Tutor
dr. Miko Ferine
Kelompok 9 :
G1A008027
Tini Rohmantini
G1A008028
G1A008029
G1A008074
Aniek Marsetyowati
G1A008075
G1A008076
G1A008117
Novania Indriasari
G1A008118
Hamidatul Ulfah
G1A008119
Rijal Maulana M
G1A007109
Winda Astuti
BAB I
PENDAHULUAN
Pbl atau problem base learning adalah salah satu proses pembelajaran
pada fakultas kedokteran yang bertujuan agar mahasiswa mau menggali tentang
masalah yang diberikan saat diskusi bersama kelompok kecil, dengan sistem 7
jump dengan more info kami sebagai mahasiswa diharapkan dapat mengetahui
kasus apa yang sedang kami hadapi dan mengetahui bagaimana cara
menanganinya.
Pada PBL pertama di blok NSS ini kami diberi kasus yang berhubungan
dengan sistem saraf, kasus yang kedua adalah meningitis bakterialis yang
merupakan salah satu penyakit kegawatdaruratan medis.
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi I
Nn. Poni, seorang wanita usia 21 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh
keluarganya dengan keluhan panas tinggi. Panas selama 1 minggu disertai badan
menggigil. Panas awalnya disertai batuk dan pilek. Karena keterbatasan ekonomi
keluarga hanya memberi obat turun panas yang dibeli di warung, namun panas
hanya turun untuk sementara, lalu naik lagi. Nn. Poni sudah merasa lemas,
sehingga ia segera dibaringkan di bed pasien.
Ketika dokter jaga IGD berbicara kepadanya, Poni hanya merintih-rintih.
Matanya terpejam dan kelihatan sangat tidak nyaman. Dia terus memejamkan
matanya menghindari cahaya dan bergerak hanya sesekali saja.
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal, keluarganya mengatakan
bahwa Nn. Poni sering diserang flu dan batuk pilek.
Batasan Masalah
Identitas
: Nn. Poni
Umur
: 21 tahun
Keluhan utama
: panas tinggi
Onset
Kronologi
Identifikasi Masalah
1. Anatomi, fisiologi dan histologi Sistem Saraf Pusat!
a. Anatomi dan fisiologi SSP
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: medulla spinalis). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting
maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang,
otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis (Mardjono &
Sidharta, 2009).
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai
berikut:
1) Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan
tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang
mudah dilepaskan dari tulang kepala. Diantara tulang kepala dengan
duramater terdapat rongga epidural (Snell, 2007).
2) Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang
labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik (Snell, 2007).
3) Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan
dengan lipatan-lipatan permukaan otak (Snell, 2007).
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1) badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2) serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3) sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf
di dalam sistem saraf pusat (Snell, 2007).
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar
atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum
yang
mengantarkan
impuls
dari
hidung
dan
Lobus
parietalis
termasuk
daerah
postcentralis
yang
memori.
Kelainan
Ganglia Basal
Ganglia basalis merupakan kumpulan dari badan-badan sel saraf
(nukleus). Berperan dalam mengontrol gerakan dengan cara :
a)
b)
c)
ke
Thalamus
Fungsi:
a)
b)
c)
d)
e)
Hipothalamus
a)
b)
Mengontrol suhu tubuh, rasa haus dan pengeluaran urin, lapar dan
kenyang, sekresi hormon-hormon hipofisis anterior, menghasilkan
hormon-hormon
hipofisis
posterior,
kontraksi
uterus
dan
pengeluaran ASI.
c)
d)
Berperan dalam pola perilaku dan emosi (respons takut dan berani;
perilaku seksual).(Snell, 2007)
2) Serebelum
Serebelum membandingkan antara informasi yang diterima dari pusat
pengontrolan yang lebih tinggi tentang apa yang sebaiknya otot
lakukan dan sistem saraf perifer tentang apa yg otot lakukan
memberi sinyal umpan balik untuk mengoreksi gerakan dikirim ke
serebrum melalui thalamus gerakan yang lebih halus, cepat,
terkoordinasi, dan terampil; mempertahankan posisi dan keseimbangan
(Snell, 2007).
3) Midbrain (Mesensephalon)
a) Superior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan bola mata
ketika berespons terhadap rangsang visual
b) Inferior colliculi: pusat refleks gerakan kepala dan tubuh ketika
berepons terhadap rangsang suara
Formasio Retikular: bagian inti dari substansia grisea yang terbentang
dari medula oblongata ke midbrain dan terbentuk dari ribuan neuron
kecil yang tersusun seperti jaring (reticular=net). RAS (Reticular
Activating System) jalur polisinaps yang terdapat dalam formasio
retikular;
menentukan
tingkat
kesadaran
dan
jaga
yang
5) Medula Oblongata
a) Pusat pernafasan:
(i) Dorsal group, kelompok neuron yang membentuk pernapasan
otomatis.
(ii) Ventral group, kelompok neuron yang mempersarafi otot-otot
pernapasan. Terdapat kemoreseptor yang sensitif terhadap
perubahan konsentrasi ion H+ & konsentrasi CO2.
b) Pusat pengaturan jantung :
Cardioaccelerator center meningkatkan denyut dan kekuatan
kontraksi jantung (mll saraf simpatis) dan cardioinhibitori center
menurunkan denyut jantung ke pacemaker N.vagus (saraf
parasimpatis).
c) Pusat vasomotor mengontrol diameter pembuluh darah melalui
saraf simpatis dalam pengaturan tekanan darah
(fasikulus
grasilis)
dan
kolumna
posterolateral
arthritis ,
d. obat
e. berada di lingkungan yang panas terlalu lama (Price,2005).
3. Jelaskan patofisiologi demam yang disebabkan oleh bakteri dan virus!
Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Proses
perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan
oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi
karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses
peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar
prostaglandin
akan
mempengaruhi
kerja
dari
termostat
: gelisah
GCS
: E2M5V2
Suhu
: 39,80C
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
RR
: 24 x/menit
Status internus
: dbn
Px THT
Status neurologis
Leher
Tes Brudzinski
Mata
: dbn
Sensorik
: sulit dinilai
Fungsi motorik
Gerak
Kekuatan
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Tonus
Trofi
Superior (D/S)
Kesan : normal
Sulit dinilai
N/N
-/N/N
Eutrofi
Inferior (D/S)
Kesan : normal
Sulit dinilai
N/N
-/N/N
Eutrofi
Trofi otot
Memeriksa besar kecilnya serabut otot
Pemerikasaan : inspeksi,pengukuran, palpasi dan perkusi
Pembagian secara garis besar yang berdasarkan struktur dapat dilihat pada
gambar.
Bagian
Aferen
Bagian
Eferen
Saraf Motorik
Otonom
Parasimpatis Simpati
s
Somatik
Viseral
Organ RESEPTOR
Otot
Rangka
Otot Polos
Otot Jantung
Kelenjar
Organ EFEKTOR
dapat berupa sel yang berbeda dengan sel saraf aferen (sensorik) yang
terdapat pada beberapa organ sensorik khusus. Organ reseptor dapat pula
merupakan bagian ujung sel saraf aferen. Susunan Saraf Tepi merupakan
gabungan saraf aferen (bagian sensorik saraf tepi) dengan saraf eferen (bagian
motorik saraf tepi). Susunan Saraf Pusat terdiri dari otak dan medula spinalis
yang berfungsi antara lain menganalisis, menyintesis dan mengintegrasi-kan
berbagai masukan dari saraf sensorik maupun dari bangunan lain yang
terdapat di otak maupun di medula spinalis. Organ Efektor dapat berupa
otot rangka yang disarafi oleh saraf motorik somatik serta otot polos, otot
jantung dan kelenjar yang disarafi oleh saraf motorik autonom (Ganong, 2003).
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan
timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah
reganganpada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan.
Reseptornyaadalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle
spindle reflex (stretcjreflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess
Reflex (APR), Refleks Biseps,Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks (Guyton
& Hall, 2006).
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks saraf
spinalis servical 5 busur dan untuk mengurangi refleks servical 6 derajat busur.
Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan
cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati fosa kubiti. Tes ini
mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang
berkomunikasi terutama dengan servical 5 dan sebagian saraf tulang belakang
dengan saraf tulang belakang servical 6 untuk merangsang kontraksi refleks
dari otot biseps dan menyentakkan lengan bawah (Ganong, 2002).
Refleks periost radialis, lengan bawah orang coba di fleksikan pada sendi
tangan dan sedikit di pronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum
pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu
dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan
ke N. servical 6 sampai thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan
menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan
bawahpada siku dan supinasi tangan (Ganong, 2002).
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls
saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian
melanjutkan ke N. servical 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan
menggerakkan m.brachioradialis (Ganong, 2002).
M. kuadriseps femoris yang membentuk anterior paha dan melekat ke os
tibia tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini
dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps
dan mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi
menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi
dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Reflex patella yang
Nukleus Subtalamus
INPUT
Talamus
Glous Pallidus
Cortex Cerebri
INPUT
INPUT
Nukleus Caudatus +
Putamen
Substansia Nigra
Tektum
Mesencephal
Formatio
Motor
Neuron
Reticularis
Nukleus
OUTPUT
Rubra
Pons
Traktus
Medula
Spinalis
Corticospinal
UMN Piramialis
Ekstrapiramidalis
LMN Cornu anterior medulaspinalis otot
Contoh : ketika terjadi hipotonus, stimulus dari otot atau perintah ke UMN
ada, akan tetapi penyampaian ke LMN telah rusak.
Kerusakan di UMN akan dibantu oleh lengkung refleks. Lengkung reflex ini
terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapatdi
susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor
(Sherwood, 2006).
4. Bagaimana perjalanan refleks patologis!
Refleks adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik spesifik. Ada
tiga unsur yang berperan pada jalannya suatu refleks, yaitu jaras efferen, busur
sentral, dan jaras afferen. Apabila terjadi perubahan pada ketiga unsur
tersebut, maka akan mempengaruhi perubahan kualitas maupun kuantitas dari
refleks. Adanya malfungsi dari organ reseptor, nervus sensorik, ganglion radix
posterior, gray matter medula spinalis, radix posterior, motor end plate/ organ
reseptor.
Terdapat 5 gradasi kekuatan refleks, yaitu:
0 = absent
1 = minimal tapi ada
2 = normal
3 = hiperactivity
4 = hiperactivity with clonus
6. Apa saja etiologi, faktor risiko, klasifikasi, gejala dan tanda dari
meningitis?
Faktor risiko terjadinya infeksi SSP (meningitis) :
a. Faktor host
1) Kesehatan umum tidak sempurna (status gizi kurang)
2) Struktur sawar darah-otak yang tidak utuh dan tidak efektif
3) Aliran darah ke otak tidak adekuat
4) sistem imunologik humoral dan selular berfungsi tidak sempurna
5) Neonatus (karena kekurangan antibody IgM spesifik)
6) Bayi yang agak lebih besar dari neonates (karena mulai kehilangan
IgG yang diperoleh melalui plasenta dank arena tidak sempat
berkontak dengan kuman)
7) Prematuritas
8) Kelainan congenital (contohnya meningomielokel atau pun sinus
neurodermal)
9) Proses keganasan di system retikuloendotelial.
b. Faktor kuman
Meningitis viral
Poliomielitis virus
H. influenza
ECHO virus
N. meningitidis
Coxsackie virus
Streptokokal grup B
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Gejala
Staphylococcus epidermis
Nyeri kepala bilateral, kaku kuduk, Demam, sakit kepala, pilek,
fotofobia, muntah, letargi, penurunan mual, muntah, kejang, kaku
kesadaran, kejang, demam, iritabilitas
kuduk,
gangguan
penglihatan,
Tanda
1. Pemeriksaan fisik
Tanda infeksi, takikardia, syok,
demam
Tanda patognomonik :
1) Meningokokus peteki dan
purpura
2) Pneumokokus
H.
influenza eksantema
3) Meningokokus
dan
H.
influenza
arthritis
dan
artralgia
4) Pneumokokus otitis media
yang
hilang
timbul
dan
sign,
kesadaran
1. Pemeriksaan fisik
Demam
2. Pemeriksaan
neurologis
Kaku kuduk, Kernig
sign,
dan
peningkatan
TIK,
meningismus
3. Pemeriksaan LP
Peningkatan tekanan, warna keruh
atau pun xantokrom, leukositosis
penurunan
Brudzinski
50-200
sel/mm3
dominasi
oleh
monosit,
protein
terkadang
normal,
glukosa
umumnya normal
polimorfik
dominasi
meningkat
sel/mm3
>1000
oleh
PMN,
(70-80
protein
mg/dL),
Lokasi infasi
bakterinemia
Inflamasi pembuludarah
demam
Kaku
kuduk
Invasi meningens
Inflamasi subarachnoid
Peningkatan
permeabilitas
BBB
Cerebral vaskulitis
Edem sitotoksis
hidrosefalus
Edem vasogenik
Edem intersisial
sefalgia
herniasi
Peningkatan TIK
Penurunan aliran darah ke otak
muntah
epilepsi
6) vaksinasi
Non-virus:
1)
2)
3)
4)
Riketsia
Mycoplasma pneumonia
M.tuberkulosa
Fungi:
Kriptokokosis
Mukor mikosis
Moniliasis
5) Protozoa:
Plasmodium
Trypanosome
Toxoplasma gondii
Faktor risiko terjadinya infeksi SSP (ensefalitis):
a. Faktor host
1) Kesehatan umum tidak sempurna (status gizi kurang)
2) Struktur sawar darah-otak yang tidak utuh dan tidak efektif
3) Aliran darah ke otak tidak adekuat
4) sistem imunologik humoral dan selular berfungsi tidak sempurna
5) Neonatus (karena kekurangan antibody IgM spesifik)
6) Bayi yang agak lebih besar dari neonates (karena mulai kehilangan
IgG yang diperoleh melalui plasenta dank arena tidak sempat
berkontak dengan kuman)
7) Prematuritas
8) Kelainan congenital (contohnya meningomielokel atau pun sinus
neurodermal)
9) Proses keganasan di sistem retikuloendotelial.
b. Faktor kuman
1) Kuman yang memiliki sifat neurotropik (kuman ini memiliki beberapa
factor virulensi yang tidak ada kaitannya dengan status imun dari host)
2) Kuman dengan virulensi rendah (bisa menyebabkan infeksi SSP jika
disertai adanya gangguan sistem limfoid pada host)
c. Faktor lingkungan
Faktor ini berkaitan dengan transmisi kuman, contohnya :
1) Infeksi meningokokus dan H. influenza kontak antar individu
2) Kolonisasi nasofaringeal dari N. meningitides banyak orang yang
tinggal di satu rumah
3) Meningoensefalitis amoeba berenang di danau air segar yang
mengandung amoeba
4) Ensefalitis arbovirus ada kontak denga vektor (antropoda) yang
telah terinfeksi
sinusitis,
otitis
media,
abses
gigi
dan
empiema
darah,
serta
kumpulan
lekosit
yang
sudah
mati,dan
: 11 g/dL
Hct
: 34 vol%
Eritrosit
Leukosit
: 21.000 sel/mm3
: keruh
Tekanan
: 300 mmHg
Protein
: 75 mg/dL
: 100 mg/dL
SASARAN BELAJAR 2
1. Jelaskan teknik dan interpretasi pungsi lumbal!
Nilai normal
50-180 mmH2O
Keadaan abnormal
1. Meningkat : ada massa intracranial
(tumor, perdarahan, edema)
2. Menurun : obstruksi kanalis spinalis di
Warna
Jernih,
tidak
berwarna
Hitung sel
Protein
Leukosit
sel/mm3
SDM : 0 sel/mm3
Didapatkan
20-45 mg/dL
eritrosit
pada
perdarahan
Meningitis Viral
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan supportive. Istirahat, hidrasi,
antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika
diperlukan. Pasien dengan tanda dan gejala dari meningoensefalitis harus
menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV. Terapi dapat
dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR ketika
telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan
di critical care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan
pencegahan dari komplikasi sekunder.
a. Mengatasi kejang adalah tindakan penting. Pemberian fenobarbital 58mg/kgBB/24jam. Bila sering kejang, perlu diberikan diazepam, 0,10,2mg/kgBB IV dalam bentuk infus dalam 3 menit.
b. Pemberian cairan nutrisi dan elektrolit yang cukup
c. Mengurangi edema serebri dengan dexametasone 0,15-1mg/kgBB/hari IV
terbagi 3 dosis
d. Menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol iv, 1,5-2gr/kgBB selama
30-60 menit. Pemberian diulang setiap 8-12 jam.
e. Kausatif: Dengan acyclovir BB/IV 10-30mg/kgBB/hari selama 10 hari.
Atau 200mg/4 jam per oral.
Medikasi
Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya itu
semua yang dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang tidak
komplikasi.
Keputusan untuk memulai terapi antibacterial untuk kemungkinan meningitis
bakteri adalah penting; terapi antebacterial empiris untuk kemungkinan
pathogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus
digunakan pada kasus dengan kecurigaan HSV (pasien dnegan lesi herpetic),
dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang lebih berat yang
komplikasinya enchepalitis atau sepsis.
4. Apa saja komplikasi dan cara pencegahan meningitis?
Komplikasi Meningitis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Infeksi serebri
Trombosisi vena
Serebritis
Abses
Efusi subdural
Empiema
Ventrikulitis
Edema serebal
Apilepsi
Kejang
Syok sepsis
Kematian
Vaskulitis
Hidrosefalus
Pencegahan Meningitis
Imunisasi polisakarida quadrivalent
Konjugat vaksin yaitu :
a.
b.
c.
d.
b)
c)
d)
b)
Dapat
mencakup
otomatisme
atau
gerakan
aromatic
b)
c)
d)
2) Kejang Mioklonik
Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi mendadak.
a)
kaki.
b)
c)
3) Kejang Tonik-Klonik
a)
b)
Status Epileptikus
a. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
b. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
c. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
d. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
Keadaan patologis di
otak
Pembukaan
kanal Clterganggu
Peningkatan dan
penimbunan asetilkolin
Pengaktifan
paroksimal canal
Ca2+
Pembukaan
kanal K+
terganggu
GABA
Depolarisasi
berlebihan
Hipoksia otak
Kejang
: penurunan kesadaran
observasi febris
Topis
: meningen
Etiologi
: meningitis bakterial
Penatalaksanaan :
Infus asering 16 tpm
O2 3 L/m
Injeksi ceftriaxon 1 x 2 gram
Metil prednisolon 2 x 125 gram
Diazepam 10 mg (bila kejang)
Parasetamol (prn)
SASARAN BELAJAR 3
1. Jelaskan kenapa tatalaksana meningitis pada info IV menggunakan infus
asering!
Pada kasus ini dipilih infus asering dengan tujuan untuk mengatasi
peningkatan tekanan intra kranial karena adanya edem serebri yang sering
terjadi pada pasien meningitis bacterial. (McPhee, Maxine, 2010)
Infus jenis ini juga sering digunakan sebagai larutan awal bila status
elektrolit pasien belum diketahui.
2. Jelaskan kenapa tatalaksana meningitis pada info IV menggunakan
ceftriaxon!
Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang
diberikan secara IV atau IM. Ceftriaxone juga serupa dengan seftizoksim dan
sefotaksim, mempunyai waktu paruh yang sangat panjang sehingga diberikan
sekali / dua kali sehari. Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami
peradangan pada bayi dan anak-anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah
pemberian dosis 50 mg/kg dan 75 mg/kg IV, berkisar antara 1,3-18,5 ug/ml
dan 1,3-44 ug/ml. Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik
ceftriaxone hanya sedikit sekali terganggu pada usia lanjut dan juga pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak diperlukan
penyesuaian dosis (Hardjosaputra et al., 2008).
Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis
dinding kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap betalaktamase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan
oleh kuman gram-negatif, gram-positif. Ceftriaxone dikontraindikasikan pada
pasien dengan riwayat alergi terhadap golongan cephalosporin (Hardjosaputra
et al., 2008).
Secara umum ceftriaxone dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang
dapat ditemukan adalah :
a. Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan
phlebitis setelah pemberian intravena.
Anak-anak : Untuk pengobatan infeksi kulit dan jaringan lunak, dosis total
harian yang dianjurkan adalah 50-75 mg/kg sekali sehari (atau dibagi 2
dosis), dosis total harian tidak boleh melebihi 2gr. Untuk pengobatan
meningitis dosis harian adalah 100 mg/kg dan tidak boleh melebihi 4gr,
dosis diberikan dengan atau tanpa dosis muat 75mg/kg
c.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Eroschenko, Victor P. 2001. Jaringan Saraf dalam Atlas Histologi di Fiore
dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC. Edisi 9. Hal: 96, 100, 102
Jakarta: EGC.