
++ (dari permulaan)
Sering +

Stroke non
hemoragik
Mendadak
Istirahat
++ (TIA)
+/+/+/- (hari keempat)
-

Kasus
Mendadak
Istirahat
Somnolen
-

Kaku kuduk
Tanda Kering,
Brudzinki

+++

Tabel 2 Tanda dan gejala Stroke hemoragik dan non hemoragik


(Mahar & Priguna, 2009)
3. Bells Palsy
Bells palsy merupakan kelainan paralysis fasialis LMN unilateral. Penyakit ini biasanya
dihubungkan dengan fenoena infeksi virus dengan beberapa bukti yang menunjukan
keterlibatan dari virus herpes simplex. Onset pada penyakit ini cepat yaitu beberapa jam sampai
beberapa hari, biasanya ada nyeri pada belakang telinga. Hanya sebagian kecil yang
mengalami gangguan atau kelainan pada wajah (Lionel, 2007).
Penyebab lain dari paralisis fasialis LM antara lain adalah :
a.

batang otak :
1.

tumor

2.

infark

3.

demielinisasi sudut serebelopontin tumor

b. tulang petrosa :
1. infeksi telinga tengah
2. herpes zozter
c. wajah :
1. tumor parotis dan pembedahan trauma
(Lionel, 2007)
4. Syndrom guillain-barre
Syndrom guillain-barre merupakan penyakit neuropati inflamasi akut. Pada sebagian besar
pasien sindrom ini berkaitan dengan kejadian infeksi yang dialami sebelumnya. Gejala yang
ditimbulkan biasanya seperti nyeri spinal dan gejala sensoris ringan. Paralisis tungkai kemudian
lengan bisa diikuti dengan keterlibatan saraf kranial dan diplopia, garis wajah turun, disfagia dan
ketidak jelasan bicara. Onset gejala bisa sangat cepat mulai beberapa jam hingga beberapa hari
namun dipastikan kurang dari 1 bulan (Lionel, 2007).
Penyebabnya kurang diketahui tetapi mekanisme patogenetik mencangkup kerusakan akson
pada sistem saraf perifer karena inflamasi yang dibicu oleh beberapa agen seperti :
a.

virus
1.

citomegalovirus

2.

virus epstein-bar

3.
b.

HIV
Bakteri

1.

mycoplasma pneumoniae

2.

campylobacter jejuni

c.

vaksin
1.

contohnya untuk influensa babi

(Lionel, 2007)
Sasaran Belajar 1
1. Apa yang dimaksud kaku kuduk?
Kaku

kuduk adalah keadaan dimana adanya hiperfleksi pada otot-otot kuduk yang

menyebabkan menempelnya daerah belakang kepaladan dagu yang terlihat menempel pada
bagian tengkuk dan dada, biasanya keadaan ini terjadi pada iritasi/infeksi meningeal (Lionel,
2007).
2. Tanda-tanda brudzinki
a. Tanda Brudzinki 1
Dengan tangan yang di tempelkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita
tekukan kepalanya sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tang pemeriksa satu lagi
sebaiknya di tempelkan di dada pasien untung mencegah diangkatnya badan. Bila tanda
Brudzinki positif maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai, sebelumnya perlu
diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.
b. Tanda Brudzinki 2
Pasien berbaring satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedangkan tungkai
yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula
terfleksi maka disebut tanda Brudzinki II positif, perlu diperiksa terlebih dahulu apakah ada
terdapat kelumpuhan pada tungkai.
c. Tanda Brudzinki 3
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusuloleh gerakan
fleksi secara reflektorik keatas sejenak dari kedua tangan.
d. Tanda Brudzinki 4
Penekanan pada sinfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik
pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.

Informasi III
Pemeriksaan fisik
KU

: sadar penuh

Tekanan darah

: 190/100 mmHg

Denyut nadi

: 92x/menit, reguler

Respirasi

: 22x/menit

Suhu tubuh

: 36,3C

Dari pemeriksaan status interna hanya didapatkan pembesaran jantung (batas kiri 2cm lateral
midclavicular line), lainnya dalam batas normal.
Interpretasi informasi III
Dari informasi 3 didapatkan peningkatan tekanan darah yaitu 190/100mmHG, dan dari pemeriksaan
status interna hanya didapatkan pembesaran jantung (batas kiri 2cm lateral midclavicular line).

Informasi IV
Pemeriksaan neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal
N. Cranialis :
Parese N VII kiri tipe sentral
Parese N XII kiri tipe sentral
Mata hemianopsia homonim kiri
Fungsi motorik hemiparesis spastik kiri dengan kekuatan

Fungsi sensorik hemihipestesia kiri


Fungsi vegetatif dalam batas normal
Refleks fisiologis :
-

Biseps/triseps/radial +/

Ankle/achilles +/

Refleks patologis babinsky -/+


Refleks primitif tidak ditemukan
Interpretasi informasi IV
a. Parese N VII kiri tipe sentral
b. Parese N XII kiri tipe sentral
c. Mata hemianopsia homonim kiri
d.

Fungsi motorik hemiparesis spastik kiri dengan

kekuatan

Penilaian kekuatan motorik


0 : tidak dapat bergerak
1 : twitching
2:hanya mampu bergeser
3 : bisa diangkat, tidak dapat melawan gravitasi
4 : dapat melawan gravitasi, mengatasi sedikit tahanan
5 : normal
e.

Fungsi sensorik hemihipestesia kiri

f.

Refleks fisiologis :
-

Biseps/triseps/radial +/

Ankle/achilles +/

g.

Refleks patologis babinsky -/+ menandakan stroke hemoragik maupun non


hemoradik

3. Apa yang membedakan lesi sentral / Upper Motor Neuron dan lesi perifer / Lower Motor
Neuron
d. UMN
Adalah kawasan motorik sisi kontralateral, yang terkena sebelah tubuh bisa hemiparesis,
hemiplegic atau hemiparalesis karena lesinya menduduki kawasan susunan piramialis sesisi.
Tanda kelumpuhan UMN
a) Tonus otot meninggi / hipertonia
b) Hiperefleksia
c) Klonus

d) Reflek patologis
e) Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
f) Reflek automatisme spinal
e. LMN
Suatu lesi yang merusak motor neuron, akson, motor end plate atau otot skeletal, tidak
terdapat gerakan apapun.
Tanda-tanda kelumpuhan yang timbul pada LMN :
a) Hilangnya reflek tendon
b) Tidak adanya reflek patologis
c) Tonus otot menghilang
d) Atrofi otot terjadi cepat
4. Pemeriksaan apakah yang dapat membedakan lesi perifer atau sentral?
Untuk mengetahui letak lesi yang di derita apakah sentral atau perifer adalah dengan melihat
tanda dan gejala yang ada pada penderita. Pada lesi N.VII sentral menyebabkan kelumpuhan
dari bagian bawah wajah saja, sedangkan daerah sekitar mata dan dahi masih bisa bergerak
normal. Hal ini terjadi karena otot wajah mendapat persyarafan dari dua sisi jadi apabila daerah
sentral yang terdapat lesi maka yang mengalami kelemahan hanya bagian bawah wajah saja.
Sedangkan pada lesi N.VII perifer menyebabkan kelumpuhan seluruh daerah wajah karena
apabila terjadi lesi di perifer seluruh daerah persarafan wajah ikut terputus maka dari itu terjadi
kelumpuhan di seluruh bagian wajah. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Juwono, 1996).

Gambar 4 Tipe kelumpuhan UMN dan LMN


Perbedaan lain juga dapat dilihat dari tipe kelumpuhannya, yaitu:
1. LMN ditandai dengan :
- Kelemahan
- Atrofi
- Refleks tendon yang menurun atau hilang

- Atrofi otot
- Fasikulasi
2. UMN, ditandai dengan :
- Kelemahan
- Refleks tendon meningkat
- Refleks patologis
- Hemiparese atau paraparese
- Tidak atrofi
(Juwono, 1996)
5. Anatomi Nervus facialis?
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah keciali m. levator palpebrae (N.III),
otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nucleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga suhu dan rasa raba dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
(Snell, 2007)
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi sekuruh otot mimic wajah.
Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang menghantarkan rasa
pengecapan dari 2/3 anterior lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius
eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu
cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana dia membawa sensasi
pengecapan melalui nervus fasialis ke nucleus solitaries. Serabut-serabut sekremotor
menginervasi kelenjar lakrimalis melalui nervus petrosus supervisial major dan kelenjar
sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda timpani (Snell, 2007).

Gambar 5 Nervus fasialis


Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusen, dan serabut fasialis
dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral nukleus abducens sebelum
keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan
(jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh
lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama
dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior
vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut
geniculatum karena sangat dekat dengan genul nervus fasialis terus berjalan melalui kanalis
fasialis tepat dibawah ganglion geniculatum untuk meberi percabangan ke ganglion
pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisialis major,dan di sebelah yang lebih distal
memberi persarafan ke m stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis
keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan
terbagi menjadi 5 cabang yang melayani otot-otot wajah, m. Stilomastoideus, platisma, dan m.
digastrikus venter posterior. Bila terdapat lesi supranuklear, maka lesi bisa terletak di korteks

motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan
dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer (Sidharta, 2008).
Pada Bells Palsy paparan udara dingin seperti angin kencang, AC atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells Palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stylomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN (Sidharta, 2008).

Informasi V
Hasil laboratorium
Nilai normal
12,8 gr/dl
12 16gr/dl
40%
45 47%
8100/mm3
5.000 10.000/mm3
225.000/mm3
150.000 350.000/mm3
140mg/dl, 2 jam
70 115mg/dl
Gula Darah Puasa
PP 210 mg/dl
100 - 120mg/dl
Kolesterol total
265mg/dl
160 330mg/dl
HDL
45mg/dl
> 65mg/dl
LDL
175mg/dl
< 150mg/dl
Trigliserida
192mg/dl
20 200mg/dl
Asam urat
5,2mg/dl
2,5 9,0mg/dl
BUN
25mg/dl
825 mg/dl
Kreatinin serum
1,1mg/dl
0,5 1,3mg/dl
Tabel 3 Interpretasi informasi V (Price & Wilson, 2005)
Hb
PCV
Leukosit
Trombosit

Sasaran Belajar II

Normal
Normal
Normal
Normal

Normal

Normal
Normal
Normal
Normal

1. Definisi dan insidensi stroke


Definisi Stroke
a. Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang terjadi mendadak akibat gangguan peredaran
darah otak (Mardjono & Sidharta, 2009).
b. Stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pambatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson,
2005).
c. Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara lokal
atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap (WHO).
Insidensi Stroke
Stroke merupakan penyebab ketiga terjadinya kematian di Amerika Serikat. American Heart
Assosiation memperkirakan bahwa terjadi tiga juta penderita stroke per tahun dan 500.000
penderita stroke yang terjadi per tahun.
Dari data kementrian kesehatan (2008) menyebutkan bahwa stroke merupakan penyebab
kematian nomor 1 pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hal ini berhubungan dengan
komplikasi yang mungkin terjadi selama di rumah sakit.
2. Klasifikasi dan mekanisme stroke
Klasifikasi stroke
Menurut National of Neurologicals Disorders and Stroke (NINDS), berdasarkan etiologinya
dibedakan menjadi :
a. Stroke Hemoragik, yang terdiri atas :
a) Perdarahan Intracerebral (PIS)
b) Perdarahan Subarachnoid
c) Perdarahan Intra kranial oleh karena AVM
a. Stroke Non Hemoragik, yang berdasarkan perjalanan klinisnya terdiri dari :
a) TIA ( Transient Ischemic Attack)
b) RIND ( Reversible Ischemich Neurologis Defisit)
c) Progressing Stroke atau Stroke Non Evolution
d) Completed Stroke
(Price & Wilson, 2005)

Mekanisme stroke:

Bagan 4 Mekanisme stroke

3. Tanda dan gejala stroke


Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequate dan jumlah aliran darah kolateral.
Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya
(Sidharta, 2008).
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara
defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental
(Sidharta, 2008)
No

Gejala klinis

PIS

PSA

Gejala defisit lokal

berat

ringan

Permulaan (onset)

Menit/jam

1-2 menit

SNH
Berat / ringan

Nyeri kepala

hebat

Sangat hebat

Ringan tidak
ada kecuali ada
lesi di batang
otak

Muntah pada awalnya

sering

sering

Seringkali dapat
hilang

hipertensi

Hampir selalu

Biasanya tidak

kesadaran

Biasa hilang

Biasa hilanag
sebelah

Kaku kuduk

Jarang

Bisa ada

Tidak ada

hamiparesis

Sering sejak
awal

Permualaan
tidak ada

Sering dari awal

Deviasi mata

Bisa ada

Tidak ada

10

Gangguan bicara

sering

jarang

Mungkin ada

11

lcs

sering

selalu

sering

12

Paresis atau gangguan n III

Bisa ada
mungkin (+)
Tabel 4 Tanda dan gejala stroke
Tidak ada

Tidak ada (-)

Keterangan:
PIS : perdarahan intra serebral
PSA : perdarahan sub arahnoid
SNH : stroke non hemoraghik
4. Afasia terdiri dari afasia motorik dan sensorik.
Sindrom afasia

Afasia Motorik/
ekspresif

Afasia Sensorik/
reseptif

Tidak bisa
mengeluarkan
kata-kata

Terganggu/hilangnya kemampuan
untuk mengerti bahasa verbal dan
visual

Masih bisa
mengerti bahasa
verbal

Kemampuan untuk
mengucap/menulis kata2 masih
ada, walaupun tidak memiliki arti

Bahasa
Proses storage dan coding tidak
internalnya utuh
terjadi dengan baik
Bagan 5 Sindrom afasia (Mardjono dan Shidarta, 1988)
Agrafia/tidak

5. Menjelaskan patofisiologi dari gejala dan tanda stroke


Emboli
HIPERTENSI

Menghambat aliran darah ke otak

Cabang kortikal arteri cerebri ruptur


Otak kekurangan O2
Ekstravasasi darah ke intra
cerebral

Edem intertitial

Rilis vasokonstriktor
Vasopasme arteri
Iskemik

Tekanan intrakranial

Pusing, Nyeri kepala, Mual,


Muntah

Penurunan aliran O2 ke sel otak


Metabolisme anaerob
ATP tidak banyak terbentuk
+

Gangguan pompa Na dan K

K+ ekstrasel dan Na+ intra sel


depolarisasi
Rilis Glutamat
Ca2+ intrasel

Efek sitotoksik Ca2+


Kematian Sel Saraf

Gangguan sel pengemban


dan penggalak kewaspadaan
Gangguan di jaras
sensorik ispilateral lesi
Parese N.V

Penurunan
kesadaran

Hemipestesta kontra
lateral lesi
Penurunan sensibilitas &
supraorbita & maxilaris
kontralateral lesi

Gangguan traktus
kortikospinal & traktus
ekstra pyramidalis
Parese
N.VII

Parese
N.X
Parese N.XI
Parese
N.XII

Hemipharesis kontra
lateral lesi & ipsi lateral
lesi
Mulut menceng ipsilateral lesi & alis
kontralateral lesi tidak bias terangkat

Penurunan reflex muntah (sensorik)


Kelemahan
m.sternocleidomastoideus
&m.trapezius kontralateral lesi
Lidah deviasi kontralateral lesi

Bagan 6 Patofisiologi dari gejala dan tanda stroke

6. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


No
1

Umum
Umum

Kognitif

Nervus cranialis

Anggota gerak

Khusus
Tanda vital signs, termasuk irama jantung

Bising kardial, meningismus


Tingkat kesadaran, behavior

Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang

Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi)

Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi)

Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit)


Ptosis, refleks cahaya, konfrontasi lapangan pandang

Gerakan okuler, nistagmus

Paralisis fasial dan sensasi

Deviasi lidah dan palatum, disartria


Kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya

Ataksia

Sensasi

- Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar)


Tabel 5 Pemeriksaan fisik umum (Mardjono dan Shidarta, 1988)
No
1

Pemeriksaan
Neuroimaging
Px imaging pada

servikal & arteri


intrakranial

Laboratorium

Lain-lain

Penjelasan
-

CT Scan kepala

MRI kepala
CT angiografi atau MR angiografi

Doppler dan duplex ultrasonografi

Angiografi konvensional atau digital (jika akan dilakukan trombolisis

intra arterial)
Darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Na, K, Ureum,

kreatinin, CK, CK-MB, CRP


EKG

- Pungsi lumbal ( jika curiga perdarahan subarachnoid atau infeksi

meningo-vaskuler)
Tabel 6 Pemeriksaan neurologis (Mardjono dan Shidarta, 1988)

7. Skoring untuk penilaian jenis stroke


Stroke hemoragik dan non-hemoragik perlu dibedakan karena penatalaksanaan yang diberikan
akan berbeda juga. Kedua jenis stroke tersebut dapat dibedakan dengan memakai algoritma.

Stroke dengan onset < 6 jam biasanya memakai Siriraj Stroke Score, dan bila onset > 6 jam
biasanya memakai alogaritma Gajahmada.
Algoritma Gajahmada
Penderita stroke akut :

Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Refelks Babinski

Ketiganya atau dua (+) Ya Stroke perdarahan intraserebral


dari ketiganya ada
Tidak
Penurunan kesadaran

(+)

Nyeri kepala

(-) Ya Stroke perdarahan intraserebral

Refleks Babinski

(-)
Tidak

Penurunan kesadaran

(-)

Nyeri kepala

(+) Ya Stroke perdarahan intraserebral

Refleks Babinski

(-)
Tidak

Penurunan kesadaran

(-)

Nyeri kepala

(-) Ya Stroke non hemoragik

Refleks Babinski

(+)
Tidak

Penurunan kesadaran

(-)

Nyrei kepala

(-) Ya Stroke non hemoragik

Refleks Babinski

(-)

Pada kasus hasil anamnesis tidak didapatkan nyeri kepala sebelumnya dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan penurunan kesadaran, hanya didapatkan refleks Babinski.
Jadi, diagnosis etiologi pada kasus adalah Stroke Non Hemoragik.

Composmentis
Alert
0
C
Drowsy & stupor
1
Semicoma & coma
2
Vomiting/muntah
V
No
0
Yes
1
Headache
H a.
No
0
b.
Yes
1
Atheroma (angina, riwayat
A
DBP

diabetus, peny. jantung)


No
0
Yes
1
Diastolic Blood Pressure

Tabel 2 Siriraj Stroke Score (Duus, 1996)


Hasil :

1. SSS > 1

= Stroke hemoragik

2. SSS < -1

= Stroke non-hemoragik

Rumus:
SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP 3 A 12
Kasus:
SSS = 2,5 (0) + 2 (0) + 2 (0) + 0,1 (100) 3 (1) 12
= -5 Stroke non-hemoragik

Keterangan :
a. Alert

sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat, dapat berkomunikasi

b. Drowsy tidak tidur dan tidak begitu terjaga (waspada), perhatian terhadap sekeliling
berkurang, cenderung mengantuk.
c. Stupor pasien bergerak spontan, menjawab secara refleks terhadap nyeri, mendengar
dengan suara keras, penglihatan kuat, verbalisasi terbatas.
d. Semicoma tidak terdapat respon verbal, reaksi terhadap rangsangan kasar.
e. Coma tidak memberikan respon sama sekali, tidak bereaksi terhadap stimulus, refleks
pupil tidak ada
(Duus, 1996)
8. Diagnosis etiologi dan diagnosis banding stroke
Diagnosis
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu (Sidharta, 2008).
Menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari :
a. Serangan iskemia sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
c. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/ Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
d. Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
e. Stroke progresif (Progressive stroke/Stroke in evolution)
f. Gejala neurologik makin lama makin berat.
g. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent stroke)
h. Gejala klinis sudah menetap.
(Sidharta, 2008)
Anamnesis
Gejala-gejala :
Anamnesis
Stroke hemoragik
Stroke iskemik
Onset
Mendadak
Mendadak
Saat onset
Sedang aktif
Istirahat
Peringatan
+
Nyeri kepala
+++
+
Kejang
+
Muntah
+
Penurunan kesadaran
+++

Tabel 8 Anamnesis Stroke hemoragik dan Stroke Iskemik


9. Menentukan diagnosis topis berdasarkan keadaan klinis (mba winda)
10.Faktor resiko dan pencegahan stroke
Adanya faktor resiko stroke:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras
d) Genetik
a. Faktor resiko yang dapat diubah/ diobati/ dikendalikan/ diperkecil:
a) Hipertensi
b) Diabetes Melitus
c) Penyakit Jantung
d) Riwayat TIA/ stroke sebelumnya
e) Merokok
f)

Kolesterol tinggi

g) Dartah kental

h) Obesitas
i) Obat-obatan (kokain, amfetamin, extasy, heroin, dll)
(Mardjono & Sidharta, 2009)
11.Komplikasi stroke
Komplikasi yang mungkin terjadi pada stroke antara lain:
- Edema serebral
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Pendarahan intraserebral
- Kejang
- Depresi
- Luka baring
- Infeksi saluran kencing dan kontrol kandung kemih (urgensi dan inkontinensia)
- Pneumonia
- DVT (Deep Vein Thrombosis)
- Atrofi otot
(Mardjono & Sidharta, 2009)
Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah:
a. kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %,
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Embboli Pulmonum sekitar 3-10 %,
c. perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %,
d. dekubitus,
e. pneumonia,
f. stress,
g. bekuan darah,
h. nyeri pundak dan subluxation
(Junaidei, 2006).
Pada beberapa kasus, komplikasi dapat terjadi secara bertahap sebagai berikut:
Penyebab

umum

kematian

karena

stroke

iskemik

dan

hemoragik

adalah

kelainan

serebrovaskular yang terjadi pada minggu pertama. Pada minggu keempat dapat terjadi emboli
paru. Bronkopneumonia biasa terjadi pada bulan kedua dan ketiga dan setelah bulan ketiga
dapat menyebabkan penyakit jantung (Junaidei, 2006).
12.Penatalaksanaan stroke
Penatalaksanaan emergency stroke
1. Pastikan jalan nafas bersih (airway).
2. Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi > 95% (breathing).
3. Perbaiki sirkulasi (circulation) dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan normal
salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonik sebaiknya dihindari karena dapat
memperburuk edema serebri, contoh cairan dekstrose.

4. Jangan dulu mencoba menurunkan tekanan darah karena berisiko meningkatkan kerusakan
yang terjadi kecuali terdapat komplikasi hipertensif seperti edema pulmoner.
5. Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-20 mg slow i.v.
6. Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi perdarahan intraserebral dan sub
arakhnoid.
7. Setelah kondisi stabil, lakukan pemeriksaan penunjang dan laboratorium dan konsultasi
dengan ahli syaraf.
(Junaidei, 2006).
Prinsip 5B :
1.

Breathing

2.

Blood

3.

Brain

4.

Bowel

5.

Bladder

Terapi medikamentosa
1. Beri trombolisis rt-PA maksimal dalam 3 jam onset (terapi yang diijinkan Food and Drug
Association).
2. Beri anti koagulan dan anti platelet seperti aspirin 165-325 mg/hr dalam 48 jam sejak onset.
3. Atasi hipertensi dengan labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulang setiap 10
menit hingga dosis maksimal 300 mg.
(Junaidei, 2006).
13.Rehabilitasi medik stroke
a. Definisi WHO
a)

proses pengembangan fisik

b)

proses pengembangan kemampuan mekanisme kompensasi

c)

proses pengembangan kemandirian pendrita

d)

peningkatan kualitas hidup

b. Mobilisasi dini
a) monilisasi harus segera dilakukan dalam waktu 24-48 jam setelah pasien masuk ke
rumahsakit, namun harus dalam keadaan stabil.
b) mobilisasi dini bermanfaat untuk hasil pasien dengan mengurangi komplikasi
c) memiliki keuntungan psikologis untuk pasien.
c. Program rehabilitasi
a) Komprehensif
1. status neurologis stabil ( dalam waktu 3 hari pasien tidak bertambah parah)
2. defisin neurologis signifikan sebaiknya diidentifikasi

3. fungsi kognitif memadai


4. kemampuan komunikasi memadai
5. kemampuan fisik memtelerir program yang efektif
b) Rehabilitasi managemen
1. motor control recovery
2. hemiplegic arm function
3. increasing mobility
4. speech terapy
5. perceptual/cognitive teraphy
6. assessment of depression
7. assessment of sexuality
8. unilateral neglect
c) Terapi fungsi motorik
1. terapi convensional
2. terapi neurofisiologis
d) Program pendidikan keluarga
1. obat dan efek samping
2. pengendalian komplikasi medik dan pencegahan
3. pelatihan aktifitas dan pencegahan cedera
4. latihan menelan
e) Prognosis dipengaruhi oleh
1. penyebab stroke
2. beratnya stroke
3. lokasi stroke
4. usia
5. motivasi, cognitif, premorbid penderita dan keluarga
6. sosioekonomi keluarga
7. terjadinya gerakan volunter post stroke
8. waktu, frekuensi dan intensitas program rehabilitasi dan latihan
9. team rehabilitasi
14.Aspek psikososial stroke
Aspek Psikologi
Pasien stroke memiliki emosi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan karena rusaknya pusat
kontrol emosi pada pasien tersebut. Pasien stroke dapat tiba tiba menangis, marah,

kehilangan motivasi, serta kehilangan nafsu makan. Perawatan di rumah sakit yang lama dapat
membuat pasien stroke depresi. Selain lamanya perawatan di rumah sakit, lamanya proses
rehabilitasi bagi pasien stroke juga dapat menyebabkan depresi pada pasien stroke. Perubahan
emosi, depresi, serta disabilitas yang dialami oleh pasien stroke dapat membuat pasien stroke
mengalami perubahan sifat dan perilaku selama sakit (Demarquay, et al, 2005).
Aspek Sosial
Aspek sosial pada pasien stroke dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek finansial,
hubungan antarpersonal, perubahan kognitif, penurunan kemampuan sensorik, dan penurunan
kemampuan motorik.
1. Aspek Finansial
Stroke memerlukan penanganan yang cukup lama di rumah sakit, setelah itu membutuhkan
rehabilitasi yang juga tidak sebentar. Biaya yang digunakan untuk pasien stroke cukup besar.
Keluarga yang kepala keluarganya terkena stroke akan kehilangan penghasilan utamanya,
sehingga hal tersebut akan mengganggu jalannya kehidupan di keluarga tersebut
(Demarquay, et al, 2005).
2. Aspek Hubungan Antarpersonal
Pasien stroke akan mengalami kesulitan dalam memahami hal hal yang terjadi karena
penurunan kemampuan sensoriknya. Penurunan kemampuan motorik juga terjadi pada
pasien stroke. Pasien stroke dengan penurunan kemampuan sensorik dan motorik akan
mengalami gangguan komunikasi dengan orang orang disekitarnya (Demarquay, et al,
2005).
Pasien stroke membutuhkan bantuan dari orang orang sekitarnya, terutama keluarga,
terkait dengan disabilitas yang terjadi. Apabila di keluarga tidak ada yang memiliki waktu
untuk membantu pasien, penyakit stroke dapat bertambah buruk (Demarquay, et al, 2005).
3. Perubahan Kognitif
Pasien stroke akan mengalami perubahan kognitif seperti:
a. Penurunan kesadaran di bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan.
b. Penurunan kemampuan mengingat, hal ini dapat diatasi dengan memberikan notebook
pada pasien agar dapat mencatat hal hal penting yang terjadi.
c. Penurunan atensi.
d. Apraxia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan sehari hari yang
membutuhkan skill seperti memakai sepatu, mandi, berpakaian, dan lain lain.
e. Gangguan fungsi eksekutif, yaitu pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan
untuk dapat memulai serta mengakhiri sesuatu. Pasien stroke dapat diberikan notebook
yang berisi catatan akan hal hal yang harus dilakukannya agar dapat mempermudah
f.

pasien dalam memulai hal hal yang harus ia lakukan selama satu hari.
Pasein stroke juga mengalami penurunan kemampuan berbicara yang dikarenakan
afasia serta disarthria.

(Demarquay, et al, 2005).


4. Penurunan Kemampuan Sensoris
Pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan sensoris. Pasien akan mengalami
gangguan dalam menerima rangsang yang ada, selain itu pasien juga akan mengalami
kesulitan dalam memahami sesuatu (Demarquay, et al, 2005).
5. Penurunan Kemampuan Motorik
Pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan motorik karena kelumpuhannya.
Pasien akan mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mandi, berjalan, berpakaian, buang
air kecil dan buang air besar, makan, berbicara, serta kegiatan kegiatan lainnya
(Demarquay, et al, 2005).
15.Prognosis stroke
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologiknya
stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan maturasi iskemi otak. Infark luas yang
menimbulkan hemiplegi dan penurunan kesadaran 30-40 %.3 Sekitar 10 % pasien dengan
stroke iskemik membaik dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang akan
mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung
kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama kematian setelah jangka panjang
adalah penyakit jantung (Chusid, 1993).
16.Aspek etis pada stroke
1. Hal-hal yang menjadi isu etik dalam bidang hubungannya dengan penyakit stroke adalah
berkaitan dengan pasien itu sendiri. Pasien stroke kebanyakan usianya sudah lanjut dan
mengalami defisit neurologis (afasia, kelumpuhan, dalam keaadaan penurunan keasadaran,
dll) menjadikannya memiliki keterbatasan dalam pengambilan keputusan terapi maupun
modalitas yang diperlukan. Dalam hal ini informed consent yang diberikan biasanya
bergantung pada keluarga pasien. Jika keluarga pasien dan si pasien sama-sama memiliki
keinginan yang sama untuk sembuh tentunya hal ini tidak menjadi masalah, namun apabila
terjadi konflik yaitu hal yang tidak sesuai dengan kemauan pasien maupun keluarga maka
hal ini akan menjadi masalah (Demarquay, et al, 2005).
2. Hal lain yang turut menjadi isu etik adalah jika keluarga pasien tidak mau untuk merawat
pasien di rumah, padahal pasien sebenarnya sudah dapat pulang maka hal ini akan menjadi
dilemma. Pasien pengguna jamkesmas juga pasien yang tidak menggunakannya akan
menghabiskan lebih banyak biaya untuk rumah sakit padahal sebenarnya sudah dapat
pulang ke rumah namun jika pasien pulang ke rumah juga belum tentu akan lebih baik
karena sanak saudara yang merawat belum tentu merawat dengan baik seperti di rumah
sakit dengan pengawasan langsung dari dokter (Demarquay, et al, 2005).

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Demarquay, G. et al., 2005. Ethical Issues of Informed Consent in Acute Stroke. Cerebrovascular
Diseases, 19, pp.65-68.
Duus, P., 1996. Diagnosis Topik Neurologi. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Ginsberg, L., 2007. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga.
Harsono, 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yohyakarta: Gajah Mada University Press.
Hartwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Penyakit Serebrovaskular dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.

Hatwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.
Hatwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Evaluasi Pasien Neurologik dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.
Juwono, T., 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Mardjono, M. & Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Martini, K., 1998. Foundation of Anatomy and Physiology. USA: Prentice Hall.
Martini, F.H., 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 7th ed. San Fransisco: Pearson
Education.
Martini, F.H. & William, C.O., 2006. Intergrative Function dalam Martini : Fundamentals of Anatomy
and Physiology. 7th ed. Philadelphia: Prentice Hall Inc.
Price, S.A. & Wilson, L.M., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC.
Sacco, M.M.R.L., 2001. Newer Risk Factors for Stroke. New York: Department of Neurology Columbia University College of Physicians.
Sherwood, L., 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Sidharta, P., 1999. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat.
Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik. 6th ed. Jakarta: EGC.
Snell, R.S., 2007. Neuroanatomi Klinik. 5th ed. Jakarta: EGC.
Mardjono, M. & Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai