Tutor
dr. Miko Ferine
Kelompok 9:
G1A008027
Tini Rohmantini
G1A008028
G1A008029
G1A008074
Aniek Marsetyowati
G1A008075
G1A008076
G1A008117
Novania Indriasari
G1A008118
Hamidatul Ulfah
G1A008119
Rijal Maulana M
G1A007109
Winda Astuti
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi I
Ny. Kara berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh suaminya dengan keluhan
kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Ny. Kara mengatakan bahwa saat ia bangun pagi 1
hari yang lalu, tiba-tiba dia merasa tangan dan kaki kirinya terasa lemah. Dia masih bisa berjalan
dan makan sendiri. Sore harinya ia merasakan bahwa tangan dan kaki kirinya semakin lemah. Ny.
Kara bahkan tidak dapat mengangkat gelas. Pada malam hari saat Ny. Kara berusaha bangun dari
tempat tidurnya untuk buang air kecil, ia merasa kelemahannya semakin berat. Ia tidak bisa
berjalan tanpa bantuan. Selama terjadi serangan Ny. Kara tidak mengeluh nyeri kepala, tidak
muntah maupun pusing berputar.
Suaminya mengatakan bahwa wajah Ny. Kara tidak simetris. Mulutnya menceng ke kanan
dan bicaranya menjadi tidak jelas (pelo). Keluarganya baru memanggil dokter untuk memeriksakan
Ny. Kara keesokan harinya, kemudian dokter merujuknya ke rumah sakit.
Klarifikasi Istilah
Hemiparesis
Hemiplegia
: paralisis satu sisi tubuh termasuk ekstrimitas atas, satu sisi badan, ekstrimitas
bawah yang lebih berat (Mardjono & Sidharta, 2009).
Batasan Masalah
Identitas
: Ny. Kara
Umur
: 65 tahun
Keluhan utama
Onset
Lokasi
Kualitas
: Semakin memberat
Progress
Identifikasi Masalah
1. Anatomi dan fisiologi Sistem Saraf Pusat!
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon') dan sumsum tulang
belakang (bahasa Latin: medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak,
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas
tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis (Mardjono & Sidharta, 2009).
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai
endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala.
Diantara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural (Snell, 2007).
2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di
dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang
mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan
untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik (Snell, 2007).
3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan
permukaan otak (Snell, 2007).
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem
saraf pusat (Snell, 2007).
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian
putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih (Martini, 2006).
Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan
pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,
arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak (Snell, 2007).
Gambar 1 Otak terdiri dari tiga bagian: Batang otak, Cerebellum, dan Cerebrum.
Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal, dan oksipital
Otak dibagi menjadi 6 divisi utama:
1. Serebrum, forebrain/prosensefalon
Terdapat 2 hemisfer, yaitu hemisfer kanan (mengontrol tangan kiri, pengenalan terhadap
musik dan artistik, ruang dan pola persepsi, pandangan dan imajinasi) dan hemisfer kiri
(mengontrol tangan kanan, bahasa lisan dan tulisan, ketrampilan numerik, sintifik, dan
penalaran) (Snell, 2007).
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis merupakan pusat intelegensia, terdapat daerah motorik di bagian
anterior sulcus centralis dan dibagian posterior sulcus centralis merupakan area
sensorik. Adanya
suatu
kelainan
yang
menetap
pada
Sistem Limbik
a. Menerima informasi dari berbagai area asosiasi di korteks serebri dan sinyal ini melalui
nukleus accumbens (NA).
b. Terdiri dari:
1) Hipokampus, bagian yg berperan dalam waktu lama proses
belajar dan
2. Serebelum
Serebelum membandingkan antara informasi yang diterima dari pusat pengontrolan yang
lebih tinggi tentang apa yang sebaiknya otot lakukan dan sistem saraf perifer tentang apa
yg otot lakukan memberi sinyal umpan balik untuk mengoreksi gerakan dikirim ke
serebrum melalui thalamus gerakan yang lebih halus, cepat, terkoordinasi, dan terampil;
mempertahankan posisi dan keseimbangan (Snell, 2007).
3. Midbrain (Mesensephalon)
a. Superior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan bola mata ketika berespons
terhadap rangsang visual
b. Inferior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan tubuh ketika berepons terhadap
rangsang suara
Formasio Retikular: bagian inti dari substansia grisea yang terbentang dari medula
oblongata ke midbrain dan terbentuk dari ribuan neuron kecil yang tersusun seperti jaring
(reticular=net). RAS (Reticular Activating System) jalur polisinaps yang terdapat dalam
formasio retikular; menentukan tingkat kesadaran dan jaga yang memungkinkan
terbentuknya persepsi (Snell, 2007).
4. Pons
Pusat pernapasan:
a. Pusat apneustik, mengontrol kontraksi otot inspirasi.
b. Pusat pneumotaksik mengontrol relaksasi otot pernapasan sehingga terjadi ekspirasi.
(Martini, 2006)
5. Medula Oblongata
a. Pusat pernafasan:
1) Dorsal group, kelompok neuron yang membentuk pernapasan otomatis.
2) Ventral group, kelompok neuron yang mempersarafi otot-otot pernapasan. Terdapat
kemoreseptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion H + & konsentrasi
CO2.
b. Pusat pengaturan jantung :
Cardioaccelerator center meningkatkan denyut dan kekuatan kontraksi jantung (mll
saraf simpatis) dan cardioinhibitori center menurunkan denyut jantung ke pacemaker
N.vagus (saraf parasimpatis).
c. Pusat vasomotor mengontrol diameter pembuluh darah melalui saraf simpatis dalam
pengaturan tekanan darah
d. Pusat refleks nonvital refleks menelan, muntah, batuk, bersin, dan tersedak
(Martini, 2006)
2. Menjelaskan anatomi dan fungsi saraf cranialis!
a. Anatomi N. Cranial
Ada 12 N. Cranialis yang meninggalkan otak melalui fissura dan foramina di otak, yaitu:
1. Nervus Olfactorius (N. I)
N. olfactorius berasal dari sel-sel reseptor olfactorius pada mucosa olfactorius. Mukosa ini
terletak pada bagian atas cavum nasi di atas concha nasalis superior. Berkas serabutserabut n. olfactorius ini berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribrosa ossis
ethmoidalis untuk masuk ke dalam bulbus olfactorius di dalam rongga cranium. bulbus
olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebri oleh tractus olfactorius
(Snell, 2006).
2. Nervus Opticus (N. II)
N. opticus merupakan kumpulan axon sel-sel lapisan ganglionik retina. N. opticus muncul
dari bagian belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus
untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n. opticus sisi
lainnya membentuk chiasma opticum (Snell, 2006).
3. Nervus Oculomotorius (N. III)
N. Oculomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini berjalan ke
depan di antara a. cerebri posterior dan a. cerebelli superior. Kemudian berjalan terus ke
depan di dalam fossa cranii anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Di sini, saraf
ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke rongga
orbita melalui fissura orbitalis superior (Snell, 2006).
4. Nervus Trochlearis (N. IV)
N. trochlearis adalah saraf cranial yang paling langsing, meninggalkan permukaan
posterior mesencephalon dan segera menyilang saraf sisi lainnya. N. trochlearis berjalan
ke depan melalui fossa cranii media pada dinding lateral sinus cavernosus (Snell, 2006).
5. Nervus Trigemius (N. V)
N. trigeminus merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior pons
sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar. Saraf ini berjalan ke
depan dari fossa cranii posterior untuk mencapai apex pars petrosa ossis temporalis di
dalam fossa cranii media. Di sini, radix sensorik membesar membentuk ganglion
trigeminus. Radix motorik n. trigeminus terletak di bawah ganglion sensorik dan tidak
mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. ophthalamicus (N. V1), n. maxillaris (N.
V2), dan n. mandibularis (N. V3) berasal dari pinggir anterior ganglion (Snell, 2006).
6.
cavernosus di dalam fossa cranii media dan masuk orbita melalui fissura orbitalis superior
(Snell, 2006).
7. Nervus Facialis (N. VII)
N. facialis muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior otak belakang di antara
pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior
bersama n. vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars
petrosa ossis temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis
yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada
telinga tengah dan aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui
foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui glandula parotis
ke daerah distribusinya (Snell, 2006).
8. Nervus Vestibulocochlearis (N. VIII)
N. vestibulocochlearis terdiri atas dua berkas saraf sensorik, yaitu vestibularis dan
cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan permukaan anterior otak antara pons dan
medulla oblongata, dan melewati fossa cranii posterior kemudian masuk ke meatus
acusticus internus bersama n. facialis (Snell, 2006).
9.
dan masuk ke cranium melalui foramen magnum. Radix spinalis maupun radix cranialis
bertemu dan berjalan bersama melalui bagian tengah foramen jugulare (Snell, 2006).
12. Nervus Hypoglossus (N. XII)
N. hypoglossus adalah saraf motorik untuk otot-otot lidah. Berasal dari medulla oblongata
dan meninggalkan tengkorak melalui canalis nervi hypoglossi os occipitale. Kemudian
berjalan berdekatan dengan N. IX, X, XI, a. carotis interna, dan v. jugularis interna. Saraf
ini berjalan di antara a. carotis interna, dan v. jugularis interna sampai mencapai pinggir
bawah venter posterior m. digastricus, disini n. Hypoglossus akan membelok ke depan
dan medial. Saraf ini kemudian menyilang a. carotis interna dan externa serta mengait a.
lingualis. Kemudian berjalan kedepan dan atas, profunda terhadap m. mylohyideus (Snell,
2006).
b. Fungsi N. Cranial
Saraf
Jenis
Fungsi
Olfaktorius
Optikus
Okulomotoris
Troklearis
I
II
III
IV
Membau
Penglihatan
Pergerakan mata kedalam, keatas, elevasi alis, mata, konstriksi
Abducens
VI
Trigeminus
Tractus Corticobulbar
N. III, N. IV, N. VI
Corticonuclear
A. Subklavia Sinistra
A. Subklavia Dextra
A. Carotis Interna
A. Cerebri Anterior
A. Communicans Anterior
A. Cerebri Anterior
A. Vertebralis
A. Cerebri Media
A. Basilaris
A. Cerebri Posterior
A. Calcarina
A. Communicans Posterior
6.
Penyebab hemiparesis?
Penyebab hemiparesis terjadi karena ada penyakit yang menyerang penderita, jadi hemiparesis
merupakan suatu gejala dari sebuah penyakit bukanlah sebuah penyakit. Hemiparesis biasanya
disebabkan karena trauma, lesi, tumor, dll. Trauma/lesi/tumor tersebut menekan atau mendesak
saraf upper motor neuron sehingga menyebabkan hemiparesis (Mahar & Priguna, 2009).
7.
8.
Informasi II
Riwaya kesehatan
Ny. Kara menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak teratur kontrol. Tidak ada
riwayat DM maupun penyakit jantung, tetapi Ny. Kara merupakan seorang perokok berat. Tidak ada
riwayat sakit seperti ini dalam keluarga.
Adapun informasi tambahan diatas menambahkan referensi hipotesis sementara kasus Ny. Kara
dilihat dari berbagai gejala dan tanda yang dialaminya, hipotesisnya antara lain:
1. Stroke Non Hemoragic
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskuar
Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam
otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu
(Harsono,1996).
2. Stroke Hemoragic
Stroke Hemoragic adalah stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh darar otak, baik
intrakarnial maupun subaraknoid.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1.
2.
Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Tanda Gejala
Stroke hemoragik
Onset
Saat onset
Peringatan
Nyeri kepala
Kejang-kejang
Muntah
Kesadaran menurun
Bradikardi
Udem pupil
Mendadak
Sedang aktif
-+++
+
+
+++
++ (dari permulaan)
Sering +
Stroke non
hemoragik
Mendadak
Istirahat
++ (TIA)
+/+/+/- (hari keempat)
-
Kasus
Mendadak
Istirahat
Somnolen
-
Kaku kuduk
Tanda Kering,
Brudzinki
+++
batang otak :
1.
tumor
2.
infark
3.
b. tulang petrosa :
1. infeksi telinga tengah
2. herpes zozter
c. wajah :
1. tumor parotis dan pembedahan trauma
(Lionel, 2007)
4. Syndrom guillain-barre
Syndrom guillain-barre merupakan penyakit neuropati inflamasi akut. Pada sebagian besar
pasien sindrom ini berkaitan dengan kejadian infeksi yang dialami sebelumnya. Gejala yang
ditimbulkan biasanya seperti nyeri spinal dan gejala sensoris ringan. Paralisis tungkai kemudian
lengan bisa diikuti dengan keterlibatan saraf kranial dan diplopia, garis wajah turun, disfagia dan
ketidak jelasan bicara. Onset gejala bisa sangat cepat mulai beberapa jam hingga beberapa hari
namun dipastikan kurang dari 1 bulan (Lionel, 2007).
Penyebabnya kurang diketahui tetapi mekanisme patogenetik mencangkup kerusakan akson
pada sistem saraf perifer karena inflamasi yang dibicu oleh beberapa agen seperti :
a.
virus
1.
citomegalovirus
2.
virus epstein-bar
3.
b.
HIV
Bakteri
1.
mycoplasma pneumoniae
2.
campylobacter jejuni
c.
vaksin
1.
(Lionel, 2007)
Sasaran Belajar 1
1. Apa yang dimaksud kaku kuduk?
Kaku
kuduk adalah keadaan dimana adanya hiperfleksi pada otot-otot kuduk yang
menyebabkan menempelnya daerah belakang kepaladan dagu yang terlihat menempel pada
bagian tengkuk dan dada, biasanya keadaan ini terjadi pada iritasi/infeksi meningeal (Lionel,
2007).
2. Tanda-tanda brudzinki
a. Tanda Brudzinki 1
Dengan tangan yang di tempelkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita
tekukan kepalanya sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tang pemeriksa satu lagi
sebaiknya di tempelkan di dada pasien untung mencegah diangkatnya badan. Bila tanda
Brudzinki positif maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai, sebelumnya perlu
diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.
b. Tanda Brudzinki 2
Pasien berbaring satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedangkan tungkai
yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula
terfleksi maka disebut tanda Brudzinki II positif, perlu diperiksa terlebih dahulu apakah ada
terdapat kelumpuhan pada tungkai.
c. Tanda Brudzinki 3
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusuloleh gerakan
fleksi secara reflektorik keatas sejenak dari kedua tangan.
d. Tanda Brudzinki 4
Penekanan pada sinfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik
pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.
Informasi III
Pemeriksaan fisik
KU
: sadar penuh
Tekanan darah
: 190/100 mmHg
Denyut nadi
: 92x/menit, reguler
Respirasi
: 22x/menit
Suhu tubuh
: 36,3C
Dari pemeriksaan status interna hanya didapatkan pembesaran jantung (batas kiri 2cm lateral
midclavicular line), lainnya dalam batas normal.
Interpretasi informasi III
Dari informasi 3 didapatkan peningkatan tekanan darah yaitu 190/100mmHG, dan dari pemeriksaan
status interna hanya didapatkan pembesaran jantung (batas kiri 2cm lateral midclavicular line).
Informasi IV
Pemeriksaan neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal
N. Cranialis :
Parese N VII kiri tipe sentral
Parese N XII kiri tipe sentral
Mata hemianopsia homonim kiri
Fungsi motorik hemiparesis spastik kiri dengan kekuatan
Biseps/triseps/radial +/
Ankle/achilles +/
kekuatan
f.
Refleks fisiologis :
-
Biseps/triseps/radial +/
Ankle/achilles +/
g.
3. Apa yang membedakan lesi sentral / Upper Motor Neuron dan lesi perifer / Lower Motor
Neuron
d. UMN
Adalah kawasan motorik sisi kontralateral, yang terkena sebelah tubuh bisa hemiparesis,
hemiplegic atau hemiparalesis karena lesinya menduduki kawasan susunan piramialis sesisi.
Tanda kelumpuhan UMN
a) Tonus otot meninggi / hipertonia
b) Hiperefleksia
c) Klonus
d) Reflek patologis
e) Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
f) Reflek automatisme spinal
e. LMN
Suatu lesi yang merusak motor neuron, akson, motor end plate atau otot skeletal, tidak
terdapat gerakan apapun.
Tanda-tanda kelumpuhan yang timbul pada LMN :
a) Hilangnya reflek tendon
b) Tidak adanya reflek patologis
c) Tonus otot menghilang
d) Atrofi otot terjadi cepat
4. Pemeriksaan apakah yang dapat membedakan lesi perifer atau sentral?
Untuk mengetahui letak lesi yang di derita apakah sentral atau perifer adalah dengan melihat
tanda dan gejala yang ada pada penderita. Pada lesi N.VII sentral menyebabkan kelumpuhan
dari bagian bawah wajah saja, sedangkan daerah sekitar mata dan dahi masih bisa bergerak
normal. Hal ini terjadi karena otot wajah mendapat persyarafan dari dua sisi jadi apabila daerah
sentral yang terdapat lesi maka yang mengalami kelemahan hanya bagian bawah wajah saja.
Sedangkan pada lesi N.VII perifer menyebabkan kelumpuhan seluruh daerah wajah karena
apabila terjadi lesi di perifer seluruh daerah persarafan wajah ikut terputus maka dari itu terjadi
kelumpuhan di seluruh bagian wajah. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Juwono, 1996).
- Atrofi otot
- Fasikulasi
2. UMN, ditandai dengan :
- Kelemahan
- Refleks tendon meningkat
- Refleks patologis
- Hemiparese atau paraparese
- Tidak atrofi
(Juwono, 1996)
5. Anatomi Nervus facialis?
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah keciali m. levator palpebrae (N.III),
otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nucleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga suhu dan rasa raba dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
(Snell, 2007)
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi sekuruh otot mimic wajah.
Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang menghantarkan rasa
pengecapan dari 2/3 anterior lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius
eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu
cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana dia membawa sensasi
pengecapan melalui nervus fasialis ke nucleus solitaries. Serabut-serabut sekremotor
menginervasi kelenjar lakrimalis melalui nervus petrosus supervisial major dan kelenjar
sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda timpani (Snell, 2007).
motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan
dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer (Sidharta, 2008).
Pada Bells Palsy paparan udara dingin seperti angin kencang, AC atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells Palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stylomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN (Sidharta, 2008).
Informasi V
Hasil laboratorium
Nilai normal
12,8 gr/dl
12 16gr/dl
40%
45 47%
8100/mm3
5.000 10.000/mm3
225.000/mm3
150.000 350.000/mm3
140mg/dl, 2 jam
70 115mg/dl
Gula Darah Puasa
PP 210 mg/dl
100 - 120mg/dl
Kolesterol total
265mg/dl
160 330mg/dl
HDL
45mg/dl
> 65mg/dl
LDL
175mg/dl
< 150mg/dl
Trigliserida
192mg/dl
20 200mg/dl
Asam urat
5,2mg/dl
2,5 9,0mg/dl
BUN
25mg/dl
825 mg/dl
Kreatinin serum
1,1mg/dl
0,5 1,3mg/dl
Tabel 3 Interpretasi informasi V (Price & Wilson, 2005)
Hb
PCV
Leukosit
Trombosit
Sasaran Belajar II
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Mekanisme stroke:
Gejala klinis
PIS
PSA
berat
ringan
Permulaan (onset)
Menit/jam
1-2 menit
SNH
Berat / ringan
Nyeri kepala
hebat
Sangat hebat
Ringan tidak
ada kecuali ada
lesi di batang
otak
sering
sering
Seringkali dapat
hilang
hipertensi
Hampir selalu
Biasanya tidak
kesadaran
Biasa hilang
Biasa hilanag
sebelah
Kaku kuduk
Jarang
Bisa ada
Tidak ada
hamiparesis
Sering sejak
awal
Permualaan
tidak ada
Deviasi mata
Bisa ada
Tidak ada
10
Gangguan bicara
sering
jarang
Mungkin ada
11
lcs
sering
selalu
sering
12
Bisa ada
mungkin (+)
Tabel 4 Tanda dan gejala stroke
Tidak ada
Keterangan:
PIS : perdarahan intra serebral
PSA : perdarahan sub arahnoid
SNH : stroke non hemoraghik
4. Afasia terdiri dari afasia motorik dan sensorik.
Sindrom afasia
Afasia Motorik/
ekspresif
Afasia Sensorik/
reseptif
Tidak bisa
mengeluarkan
kata-kata
Terganggu/hilangnya kemampuan
untuk mengerti bahasa verbal dan
visual
Masih bisa
mengerti bahasa
verbal
Kemampuan untuk
mengucap/menulis kata2 masih
ada, walaupun tidak memiliki arti
Bahasa
Proses storage dan coding tidak
internalnya utuh
terjadi dengan baik
Bagan 5 Sindrom afasia (Mardjono dan Shidarta, 1988)
Agrafia/tidak
Edem intertitial
Rilis vasokonstriktor
Vasopasme arteri
Iskemik
Tekanan intrakranial
Penurunan
kesadaran
Hemipestesta kontra
lateral lesi
Penurunan sensibilitas &
supraorbita & maxilaris
kontralateral lesi
Gangguan traktus
kortikospinal & traktus
ekstra pyramidalis
Parese
N.VII
Parese
N.X
Parese N.XI
Parese
N.XII
Hemipharesis kontra
lateral lesi & ipsi lateral
lesi
Mulut menceng ipsilateral lesi & alis
kontralateral lesi tidak bias terangkat
Umum
Umum
Kognitif
Nervus cranialis
Anggota gerak
Khusus
Tanda vital signs, termasuk irama jantung
Ataksia
Sensasi
Pemeriksaan
Neuroimaging
Px imaging pada
Laboratorium
Lain-lain
Penjelasan
-
CT Scan kepala
MRI kepala
CT angiografi atau MR angiografi
intra arterial)
Darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Na, K, Ureum,
meningo-vaskuler)
Tabel 6 Pemeriksaan neurologis (Mardjono dan Shidarta, 1988)
Stroke dengan onset < 6 jam biasanya memakai Siriraj Stroke Score, dan bila onset > 6 jam
biasanya memakai alogaritma Gajahmada.
Algoritma Gajahmada
Penderita stroke akut :
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Refelks Babinski
(+)
Nyeri kepala
Refleks Babinski
(-)
Tidak
Penurunan kesadaran
(-)
Nyeri kepala
Refleks Babinski
(-)
Tidak
Penurunan kesadaran
(-)
Nyeri kepala
Refleks Babinski
(+)
Tidak
Penurunan kesadaran
(-)
Nyrei kepala
Refleks Babinski
(-)
Pada kasus hasil anamnesis tidak didapatkan nyeri kepala sebelumnya dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan penurunan kesadaran, hanya didapatkan refleks Babinski.
Jadi, diagnosis etiologi pada kasus adalah Stroke Non Hemoragik.
Composmentis
Alert
0
C
Drowsy & stupor
1
Semicoma & coma
2
Vomiting/muntah
V
No
0
Yes
1
Headache
H a.
No
0
b.
Yes
1
Atheroma (angina, riwayat
A
DBP
1. SSS > 1
= Stroke hemoragik
2. SSS < -1
= Stroke non-hemoragik
Rumus:
SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP 3 A 12
Kasus:
SSS = 2,5 (0) + 2 (0) + 2 (0) + 0,1 (100) 3 (1) 12
= -5 Stroke non-hemoragik
Keterangan :
a. Alert
b. Drowsy tidak tidur dan tidak begitu terjaga (waspada), perhatian terhadap sekeliling
berkurang, cenderung mengantuk.
c. Stupor pasien bergerak spontan, menjawab secara refleks terhadap nyeri, mendengar
dengan suara keras, penglihatan kuat, verbalisasi terbatas.
d. Semicoma tidak terdapat respon verbal, reaksi terhadap rangsangan kasar.
e. Coma tidak memberikan respon sama sekali, tidak bereaksi terhadap stimulus, refleks
pupil tidak ada
(Duus, 1996)
8. Diagnosis etiologi dan diagnosis banding stroke
Diagnosis
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu (Sidharta, 2008).
Menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari :
a. Serangan iskemia sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
c. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/ Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
d. Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
e. Stroke progresif (Progressive stroke/Stroke in evolution)
f. Gejala neurologik makin lama makin berat.
g. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent stroke)
h. Gejala klinis sudah menetap.
(Sidharta, 2008)
Anamnesis
Gejala-gejala :
Anamnesis
Stroke hemoragik
Stroke iskemik
Onset
Mendadak
Mendadak
Saat onset
Sedang aktif
Istirahat
Peringatan
+
Nyeri kepala
+++
+
Kejang
+
Muntah
+
Penurunan kesadaran
+++
Kolesterol tinggi
g) Dartah kental
h) Obesitas
i) Obat-obatan (kokain, amfetamin, extasy, heroin, dll)
(Mardjono & Sidharta, 2009)
11.Komplikasi stroke
Komplikasi yang mungkin terjadi pada stroke antara lain:
- Edema serebral
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Pendarahan intraserebral
- Kejang
- Depresi
- Luka baring
- Infeksi saluran kencing dan kontrol kandung kemih (urgensi dan inkontinensia)
- Pneumonia
- DVT (Deep Vein Thrombosis)
- Atrofi otot
(Mardjono & Sidharta, 2009)
Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah:
a. kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %,
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Embboli Pulmonum sekitar 3-10 %,
c. perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %,
d. dekubitus,
e. pneumonia,
f. stress,
g. bekuan darah,
h. nyeri pundak dan subluxation
(Junaidei, 2006).
Pada beberapa kasus, komplikasi dapat terjadi secara bertahap sebagai berikut:
Penyebab
umum
kematian
karena
stroke
iskemik
dan
hemoragik
adalah
kelainan
serebrovaskular yang terjadi pada minggu pertama. Pada minggu keempat dapat terjadi emboli
paru. Bronkopneumonia biasa terjadi pada bulan kedua dan ketiga dan setelah bulan ketiga
dapat menyebabkan penyakit jantung (Junaidei, 2006).
12.Penatalaksanaan stroke
Penatalaksanaan emergency stroke
1. Pastikan jalan nafas bersih (airway).
2. Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi > 95% (breathing).
3. Perbaiki sirkulasi (circulation) dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan normal
salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonik sebaiknya dihindari karena dapat
memperburuk edema serebri, contoh cairan dekstrose.
4. Jangan dulu mencoba menurunkan tekanan darah karena berisiko meningkatkan kerusakan
yang terjadi kecuali terdapat komplikasi hipertensif seperti edema pulmoner.
5. Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-20 mg slow i.v.
6. Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi perdarahan intraserebral dan sub
arakhnoid.
7. Setelah kondisi stabil, lakukan pemeriksaan penunjang dan laboratorium dan konsultasi
dengan ahli syaraf.
(Junaidei, 2006).
Prinsip 5B :
1.
Breathing
2.
Blood
3.
Brain
4.
Bowel
5.
Bladder
Terapi medikamentosa
1. Beri trombolisis rt-PA maksimal dalam 3 jam onset (terapi yang diijinkan Food and Drug
Association).
2. Beri anti koagulan dan anti platelet seperti aspirin 165-325 mg/hr dalam 48 jam sejak onset.
3. Atasi hipertensi dengan labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulang setiap 10
menit hingga dosis maksimal 300 mg.
(Junaidei, 2006).
13.Rehabilitasi medik stroke
a. Definisi WHO
a)
b)
c)
d)
b. Mobilisasi dini
a) monilisasi harus segera dilakukan dalam waktu 24-48 jam setelah pasien masuk ke
rumahsakit, namun harus dalam keadaan stabil.
b) mobilisasi dini bermanfaat untuk hasil pasien dengan mengurangi komplikasi
c) memiliki keuntungan psikologis untuk pasien.
c. Program rehabilitasi
a) Komprehensif
1. status neurologis stabil ( dalam waktu 3 hari pasien tidak bertambah parah)
2. defisin neurologis signifikan sebaiknya diidentifikasi
kehilangan motivasi, serta kehilangan nafsu makan. Perawatan di rumah sakit yang lama dapat
membuat pasien stroke depresi. Selain lamanya perawatan di rumah sakit, lamanya proses
rehabilitasi bagi pasien stroke juga dapat menyebabkan depresi pada pasien stroke. Perubahan
emosi, depresi, serta disabilitas yang dialami oleh pasien stroke dapat membuat pasien stroke
mengalami perubahan sifat dan perilaku selama sakit (Demarquay, et al, 2005).
Aspek Sosial
Aspek sosial pada pasien stroke dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek finansial,
hubungan antarpersonal, perubahan kognitif, penurunan kemampuan sensorik, dan penurunan
kemampuan motorik.
1. Aspek Finansial
Stroke memerlukan penanganan yang cukup lama di rumah sakit, setelah itu membutuhkan
rehabilitasi yang juga tidak sebentar. Biaya yang digunakan untuk pasien stroke cukup besar.
Keluarga yang kepala keluarganya terkena stroke akan kehilangan penghasilan utamanya,
sehingga hal tersebut akan mengganggu jalannya kehidupan di keluarga tersebut
(Demarquay, et al, 2005).
2. Aspek Hubungan Antarpersonal
Pasien stroke akan mengalami kesulitan dalam memahami hal hal yang terjadi karena
penurunan kemampuan sensoriknya. Penurunan kemampuan motorik juga terjadi pada
pasien stroke. Pasien stroke dengan penurunan kemampuan sensorik dan motorik akan
mengalami gangguan komunikasi dengan orang orang disekitarnya (Demarquay, et al,
2005).
Pasien stroke membutuhkan bantuan dari orang orang sekitarnya, terutama keluarga,
terkait dengan disabilitas yang terjadi. Apabila di keluarga tidak ada yang memiliki waktu
untuk membantu pasien, penyakit stroke dapat bertambah buruk (Demarquay, et al, 2005).
3. Perubahan Kognitif
Pasien stroke akan mengalami perubahan kognitif seperti:
a. Penurunan kesadaran di bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan.
b. Penurunan kemampuan mengingat, hal ini dapat diatasi dengan memberikan notebook
pada pasien agar dapat mencatat hal hal penting yang terjadi.
c. Penurunan atensi.
d. Apraxia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan sehari hari yang
membutuhkan skill seperti memakai sepatu, mandi, berpakaian, dan lain lain.
e. Gangguan fungsi eksekutif, yaitu pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan
untuk dapat memulai serta mengakhiri sesuatu. Pasien stroke dapat diberikan notebook
yang berisi catatan akan hal hal yang harus dilakukannya agar dapat mempermudah
f.
pasien dalam memulai hal hal yang harus ia lakukan selama satu hari.
Pasein stroke juga mengalami penurunan kemampuan berbicara yang dikarenakan
afasia serta disarthria.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Demarquay, G. et al., 2005. Ethical Issues of Informed Consent in Acute Stroke. Cerebrovascular
Diseases, 19, pp.65-68.
Duus, P., 1996. Diagnosis Topik Neurologi. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Ginsberg, L., 2007. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga.
Harsono, 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yohyakarta: Gajah Mada University Press.
Hartwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Penyakit Serebrovaskular dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.
Hatwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.
Hatwig, M.A. & Lorraine M, W., 2005. Evaluasi Pasien Neurologik dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC.
Juwono, T., 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Mardjono, M. & Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Martini, K., 1998. Foundation of Anatomy and Physiology. USA: Prentice Hall.
Martini, F.H., 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 7th ed. San Fransisco: Pearson
Education.
Martini, F.H. & William, C.O., 2006. Intergrative Function dalam Martini : Fundamentals of Anatomy
and Physiology. 7th ed. Philadelphia: Prentice Hall Inc.
Price, S.A. & Wilson, L.M., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC.
Sacco, M.M.R.L., 2001. Newer Risk Factors for Stroke. New York: Department of Neurology Columbia University College of Physicians.
Sherwood, L., 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Sidharta, P., 1999. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat.
Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik. 6th ed. Jakarta: EGC.
Snell, R.S., 2007. Neuroanatomi Klinik. 5th ed. Jakarta: EGC.
Mardjono, M. & Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.